I. IPS di
SMP merupakan synthetic discipline, sementara sumber
materi IPS (konsep-konsep dasar) berasal dari sejarah, geografi, ekonomi, dan
sosiologi sebagai discipline. Jelaskan
filsafat pendidikan apa yang dapat dijadikan landasan akademik untuk
menjustifikasi IPS sebagai synthetic
discipline!
Jawab:
Pendidikan IPS merupakan sintetis antara
disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin ilmu-ilmu sosial maka materi yang
dipelajari siswa adalah materi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh karena itu materi yang dikembangkan dalam pendidikan IPS tidak
dapat melepaskan diri dari materi yang dikembangkan dari luar disiplin ilmu
sosial yaitu materi-materi yang digunakan untuk mengembangkan sikap dalam
proses belajar. Pengembangan
materi kurikulum pendidikan IPS hendaknya memperhatikan scope dan sequence.
Scope meliputi bidang ilmu kajian yang menjadi garapan pendidikan IPS.
Sedangkan sequence adalah taat urutan antara suatu materi dengan materi lain
atau dalam konteks kurikulum berkenaan dengan tata urutan antara satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lain. Sequence dapat dikelompokkan atas dua
pendekatan yaitu pendekatan logis dan pendekatan pedagogis. Pendekatan logis
didasarkan pada pemikiran logis suatu disiplin ilmu.
Pembelajaran terpadu menekankan pengalaman
belajar dalam konteks yang bermakna. Pembelajaran dalam hal ini bertolak dari
tema-tema. Selain itu pembelajaran terpadu didefinisikan juga sebagai : Suatu
konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar yang melibatkan beberapa
bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada anak (CRI
Indonesia, 2000, p. 17).
Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep
yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep
lain yang sudah dipahami anak melalui kesempatannya mempelajari apa yang
berhubungan dengan tema atau peristiwa otentik (alami). Dalam pembelajaran
semacam itu, anak diharapkan selalu mendapatkan kesempatan untuk terlibat
secara aktif sesuai dengan aspirasi dan minatnya, dimana dalam pembelajaran
terpadu sangat menghargai keragaman.
Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan bertitik tolak
dari suatu topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan guru bersama anak,
dengan cara mempelajari dan menjelajahi konsep-konsep dari tema tersebut. Disamping
itu pembelajaran terpadu didasari pada pendekatan inkuiri yang melibatkan anak
dalam perencanaan, eksplorasi, dan tukar menukar ide, serta anak didorong untuk
bekerjasama dalam kelompok dan didorong untuk merefleksikan kegiatan belajarnya
sehingga mereka dapat memperbaiki secara mandiri. Sementara itu menurut Joni R
pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan
dua konsep atau lebih yang relevan dari suatu rumpun mata pelajaran (intra)
atau beberapa konsep yang relevan dari sejumlah mata pelajaran (antar) (Joni,
1996, p. 25). Dalam hal ini pengkaitan beberapa konsep itu
haruslah yang relevan dan tidak dapat dipaksakan atau sekedar dikaitkan.
Artinya pengkaitan itu harus mempertimbangkan berbagai hal seperti kebutuhan
siswa, menarik minat siswa, disesuaikan dengan kurikulum dan berfungsi untuk
mengefektifkan kegiatan pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengetahuan
baru dan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang baru
diperolehnya itu dalam berbagai situasi baru yang semakin kaya ragamnya sesuai
dengan prinsip belajar yang bermakna.
Selanjutnya Conny R Semiawan membatasi
pembelajaran terpadu sebagai cara belajar yang wajar bagi anak (2002, p. 74). Menurutnya proses integratif beranjak
dari topik tertentu tetapi lebih bersifat longgar dalam mengaitkan topik
sebagai center
of interest (pusat
perhatian) dengan unsur-unsur lain dari berbagai mata pelajaran guna membentuk
keseluruhan yang lebih bermakna. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran
terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui
pengalaman langsung dengan menghubungkan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Keuntungannya dipandang dari perspektif anak maka bidang studi yang terpisah
sangat sesuai. Ia membaca, menghitung, mencatat sesuatu dengan minat yang tidak
langsung beranjak dari bidang studi tertentu.
Gillian, Collins dan Dixon mengatakatan bahwa
pembelajaran terpadu akan terlaksana apabila terjadi peristiwa atau eksplorasi
topik menjadi penggerak kurikulum (Gillian, 1991, p. 6).
Menurutnya berpartisipasi dalam peristiwa otentik atau topik anak belajar
sekaligus mendapatkan isi yang lebih luas dari kurikulum yang telah disusun.
Beberapa pengertian lain dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh
beberapa orang pakar pembelajaran terpadu di antaranya adalah sebagai berikut.
Menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand
(1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan
dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu
kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari
terpadu (integrated
day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum
terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran
melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna
sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan
tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas
pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai
dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan
belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada
tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center
core/ center of interest).
Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu
adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai
bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan
kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep
pembelajaran terpadu dan IPA terpadu.
Menurut Prabowo (2000,p. 2) pembelajaran terpadu merupakan pendekatan
belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar
mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna
kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran
terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang
mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan
belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical).
Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system
sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Langkah
awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan
topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk
bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan
demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan
keputusan.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini
diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk
mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak
negatif dari penjejalan kurikulum akan berakibat buruk terhadap perkembangan
anak. Hal tersebut terlihat dengan dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai
tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat
kesempatan untuk belajar, untuk membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka
akan kehilangan pengalaman pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari
dunia mereka yang akan membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo,
2000, p. 3).
Menurut Oemar Hamalik bahwa, pembelajaran terpadu adalah
sistem pengajaran yang bersifat menyeluruh, yang memadukan berbagai disiplin
pembelajaran yang berpusat pada suatu masalah atau topik atau proyek, baik
teoritis maupun praktis, dan memadukan kelembagaan sekolah dan luar sekolah
yang mengembangkan program yang terpadu berdasarkan kebutuhan siswa, kebutuhan
masyarakat dam memadukan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
pengembangan kepribadian siswa yang terintegrasi (Hamalik, 1991, p. 145). Dalam
pengertian diatas merupakan reaksi terhadap pembelajaran yang terpisah-pisah
dimana antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya tidak dihubungkan tetapi
bersifat terkotak-kotak. Disisi lain sistem ini pada hakikatnya merupakan
pengembangan yang lebih luas dari pengejaran sistem bidang studi. Dengan
demikian pembelajaran harus sesuai dengan minat dan kebutuhan anak yang betitik
tolak dari suatu masalah atau proyek yang dipelajari oleh siswa baik secara
individual maupun kelompok dengan metode yang bervariasi dan dengan bimbingan
guru guna mengembangkan pribadi siswa sacara utuh dan terintegrasi.
Dari uraian pendapat diatas, maka pengertian pembelajaran
terpadu dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Pembelajaran beranjak dari suatu tema tertentu sebagai
pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain,
baik berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi yang
lainnya.
2) Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai
bidang studi yang mencerminkan dunia nyata sekeliling dan dalam rentang
kemampuan anak.
3) Suatu cara untuk mngembangkan pengetahuan dan ketrampilan
anak secara simultan.
4) Merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dalam beberapa
bidang studi yang berbeda, dengan harapan anak akan belajar dengan lebih baik
dan bermakna.
Dengan demikian, suatu pendekatan pengajaran dengan
menggunakan pembelajaran terpadu dapat membuka cakrawala guru-guru yang
inovatif, produktif, dan demokratis serta dapat mengatasi kepasifan siswa yang
kurang bergairah dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan
pembelajaran terpadu siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
inkuiri, bekerja, berpikir, merefleksi, bertanya, dan merasakan. Hal ini
sejalan dengan prinsip hand
on activity yaitu kegiatan pembelajaran sebagai bagian yang
menyatu dengan berbuat dan bermain, terutama bagi anak usia dini (learning
by doing and learning by playing). Aktifitas belajar yang semacam
ini dapat menghindarkan antusiasme siswa yang tinggi. Selain itu, pembelajaran
terpadu dapat memberikan dampak langsung (intrucsional effects) melalui
pencapaian tujuan pembelajaran khusus dan dampak tidak langsung atau dampak
pengiring (nurturan
effects) sebagai akibat dari keterlibatan siswa dalam berbagai
ragam kegiatan belajar yang khas dirancang oleh guru (Joni, 1996, p. 28).
Model pembelajaran terpadu berdasarkan lintas
beberapa disiplin ilmu yang sering digunakan untuk Pendidikan Anak Usia dini
adalah model Webbed. Model ini memadukan materi pembelajaran dari beberapa
bidang studi dalam satu tema yang memiliki jaringan yang saling berhubungan
dalam bentuk jaringan laba-laba (Jamaris, 2004, p. 97). Tegasnya, pembelajaran terpadu merupakan
sebuah pembelajaran yang menekankan agar seorang guru lebih kreatif.
Kreativitas yang dimiliki seorang guru ini sebagai salah satu solusi penerapan
dan pengembangan pembelajaran terpadu disekolah dasar yang sampai saat ini
belum dapat diaplikasikan disetiap sekolah dasar. Guru juga harus lebih aktif
dan mampu memanfaatkan perkembangan
IPTEK untuk mengembangkan model pembelajaran
serta memanfaatkan media dan lingkungan sehingga mampu mengaplikasikan
pembelajaran terpadu di sekolah dasar.
Pendekatan pedagogis didasarkan pada
pertimbangan siswa dan bukan tata urutan yang ada dari disiplin ilu. Kriteria
seperti kemudahan, familiarisasi dengan pokok bahasan serta tingkat abstrak
suatu materi pokok bahasan dijadikan dasar pertimbangan. Materi pendidikan IPS dikembangkan dari
disiplin-disiplin ilmu sosial yang kemudian disintesiskan dengan ilmu
pendidikan dan disajikan dengan didasarkan pada tujuan pendidikan tertentu.
Sampai saat ini, Indonesia mengalami beberapa
kali pergantian kurikulum. Setiap kurikulum memiliki karakterisitik tersendiri
termasuk dalam hal disiplindisiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam
pendidikan IPS. Dalam hal ini pembicaraan tentang kurikulum akan diawali dari
kurikulum tahun 1964 sampai pada kurikulum tahun 2006. Selain itu pembahasan
tentang kurikulum tersebut hanya mengkaji disiplin-disiplin ilmu sosial yang
dikembangkan dalam kurikulum tersebut.
Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam
kurikulum tahun 1964 meliputi mata pelajaran Sejarah Indonesia, Geografi Indonesia,
Ekonomi dan pendidikan kewarganegaraan dalam mata pelajaran civics. Mata
pelajaran Sejarah Indonesia dan Geografi Indonesia dianggap sebagai mata
pelajaran yang memiliki peran penting dalam membina kualitas siswa yang
diharapkan. Suasana kehidupan politik pada saat itu memerlukan adanya upaya
pendidikan yang diarahkan untuk membentuk identitas bangsa yang kuat. Pelajaran
Sejarah akan mampu memberikan landasan yang kuat karena ia akan mampu
menggambarkan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat dan akekuasaan
yang ada di wilayah Nusantara. Sementara melalui Geografi Indonesia, siswa
diperkenalkan pada wilayah Republik Indonesia dengan berbagai keragaman corak
lingkungan fisik dan budayanya.
II. Anda baca tentang sejarah kehidupan pra-aksara di Indonesia. Melalui model pengintegrasian kurikulum secara tersarang (nested) lakukan identifikasi konsep-konsep dasar sosiologi, ekonomi, geografi yang terdapat di dalam materi sejarah tersebut !
A.
Model Pengintegrasian Kurikulum Secara Tersarang (nested)
Pengintegrasian kurikulum secara
tersarang di Indonesis dapat dilihat dalam Lampiran Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (BSNP, 2006, p.13) menyatakan bahwa
substansi mata pelajaran IPS pada SMP/MTs merupakan IPS Terpadu, maka pada
pelaksanaannya pembelajaran terpadu melibatkan peserta didik memperoleh
pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima,
menyimpan,dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajari.Dengan
demikian, peserta didik terlatih untukmenemukansendiriberbagai konsep yang
dipelajari.Model pembelajaran terpadu menurut Ruhimat, (2007, p. 6-9), yaitu: (1) model
integrasi berdasarkan topik, merupakan keterpaduan yang dilakukan berdasarkan
topik yang terkait antara materi yang ada dalam pelajaran IPS, (2) model
integrasi berdasarkan potensi utama, yaitu mengembangkan topik yang didasarkan
pada potensi utama yang ada di wilayah setempat (3) model integrasi berdasarkan
permasalahan, yaitu pembelajaran terpadu berdasarkan permasalahan yang ada.
Pembelajaran
terpadu memiliki karak-teristik,yaitu: (1) berpusat pada anak, (2) memberi
pengalaman langsung, (3) pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas,
(4) menyajikan konsep berbagai mata pelajaran dalamprosespembelajaran, (5)
bersifat luwes, (6) hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak, (7) holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat
perhatian dalam pembelajaran terpadu di amati dan di kaji dari beberapa mata
pelajaran sekaligus, (8) bermakna, artinya pengkajian suatu fenomena dari
berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan skema yang
dimiliki peserta didik, (9) otentik,informasipengetahuan yang diperoleh
sifatnya menjadi otentik, dan (10) aktif, artinya peserta didik perlu terlibat
langsung dalam proses pembelajaran (Model Bahan Ajar, Puskurbuk, 2008, pp.7-9).
Resmini
(2007, p. 2-5) terdapat sepuluh model dalam pembelajaran terpadu. Kesepuluh model tersebut, yaitu: (1) fragmented, pada
pembelajaran tradisional misahkan disiplin ilmu, seperti matematika, sains
bahasa dan studi sosial, humaniora dan seni, (2) connected, bahwa
butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu,
(3) nested, pemanduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan
melalui sebuah kegiatan pembelajaran, (4) sequenced, pemanduan
topik-topik antar mata pembelajaran yang berbeda secara parallel, (5) shared,
bentuk pemanduan pembelajaran akibat adanya overlapping konsep atau ide
pada dua mata pembelajaran/lebih, (6) webbed, pembelajaran yang
dipergunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang berkecenderungan dapat
disampaikan melalui beberapa bidang studi lain, (7) threaded, pendekatan
pembelajaran yang ditempuh dengan cara mengembangkan gagasan pokok yang
merupakan benang merah (galur) yang berasal dari konsep yang terdapat dalam
berbagai disiplin ilmu, (8) integrated, sejumlah topik dari mata
pembelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu,
(9) immersed, dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan
memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan
pemakaiannya, dan (10) networked. pemanduan pembelajaran yang mengandalkan
kemungkinan pengubahan konsepsi.
Dari
kesepuluh model tersebut, Trianto (2010, p. 39)
mengelompokkan ke dalam tiga model pengintegrasian, yaitu: (1) model
pengintegrasian kurikulum di dalam satu disiplin ilmu (interdisiplin ilmu),
yaitu model fragmented, connected, dan nested, (2) model pengintegrasian kurikulum beberapa disiplin ilmu (antar
disiplin ilmu), yaitu model sequenced, shared, webbed, hreded dan integrated,
(3) model pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu ( inter dan antar disiplin
ilmu), yaitu model immersed dan networked.
Model nested
menurut Trianto (2010, p. 45) berupa pengintegrasian kurikulum di dalam
satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan fokus pengintegrasian pada
sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan. Untuk mata pelajaran
sosial, dapat memadukan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial.
B. Nested Sosiologi, Ekonomi Dan Geografi Dalam
Sejarah Kehidupan Pra-aksara di Indonesia
Pada masa perundagian semakin lama, pola bercocok tanam
dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran pemenuhan kebutuhan dari
semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat
perkakas yang semakin efektif dan efisien.
1.
Tinjauan Kehidupan
Sosial Manusia Purba Masa Perundagian
Manusia berusaha untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya peleburan bijih-bijih
logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Selain itu, adanya persaingan
antarpribadi di dalam masyarakat menimbulkan keinginan untuk menguasai satu
bidang. Gejala seperti ini menyebabkan timbulnya golongan undagi.
Golongan ini merupakan golongan
masyarakat terampil dan mampu menguasai teknologi pada bidang-bidang tertentu,
misalnya membuat rumah, peleburan logam, membuat perhiasan. Masa perundagian
merupakan tonggak timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia, karena pada masa
ini kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk di desa-desa kecil membentuk
kelompok yang lebih besar lagi, terutama dengan adanya penguasaan wilayah oleh
orang yang dianggap terkemuka. Pada masa
perundagian ini, masyarakat purba di Indonesia mulai berkenalan dengan
komunitas yang lebih luas, seperti dengan manusia dari India dan Cina
2.
Tinjauan Ekonomi, Budaya
dan Alat yang dihasilkan Manusia Purba Masa Perundagian
a. Kajian
Dapur Sampah
Salah satu jenis makanan manusia pada masa
praaksara adalah kerang. Kulit kerang tersebut banyak dibuang di tempat-tempat
tertentu, yang disebut sebagai dapur sampah atau kjokkenmoddinger. Di dapur sampah tersebut berupa bukit kerang dan sering
diketemukan bekas peralatan yang biasa dipergunakan manusia praaksara. Hal ini
banyak dijumpai di Medan (Sumatera Utara) dan di Langsa (Aceh).
- Kajian Alat-alat yang
Dipergunakan Manusia Praaksara
Manusia praaksara telah mengenal berbagai
bentuk peralatan sederhana yang dipergunakan dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Jenis peralatan yang ditemukan pasa penemuan fosil manusia
Indonesia ada zaman praaskara adalah beliung persegi dan kapak lonjong yang
kedua alat tersebut di buat dari batu.
Persebaran alat-alat manusia praaskara
tersebut sekaligus menujjukan bukti persebaran manusia pada masa praaskara.
Bardasarkan sumber-sumber informasi tersbut di peroleh data mengenenai manusia
Indonesia yang hidup pada msa praaskara.
Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk melakukan hal yang terbaik pada dirinya, di antaranya pengaturan tata air (irigasi). Perdagangan pun diperluas hingga antarpulau yang sebelumnya hanya antardaerah domestic. Oleh karena iru, terjadilah sosialisasi antara manusia Indonesia dengan suku dan bangsa-bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih maju, seperti kebudayaan India dan Cina. Melalui interaksi dengan orang India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan, yang kemudian melahirkan kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Tarumanagara, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain.
Gbr. 1 Jenis Senjata yang dugunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
Kehidupan seperti ini menunjang terbentuknya kebudayaan
yang lebih maju yang memerlukan alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih
baik dengan bahan-bahan dari logam. Hasil-hasil peninggalan kebudayaannya
antara lain nekara perunggu, moko, kapak perunggu, bejana perunggu, arca
perunggu, dan perhiasan.
Lebih rinci peninggalan
kebudayaan dari perunggu adalah
sebagai berikut:
1) Nekara perunggu: berfungsi
sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai genderang
perang; memiliki pola hias yang beragam, dari pola binatang, geometris, dan
tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak ditemukan di Bali, Nusa
Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.
2) Kapak perunggu: bentuknya
beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung, atau tembilang; motifnya
berpola topang mata atau geometris.
3) Bejana perunggu: bentuknya
mirip gitar Spanyol tanpa tangkai; di temukan di Madura dan Sulawesi.
4) Arca perunggu: berbentuk
orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang busur panah; ditemukan di
Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang.
5) Perhiasan dan manik-manik:
ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi; berbentuk gelang tangan, gelang
kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang;
sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor,
Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya ada yang silinder,
bulat, segi enam, atau oval.
Berkaitan dengan kebudayaan dalam
interaksi sosial juga dapat dilihat kepercayaan
masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam.
Kepercayan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa dirinya
memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya.
Anggapan manusia yang merasa dirinya memiliki
keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya sehingga memunculkan jenis kepercayaan sebagai beriut:
1)
Animisme. Kepercayaan animisme,
manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda memiliki kekuatan supranatural
dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta pertolongan pada saat
diperlukan. Mereka percaya akan hal-hal yang gaib atau kekuatan hebat.
Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu
tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara
berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.
2)
Dinamisme. Kepercayaan dinamisme
ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal
dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya
hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air,
persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu besar, dan lain-lain.
Seiring degan tantangan dan pola
pengetahuan yang mereka miliki timbullah kepercayaan
terhadap adanya kekuatan gaib yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih
hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang menimbulkan
kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa,
misalnya, pada batu akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam
kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen,
dimandikan dengan air kembang.
Selanjutnya kepercayaan animisme dan
dinamisme mendorong manusia menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar
kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi
ke generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan
pribadi mereka maupun kehidupan alam semesta. Kekuatan gaib tersebut diyakini
memiliki keteraturan sendiri yang tak dapat diganggu-gugat, yakni hukum alam. Kepercayaan
terhadap “Kekuatan Tunggal” ini lantas dihayati sebagai kekayaan batin
spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini
kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu-Buddha dan kemudian masuk Islam.
3. Tinjauan Geografi Sejarah
Kehidupan Pra-asara di Indonesia
Kajian Geografi masa
praaksara membicaraka konsep keruangan dan waktu, misal manusia muncul di
permukaan bumi kira-kira 3 juta tahun yang lalu bersama dengan terjadinya
berkali-kali pengesan atau glasiasi dalam zaman yang disebut kala plestosen.
a. Kurun Waktu
Masa Praaksara
Kurun waktu pada masa praaksara diawali
sejak manusia ada dan berakhir sampai manusia mengenal tulisan. Berakhirnya
masa praaksara setiap bangsa tidaklah sama. Bangsa Mesir telah mengenal
tulisan. Sebaliknya, bangsa Australia baru mengenal tulisan sekitar awal abad
ke-20. Berarti penduduk asli bangsa Australia aru meninggalkan masa praaksara
pada awal abad ke-20.
Bangsa Indonesia meninggalkan masa
praaksara kira-kira pada tahun 400 masehi. Hal ini diketahui dari adanya batu
bertulis yang terdapat Muara Kaman, Kalimantan Timur. Prasasti tersebuttidak
berangkat tahun, namun bahasa dan bentuk huruf yang dipakai member petunjuk
bahwa prasasti itu dibuat sekitar tahun 400 Masehi.
b.
Lingkungan Alam pada Masa Praaksara
Keadaan alam di
muka bumi selalu berubah-ubah, yang disebabkan oleh hal-hal berikut.
1)
Orogenesis atau gerakan pengangkatan kulit
bumi.
2)
Erosi atau proses pengikisan lapisan kulit
bumi yang disebabkan oleh angin, air hujan, dan aliran air sungai
3)
Vulkanisme atau kegiatan gunung berapi.
c. Zaman Es atau Kala
Plestosen,
Masa Praaksara disebut zaman es atau kala
plestosen karena bagian barat Indonesia berhubungan dengan
daratan Asia Tenggara, sedangkan bagian timur wilayah Indonesia berhubungan
dengan Australia. Kala plestosen
berlangsung kira-kira 3 juta sampai 10 ribu tahun yang lalu. Dalam keseluruhan
sejarah bumi, kala plestosen merupakan masa geologi yang paling muda dan singkat.
Akan tetapi, bagi sejarah umat manusia, kala plestosen merupakan merupakan
bagian yang paling tua.
Pada masa plestosen,
suhu di bumi menurun dan gletser yang biasanya hanya terdapat di daerah-daerah
kutub serta puncak gunung dan pegunungan tinggi meluas, sehingga daerah yang
berdekatan dengan tempat-tempat tersebut dan tempat-tempat lain tertutup oleh
lapisan es, misalnya di daerah Amerika, Eropa dan Asia serta pegunungan tinggi
lainnya.
Akibat dari masa pengesan pada zaman
plestosen adalah turunnya permukaan laut sehingga laut yang dangkal berubah
menjadi daratan. Daratan-daratan baru inilah yang berperan sebagai jembatan
bagi manusia dan hewan dalam melakukan perpindahan ke daerah lain untuk
menghindari bencana dan mencari sumber makanan baru.
d.
Kajian Waktu Awal Kehadiran Manusia
Menurut hasil penelitian ahli purbakala,
diperkirakan manusia muncul sekitar 3 juta tahun yang lalu bersamaan terjadinya
proses glasisasi atau pengesan daratan di bumi, yang disebut kala plestosen.
Pada masa itu terjadi penurunan suhu di bumi sehngga sebahagian besar daratan
di kawasan Amerika, dan Asia Eropa ,dan Asia tertutup lapisan es. Dengan
kondisi alam yang demikian menjinakkan hewan/berburu hewan dan bercocok tanam
serta dengan membuat alat-alat sederhana untuk membantu kegiatan hidupnya.
e.
Kajian Keruangan Kehidupan pada Masa Praaksara
Daerah daratan Sunda lebih banyak dihuni
manusia daripada daratan Sahul. Pola kehidupan manusia pada masa plestosen
adalah kegiatan yang berkaitan dengan mengumpulkan makanan dan berburu. Mereka
menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu, tulang dan tanduk. Kondisi hewan pada masa plestosen tidak
banyak berbeda dengan kehidpan manusia, yakni bahwa hidup hewan bergantung pada
keadaan iklim dan tumbuh-tumbuhan. Tiap perubahan iklim dapat mengakibatkan
berubahnya atau berpindahnya kelompok hewan. Di sapmping itu, adanya bencana
alam juga menyebabkan proses berpindahnya hewan ke daerah lain.
Pada masa plestosen tingkat kehidupan
manusia sangat bergantung pada alam dan kemampuan manusia dalam taraf berburu
dan mengumpulkan bahan makanan dari hasil alam sekitarnya. Oleh karena itu
lenyapnya berbagai jenis hewan disebabkan karena usaha perburuan yang dilakukan
manusia. Migrasi
hewan dan manusia dari dataran Asia ke kepulauan Indonesia dimungkinkan karena
terbentuknya paparan Sunda di sebelah barat dan paparan Sahul di sebelah timur
pada kala plestosen akhir dan plestosen sebagai akibat turunnya permukaan laut Bagian barat yang mencakup Jawa, Sumatra
dan Kalimantan bergabung dengan Asia. Sedangkan bagian timur yang mencakup
Papua dan sekitarnya bergabung dengan Australia.
f.
Kajian Tempat Perlindungan di Bawah Karang
Tempat perlindungan di bawah karang
berbentuk gua, dan merupakan tempat perkampungan manusia pada masa praaksara
yang hanya ditempati sementara waktu. Gua karang tempat perlindungan manusia
praaksara dinamakanabris
sous rouches. Di daerah tersebut ditemukan berbagai alat-alat dari batu,
tulang, tanduk, dan kerang. abris sous rouches banyak ditemukan di Teluk Triton (Papua), Pulau Seram (Maluku),
dan di gua Leang-Leang (Sulawesi Selatan).
g.
Kajian Kehidupan Nomaden,
Kehidupan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan masyarakat
pra aksara sangat bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan mereka tak ubahnya
seperti kelompok hewan karena bergantung pada apa yang disediakan alam. Apa
yang mereka makan adalah bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah - buahan,
umbiumbian, atau dedaunan yang mereka makan tinggal memetik dari pepohonan atau
menggali dari tanah. Mereka tidak pernah menanam atau mengolah pertanian.
Apabila
mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal menangkap ikan di sungai, waduk,
atau tempat - tempat lain, di mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan
daging, maka mereka tinggal berburu untuk menangkap binatang buruannya. Adapun
cara menangkap ikan atau binatang buruannya, tentu berbeda dengan yang kita
lakukan sekarang. Mereka tidak pernah memelihara ikan atau binatang ternak
lainnya.
Berdasarkan
pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan masyarakat pra aksara
sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika
bahan makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka kemudian berpindah ke
tempat lain yang banyak menyediakan bahan makanan. Di samping itu, tujuan
perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam
itu berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara terus menerus.
Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan rumah sebagai tempat tinggal
yang tetap.
Mereka
tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, di tepi sungai, di
gunung, di gua, dan di lembah - lembah. Pada waktu itu, lingkungan alam belum
stabil dan masih liar atau ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati -
hati terhadap setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba - tiba. Ancaman yang
paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan musuh utama manusia dalam
hidup dan kehidupannya.
Berkaitan
dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk menuju ke suatu tempat, mereka biasanya
mereka mem memilih jalan dengan menelusuri sungai. Perjalanan melalui sungai
dipandang lebih mudah dan aman dari pada melalui daratan (hutan) yang sangat
berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul
pemikiran untuk membuat rakit-rakit sebagai alat transportasi. Bahkan dalam
perkembangannya, masyarakat pra aksara mampu membuat perahu sebagai sarana
transportasi melalui sungai.
Pada masa
nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah
anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah
hidup dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat-alat perlengkapan dari
batu dan kayu, meskipun bentuknya masih sangat kasar dan sederhana.
Ciri-ciri kehidupan masyarakat nomaden dapat dilihat dari aspek pola hidup,
yaitu: (1) selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, (3) sangat
bergantung pada alam, (4) belum mengolah bahan makanan, (5) hidup dari hasil
mengumpulkan bahan makanan dan berburu, (6) belum memiliki tempat tinggal yang
tetap, (7) peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau
kayu.
Lama
kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa makanan yang disediakan oleh
alam sangat terbatas dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu, cara hidup yang
sangat bergantung pada alam harus diperbaiki. Caranya adalah dengan menanami
lahan - lahan yang akan ditinggalkan agar dapat menyediakan bahan makanan yang
lebih banyak pada waktu yang akan datang. Di samping itu, para wanita dan anak
kecil tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan bahan makanan atau
berburu binatang.
h.
Kajian Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya,
kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat menuntut setiap
manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara
mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi nomaden. Kehidupan semi
nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain, tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini
berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal cara-cara mengolah
bahan makanan.
Pola
kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri-cirinya, yaitu: (1) mereka masih
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, (2) mereka masih bergantung pada alam, (3) mereka mulai mengenal
cara-cara mengolah bahan makanan, (4) mereka telah memiliki tempat tinggal sementara, (5) mengumpulkan bahan
makanan dengan berburu, mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman.
III. Perhatikan
tabel di bawah ini !
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1. Memahami lingkungan
kehidupan manusia
|
1.1 Mendeskripsikan keragaman bentuk
muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan
1.2 Mendeskripsikan kehidupan pada
masa pra-aksara di
|
Untuk pengeintegrasian kedua KD tersebut digunakan model connected dengan sejarah sebagai dominant discipline. Tema yang
dikembangkan adalah SITUS SANGIRAN. Tugas Anda adalah adalah mengidentifikasi
konsep-konsep dasar apa saja yang diintegrasikan melalui tema tersebut!
Jawab:
Indonesia memiliki sejarah nenek moyang yang berpengaruh
dalam kehidupan sekarang. Kekayaan situs
sejarah tersebut sangat banyak manfaatnya bagi manusia sebut saja salah satunya adalah situs Sangiran. Dalam pembelajaran
tentang situs Sangiran siswa diharapkan dapat memilii banyak pengetahuan yang
berkaitan dengan kehidupan manusia purba beserta aspek-aspek yang mendukungnya.
Siswa dapat mempelajari
macam-macam kehidupan manusia purba baik dari segi fisik maupun kehidupan
social melalui situs Sangiran.
1.
Dikaji dari Aspek Goegrafi
Dikaji dari
segi fisik berkaitan dengan geografi
situs Sangiran mencakup keadaan alam tempat hidup
manusia purba yang dapat dikaitkan dengan kehidupan masa sekarang. Perubahan
keadaan alam dari masa lampau sampai saat ini telah dimengerti oleh siswa.
Adapun keadaan alam meliputi morfologi permukaan bumi beserta fenomena-fenomena
yang terjadi di permukaan bumi. Dari fenomena alam tersebut dapat dikaitkan
dengan proses perubahan bentuk muka bumi dan perubahan bentuk kehidupan sosial
dari masa lampau sampai masa sekarang.
Manusia sangat berperan terhadap proses perubahan alam.
Manusia membutuhkan alam untuk melangsungkan hidupnya. Melalui situs Sangiran ini siswa dapat menggali bagaimana proses terjadinya Dome Sangiran serta hubungannya dengan
fenomena terjadinya bentuk permukaan kepulauan di Indonesia secara geologis, bagaimana konsep,
prinsip, dan pendekatan geografi yang tepat dalam menganalisis gejala geosfer
di Sangiran dan Lembah Hijau, bagaimana perbedaan fisik fosil manusia purba di Sangiran beserta
para penelitinya, bagaiman hubungan berbagai jenis fosil binatang dan tumbuhan dengan
lapisan tanah atau secara geologis, bagaimana cara menentukan usia fosil berdasarkan lapisan tanah serta
ilmu bantu apa saja yang mendukung tahap-tahap penelitian berbagai fosil di
Sangiran, bagaimana
fungsi berbagai macam artefak yang digunakan manusia pendukungnya, bagaimana perbedaan
fisik dan kehidupan sosial antara Meganthropus, Pithechantropus dan Homo
Sapiens.
Situs Kepurbakalaan Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Tempat ini
merupakan lokasi penemuan beberapa fosil manusia purba, sehingga sangat penting
dalam sejarah perkembangan manusia dunia. Area ini memiliki luas kurang lebih
48 km² dan sebagian besar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan
Kalijambe,Kabupaten
Sragen, Jawa
Tengah, 17 kilometer sebelah utaraKota
Surakarta, di lembah Bengawan
Solo dan di
kakiGunung
Lawu. Ada sebagian yang merupakan bagian dari Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo).
Situs Kepurbakalaan Sangiran
menyajikan Museum
Purbakala Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga,
dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar dua juta tahun yang lalu hingga
200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pleistosen akhir hingga akhir
Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086
koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak
(hominid) yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat dipamerkan fosil berbagai
hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut,
serta alat-alat batu.
Sangiran dulunya berupa lingkungan laut dalam. Ini
terjadi pada kala Pliosen yaitu usia 2,4 juta tahun yang lalu. Keadaan ini
disebut sebagai Formasi Kalibeng. Pada kala awal kala Plestosen Bawah, sekitar 1,7 juta tahun yang
lalu, diendapkan lahar volkanik Gunung Lawu Purba yang berada pada bagian bawah
lempeng hitam, formasi Pucangan. Lapisan lahar ini mengubah lingkunan Sangiran,
dari lingkungan laut dalam menjadi lingkungan darat. Pada kala ini lingkungan
Sangiran berupa daerah rawa.
Pada sekitar 0,9 juta tahun lalu terjadi erosi di
Pegunungan Selatan. Material erosi berupa pecahan gamping pisoid, dan kerikil
vulkanik. Material ini menyatu di daerah Sangran dan membentuk lapisan
grenzbank setebal 1-4 meter. Saat ini Sangiran telah total menjadi daratan
secara permanen. Pada periode berikutnya terjadi letusan gunug yang berada di
sekitar Sangiran yang memuntahkan endapan vulkanik melalui sungai-sungai,
sehingga menutupi grenzbank di Sangiran. Endapan vulkanik setebal kurang lebih
40 meter ini dikenal dengan Formasi Kabuh. Lapisan ini berusia sekitar
700.000-250.000 tahun yang lalu.
Lapisan tanah berikutnya yaitu Formasi Notopuro. Lapisan
ini menutupi Formasi Kabuh dengan material batuan andesit berukuran kerikil
hingga boulder. Pengendapan lahar ini berlansung kurang lebih selama 70.000
tahun. Akibat dari tenaga eksogen yang berasal dari permukaan bumi dan
endogen yang berasal dari bawah bumi mengakibatkan kini menjadi Sangiran Dome.
Berbentuk pegunungan/perbukitan yang di tengahnya dialiri sungai Cekung yang
mengikis puncak Dome Sangiran akhirnya Sangiran menjadi cekungan yang luasnya
56 km2.
Lapisan Kalibeng merupakan lapisan yang tertua di
Sangiran. Lapisan ini dahulu berupa laut. Maka, pada laisan ini ditemukan fosil
binatang laut yang tidak bertulang belakang atau avertebrata. Contoh fosil yang
ditemukan yaitu sejenis moluska, seperti: peleycipoda dan gastropoda. Kemudian pada
lapisan pucangan ditemukan fosil hewan-hewan rawa. Pada lapisan ini ditemukan 2
fosil buaya. Buaya yang pertama yaitu buaya rawa dengan panjang 6,2 m dan massa
1,2 ton. Fosil ini ditemukan sekitar 1,8 juta tahun yang lalu. Kemudian fosil
buaya yang kedua yaitu buaya sungai dengan panjang 2,5 m - 6,2 m. Buaya ini
memiliki massa 159-181 kg. Buaya ini diperkirakan hidup sekitar 1,5 juta tahun
yang lalu. pada lapisan Pucangan juga ditemukan fosil kura-kura, kudanil,
kepiting, serta gigi kambing.
Pada lapisan tanah 1,3 tahun yang lalu ditemukan fosil
Megantropus Paleojavanicus. Penemuan ini berada pada lapisan tengah. Pada
lapisan ini ditemukan juga fosil gajah mastodon dan stegodon trigonostepanus.
Gajah ini diperkiraan hidup pada 1,5 juta tahun yang lalu. Pada lapisan
selanjutnya yaitu lapisan Kabuh. Pada lapisan ini ditemukan fosil binatang
vertebrata dan fosil manusia purba. Fosil binatang yang ditemukan antara lain :
fosil kerbau purba, rusa, banteng, harimau, babi, badak, dsb. Untuk fosil manusia
yang ditemukan yaitu fosil pithecantropus erectus.
Lapisan yang paling atas yaitu lapisan Notopuro. Pada
lapisan ini ditemukan sedikit fosil mamalia dan artefak-artefak. Pada lapisan
ini, penemuan fosil jumlahnya sedikit karena dipengaruhi struktur tanah, dan
proses alam yang terjadi dalam lapisan tanah. Sisa-sisa
binatang-binatang yang menjadi fosil ditemukan kembali pada berbagai tingkatan
stratigrafi, sehingga rangkaian penemuan fosil tersebut telah mampu memberikan
gambaran mengenai evolusi faunal yang pernah terjadi di Sangiran selama kurang
lebih 1 juta tahun.
Sangiran memiliki banyak koleksi temuan-temuan fosil
manusia purba. Akan tetapi, di wilayah Sangiran hanya ditemukan1 jenis manusia
purba, yaitu homo erectus. Fosil homo erectus pertama kali ditemukan pada tahun
1934 oleh Von Koenigswald. Von Koenigswald merupakan seorang yang berasal dari
Jerman tetapi bekerja untuk Belanda. Pada tahun 1936 menemukan atap tengkorak
yang diberi nama Pithecantropus erectus/Homo erectus. Manusia purba tersebut
memiliki ciri- cirinya, yaitu: (1) tinggi badan kurang lebih 185 cm, (2) volume otak 900 – 1350 cc, (3) tidak memiliki dagu, (4) tulang kening tebal
melintang dari pelipis ke pelipis,
(5) memiliki hidung besar, dan (6) hidup di Sangiran sekitar 1,5 juta – 300
ribu tahun yang lalu.
Sejak fosil pithecantropus erectus ditemukan oleh Von
Koenigswald pada tahun 1934, Sangiran telah menjadi pusat perhatian dunia
karena temuan di Sangiran mampu memberikan gambaran jelas mengenai evolusi
budaya, evolusi fauna, evolusi flora, dan yang paling penting adalah evolusi
manusia.
2.
Dikaji dari Aspek Ekonomi
Dalam perkembangannya manusia sudah mulai mengenal
berburu makanan. Kemudian berkembang menjadi bercocok tanam dan mengolah
makanan. Di area Situs Sangiran tidak hanya ditemukan fosil manusia purba
saja. Di situs ini banyak ditemukan artefak-artefak yang merupakan peralatan
dari manusia purba tersebut. Artefak ini memliki ukuran yang bervariasi. Ukuran
dari artefak tersebut dapat diketahui fungsi-fungsinya.
Artefak dapat dibagi menjadi 3, antara lain : alat batu
masif, bola batu, dan alat non masif. Artefak-artefak tersebut memiliki bentuk,
fungsi, dan tekstur yang berbeda-beda. Untuk tekstur pada artefak berdasarkan
perkembangan kehidupan manusia purba. Artefak jenis alat batu masif merupakan artefak
yang memiliki ukuran yang besar. Artefak jenis ini digunakan untuk pekerjaan
yang berat. Artefak jenis ini berupa kapak genggam, kapak perimbas, kapak
penetak. Kapak-kapak ini biasa digunakan oleh manusia purba untuk menghancurkan
dan memotong tulang yang berukuran besar. Alat-alat tersebut digunakan oleh
jenis manusia Pitecanthropus Erectus dan Homo Soloensis. Artefak ini merupakan
hasil kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Bola batu merupakan artefak peninggalan jenis
Pitecanthropus Erectus. Bola batu biasa digunakan oleh Pitecanthropus Erectus
untuk berburu. Bola batu digunakan untuk melempari hewan buruan mereka. Bola
batu ini juga digunakan untuk rangkaian penjebakan hewan buruan.
Artefak jenis non masif yaitu artefak yang memiliki
bentuk dan ukuran lebih kecil. Artefak ini terbuat dari batu, kayu, dan tulang.
Biasanya artefak jenis ini digunakan untuk keperluan dapur. Alat non masif
antara lain : alat serpih, flakes, alat-alat tulang, mata tombak, mata panah,
pisau batu. Alat non masif juga memiliki fungsi untuk berburu yaitu mata panah,
dan mata tombak. Artefak jenis ini digunakan oleh manusia purba dengan tingkat
kecerdasan lebih baik yaitu Homo Sapien. Dapat disimpulkan bahwa alat non masif
sudah digunakan oleh manusia purba pada tahap bercocok tanam dan kehidupan
sudah menetap.
Di sangiran telah banyak ditemukan fosil berbagai
manusia purba. Fosil yang ditemukan yaitu fosil Megantropus Paleojavanicus,
Pithecanthropus Erectus, dan Homo Sapien. Dari ketiga jenis manusia purba
tersebut banyak terdapat perbedaan dari segi fisik dan kehidupan sosialnya. Megantropus
Paleojavanicus merupakan manusia raksasa dari Jawa. Manusia jenis ini memiliki
ukuran yang besar, rahang yang kuat, volume otak kecil, gigi geraham besar, dan
badannya yang tegap. Manusia ini memakan tumbuh-tumbuhan. Dari sisi kehidupan
sosialnya, Megantropus Paleojavanicus hidup secara nomaden. Mereka masih
melakukan perburuan di alam, artinya mereka melangsungkan kehidupannya masih
bergantung pada alam. Meraka berburu tumbuh-tumbuhan untuk makanannya.
Megantropus Paleojavanicus belum mengenal sistem perkawinan yang pasti. Mereka
masih melakukan perkawinan secara bebas.
Kemudian melihat Homo Sapien sudah tinggal menetap. Mereka bercocok tanam dan
beternak. Mereka sudah mengenal adat istiadat dan sudah memiliki kehidupan yang
teratur. Mereka sudah hidup saling berdampingan setiap kelompoknya. Setiap
kelompok manusia memiliki seorang kepala suku yang disebut Primus Interpares.
Mereka juga sudah mengenal interaksi sosial dan mulai bertransaksi dengan cara
barter.
Perkembangan manusia di Sangiran terus berkembang,
sampai terbentuklah suatu tatanan masyarakat Sangiran yang teratur. Masyarakat
modern di sekitar Situs Sangiran memanfaatkan objek wisata ini sebagai mata
pencahariannya. Masyarakat sangiran masih hidup secara tradisional dan dalam
perkembangan menuju non tradisional.. Mereka masih menjunjung tinggi asas
gotong royong. Masyarakat Sangiran termasuk masyarakat yang peka terhadap
potensi daerahnya. Mereka memanfaatkan Situs Sangiran untuk sumber mata
pencahariannya. Sekitar 40% masyarakat Sangiran merupakan buruh, 30% pedagang,
10% pegawai, 5% Penyedia jasa, dan sisanya adalah petani.
Salah satu pekerjaan minoritas masyarakat Sangiran yaitu
menjadi pemandu wisata di Situs Sangiran. Pemandu wisata ini bertugas untuk
menjelaskan berbagai hal yang terdapat di Situs Sangiran kepada para
pengunjung. Taraf ekonomi masayrakat Sangiran tergolong menengah kebawah.
Perekonomian masyarakat Sangiran masih mengandalkan pasar tradisonal. Ada juga
yang memanfaatkan benda-benda temuan di Sangiran. Mereka membuat kerajinan atau
souvenir khas Sangiran untuk dijual sebagai cindremata. Cindramata ini
dikumpulkan oleh agen yaitu koperasi di Situs Sangiran, dan kemudian dijual
kepada pengunjung Situs Sangiran.
Sekrang ini disektor ekonomi dapat
dapat di lihat di juga Lembah Hijau
Multifarm merupakan agrobisnis yang bergerak dalam bidang Peternakan Sapi
Perah, pertanian, perikanan, dan pengembangan bioteknologi (Starbio). PT.
LHM berkantor pusat di Jl.Rajiman No.200 Solo. Lembah Hijau Multifarm terletak
di Desa Joho, Mojolaban, Sukoharjo.
Usaha yang digerakkan oleh PT. LHM terdiri dari berbagai
bidang. Usaha yang dikembangkan oleh PT. LHM, yaitu: (1) pemeliharaan sapi, (2) budidaya ikan patin, (3) nursery, (4) proses fermentasi
jerami, (5) proses
composing dan (6) packing, biogas, perkebunan. Lembah Hijau Multifarm memiliki banyak produk
yang dihasilkan. Poduk yang dihasilkan adalah emas putih, emas kuning, emas
hitam, emas merah, emas biru.
Produk yang pertama disebut emas putih, yaitu susu sapi
yang dihasilkan oleh sapi perah. Kemudian ada produk emas kuning, yaitu urine
sapi yang difermentasi menjadi pupuk cair. Emas hitam yaitu kotoran sapi yang
diolah menjadi pupuk kompos dalam bentuk granul. Emas merah yaitu produk daging
sapi yang sudah tidak produktif atau fakir menghasilkan susu. Emas biru yaitu
kotoran sapi yang yang dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Beberapa produk
diatas telah didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan di ekspor
ke luar negeri.
Pada mulanya Sangiran
adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia.
Visi pengembangan situs Sangiran adalah menjadi pusat informasi peradaban
manusia purba bertaraf internasional. Didalamnya terkandung misi: Mewujudkan pelestarian
tinggalan alam dan tinggalan budaya Situs Sangiran dalamfungsinya sebagai
laboratorium dan pusat informasi tentang kehidupan manusia untuk mendukung
pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan.
Mewujudkan usaha-usaha pengemvbangan kawasan Situs
Sangiran sebagai destinasi pariwisata dunia yang bertumpu pada data tarik dan
informasi peradaban manusia (The Early Man Site) yang dikelola secara
berkelanjutan dan memeberikan nila manfaat signifikan bagi masayarakat lokal.
Mengembangkan kawasan Situs Sangiran sebagai destinasi
pariwisata dunia yang mampu mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan
kegiatan pariwisata di destinasi-destinasi pariwisata di sekitarnya. Situs Sangiran
memiliki Balai Pelestarian Situs manusia Purba Sangian yang diatur dalam
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Repulik Indonesia Nomor: PM. 17/HK.001//MKP-2007, tanggal 12
Februari 2007. Badan organisasi ini mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan
pengamanan, penyelamatan, penerbitan, perawatan, pengawetan, penataan lahan,
survei, analisis, penyajian, bimbingan edukasi, kerjasama, pemberdayaan
masyarakat, dokumentasi, publikasi, dan ketatausahaan.
Di dalam UU No. 11/ 2010 tentang larangan penggalian
penambangan maupun pencarian fosil di area situs sangiran. Artinya masayarakat
umum dilarangatau tidak diperbolehkan mengadakan penggalian penambangan maupun
pencarian fosil. Apabila terjadi pelanggaran, maka yang melanggar akan
dikenakan hukuman selama 15 tahun penjara dan atau membayar denda sebesar Rp
500.000.000,00.
3.
Dikaji dari Aspek Sosiologi
Sejak jaman pra aksara, manusia tidak dapat hidup
sendiri. Manusia membutuhkan manusia laian untuk melangsungkan hidupnya serta
untuk melanjutkan keturunan. Dari hubungan tersebut, manusia telah mengenal
tentang interaksi sosial. Semakin berkembang dan kemudian tercipta tatanan
hidup yang baik. Semua itu telah dipelajari oleh siswa di sekolah.
Pada kurikulum 2013 ini, siswa dituntut untuk tidak hanya mengerti teori saja,
tetapi siswa dituntut untuk mengetahui secara pasti teori yang di dapatnya di
sekolah yaitu dengan penerapan dan atau pengamatan langsung ke lapangan.
Situs Sangiran dapat dipelajari oleh
siswa untuk mengetahui berkaiatan sosial manusia praaksara dengan cara mengkaji
bagaimana struktur sosial masyarakat yang berkaitan dengan penerapan
prinsip-prinsip interaksi social, bagaimana bentuk-bentuk sistem interaksi
sosial yang terjadi di Sangiran, bagaimana struktur masyarakat yang berdasarkan
atas dasar profesinya, bagaimana masalah-masalah yang diakui dan
dijunjung oleh masyarakat dalam penerapan konsep nilai dan norma di
Sangiran, bagaimana kehidupan masyarakat manusia purba di Sangiran berdasarkan
bukti-buktinya, dan bagaimana nilai-nilai yanh masih relevan dalam kehidupan
masa kini dalam kurun waktu lama dan masih di junjung tinggi oleh masyarakat
Sangiran,
Di sangiran, manusia telah hidup berdampingan secara
harmonis dengan alam. Binatang merupakan bagian dari lingkungan purba mereka.
Artinya binatang-binatang tersebut menjadi sasaran perburuan manusia purba
tersebut. Situs Sangiran tidak hanya memiliki fosil manusia purba saja. Situs
Sangiran juga menyimpan banyak temuan fosil-fosil binatang dan tumbuhan.
Fosil-fosil ini ditemukan pada lapisan tanah yang berbeda sesuai dengan usia
kala tersebut.
Kehidupan sosial Pithecanthropus Erectus sudah hidup
berkelompok. Mereka melakukan perburuan secara berkelompok. Meraka membuat
kelompok yang terdiri dari 20-50 individu. Pithecanthropus Erectus hidup secara
nomaden, dengan mengikuti arah mata angin dan binatang bermigrasi. Manuisia ini
telah mengenal api sekitar 450.000 tahun yang lalu. Dengan penemuan api ini, menandakan bahwa
makanan yang dimakan Pithecanthropus Erectus sudah mulai dimasak.
Pithecanthropus Erectus hidup di dekat sumber mata air.
Mereka tinggal di dekat sumber air karena mereka memiliki keyakinan bahwa air
adalah sumber kehidupan. Mereka tinggal di pesisir pantai, bantaran sungai, dan
sekitar danau. Berdasarkan kronologinya, kehadiran Pithecanthropus Erectus / Homo
Erectus di sangiran mempunyai rentang waktu antara 1,5 juta hingga 0,3 juta
tahun yang lalu, dengan masa evolusi lebih dari 1 juta tahun.
Masyarakat Sangiran masih menguri-uri
budaya leluhur. Kebudayaan ini sering ditampilkan dalam acara-acara tertentu,
seperti kunjungan dari pemerintah. Masyarakat Sangiran memiliki kebudayaan
sendiri. Salah satunya yaitu teater rodatan. Teater rodatan merupakan hasil
akulturasi budaya Islam dengan Budha. Teater rodatan
ini berbentuk semacam reog, tetapi lebih sederhana dan didominasi oleh atraksi
seperti debus.
Seperti telah diketahui, masyarakat Sangiran masih
tergolong masyarakat tradisional. Oleh karena itu, masyarakat Sangiran masih
menjunjung tinggi adat istiadat jawa yang cukup kuat. Sopan santun masih
dijunjung tinggi. Di sisi lain, selain adat istiadat atau norma dalam masayarakat yang
dijunjung tinggi, masyarakat Sangiran juga terikat aturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan keberadaan Situs Sangiran. Sesuai dengan UU No. 11/ 2010
tentang larangan penggalian penambangan maupun pencarian fosil di area situs
sangiran. Artinya masayarakat umum dilarangatau tidak diperbolehkan mengadakan
penggalian penambangan maupun pencarian fosil. Apabila terjadi pelanggaran,
maka yang melanggar akan dikenakan hukuman selama 15 tahun penjara dan atau
membayar denda sebesar Rp 500.000.000,00.
Kemudian, terdapat juga Undang-Undang cagar budaya.
Undang-undang ini mengatur tentang hasil temuan fosil atau apapun yang
berharga, wajib diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk dijadikan aset
pengetahuan. Hal ini diberlakukan untuk menghindari hilangnya aset pengetahuan
yang terkandung di Indonesia. Jika ada masyarakat yang menemukan fosil ataupun
peninggalan masa purba dan diserahkan kepada pihak yang berwenang, maka orang
tersebut akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Sebaliknya jika
masayarakat menjual secara ilegal, maka akan dikenakan sanksi.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti. (2006). Studi pengkajian dan perintisan pelayanan pendidikan bagi anak
jalanan. Jurnal
Pendidikan LPPM Universitas Terbuka, vol. 7, No. 2,
September.
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for learning, teaching,
and assesing. a revision of Bloom’s taxonomy of education objectives. New York: Addison Wesley Longman.
Atan, H. (2009). Teo-Education.com. Retrieved January 22, 2013, from Teo-Education.com: http://www.teo-education.com/teo/
Clark, E. (2005). Designing and
implementing an integrated curriculum. Retrieved Januari 23, 2013, from Great Ideas: http://great-ideas.org
Collin, G. & Dixon, H. (1991). Integrated Learning Planed Curriculum Units, Australia Books
Shelf Publising.
Depdiknas. (2005). Permendiknas. No. 22 Tahun 2005,
tentang Standar Isi.
Drake, S. M., & Burns, R. C. (2004). Meeting
standards through integrated curriculum. Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).
Fogarty, R. (1991). Ten ways to integrated curriculum. Educational Leadership, Oktober
1991 , 61-65.
Hamalik, O. (1991). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara
Indrawati. (2009). Model
Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK
IPA).
Jamaris, M. (2004). Pembelajaran Terpadu
dan aplikasinya di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini,PPS vol 2 No 2, UNJ.
Joni, R. (1996). Pembelajaran
Terpadu, Makalah Untuk Program Pelatihan Guru Pamong. Jakarta: Depdikbud.
Kemdikbud. (2011). Pedoman Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Puskurbuk.
Kemendiknas. (2008). Model bahan ajar. Jakarta:
Puskurbuk.
Kemendiknas. (2010). Pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa. Jakarta: Puskurbuk.
Kemendikbud. (2013). Sejarah Indonesia. Jakarta : Kemendikbud.
Marzuki. (2012). Pengintegrasian pendidikan karakter dalam
pembelajaran di sekolah, Jurnal pendidikan karakter UNY, tahun
II, Nomor 1, Tahun 2012.Diambil 19 Juni 2013.Dari www.uny.ac.id.
Resmini, N. (2007). Model-model pembelajaran terpadu,
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Diambil 19 Februari 2014 dari http.file.upi.edu.
Ruhimat, M. (2007). Panduan pengembangan pembelajaran
terpadu IPS (Suplemen materi tot bintek ktsp untuk tim pengembang kurikulum
kab/kota. Jakarta: Direktorat PSMP.
Sahdan, G. (2005). Menanggulangi Kemiskinan,
Jakarta: artikel ekonomi rakyat dan kemiskinan
Sapriya. (2011). Pendidikan IPS, konsep dan
pembelajaran.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Seksi PAUD dan Pendidikan Inklusif Divisi Pendidikan Dasar Sektor Pendidikan UNESCO, Laporan Kebijakan:
Semiawan, C. R. (2002). Belajar dan
Pembelajaran Dalam Taraf Usia Dini, Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.
Sugiharsono (2009). Pengembangan pembelajaran IPS
terpadu. Yogyakarta: www. uny.ac.id. Diambil 19 Februari 2014.Jurnal
Harmoni Sosial, Volume 1 Nomor 1, 2014 Peningkatan Karakter Siswa Melalui
Pembelajaran ... Sofli dan Ajat Sudrajat 95
Suharto, E. Social Welfare Problems and Social Work in Indonesia: Trends and
Issues (Masalah Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia: Kecenderungan
dan Isu), makalah yang disampaikan pada
International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in
Indonesia, Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Sumardi, S. I. (2005). Melawan Stigma
Melalui Pendidikan Alternatif. Jakarta: Grasindo,
Winarni,
S. (2013). Integrasi pendidikan karakter dalam perkuliahan, Jurnal
pendidikan karakter, no.1.Diambil 19 Juni 2013. Dari www.uny.ac.id.
Zuhdi,
D. (2010). Humanisasi pendidikan menemukankembali pendidikan yang manusiawi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar