Masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu daerah yang terletak di Myanmar (Birma). Pada waktu berpindah dari Yunan ke Indonesia, mereka belum mengenal tulisan. Oleh karena itu, mereka disebut masyarakat pra aksara. Tujuan perpindahan mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hidup secara nomaden, yaitu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.
Walaupun pada saat di Indonesia mereka masih hidup nomaden, lama-kelamaan meeka ber-reformasi dan akhirnya maju ke tahap selanjutnya. Mereka mulai mengenal sistem bercocok tanam. Unruk bisa bercocok tanam, mereka menetap di tempat mereka bercocok tanam untuk sementara. Lalu jika sudah melampaui masa panen, mereka mulai berpindah lagi ke tempat lain. Di tempat yang baru, mereka akan mulai bercocok tanam lagi dan menetap sementara.
Masyarakat pra aksara sudah mulai mengenal kepercayaan. Contohnya animisme dan dinamisme, animisme adalah kepercayaan di mana semua benda memiliki roh atau jiwa. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan di mana semua benda memiliki kekuatan gaib.
A. ASAL USUL NENEK MOYANG
Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Daerah Yunan terletak di daratan Asia Tenggara. Tepatnya, di wilayah Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah yang mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali. Gelombang pertama berlangsung dari tahun 3000 SM – 1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang ke dua berlangsung antara tahun 1500 SM – 500 SM dengan menggunakan perahu bercadik dua.
Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat yang beragam dengan berbagai argumen atau alasannya, seperti :
1. Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Campa, Kochin, Cina, dan Kamboja Pendapat ini didasarkan pada kesamaan bagasa yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia.
2. Van Heine Geldern berpendapat bahwa neneek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia. Pendapat ini didukung oleh artefak-artefak atau peninggalan kebudayaan yang ditemukan di Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan peninggalan-peninggalan kebudayaan yang ditemukan di daerah Asia.
3. Prof. Mohammad Yamin berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Pendaoat ini didasarkan pada penemuan fosil-fosil dan artefak-artefak manusia tertua di Indonesia dalam jumlah yang banyak.
4. Hogen berpendapat bangsa yang mendiami pesisir Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa ini bercampur dengan bangsa Mongol dan kemudian disebut sebagai bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar ke wilayah Indonesia pada tahun 3000 SM – 1500 SM. Sedangkan bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar ke wilayah Indonesia pada tahun 1500 SM – 500 SM.
Bangsa Melayu yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 jalan yaitu :
1. Bangsa Proto Melayu
a. Jalan barat dari Semenanjung Malaka ke Sumatera dan selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
b. Jalan timur dari Semenanjung Malaka ke Filipina dan Minahasa, serta selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
Bangsa Proto Melayu memiliki kebudayaan yang setingkat lebih tinggi dari kebudayaan Homo Sapiens di Indonesia. Kebudayaan mereka adalah kebudayaan batu muda (neolithikum). Hasil-hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah dikerjakan dengan baik sekali (halus). Keturunan bangsa Proto Melayu yang masih hidup hingga sekarang, diantaranya adalah suku bangsa Dayak, Toraja, Batak, Papua.
2. Bangsa Deutro Melayu
Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutro Melayu memasuki wilayah Indonesia secara bergelombang melalui jalan barat. Hasil kebudayaan mereka terbuat dari logam (perunddu dan besi). Kebudayaan mereka sering disebut kebudayaan Don Song, yaotu suatu nama kebudayaan di daerah Tonkin yang memiliki kesamaan dengan kebudayaan bangsa Deutro Melayu.
B. POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA AKSARA
Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang kehidupan manusia-manusia pada masa lampau, di mana mereka belum mengenal tulisan sebagai cirinya. Kehidupan masyarakat pra aksara dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu: (1) kehidupan nomaden, (2) kehidupan semi nomaden, dan (3) kehidupan menetap. Walaupun begitu, pola kehidupan masyarakat pra aksara tidak dapat dijadikan dasar pembagian jaman. Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan pembagian jaman, maka masyarakat pra aksara hidup pada jaman batu dan jaman logam.
1. Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan masyarakat pra aksara bergantung kepada alam. Pada saat mereka hidup dalam keadaan nomaden, mereka tidak pernah bercocok tanam ataupun mengolah pertanian.
Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal menangkap ikan di sungai, waduk, atau tempat-tempat lain, di mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan daging, meka mereka tinggal berburu untuk mendapatkan binatang buruannya. Jika makanan yang mereka kumpulkan telah habis, mereka menelusuri jalan lagi dan mencari tempat yang sumber makanannya berlimpah.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan masa pra aksara sering disebut juga sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’.
Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, di tepi sungai, di gunung, dan di lembah-lembah. Pada waktu itu, lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati-hati terhadao setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba-tba.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Ciri-ciri kehidupan masyarakat nomaden adalah sebagai berikut:
· Selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain
· Sangat bergantung pada alam
· Belum mengolah makanan
· Hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu
· Belum memiliki tempat tinggal yang tetap
· Peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat daru batu atau kayu
Lama kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa makanan yang disediakan oleh alam sanga terbatar dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu mereka berpikir untuk mengubah pola hidup mereka, mereka mulai dari tahap membuat ladang untuk bercocok tanam. Di samping itu, para wanita dan anak kecil tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan bahan makanan atau berburu binatang.
2. Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya kemampuan alam untuk memenuhi kebtuhan hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena itu masyarakat jaman pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi nomaden. Semi nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Pada tahap ini mereka mulai mengenal bagaimana caranya bercocok tanam. Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
· Mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya
· Mereka masih bergantung pada alam
· Mereka mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan
· Merela mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan
· Mereka telah memiliki tempat tinggal sementara
· Di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu, mereka mulai menanam berbagai jenis makanan
· Sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke tempat lain, mereka terlebih dahilu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka akan kembali ke tempat itu, ketika musim panen tiba
· Peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan dengan peralatan hidup masyarakat nomaden
· Di samping terbuat batu dan kayu, peralatan itu juga terbuat dari tulang sehingga lebih tajam
Sudah jelas bahwa masyarakat semi nomaden setingkat lebih tinggi daripada masyarakat nomaden. Jumlah anggota kelompok semakin bertambah besar dan tidak hanya terbatas pada keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa rasa kebersamaan di antara mereka mulai dikembangkan. Rasa kebersamaan ini sangat penting dalam mengembangkan kehidupan harmonis, tenang, aman, tentram, dan damai.
Pada jaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat membantu manusia dalam memburu binatang. Di Sulawesi Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa-sisa gigi anjing oleh Sarasi bersaudara.
3. Pola Kehidupan Menetap
Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Tetapi, di sisi lain dari keuntungan berkehidupan semi nomaden, mereka haru sterus membangun rumah untuk menetap, tapi sayangnya mereka harus membuatnya kembali saat berpindah. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat tinggal meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan kirang efektif dan efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangnkan pola kehidupan yang menetap. Pola kehidupan memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, di antaranya:
· Setiap keluarga dapat membangun tempat tinggal yang lebih baik untuk waktu yang lebih lama
· Setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain
· Para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak merepotkan
· Wanita dan anak-anak sangat merepotkan, apabila mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain
· Mereka dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan lebih baik dan aman
· Mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik
· Mereka mempunyai waktu yang lebih banyakk untuk berkumpul dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya
· Mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok tanam
· Mereka mulai mengenal sistem kepercayaan
Dilihat dari sistem aspek geografis, masyarakat pra aksara cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dati pada di daerah pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan, seperti:
· Memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam.
· Memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia.
· Lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih mudah
C. KEBUDAYAAN MASYARAKAT PRA AKSARA
Zaman pra aksara dibagi menjadi 2 yaitu : (1) jaman batu, dan (2) jama logam. Pembagian itu didasarkan itu didasarkan pada alat-alat atau hasil kebudayaan yang mereka ciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya.
Disebut jaman batu karena hasil-hasil kebudayaan pada masa itu sebagian besar terbuat dari batu, mulai dari yang sederhana sampai pada yang baik dan halus. Semakin sederhana dan kasar, maka peralatan itu dikatakan berasal dari jaman yang lebih tua, dan sebaliknya. Jaman batu sendiri dibedakan menjadi 3, yaotu (1) jaman batu tua (paleolithikum), (2) jaman batu tengah (mesolithikum), dan (3) jaman batu muda (neolithikum). Di samping ketiga jaman batu tersebut, juga dikenal jaman batu mesar (megalithikum).
Beberapa hasil kebudayaan dari jaman paleolithikum, di antaranya adalah kapak genggam, kapak perimbas, manofacial, alat-alat serpih, chopper, dan beberapa jenis kapak yang telah dikerjakan kedua sisinya. Alat-alat ini dikerjakan secara sederhana dan masih sangat kasar. Bahkan, tidak jarang hanya pecahan batu.
Chopper merupakan salah satu jenis kapak genggam yang berfungsi sebagai penetak. Oleh karena itu chopper sring disebut sebagai kapak penetak.
Contoh hasil kebudayaan dari jaman paleotihikum adalah flake atau alat-alat serpih. Hasil kebudayaan ini banyak ditemukan di wilayah Indonesia, terutama di Sangiran (Jawa Tengah) dan Cebbenge (Sulawesi Selatan). Flake memiliki fungsi yang besar, terutama untuk mengelupas kulit umbi-umbian dan kulit hewan.
Pada Jaman Paleotihikum, di samping ditemukan hasil-hasil kebudayaan juga ditemukan beberapa peninggalan, seperti tengkorak (2 buah), fragmen kecil dan rahang bawah kanan, dan tulang paha (6 buah) yang diperkirakan dari jenis manusia. Selama masa paleotihkum tengah, jenis manusia itu tidak banyak mengalami perubahan secara fisik.Pithecanthropus Erectus adalah nenek moyang dari Manusia Solo (Homo Soloensis).
Pada Jaman Mesolithikum terdapat tiga macam keudayaan yang berbeda satu sama lain, yaitu kebuadayaan (1) Bascom-Hiabin, (2)Toale, dan (3) Sampung.ketiga kebudayaan itu diperkirakan datang di Indonesia hampir besamaan waktunya.
Kebudayaan Bascon-Hoabin ditemukan dalam goa-goa dan bukit-bkuit kerang Indo, Cina, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Kebudayaan ini umumnya berupa alat dari batu kali yang bulat. Sering disebut sebagai ‘batu teras’ karena hanya dikerjakan satu sisi, sedangkan sisi lain dibiarkan tetap licin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar