Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

09 Februari 2016

Review IPS Dinamika Keterpaduan dan Justifikasi di Indonesia


A.     KONSEP DASAR IPS
Pendidikan IPS mulai diperkenalkan di Indonesia sejak keluarnya kurikulum tahun 1975Sebelum lahirnya pendidikan IPS, di Indonesia sebenarnya telah dikembangkan mata pelajaran yang mempunyai karakteristik sama pada Kurikulum 1968, yakni mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Keterangan akan kesamaan karakteristik ini dapat dilihat dari petunjuk didaktik/metodik dalam kurikulum itu yang menyebutkan bahwa Pendidikan Kewargaan Negara dalam kurikulum 1968 itu merupakan jalinan dari unsur Ilmu Bumi, Sejarah, dan Pengetahuan Kewargaan Negara. Diterangkan lebih lanjut bahwa dalam memberikan pendidikan kewargaan Negara dapat dimulai dari salah satu unsur tersebut di atas (Ilmu Bumi atau Sejarah Indonesia atau Pengetahuan Kewargaan Negara). Pada unsur yang dipergunakan sebagai titik tolak tersebut selalu dijalinkan unsur yang lain, sehingga tentang Pendidikan Kewargaan Negara merupakan kesatuan pengertian. Menilik dari petunjuk didaktik/metodiknya itu dapat dikatakan bahwa mata pelajaran itu dapat disejajarkan dengan mata pelajaran Citizenship Education di Eropa.
Dalam kurikulum 1975 IPS didefinisikan  sebagai ilmu pengetahuan tentang manusia dalam lingkungan hidupnya. Ilmu yang mempelajari kegiatan hidup manusia dalam kelompok yang disebut masyarakat dengan menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah, sosiologi, anthropologi dan sebagainya. Dalam kurikulum itu Lebih lanjut diterangkan bahwa pelaksanaan bidang studi IPS mengarah pada terbentuknya sikap hidup atas dasar Pancasila. Organisasi kurikulum di tingkat SMP meliputi bidang studi Pendidikan Moral Pancasila, Sejarah, Geografi/Kependudukan, dan Ekonomi Koperasi; sedangkan di SMA mencakup mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, Sejarah, Geografi/Kependudukan, Anthropologi-Budaya, Ekonomi Koperasi, dan Tata Buku Hitung dagang.
Nama IPS dalam kurikulum 1975 itu merupakan nama mata pelajaran di sekolah yang merujuk pada social studies di Amerika berdasarkan hasil kesepakatan dari para ahli kita dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu, Solo (Sapriya,2009:19; Udin S. Winataputra, 2010,1.30-1.31). Bila dibandingkan dengan kurikulum 1968, Konsep IPS dalam kurikulum 1975 tercatat empat hal yang penting untuk digarisbawahi yakni: 1) Pendidikan Moral Pancasila mendapat penguatan dan pemberiannya dipisah dengan mata pelajaran IPS guna sebagai transmits basic aspects of cultural heritage (transmisi dasar aspek pewarisan budaya), 2) IPS terpadu untuk sekolah dasar; 3) Di tingkat SMP IPS merupakan payung dari mata pelajaran Sejarah, Geografi/Kependudukan, Ekonomi/Koperasi; 4) IPS diajarkan secara terpisah yang terbagi dalam mata pelajaran mencakup mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, Sejarah, Geografi/Kependudukan, Anthropologi-Budaya, Ekonomi Koperasi, dan Tata Buku Hitung dagang (Dep. P dan K, 1975; Udin S. Winataputra, 2010:1.31 ).
  Di Indonesia seperti yang tercermin dalam kurikulum 1975, maupun juga di Amerika, pembelajaran IPS memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan satu pengetahuan dasar inti dan berbagai cara berpikir yang diambil dari beberapa disiplin akademis, dan belajar bagaimana menganalisis baik pendapat dirinya sendiri maupun pendapat orang lain tentang masalah-masalah penting, sehingga ia menjadi termotivasi untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagai warga Negara yang aktif dan peka terhadap permasalahan warga Negara.
Dicontohkan warga Negara yang aktif dan peka ini misalnya “siswa Sekolah Menengah setelah mereka menganalisis terhadap aspek harga (cost) dan dampaknya terhadap lingkungan maka ia akan memilih menggunakan gelas yang terbuat dari bahan kertas dari pada yang terbuat dari bahan plastik” (NCSS, 1994).
IPS secara formal didefinisikan sebagai studi terintegrasi ilmu-ilmu sosial dan humaniora dalam rangka mengembangkan kompetensi warga Negara. Di dalam program sekolah, IPS menkoordinasikan, kajian sistematis yang menggambarkan berbagai disiplin seperti Anthropologi, Arkeologi, Ekonomi, Geografi, Sejarah, Hukum, Filsafat, Ilmu Politik, Psikologi, Agama, dan Sosiologi, maupun materi yang sesuai dari Humaniora, Matematika, dan Ilmu Alam (NCSS,1994). Definisi IPS NCSS ini secara eksplisit maupun implisit banyak diikuti oleh para ahli IPS Indonesia, antara lain nampak dari karya Muhammad Numan Somantri (2001), Sapriya (2009), dan karya-karya lain salah satunya seperti modul pelatihan guru IPS yang dikembangkan Unesa (2009/2010). Bahkan Universitas Terbuka dalam mata kuliah Materi dan Pembelajaran IPS SD (2010) sebagian besar mengembangkan materi model NCSS.
Untuk memudahkan pemahaman definisi IPS NCSS itu, dapat dipetakan bagan tentang konsep IPS sbb:

                                           


Gambar 1: Bagan konsep IPS


IPS
Mengkaji masalah hubungan antar manusia untuk mengembangkan tanggung jawab warga negara di dalam Negara demokrasi
|
|
Dengan focus pada:
Pewarisan budaya, isi, serta metode dari beberapa didiplin  ilmu yang mendukung:
Ilmu social, ilmu politik, ekonomi, aspek tempat dan waktu dalam kegiatan manusia di waktu lampau, sekarang, dan yang akan datang.
Penerapan pemikiran, penilaian, dan ketrampilan-ketrampilan lain dalam memecahkan masalah sosial, mengkritisi, dan bertindak
|
|
Berdasarkan pada fondasi kurikulum:
Sosial   Psikologi   Disiplin Ilmu   Sejarah   Filsafat

Sumber: John U. Michelis, dan Jesus Garcia (1996:2-3)

Dari bagan di atas Michelis dan Garcia, memasukkan fondasi IPS, dengan alasan sumbangan mereka pada program. Dari fondasi sosial digambarkan nilai-nilai, masalah, perhatian, trend, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang diperlukan. Dari fondasi psykologi digambarkan temuan-temuan dan implikasi-implikasi terhadap perkembangan anak dan pembelajaran. Dari disiplin bidang ilmu (sejarah, ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan lain-lain) digambarkan strategi tentang isi, dan inquiri yang dibutuhkan dalam mengkaji hubungan antar manusia. Dari fondasi kesejarahan digambarkan tujuan, strategi, dan sumber-sumber dari  nilai yang telah terbukti. Dari fondasi filosofis digambarkan sudut pandang, rasional (tujuan), nilai-nilai, dan kepercayaan yang memandu dalam implementasi program.
NCSS sendiri menyadari sulitnya mendefinisan IPS. Dalam standar kurikulumnya dikatakan bahwa sebagai sebuah bidang studi, IPS mungkin lebih sulit untuk didefinisikan secara tepat dibandingkan dengan mata pelajaran tunggal seperti Sejarah atau Geografi.Namun di situ digambarkan  dua ciri utama yang membedakan IPS dengan ilmu sosial lain:
 1. IPS didesain untuk mengembangkan kompetensi warga Negara.
2. IPS adalah terpadu, yang mengusahakan penggabungan atau memadukan banyak bidang akademis.
Dalam istilah yang lebih khusus dan lebih detil, yang membedakan IPS dengan bidang studi lain adalah sebagai berikut:
a.    Tujuan utama Pendidikan IPS adalah mengembangkan kompetensi warga Negara, dimana aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dibutuhkan dalam mengembangkan kompetensi siswa untuk dapat mengasumsikan diri sebagai “kantor rakyat” dalam republik demokratis. Meskipun mengembangkan kompetensi warga Negara itu bukan hanya tanggung jawab Pendidikan IPS tetapi IPS mempunyai tanggung jawab yang lebih sentral dari bidang studi lain di sekolah.
b.    Pendidikan IPS di Sekolah adalah merupakan integrasi dari domain pengetahuan, ketrampilan, dan sikap baik inter maupun antar disiplin.
c.    Pendidikan IPS membantu siswa membangun pengetahuan dan sikap yang diperoleh dari disiplin akademis sebagai cara khusus melihat realita. Setiap disiplinmemulai dari perspektif khusus dan menerapkan proses pengetahuan atas kajian nyata. Sejarah misalnya menggunakan perspektif waktu dalam mengeksplor sebab-sebab dan pengaruhnya terhadap kejadian di masa lalu. Ilmu Politik di sisi yang lain menggunakan perspektif lembaga politik untuk mengeksplor struktur dan proses pemerintahan.
d.    Pendidikan IPS merefleksikan perubahan alamiah pengetahuan, menekankan pendekatan yang lebih terintegrasi dan baru dalam memecahkan masalah-masalah penting kemanusiaan. Dalam perjalanan sejarahnya, lebih dari lima puluh tahun yang lalu komunitas ilmuwan telah mulai untuk berpikir kembali tentang batas disiplin ilmu dan berani lebih menyatukan berbagai disiplin ilmu. Proses ini dipacu oleh beberapa tekanan sebagai berikut:
Ø      Masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, kejahatan, kesehatan publik, membutuhkan pemahaman yang melampui batas-batas disiplin ilmu, budaya dan bangsa. Masalah-masalah semacam itu tumbuh semakin kompleks, sehingga kerja untuk memecahkan masalah itu membutuhkan pandangan yang terpadu baik dalam wilayah keilmuan dan pandangan dunia itu sendiri.
Ø      Banyak sarjana diantara mereka sendiri sekarang dalam bekerja menggunakan beberapa pendekatan dalam memecahkan masalah-masalah mereka. Jurusan-jurusan dan program baru sepenuhnya merefleksikan perkembangan ini. Sebagai contoh program akademik pada kajian Amerika, kajian Afrika-Amerika, Bioteknologi, dan Kedokteran, semua itu menggunakan multi disiplin dalam rangka menjawab kebutuhan kemanusiaan.
Ø      Teknologi menyediakan berbagai kemudahan dalam mengakses data base yang tentu saja terdiri dari berbagai lintas disiplin dan multidisiplin, begitu pula dengan ilmu pengetahuan yang terbagi dalam banyak disiplin.
Ø      Para sarjana menyadari bahwa diri mereka sebagai bagian dari anggota komunitas akademik internasional, yang mengharuskan mereka untuk berbagi dalam penemuan secara regular dalam lintas batas intelektual dan geografis.
         Dalam kurikulum Indonesia pasca reformasi (kurikulum 2004 dan 2006), sebagai akibat dari dampak krisis moneter yang menimpa Indonesia dan berpengaruh secara signifikan di dalam segala sendi kehidupan, masyarakat menuntut pula reformasi dalam pendidikan IPS. Dalam tuntutan pembaharuan kurikulum itu disebutkan  bahwa pembelajaran IPS harus dapat turut berkontribusi terhadap kemajuan dan kesejahteraan umum. Hal ini mengingat kesejahteraan tidak hanya dapat digantungkan dari hanya dari hasil sumber daya alam, melainkan juga harus didukung oleh modal intelektual, sosial, dan kepercayaan. Pada masa sekarang pendidikan IPS dituntut juga untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan demokrasi. Pembaharuan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan kebutuhan lokal, sebagaimana juga diamanatkan dalam kurikulum baru 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Lebih tepatnya Pendidikan IPS di Sekolah ditujukan untuk menjawab kondisi kehidupan nyata saat ini dari ilmu pengetahuan akademis, untuk membantu siswa membangun pemahaman yang lebih dalam bagaimana mengetahui, bagaimana menerapkan apa yang dia ketahui, dan bagaimana berpartisipasi dalam membangun masa depan. Dalam konteks inilah pendidikan IPS itu diciptakan. Ia memusatkan perhatian pada sumbangan secara spesifik dari sejarah, ilmu-ilmu sosial, humaniora, seni, ilmu alam, dan disiplin lain, dan secara simultan menyediakan sebuah payung untuk menyatukan beberapa disiplin itu. Karakteristik ini adalah sifat dan kekuatan IPS, yakni mengakui pentingnya berbagai disiplin beserta sudut pandangnya. Dalam memahami beragam masalah, IPS menembus batas-batas disiplin tunggal dan menawarkan kekuatan dari integrasi antar disiplin itu.
Sejalan dengan itu, dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa pembelajaran IPS adalah merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu sosial seperti Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah.  Dari sekian konsep dasar IPS itu, pada dasarnya esensi Pendidikan IPS adalah mengembangkan pengetahuan dan keterlibatan dalam masalah-masalah warga Negara. Masalah-masalah warga negara seperti masalah pemeliharan kesehatan, kejahatan, kebijakan luar negeri dsb, adalah bersifat multidisiplin, oleh karena itu pemahaman masalah ini dan upaya pemecahannya membutuhkan pendidikan multidisiplin. Karakteristik seperti ini adalah kunci dari Pendidikan IPS.

B.                 Cara Mencapai Keunggulan dalam Pembelajaran IPS
Dalam mengembangkan IPS sebagaimana termaktub dalam kurikulum 2006, tujuan pendidikan IPS akan berhasil bila pembelajaran itu berhasil mengembangkan cara pembelaran yang unggul.
NCSS (1994:5-10), mengembangkan cara mencapai keungguluan dalam pembelajaran IPS itu sbb:
1.      Dukungan akan Kebaikan Bersama
     Sebagai warga dari sebuah Negara demokrasi, sangat perlu mendukung cita-cita yang paling penting untuk diwujudkan yaitu kebaikan bersama yang meliputi kesejahteraan umum baik bagi semua individu maupun kelompok dalam masyarakat. Kebaikan bersama dapat terwujud apabila semua penduduk sadar bahwa makna dan tujuan pendidikan IPS dalam republik demokratis adalah pengembangan intelektual dan ethos “siswa-penduduk”, yakni sebuah ethos dimana anak muda yang akan memegang peranan dalam masyarakat. Setiap individu harus memahami bahwa kepentingan diri mereka tergantung pada kesejahteraan yang lain.
     Tanggung jawab pengajar IPS adalah menghargai dan mendukung martabat individu, kesejahteraan bersama, dan kebaikan bersama untuk semua. Tanggung jawab ini meminta pendidik IPS untuk mengajar siswa agar mengakui dan menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat.

2.      Mengadopsi multi perspektif dan umum
     Setiap orang mempunyai pengalaman hidup sendiri dan menggunakan perspektif individu dalam menjawab tantangan hidup. Orang juga perlu membagi pada perspektif umum karena hidup sebagai anggota dari kelompok, masyarakat, dan bangsa, yang merupakan bagian dari dinamika komunitas dunia yang dinamis. Untuk itu pembelajaran IPS harus dapat: 1) membantu siswa mengkonstruksi pandangan personalnya agar mereka dapat mengembangkan pemikiran dalam menanggapi isu-isu yang muncul dan mempertimbangkan dampaknya bagi diri, keluarga, maupun komunitas bangsanya dan dunia; 2) membantu siswa mengkonstruksi  sebuah perspektif akademis melalui belajar dan penerapan pengalaman belajar IPS; 3) membantu siswa mengkonstruksi perspektif pluralis, berdasarkan kebinekaan; 4) membantu siswa mengkonstruksi perspektif global yang memasukkan unsur pengetahuan, ketrampilan, dan komitmen untuk hidup secara arif dalam dunia yang memiliki keterbatasan sumber daya dan ciri-ciri perbedaan budaya.
3.      Menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dalam kegiatan kewarganegaraan.
     Pengembangan masyarakat dapat dilakukan secara efektif apabila para siswa memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang mumpuni. Dengan demikian pendidikan IPS menyiapkan mereka untuk dapat menguasai tiga aspek itu sehingga mereka dapat membangun dirinya sendiri dan berperan serta dalam masyarakat baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok, guna pembangunan masyarakat yang lebih baik.

C.                TUJUAN PENDIDIKAN IPS
Tujuan utama Pendidikan IPS adalah membantu anak-anak muda dalam mengembangkan kemampuannya untuk tanggap terhadap permasalahan kewarganegaraan dan dapat membuat keputusan-keputusan yang beralasan demi kebaikan umum, sebagai warga yang secara kultural berbeda, di dalam masyarakat demokratis di dunia yang saling ketergantungan. (NCSS,1994). Tujuan ini tentu saja merupakan rambu-rambu pendidikan IPS, dan setiap Negara dapat memberi tekanan tertentu sesuai dengan civic kompetensi  yang diharapkan.
Di Indonesia misalnya pada awal diperkenalkannya tahun 1975, tujuan pendidikan IPS adalah terbentuknya sikap hidup atas dasar Pancasila, yaitu membentuk manusia-manusia pembangunan yang yang ber Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan bertanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti luhur, mencintai sesama manusia dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD-45. Tujuan pendidikan IPS 1975 ini terus dilanjutkan dalam kurikulum 1984. 
Dalam kurikulum 2004,  tujuan pendidikan IPS adalah sbb:
1.      Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis;
2.      Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inquiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan sosial;
3.      Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4.      Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Bila kita amati bahwa tujuan sebagaimana tertulis dalam kurikulum 2004 terdapat sedikit perbedaan dengan kurikulum sebelumnya yakni tidak dimasukkannya dasar Pancasila secara eksplisit sebagai cultural heritage (pewarisan budaya) ataupun sebagaicitizenship transmission.

D.                Prinsip-prinsip Pembelajaran IPS
Tidak ada unsur tunggal yang dapat menggaransi keberhasilan siswa dalam pencapaian hasil belajar IPS. Namun secara garis besar, komitmen publik, kondisi belajar ideal, dan pembelajaran unggul adalah penting dan harus diperhatikan dalam pembelajaran IPS. Di sini dikutipkan beberapa prinsip pembelajaran IPS sebagaimana yang dikembangkan NCSS (1994:11-12). Untuk mencapai keunggulan dalampembelajaran IPS, Proses pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip sbb:
1.      Pembelajaran IPS akan lebih kuat ketika bermakna
l       Siswa belajar menghubungkan domain pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan dan sikap yang mereka temukan bermanfaat baik di dalam maupun di luar sekolah.
l       Pembelajaran harus lebih menekankan pada pengembangan ide-ide penting guna pemahaman, penghargaan, dan praktek dalam kehidupan.
l       Tingkat pentingnya dan kebermaknaan materi ditekankan bersamaan antara bagaimana materi itu dipresentasikan kepada siswa dan bagaimana dikembangkan melalui aktivitas.
l       Interaksi kelas difokuskan pada pada ujian yang bekelanjutan dari topik-topik penting.
l       Aktivitas belajar dan strategi penilalian dipusatkan pada perhatian akan ide yang paling penting yang melekat dari apa yang mereka pelajari.
l       Guru membuat dan melakukan refleksi atas perencanaan, penerapan dan penilaian pengajaran yang dilakukan.

2.      Pembelajaran IPS akan lebih kuat ketika terpadu
l       IPS adalah terpadu dalam pembahasan topik-topik.
l       Pengajaran IPS mengintegrasikan domain pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, nilai-nilai, dan sikap dalam kegiatan.
l       Belajar Mengajar IPS terpadu lintas kurikulum.
3.      Pembelajaran IPS akan lebih kuat ketika berbasis nilai
l       Pembelajaran IPS memperhatikan dimensi ethis dari topik dan pada isu-isu kontroversial, menyediakan tempat untuk pengembangan menuju kebaikan bersama dan penerapan nilai-nilai sosial.
l       Para siswa memahami adanya implikasi dari sebuah kebijakan sosial yang tersembunyi dan mengajarkan untuk berpikir secara kritis dan mengajarkan membuat keputusan berbasis nilai berkenaan dengan isu-isu sosial.
l       Tidak menyebarkan penonjolan personal atau pandangan politik sectarian.
4.      Pembelajaran IPS akan lebih kuat ketika menantang
l       Para siswa diharapkan untuk berusaha memenuhi tujuan pelajaran baik sebagai individu dan sebagai anggota kelompok.
5.      Pembelajaran IPS akan lebih kuat ketika aktif
l       Aktif mengajar IPS memerlukan pemikiran yang reflektif dan membuat keputusan sebagai perintah membuka peristiwa.
l       Para siswa mengembangkan pemahaman baru melalui suatu proses dari konstruksi pengetahuan aktif.
l       Ceramah interaktif memudahkan kerangka pikiran yang diperlukan untuk mengembangkan pemahaman sosial.
Cara mencapai keunggulan dalam pembelajaran IPS di atas dikutip dengan harapan memberikan kerangka referensi kepada segenap para pengajar IPS, agar dapat menerapkannya di sekolah. Selama ini pembelajaran IPS di Indonesia masih berkutat pada pemahaman kognitif, untuk itu harapannya adalah perubahan. Sudah waktunya kita mulai mengembangkan pembelajaran IPS sampai pada tingkat aksi sesuai referensi di atas.
BAB II
PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN IPS TERPADU

A.                 PENDAHULUAN
 Dalam kurikulum IPS SMP sesuai dengan Permendiknas no 22 tahun 2006, mata pelajaran IPS meliputi bahan kajian Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Dalam Permendiknas ini dijelaskan bahwa mata pelajaran IPS disusun secara sistematis dan terpadu dalam proses pembelajarannya. Dengan proses pembelajaran terpadu, diharapkan pendidikan IPS menjadi lebih bermakna bagi peserta didik dalam konteks kehidupan sehari hari. Di sini diharapkan peserta didik mendapat gambaran pemahaman yang lebih luas dan utuh.
Penjelasan tentang pembelajaran IPS yang terpadu tersebut, rupanya belum sepenuhnya sesuai dengan standar isi yang digariskan. Oleh sebab itu di kalangan para guru IPS masih banyak yang mengajarkan IPS sebagai mata pelajaran tunggal yang terpisah. Dengan demikian masih belum terdapat titik temu antara maksud dan tujuan pembelajaran IPS sebagaimana yang digariskan dalam kurikulum dengan pelaksanaan pembelajarannya di sekolah.
Di negara kita mata pelajaran IPS telah dicanangkan mulai tahun 1975, namun dalam pengembangan pembelajarannya, khususnya IPS terpadu masih  mencari bentuk.Untuk itu sebagai kerangka referensi guna pengembangan pembelajaran IPS terpadu lebih lanjut dalam bab ini dibahas tentang penerapan gagasan pembelajaran IPS terpadu yang sedang dikembangkan di Negara kita. Sebagai bahan perbandingan akan dipaparkan pula model pembelajaran terpadu model Amerika, dan model Jepang. Khusus untuk dua Negara yang disebutkan terakhir adalah sebagai gambaran saja tentang sejauh mana pembelajaran IPS terpadu telah dilaksanakan dikedua Negara itu.
                           
B.                BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN MATERI IPS TERPADU

I.                  DI NEGARA KITA
Dalam dokumen Pemendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi terlihat bahwa SK dan KD yang digariskan dalam kurikulum belum menggambarkan IPS secara terpadu. Di Negara kita upaya untuk membuat pembelajaran IPS menjadi terpadu adalah dengan jalan merekonstruksi standar isi agar KD-KD menjadi terpadu dan atau keterhubungan dalam materi pembelajaran. Rekonstruksi Standar Isi ini kemudiandikembangkan melalui dua model yaitu integrated dan correlated (connected). Adapun langkah-langkah rekonstruksi Standar Isi menggunakan kedua model tersebut adalah sebagai berikut:
1.                  Model Integrated
Model integrated (terintegrasi), dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Mengidentifikasi materi pokok atau beberapa KD yang tumpang tindih.
b.      Merumuskan materi pokok yang tumpang tindih menjadi suatu konsep, tema atau topik.
c.      Menyusun silabus dan RPP
d.      Menyusun bahan ajar
Gambar 2: model integrated dalam pembelajaran IPS
D:\PLPG IPS 2011\modaaaaaaaaaa.png


2.                  Model Corelated atau Connected
Model correlated atau connected dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Mempelajari distribusi KD dalam dua semester di tahun yang sama;
b.      Menentukan KD atau topik dalam satu bidang ilmu yang akan dipelajari sebagai fokus pembelajaran;
c.      Mengidentifikasi KD-KD yang relevan dengan KD yang menjadi focus pembelajaran, dan membuat keterkaitan antar KD;
d.      Menyusun silabus dan RPP;
e.      Menyusun bahan ajar.

Gambar 3: Model Integrasi IPS Connected
D:\PLPG IPS 2011\model ips conn.jpg

Model integrated dapat dilakukan berdasarkan:
a.      Tema, Isu, peristiwa, atau aktivitas sosial yang aktual berkembang dalam masyarakat, baik lokal, nasional, maupun global, misalnya pengembangan potensi wisata, dan sebagainya.




Gambar 4: Pengembangan materi IPS terpadu berdasarkan topik
 D:\PLPG IPS 2011\model integrasi ips 1.jpg

b.      Pengembangan materi IPS terpadu berdasarkan Potensi
Pengembangan materi IPS terpadu dapat pula didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat, misalnya: candi Prambanan, dsb. Dalam pembelajarannya dibahas tentang candi Prambanan ditinjau dari sudut pandang sejarah (berkaitan dengan KD sejarah terpilih), ekonomi (sesuai dengan KD ekonomi terpilih), dan Sosiologi (sesuai dengan KD sosiologi terpilih), dan geografi (sesuai dengan KD terpilih, lokasi, arah, jarak, membuat peta, dsb). Gambar 5 melukiskan pengembangan materi IPS terpadu berdasarkan Potensi.
c.      Pengembangan materi IPS terpadu berdasarkan permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Pengembangan materi ini misalnya: pemukiman kumuh, kebakaran hutan, dan sebagainya. Gambar 6, mencontohkan pengembangan materi IPS terpadu dengan permasalahan pemukiman kumuh ditinjau dari beberapa faktor sosial yang mempengaruhinya, dapat didekati dari disiplin geografi, ekonomi, sejarah, dan sosiologi.





Gambar 5: Pengembangan materi IPS terpadu berdasarkan Potensi
D:\PLPG IPS 2011\model integrasi.jpg

Gambar 6: Pengembangan materi IPS terpadu berdasarkan permasalahan
D:\PLPG IPS 2011\model integrasi 3.jpg

II.                  Pengembangan materi IPS Terpadu di Amerika
Amerika adalah merupakan Negara tempat lahir IPS. Untuk itu di sini perlu kiranya menelaah sedikit tentang model pembelajaran IPS guna referensi pengembangan pembelajaran IPS di Negara kita. Kurikulum IPS di Amerika disusun oleh sebuah dewan nasional khusus yang diberi nama National Council for Social Studies atau dikenal dengan singkatan NCSS. Pada tahun 1994 dewan ini telah berhasil menyusun kurikulum standard nasional pembelajaran IPS yang lebih baik dan lebih aplikable di sekolah. Kurikulum ini diberi nama  Expectation of ExcellenceCurriculum Standards for Social Studies”.
Dalam kurikulum itu materi pembelajaran IPS dibagi dalam 10 standar tematis yangdilengkapi pula dengan standar kompetensi mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA beserta contoh pembelajaran. Kesepuluh tema itu adalah 1) Budaya; 2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; 3) Orang, Tempat, dan Lingkungan; 4) Pengembangan Pribadi dan Identitas; 5) Individu, Kelompok, dan Institusi; 6) Kekuasaan, Otoritas, dan Pemerintahan; 7) Produksi, Distribusi, dan Konsumsi; 8) Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat; 9) Koneksi Global; dan 10) Civic Ideal dan Praktek.
Dari sepuluh tema pokok yang dikembangkan di atas kita coba ambil salah satu tema sebagai contoh guna kita bahas lebih lanjut tentang bagaimana standar kompetensi yang dikembangkan, dan bagaimana pula contoh aplikasinya dalam pembelajaran di sekolah.
Contoh kita ambil tema: Orang, Tempat, dan Lingkungan.Tema itu dalam mata pelajaran di Indonesia adalah Geografi. Dalam tema ini materi yang dikembangkan adalah mengkaji masalah “orang, tempat, serta interaksi antara manusia dan lingkungan”. Pengakajian ini membantu dalam siswa  menkreasi pandangan spasial mereka dan sudut pandang geografi tentang dunia di luar lokasi personal mereka. Siswa membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman untuk menjawab pertanyaan sbb: Dimana lokasi sesuatu  itu berada?;  Mengapa sesuatu ada di lokasi dan dimana?; Apa yang kita maksud dengan  “daerah”?; Bagaimana bentuk tanah itu berubah; Apa implikasi perubahan itu pada manusia?.
Pada tingkat  SMP para siswa diharapkan dapat  menghubungkan pengalaman-pengalaman personal mereka dengan kejadian dalam konteks lingkungan lain. Pengalaman-pengalaman yang sesuai akan meningkatkan keberanian siswa dalam mengembangkan pemikiran abstrak mereka, menggunakan data, dan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis tingkah laku manusia dan hubungannya dengan lingkungan fisik dan budaya mereka.
Penyusunan tema ke dalam standar kompetensi dan relasinya terhadap tema yang lain dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
Standar Kompetensi:
Pembelajaran IPS harus termasuk pengalaman yang menyediakan siswa dalam mengkaji tema “orang, tempat, dan lingkungan” sehingga peserta belajar dapat:
Gambar 7: Pemetaan standar kompetensi dan keterkaitan dengan tema lain
Standar Kompetensi
Tema 1 s/d 10 yang berhubungan
a.                   Mengelaborasi mental map (peta yang terkonstruksi dalam pikiran) baik lokal, daerah, dan dunia dan mendemonstrasikan pemahaman yang berhubungan dengan lokasi, direksi, ukuran, dan  bentuk;
b.                   Menciptakan, menginterpretasi, menggunakan, dan membedakan berbagai representasi dari bumi, seperti map, globe, dan fotograph;
c.                   Menggunakan sumber-sumber yang sesuai, sumber data, dan alat geografi seperti gambar  pemotretan udara, satelit images, Sistem Informasi Geografi, proyeksi peta, menghasilkan kartografi, memanipulasi, dan menginterpretasi data seperti atlas, data base, system jaringan, bagan, grafik, dan peta;
d.                   Mengestimasikan jarak, menghitung skala, dan membedakan hubungan geografi lain seperti kepadatan penduduk dan pola distribusi spasial;
e.                   Melokasikan dan melukiskan berbagai bentuk tanah dan ciri-ciri geografis , seperti gunung, dataran tinggi, pulau, hutan tropis, gurun, lautan, dan menerangkan hubungannya dengan ekosistem;
f.                     Mendeskripsikan perubahan sistem fisik seperti iklim, cuaca, dan perputaran air, dan dihubungkan dengan identitas pola geografis.
g.                   Mendeskripsikan bagaimana orang mengkreasi tempat yang merefleksikan nilai-nilai budaya ideal yang dibangun disekitarnya, taman, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
h.                   Menguji, menginterpretasi dan menganalisis pola fisik dan budaya serta dampaknya seperti penggunaan tanah, pola pemukiman, tranmisi budaya kebiasaan dan ide, serta perubahan ekosistem;
i.                     Mendeskripsikan cara bahwa peristiwa-peristiwa sejarah dipengaruhi oleh factor geografis, fisik dan manusia di tingkat lokal, regional, nasional, dan global;
j.                     Mengobservasi dan memperkirakan tentang efek perubahan sosial-ekonomi terhadap perubahan lingkungan dan krisis yang disebabkan oleh fenomena alam seperti banjir, badai, dan kekeringan;
k.                   Mengusulkan, membandingkan, dan mengevaluasi alternative penggunaan tanah dan sumber-sumber dalam masyarakat, daerah, bangsa, dan dunia.
IX


I, II






VIII, IX

VIII, IX


VIII, IX

I, II, V, VIII


I, II, IX


I, II, V, VI, VII, IX


V, VII, VIII


V, VII, VIII, IX, X
Sumber: NCSS (1994:85)
Adapun contoh pembelajarannya adalah sebagai berikut:
Misalnya yang ingin dicapai adalah Standar Kompetensi C, G, H.
Dari SK C,G,H, dihubungkan dengan tema yang lain sebagaimana dalam tabel di atas.
 Contoh Pemelajaran: (NCSS, 1994:86)
Dalam sebuah pokok bahasan tentang sub budaya dunia, guru X pada kelas tujuh menggunakan setting tentang Bank Dunia. Para siswa yang telah menyelesaikan pembelajaran tentang perkembangan sosial ekonomi bangsa-bangsa dan daerah-daerah dan telah mulai mengembangkan sebuah pemahaman konsep besar. Mereka tahu bahwa salah satu dari beberapa faktor dapat saling  mempengaruhi dant mendukung atau membatasi perkembangan sosial di sebuah wilayah. Mereka mulai untuk memperoleh sebuah pemahaman saling ketergantungan global dan cara-cara di mana struktur-struktur supra nasional dapat mendukung perkembangan wilayah tertentu.
     Dalam satu pokok bahasan baru, siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, yakni kelompok yang bertindak sebagai pegawai bank dan kelompok lain sebagai perwakilan Negara berkembang. Sebagai pegawai bank mereka diberi tugas mewawancarai siswa lain yang bertindak sebagai wakil Negara sedang berkembang yang sedang mengajukan hutang untuk membangun infrastruktur. Sebelum wawancara terlebih dahulu siswa mengumpulkan informasi tentang iklim, sumber daya alam, tenaga kerja potensial, fasilitas pelatihan teknik, dan kemampuan dalam mengembalikan hutang dari Negara yang ia wakili. Lokasi dari setiap Negara yang ia wakili digambar pada peta dunia. Interview berikutnya, pegawai bank dunia berkumpul bersama untuk memutuskan mana Negara yang akan menerima hutang dan mengapa.
Evaluasi
      Guru mengevaluasi siswa pada kemampuan mereka dalam mengumpulkan dan menginterpretasi informasi dari berbagai sumber termasuk peta dan atlas. Guru juga menilai kemampuan mereka dalam membandingkan dan mengevaluasi penggunaan lahan di Negara-negara tertentu. Proposal final mereka adalah merefleksikan informasi dan analisis ini.

III.                Pemecahan Masalah: Sebuah Model Pembelajaran IPS di Jepang
Oleh: Prof. Tsuchiya Takeshi (Aichi University of Education);Nasution (Universitas Negeri Surabaya)
A.               Gambaran tentang pembaharuan kurikulum IPS 2008 di Jepang
Pada pembaharuan kurikulum IPS yang baru (tahun 2008), mata pelajaran IPS dirubah mengikuti model pembelajaran sebagaimana yang tengah dipraktekkan di Eropa.Khususnya, revisi pembelajaran ditekankan pada pentingnya pengembangan yang mencakup tiga kemampuan:
(1) Kemampuan dalam membuat kombinasi sosial, budaya, dan ketrampilan teknik;
(2) Kemampuan menciptakan dan memelihara pertalian hubungan antar kelompok orang yang berbeda;
(3) Kemampuan untuk beraktualisasi secara mandiri. [1]

     Pembaharuan ini mula-mula didasarkan pada laporan Badan Pendidikan Pusat/Central Council for Education (CCE). Dalam laporan mereka CCE menyatakan bahwa pengetahuan dan ketrampilan dasar pokok dalam setiap bidang studi yang paling penting adalah pengembangan kemampuan berpikir, memutuskan, dan mengkomunikasikannya –dimana berbagai macam kemampuan sebagaimana disebut itu bagi anak-anak Jepang sangat kurang. CCE juga berpendapat bahwa perlu adanya penyediaan kegiatan pembelajaran dimana siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan mereka (contoh: melakukan eksperimen dan menuliskannya dalam paper). Sebagai tambahan, laporan CCE termasuk seperangkat rekomendasi yang ditujukan secara khusus kepada guru-guru di SMP dan SMA yang hanya mengajar spesialisasi bidang studi mereka, sebagai contoh guru-guru setiap bidang studi harus saling bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran mereka yang menyaratkan siswa untuk menulis paper dan mengembangkan kemampuan argumen mereka, yakni kemampuan untuk mengkonstruksikan dan mengartikulasikan argument sendiri, dimana hal ini  harus ditanamkan melalui koordinasi pembelajaran silang diantara mata pelajaran yang berbeda.
     Ringkasnya, CCE merekomendasikan kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1.                  Siswa mengkomunikasikan apa yang mereka pikir dan rasa berdasarkan pengalamannya;
2.                  Siswa memahami dan mengkomunikasikan fakta-fakta dengan akurat;
3.                  Siswa menginterpretasikan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan menerangkan/menerapkannya;
4.                  Siswa menganalisis, mengevaluasi, dan mengomentari terhadap informasi yang ada;
5.                  Siswa mendesain dan mengimplementasikan rencana untuk melengkapi tugas, ataupun mengevaluasi dan memperbaiki performen mereka;
6.                  Siswa mengkomunikasikan satu dengan yang lain untuk memperdalam pemikiran mereka baik secara mandiri maupun kelompok;
7.                  Siswa meningkatkan motivasi belajar mereka dan mendapatkan kebiasaan belajar yang sesuai.

Laporan CCE juga termasuk rekomendasi yang berkenaan dengan logistic dan organisasi dalam mengimplementasikan kegiatan pembelajaran sebagaimana yang dimaksud sbb:
1.    Pembelajaran pada tingkat bawah dan menengah di SD adalah penting;
2.    Para guru seharusnya menyediakan pelayanan pembelajaran kepada siswa dengan intens baik dalam kelompok pembelajaran kecil atau pembelajaran remidi, sesuai dengan tingkat dan kebutuhan siswa. Pendekatan individual ini akan membantu siswa mengatasi kesulitan dan akan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka;
3.    Perlu juga untuk menyediakan siswa dengan kegiatan pembelajaran, seperti observasi, eksperimen, dan penulisan, yang mensyaratkan mereka mengapplikasikan pengetahuan dan ketrampilan mereka;
4.    Dinas pendidikan harus mereview hasil survey mengenai pencapaian kemampuan akademik dan memberi tanda sekolah yang mengalami permasalahan dengan motivasi dan kebiasaan belajar diantara siswa, dan juga member support pada sekolah-sekolah itu.

Dalam rangka memperhatikan dan menanggapi rekomendasi ini, system pendidikan Jepang menekankan pentingnya satu metode pembelajaran khusus, untuk mengasah dan membangun siswa agar dapat melakukan riset dan mendiskusikan sendiri. Pendekatan ini disebut sebagai sebuah “metode problem-solving” (metode pemecahan masalah).

B.               Metode Problem Solving
     Terdapat banyak masalah yang ingin dipecahkan orang, tetapi umumnya belum dapat melakukannya dengan sukses; sebagai misal, masalah persenjataan nuclear, ketimpangan ekonomi, konflik ethnis, dan pemanasan global. Berbagai masalah ini sering dicampur dengan masalah-masalah lain yang lebih sulit dan menantang pada tingkat internasional. Juga terdapat masalah-masalah lain seperti pembangunan jalan tol baru dan pembaharuan system kesejahteraan. Secara tradisional, IPS diharapkan membantu orang mengembangkan kompetensi-kompetensi untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.

     Prinsip dasar dari metode pembelajaran problem-solving adalah membiarkan siswa mendefinisikan masalah dan melakukan penelitian untuk memecahkannya. Tipe pembelajaran ini menolak tugas-tugas yang biberikan oleh guru secara searah atau passive learning. Meskipun hal itu memerlukan dukungan ide aktif pembelajar yang mengambil inisiatif sendiri dan melakukan kegiatan untuk memecahkan masalah itu. Ilustrasi dalam gambar1 di bawah mendefinisikan gambaran metode problem solving dibandingkan dengan metode yang lain dalam pembelajaran.

Gambar 1. Perbandingan antara Problem Solving dengan methode yang lain
Kesempatan dalam menggunakan pemikiran sendiri dan mengambil keputusan

                          Banyak                     

       Pertemuan kelas


  Sedikit

                      
         Pemecahan Masalah
  
                     
                   Banyak


 Kesempatan   bagi penggunaanbahan-bahan untuk kegiatan pembelajaran
     


   

        Pembelajaran Drill


   
      Ceramah









                           Sedikit

Pemecahan masalah dan pertemuan kelas menghasilkan karakteristik bahwa siswa memecahkan satu masalah yang diberikan melalui diskusi, meskipun, mereka berbeda dengan yang sebelumnya, membutuhkan penggunaan bahan-bahan yang lebih maju dan teknis. Jadi kurikulum IPS di Jepang diperbaharui untuk memberikan fasilitas kepada siswa dengan lebih mengalami dan memecahkan masalah dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu mereka dapat mengembangkan disposisi dan kompetensi untuk berpartisipasi dalam masyarakat secara lebih efektif dalam masyarakat.

C.               Enam langkah dalam problem solving
     Problem solving terdiri atas enam langkah sebagaimana langkah-langkah yang dimodelkan oleh A.F. Osborne. Idealnya, enam langkah ini dibangun ke dalam kegiatan pembelajaran IPS. Karena kegiatan problem solving ini membutuhkan siswa untuk mengajukan dan menguji hipotesis dan menyeleksi satu yang paling pantas, diskusi diantara siswa memainkan peranan penting.

Gambar 2: Enam langkah dalam problem solving
1.       siswa mencari berbagai masalah;
2.       siswa mengajukan pertanyaan dan mengumpulkan fakta-fakta berkenaan dengan masalah;
3.       siswa menyeleksi satu masalah yang mereka dapat pecahkan;
4.       siswa mengajukan hipotesis untuk memecahkan masalah;
5.       siswa memutuskanpada satu pemecahan (misal: satu cara dalam mengevaluasi hipotesis yang diajukan);
6.       siswa membuat rencana kegiatan untuk mengimplementasikan pemecahan yang ditawarkan.

a.      Bagaimana membantu siswa menemukan satu permasalahan (sebuah teka-teki atau pertanyaan)
     Bagi para siswa agar mereka dapat menguji satu masalah, pertama-tama mereka perlu untuk menemukan jenis permasalahan yang mereka rasa dapat memotivasi belajar. Oleh karena itu perlu bagi guru untuk membantu siswa menemukan satu permasalahan seperti itu.
(contoh pembelajaran untuk membantu siswa menemukan sebuah masalah dalam buku teks)
l                  Lihat pada sebuah gambar, foto, atau peta dalam buku teks. Buat daftar tentang sesuatu yang anda temukan merupakan teka-teki.
l                  Bayangkan anda ada dalam gambar, foto, atau peta dalam buku teks. Suara dan nada apa yang akan anda dengar? Catat nada dan suara yang anda bayangkan anda dengar.
l                  Mencari gambar-gambar yang sama, foto, atau peta dalam buku teks. Garis bawahi tiga istilah atau nama dalam buku teks yang anda temukan menarik.
Contoh pembelajaran untuk membantu siswa menemukan masalah dalam buku teks
l                  Diantara daftar hal-hal teka-teki yang anda temukan, yang mana yang paling ingin anda ketahui.
l                  Nuansa macam apa yang ada di dalamnya?
l                  Ambil satu karakter dalam gambar itu yang menarik yang anda temukan. Apakah karakter itu berbeda dari karakter yang menurut siswa lain juga menarik?
l                  Kepada siapa dalam bayangan anda nada dan suara dalam karakter itu ditujukan?
l                  Apakah di sana ada hubungan dekat anatar gambar/foto/map yang anda diskusikan serta gambar/foto/map yang lain pada bagian buku teks.
l                  Ambil satu nama yang anda temukan paling menarik.
Pembelajaran ini didesain untuk membantu siswa terhubung dengan bahan-bahan dalam tingkatan yang lebih mendalam.
b.     Pembelajaran yang membantu siswa membangun hipotesis
    Sebelum siswa mulai melakukan penelitian, mereka perlu mempunyai hipotesis (atau jawaban awal) yang mereka rasa menarik untuk diuji. Karena siswa diwajibkan untuk mengajukan dan menguji hipotesis, mereka harus melakukan penelitian dan survey yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan guru dapat membiarkan siswa mengkonstruksi hipotesisnya sendiri, dia dapat juga mengorganisasi sebuah perdebatan diantara siswa untuk mengklarifikasi hipotesis. (Dalam proses ini, seorang guru kadang-kadang dapat menarik diri dari peranannya sebagai “guru” yang menerangkan pada siswa, melainkan membolehkan siswa untuk menerangkan hipotesis mereka kepadanya).
c.     Pembelajaran untuk membantu siswa mendokumentasi hasil penelitian mereka
Hal ini sangat penting untuk menawarkan siswa mendokumentasikan baik proses dan hasil penelitian mereka untuk memfasilitasi pembelajaran mereka. Dokumentasi seperti itu dapat termasuk satu LKS, sebuah Koran, dan sebuah laporan penelitian. Pembelajaran ini melibatkan kegiatan dimana siswa mengorganisasikan apa yang mereka teliti yang menyediakan mereka untuk berpikir lebih dalam dan mengambil keputusan. Untuk mendukung kegiatan ini, seorang guru dapat memberi siswa kegiatan sebagai berikut:
Pembelajaran untuk membantu siswa mengorganisasikan hasil penelitian mereka
l                  Teliti buku teks, Temukan bahan yang mendukung hipotesismu, dan susun bahan-bahan itu berdasarkan tingkat pentingnya untuk hipotesismu. Juga tulis tujuan perankingan anda.
l                  pilih bahan-bahan dalam buku teks yang mendudkung hipotesismu dan yang menolaknya.
l                  Ambil bahan dari buku teks yang menyediakan dua perbedaan penerangan untuk itu.
C.                Demokrasi sebagai satu Fondasi IPS
     Tujuan pembelajaran IPS adalah mendidik warganegara yang demokratis. Jika siswa melakukan penelitian secara individual, itu tidak akan menghasilkan pendidikan demokrasi warganegaranya. Satu sekolah adalah merupakan sebuah masyarakat yang terdiri dari berbagai macam siswa (termasuk di dalamnya guru dan staf). Lingkungan sekolah, kemudian, membantu siswa mulai untuk belajar yang berkenaan dengan konflik, kerjasama satu dengan yang lain, inilah dasar dari demokrasi. Kegiatan penelitian dalam IPS tentu memerlukan kegiatan kerjasama kelompok dan diskusi kelas. Lebih dari itu, penelitian merupakan kegiatan penting dalam menumbuhkan kompetensi demokratis, untuk mencari masalah dalam kehidupan social, mengevaluasi informasi secara kritis, dan membuat keputusan. Di sini prinsip fundamental pendidikan adalah memotivasi siswa untuk melakukan atas inisistif mereka sendiri. Hal ini tidak hanya guru, meskipun, dia dapat mempengaruhi motivasi siswa. Para siswa juga dapat saling mempengaruhi dalam hal-hal positif diantara mereka sendiri melalui collaborative work. Tugas pokok pendidikan IPS adalah menyediakan siswa kesempatan untuk saling mempengaruhi melalui kegiatan positif yang saling menguntungkan. Dengan kata lain, pelajaran IPS itu sendiri harus demokratis. Pembelajaran IPS harus memberi kesempatan siswa dengan berbagai kesempatan untuk berdiskusi dan mentransformasikan kegiatan dalam kelas ke dalam satu masyarakat pembelajar kolaboratif.


Daftar Pustaka


Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kurikulum SD 1968. Jakarta: Dep. P dan K.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1975. Pedoman Khusus Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial SMP. Jakarta: Dep. P dan K.
Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Kurikulum 2004: Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial SD dan MI.
Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Ketut Prasetyo, 2010.  Modul PLPG Bidang IPS 2010 (Surabaya: Universitas negeri Surabaya.
Michaelis, John U. and Jesus Garcia,1996. Social Studies for Children: A Guide to Basic Instruction, 11th edition. Boston: Allyn and Bacon.
Moch. Enoh, Drs, SE, M.Pd. 2010. Modul PLPG Mapel IPS: Konsep dan Hakikat Pembelajaran Terpadu IPS. Surabaya: Unesa.
Muhammad Numan Somantri, M.Sc. Prof., 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
NCSS, 1994, Expectation of Excellence: Curriculum Standards for Social Studies.Washington.
Sapriya, Dr., M.Ed., 2009. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Udin S. Winataputra, 2010. Materi dan Pembelajaran IPS SDJakarta: Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar