Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

25 Februari 2016

Beberapa Orang Hebat yang Sesungguhnya Sukses dengan Amanah dan Perannya di dunia; baik dibaca

Orang yang hebat tidak hanya yang sudah terkenal. Sebagaimana orang yang terkenal belum tentu sesungguhnya hebat, maka tidaklah adil ketika kita menjalani hidup ini hanya dipihakkan kepada ketenaran dan nama besar semata menjadi ukuran hebat. Dalam timbangan kehidupan ini umumnya kian tidak adil, kita perlu belajar arif, melihat dan merenung sejenak orang-orang yang mungkin secara lahiriah memang biasa saja, tetapi pada diri mereka justru bisa menjadi tempat belajar yang sesungguhnya. 
Di dunia ini sangat banyak orang-orang biasa yang sesungguhnya menyimpan kebaikan dan kebasaran yang luar biasa. Wajah mereka mungkin tidak pernah muncul di televisi, dengan segala aksesoris gemerlapnya. Nama mereka mungkin tak pernah tertulis di koran lokal apalagi nasional. Mereka orang-orang yang mungkin sering dianggap tidak ada, tapi peran mereka sangat terasa.

Suatu hari Rasulullah Saw terkejut, karena hari itu ia tidak melihat wanita yang biasa menyapu di masjidnya. Buru-buru beliau bertanya kepada para sahabatnya. Ternyata wanita tersebut sudah meninggal dunia."Innalillhi wainna ilaihiraji'un" Rasulullah tertekun keheranan dan bertanya kepada Abu Bakar, "wahai Abu Bakar mengapa wanita pilihan yang sangat mulia meninggal tak diberi tahu?" Abu Bakar memberikan alasan, "mungkin para sahabat menganggap wanita itu sepele. Ia hanya tukang sapu." Rasulullah segera melakukan sholat ghaib, dan meminta untuk ditunjukkan letak kuburan wanita itu.
Kisah ini menunjukkan bahwa sebesar apapun peranan seseorang tak boleh diremehkan. Dalam dunia dakwah semua dibutuhkan. Demikian juga dalam tatanan kemasyarakatan. Harus ada yang jadi pemimpin. Konsekuensi logisnya harus ada yang dipimpin, rakyat, bawahan, bahkan pesuruh sekalipun.

Simak perihidup para sahabat. Mereka mempunyai kemampuan beragam. Ada yang mengandalkan ketajaman lisannya dalam berdakwah, kekuatan fisiknya, keahlian dalam memainkan pedang, ingatan yang tajam, kedermawanan dalam bersodakoh maupun kelebihannya masing-masing.


Lihat pemimpin hebat dikenal dunia luas dan diakui sejarah, ternyata ia juga sangat menghargai perjuangan dan keberadaan orang kecil. Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz memanggil salah satu Gubernurnya di Malta, Ja’unah bin Harits. Ketika itu, peperangan baru saja dimenangkan. Berbagai hasil rampasan perang dibawa serta menghadap Umar bin Abdul Aziz.

“Apakah ada korban dari pihak kaum Muslimin?” tanya sang Khalifah. 

Jau’nah menjawab,”Tidak ada, kecuali hanya seorang lelaki biasa.”

Tak disangka, seketika Umar bin Abdul Aziz marah besar mendengar jawaban Ja’unah.

“Apa katamu, hanya seorang lelaki biasa?” kata Umar dengan nada tinggi.

“HANYA SEORANG LELAKI BIASA?” Umar mengulangi kata-katanya.

Umar menambahkan, “kamu datang ke sini membawa kambing, sapi, lalu seorang muslim gugur kamu bilang hanya seorang lelaki biasa? Sungguh kamu tidak akan menjadi pejabatku, tidak juga keluargamu, selama aku masih hidup.

Kemarahan Umar begitu dahsyat. Gubernur yang sukses dalam mengemban tugas itu dipecat. Selamanya ia tidak akan menjadi pejabat di jaman Umar bin Abdul Aziz. Bahkan juga keluarganya, tak akan ada yang diberi jabatan. Kemarahan itu bukanlah karena seorang yang mati syahid. Namun lebih disebabkan oleh sikap sang Gubernur yang dengan gegabah merendahkan rakyatnya.



Pada dasarnya banyak orang-orang biasa, yang karena keislamannya ia menjadi luar biasa. Setidaknya sampai batas ia menjadi Muslim, berideologi dan beraqidah Islam. Itu saja sudah lebih cukup untuk dihargai.

Lihat peran sebagaimana anak kecil dalam pentas drama sekolah, sebahagian orang besar dengan kacamata standarnya spontan meremehkan, tetapi bagi mereka merupakan sebuah perjuangan dan memuaskan dengan apa telah dapat ia lakukan. Sungguh sebuah contoh yang tepat. Ketika makan malam, sang anak bercerita tentang sekolahnya.

“Ayah aku punya cerita dari sekolah.”

“Ada apa sih kamu tampak begitu bersemangat?” kata ayah.


“Ayah aku ikut drama di sekolahku! Pokoknya Ayah harus datang ketika aku pentas nanti.”

“Oh ya? Kamu dapat peran apa, jadi putri rajakah? Atau jadi kelinci seperti boneka milikmu?” Tampak sang ayah membuat mimik kelinci dengan raut wajahnya.

“Tidak. Aku dapat peran yang lebih hebat.”

“Aku dapat tugas bertepuk tangan!”

Ayah dan Ibu saling berpandangan.

“Maksudmu! KAMU CUMA JADI PENONTON BEGITU?”

Si kecil sibuk meralat ucapan sang Ayah, “Bukan-bukan. Kata Ibu guru, aku bertugas memberikan semangat buat teman-temanku.” Ada nada bangga terlihat di sana. “Oh ya, Ibu guru juga bilang, peranku tak kalah dengan lainnya!” Kata sang anak dengan bangganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar