Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

01 Februari 2016

Fenomena RSBI dan SBI Fenomena Anak cerdar kurang mampu biaya

A. Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hingga saat ini telah mengantarkan umat manusia ke era kompetisi global di berbagai bidang kehidupan. Situasi demikian menuntut kita agar segera berbenah diri dan sekaligus menyusun langkah nyata guna menyongsong masa depan. Langkah utama yang harus dipikirkan dan direalisasikan adalah bagaimana kita menyiapkan sumber daya manusia yang berkarakter kuat, kokoh, tahan uji serta memiliki kemampuan yang handal di bidangnya.
Upaya tersebut harus ditempuh dengan merealisasikan pendidikan yang berorientasi pada bagaimana peserta didik mampu berkreasi memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, paradigma pendidikan yang mengedepankan peningkatan daya nalar, kreativitas serta berpikir kritis harus diaplikasikan dalam setiap langkah pengembangan ke depan.
Salah satu arah kebijakan program pembangunan pendidikan nasional dalam bidang pendidikan adalah mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai usaha proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal.
Misi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dalam rangka mengatasi era Global, pemerintah Indonesia memiliki kebijakan mengembangkan kualitas pendidikan agar SDM mempunyai kualitas yang tinggi. Mellenium Develpment Goals, (era pasar bebas) atau bisa juga disebut globalisasi yang semula dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi 2015.[1] Maka salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan tersebut salah satunya melalui jalur pendidikan dengan mencetuskan program Sekolah Bertaraf Internasional (selanjutnya dibaca :SBI).
Mutu sumber daya manusia suatu bangsa tergantung pada mutu pendidikan. Dengan berbagai strategi, peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dasar, penguasaan bahasa asing dan penanaman sikap serta perilaku yang mencerminkan budi pekerti.
Era global memberikan inspirasi positif dalam masyarakat Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional, bahwa masa depan Indonesia sangat memerlukan kemampuan kompetitif di kalangan pelajar untuk bersaing secara sehat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Munculnya Program SBI pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yaitu warga Negara yang unggul secara intelektual, moral, kompeten dalam IPTEK, produktif, dan memiliki komitmen yang tinggi dalam berbagai peran sosial, ekonomi dan kebudayaan, serta mampu bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi.
Terkait dengan tujuan SBI tersebut, dalam pasal 50 ayat (3) UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), mengamanatkan bahwa: pemerintah dan /atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Lebih lanjut dikemukakan pula dalam PP. No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 61 ayat(1) yang menyebutkan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu aturan pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Program SBI (sekolah Bertaraf Internasional) adalah program dari Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, kemudian diganti dengan SNBI (Sekolah Nasional Bertaraf Internasional) dan terakhir diganti dengan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Kurikulum RSBI menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan adaptasi mata pelajaran, yaitu sesuai dengan mata pelajaran di Indonesia. Mata pelajaran yang diujikan di tingkat Internasional melalui sekolah induk (Cambridge) adalah: Matematika, Bahasa Inggris, Sains (Fisika, Kimia dan Biologi) dan hasil ujiannya hanya untuk siswa yang berminat melanjutkan studi ke luar negeri. Untuk yang 90 % tidak melanjutkan ke luar negeri
SRBI membutuhkan beaya yang cukup besar, tidak hanya pemerintah melalui dana Block grand, mulai Rp.100.000.000,- sampai dengan Rp.300.000.000,- per-tahun per-sekolah penyelenggara SRBI, juga ditambah dana partisipasi dari Komite Sekolah, misalnya untuk dana iuran menggabung ke sekolah induk di luar negeri (contoh Cambridge) dengan hitungan dollar sekarang mencapai Rp.50.000.000,- per-tahun dan untuk mengikuti ujiannya per-mata pelajaran per-siswa Rp.1.500.000,- Bagaimana dengan siswa dan sekolah yang tidak mampu , mohon maaf lahir bathin.
Persoalannya benarkah untuk standar internasional Dari mana asal-usul SRBI, bagaimana SRBI dan untuk apa SRBI Adakah yang tau definisi dari Sekolah Standart Nasional (SSN), Sekolah Nasional Plus (SNP) atau Sekolah Bertaraf/Standart Internasional (SSI)?, SBI, SNBI dan SRBI ?. Apa karena hanya menggunakan pengantar bahasa asing, mengimport guru bule, dan mengedapankan TI. kebebasan dalam melabelkan pendidikan di negara ini bak jamur di tanah lembab. Sebagai contoh, mereka mengkolaborasikan kurikulum nasional (KTSP) dan asing dan membentuk asosiasi (Association of National Plus School , ANPS). Lain halnya dengan sekolah internasional, memang siswanya terdiri dari berbagai negara bukan sistem pendidikannya yang internasional.
Kalau kita kembali ke UU RI. No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan dan penyempurnaan dari UU. No.2 tahun 1989. Tujuannya jelas, supaya penyelenggaraan pendidikan di Tanah air berada dalam rambu-rambu pendidikan nasional (pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI ’45 yang berakar pada nilai nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman).
Untuk sekolah internasional, sebagai contoh adalah International Baccalaureate Program (IB) berpusat di Swiss, yang memudahkan para lulusannya dapat mengakses ke perguruan tinggi yang tergabung dalam wadah itu tanpa mengikuti seleksi masuk ke perguruan tinggi yang bersangkutan. Di Negara kita, program IB memang sudah dipakai oleh beberapa sekolah swasta (sekolah kaya) dengan pengawasan yang ketat. Siapa yang dapat menjamin pembentukan National and character building ketika pemerintah memberikan persetujuan kepada sekolah swasta yang melabelkan dirinya menjadi SNP atau SSI, SBI ? Apakah jaminan pemerintah dan sekolah jika pembelajaran mengedepankan ideologi, ”isme” yang bukan kurikulum nasional? Untuk SBI, SRBI kurikulum yang digunakan tetap KTSP dengan adabtasi bukan adobsi kurikulum asing. Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan Sekolah Bertaraf Internsional atau SBI. Sebuah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Icon SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain. 

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) (ANTARA FENOMENA DAN PERMASALAHAN)
A. Latar Belakang RSBI
Secara umum latar belakang adalanya program RSBI adalah
1. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas dan standarnya
2. Banyak orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya ke Luar Negeri
3. Belum ada payung hukum yang mengatur penyeleng-garaan sekolah internasional
4. Perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence) pendidikan
5. Atas fenomena di atas, Pemerintah mulai mengatur dan merintis sekolah bertaraf internasional
6. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
B. Landasan Hukum RSBI
a. UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat 3, yakni:“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
b. UU No. 32/2004 (Pemerintahan Daerah)
c. PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan)
d. PP No 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota)
e. PP No. 48/2008 (Pendanaan Pendidikan)
f. PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan)
g. Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan)
h. Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
C. Tujuan Program RSBI
Secara Umum
1. Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
2. Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional.
3. Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
Secara khusus
RSBI bertujuan Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri internasional.


D. Proses Menuju Sekolah Bertaraf Internasional
1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a. Standar isi
b. Standar proses
c. Standar kompetensi lulusan
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
e. Standar sarana dan prasarana
f. Standar pengelolaan
g. Standar pembiayaan dan
h. Standar penilaian pendidikan
2. Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan, pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
Berikut rangkaian persyaratan menuju SBI :
Reguler (Standar Nasional (SSN)) dengan syarat
a. Memiliki rata-rata UN 6,5
b. Tidak Double Shift
c. Berakreditasi B dari BAN Sekolah/Madrasah
RSBI, denggan syarat telah memenuhi
a. Sudah Sekolah (SSN)
b. Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madrasah
c. Pembelajaran Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Internasional (bilingual)
d. Nilai rata-rata UN 7,0
SBI, dengan syarat
a. SNP dan diperkaya Standar kualitas pendidikan Negara Maju
b. Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madrasah
c. Pembelajaran Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Internasional (bilingual)
d. Nilai rata-rata UN 8,0


E. Konsep Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional RSBI/SBI
1. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme(fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menum-buhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.[2]
Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu:learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to bemerupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya.[3]
2. Kurikulum RSBI
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan Negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan Hongkong. [4]
Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2007”, bahwa sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum Internasional.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.[5]
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu sekolah yang telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci tambahan.
Dua cara itu adalah: Pertama adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; kedua adopsi, yaitu penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.[6]
3. Karakteristik RSBI
a. Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush&Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam terma-terma nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush&Merianne Coleman mengutip pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan.[7]
Secara Epistemologi untuk mewujudkan sekolah berstandar atau bertaraf Internasional diperlukan cara atau persyaratan karakterisitik tertentu. Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional.[8] Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.

b. Karakteristik Umum RSBI[9]

No
Obyek Penjaminan Mutu (unsur Pendidikan dalam SNP)
Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP)
Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya)

I
Akreditasi
Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah
Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan

II
Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan
Menerapkan KTSP
Sekolah telah menerapkan system administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing.

Memenuhi Standar Isi
Muatan pelajaran dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.

Memenuhi SKL
Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP


Meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, tekno-logi, seni, dan olah raga.

III
Proses Pembelajaran
Memenuhi Standar Proses
Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
 Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel
Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa Indonesia.

IV
Penilaian
Memenuhi Standar Penilai-an
Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan system/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya.

V
Pendidik
Memenuhi Standar Pen-didik
Guru sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
Semua guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A

VI
Tenaga Kependidikan
Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan
Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif
Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat

VII
Sarana Prasarana
Memenuhi Standar Sarana Prasarana
Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK
Sarana perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain.

VIII
Pengelolaan
Memenuhi Standar Penge-lolaan
Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000
 Merupakan sekolah multi kultural
Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar negeri
Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah

IX
Pembiayaan
Memenuhi Standar Pem-biayaan
Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan

c. Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)
ciri input
SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT),kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.
proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister schooldengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.[10]
Ciri output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan SBI dapat melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.


F. Studi Analisis Konsep Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Secara axiologi untuk apa diselenggarakannya SBI itu ? Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.
Sejak dilendingkan kebijakan SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa kebijakan SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan studi secara mendalam.
Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut.
1. Dari segi landasan Hukum
Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan/atau Rintisannya (RSBI) adalah program Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) yang paling kontroversial dan menimbulkan banyak masalah sejak awal sampai saat ini.
Mengapa program ini menjadi program kontroversia? Jika kita analisis Ternyata program ini memang sudah bermasalah sejak dari Undang-undangnya. Mari kita lihat UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) berbunyi sbb : Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf Internasional. Setidaknya Ada 4 (empat) masalah yang muncul dari pasal ini
a. Adanya ambiguitas dari istilah ‘Pemerintah dan/atau pemerintah daerah’ pada pasal tersebut.
Jadi frase dan/atau ini bisa berarti :
Pemerintah dan Pemerintah Daerah = kedua-duanya
Pemerintah atau pemerintah Daerah = salah satunya
Jadi penyelenggara program SBI ini bisa salah satu atau kedua-duanya. Bagaimana sebenarnya konsep yang dikehendaki oleh Kemdiknas dalam masalah penyelenggaraan ini? Bisa salah satu (Pemerintah Pusat saja atau Pemerintah Daerah saja) atau mesti kedua-duanya (Pemerintah Pusat dan Pemda)
b. Tidak jelasnya istilah ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’itu sendiri. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ tersebut. Definisi tentang ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ yang ada dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) tersebut yang kemudian diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Pasal 1 No 35 menjadi :
“Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”
Jadi frase ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) kemudian dalam PP no 17 tahun 2010 ini telah berubah menjadi Pendidikan bertaraf internasional dan kemudian dijelaskan dengan tambahan keterangan Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”
c. Ketidak-jelasan konsep yang hendak dikerjakan oleh Undang-undang ini. Sebenarnya apa yang dikehendaki oleh Pemerintah dengan adanya UU ini? Mengapa muncul istilah ‘Sekolah Bertaraf Internasional’? Bukankah maksud dari semua itu adalah agar Indonesia memiliki sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu atau yang disebut ‘the gifted and the most talented’ yang akan dapat dididik dan diberi proses pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan dan keberbakatan mereka? Lantas mengapa menggunakan istilah ‘Sekolah bertaraf Internasional’ yang seakan tidak punya landasan akademik
d. Otoritas lingkup kerja Pemerintah (Kemdiknas) dalam menyelenggarakan program SBI atau RSBI
Sikap ini menimbulkan kerancuan dalam lingkup kerja pemerintah. Jika sekolah swasta masuk dalam lingkup kerjanya (dengan memasukkan mereka dalam program RSBI ini) maka sebenarnya beberapa kota besar TELAH memiliki pendidikan yang bertaraf internasional yang berstatus swasta karena sebenarnya sekolah-sekolah swasta inilah sebenarnya yang memulai adanya program ini dan memberi ide pada pemerintah untuk mengadopsinya ke sekolah publik. Jika sekolah swasta dapat dianggap sebagai ruang lingkup otoritas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah maka sebetulnya pemerintah dan pemerintah daerah, utamanya di kota-kota besar, tidak perlu mengadopsinya ke sekolah (publik). Tugas dan tanggungjawab mereka telah terpenuhi dengan adanya sekolah swasta yang memiliki pendidikan yang bertaraf internasional.
2. Tujuan pendidikan Yang Misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian, yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk mengikuti dua kiblat sekaligus.
Satria Dharma mengatakan bahwa jika yang hendak dituju adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju seperti Singapura, Australia dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan sistem pendidikan luar ataupun internasional macam Cambridge ataupun IB masuk dan digunakan dalam kurikulum sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar berstatus International School dengan siswa asing saja yang boleh mengadopsi sistem pendidikan lain.
3. Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses.
Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL > 500. Padahal tidak ada hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih cenderung mengukur kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi faktor-faktor non-linguistic.[11]


4. Konsep SNP+X kurang jelas
Dalam kurikulum SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah, diperkaya, dikembangkan, diperluas , diperdalam ? Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga, mungkin ini merupakan strategi agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
5. Diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti, baik bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Konsekwensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih menekankan efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang memiliki kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
6. Potensi Terjadi Sistem pendidikan Yang bersifat Diskriminatif danEksklusif
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskri-minatif(hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemam-puan/kecerdasan unggul) dan ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya).
7. Potensi Terjadi Komersialisasi Pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.[12]
8. Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya.[13]Sedangkan dalam SBI, sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.


G. Dampak Positif dan Negatif RSBI
1. Dampak positif dari penyelenggaraan program ini adalah
a. Dengan pembelajaran yang bersifat interaktif dan inspiratif memotifasi peserta didik untuk berbartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreaktifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik
b. Penerapan pembelajaran berbasis TIK terlepas dari pengaruh negatif selama pengguna teknologi dapat memanfaatkan dengan benar dan tepat juga membawa pengaruh yang positif dan juga mempermudah administrasi
c. Memotifasi para siswa untuk mampu bersaing dalam dunia global
2. Dampak Negatif (kelemahan) RSBI
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang RSBI agar menjadi SBI dari berbagai sudup pandang baik dalam sudut pandang sosial, ekonomi, dan psikologis
a. Dari sudup pandang Sosial
RSBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskriminatif (hanya diperunt
ukkan bagi siswa yang memiliki kemampuan / kecerdasan unggul) danekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya)
b. Dari sudut pandang Ekonomi
RSBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan pendekatan cost effectiveness adalah pendekatan yang menitik beratkan pemanfaaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendidikan ini hanya diadakan jika benar – benar memberikan keuntungan yang relatif pasti baik bagi penyelenggara maupun peserta didik. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di RSBI , sebab RSBI lebih menekankan efektifitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas , sehingga input pun di ambil dari anak – anak yang memiliki kemampuan unggul baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
Lahirnya RSBI juga membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasinya adalah nampak ketika RSBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah RSBI. Hal ini berdalih karena bertaraf Internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD , menggunakan teknologi canggih, bilingual dan lain sebagainya.
c. Psikologis
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan MBS (manajemen berbasis sekolah) yang digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sedangkan dalam RSBI sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
Hal tersebut juga berakibat terhadap siswa, di mana siswa RSBI selama ini dihadapkan pada dua kiblat yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Padahal siste adopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB sebagaian menilai bahwa hal tersebut merupakan sebuah pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Selain itu, Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan RSBI lebih mementingkan alat/ media pembelajaran yang canggih, billingual, berstandar Internasional daripada proses penanaman nilai pada peserta didik.


PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai urian dan penjelasan di atas kiranya dapat di ambil kesimpulan
1. Munculnya istilah Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) di latarbelakangi berbagai faktor , namun dimikian hal tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan.
2. Secara Hukum didirikannya RSBI atau pun SBI adalah UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat 3 PP dan Permendiknas adapun secara lebih rinci dapat dilihat sebagaimana penjabaran di atas
3. Secara Khusus tujuan dari RSBI adalah menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri internasional.
Sedangkan tujuan secara umum adalah
- Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional
- Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional.
- Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global
4. Secara umum konsep RSBI adalah
a. Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme(fungsionalisme)
b. Rumusan kurikulum SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X
c. Karakteristik mulai dari karakteristik Visi, Umum , Penjamin Mutu,
5. Jika dianalisis ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut diantaranya mulai dari latar belakang, tujuan sampai pada kelebihan dan kelemahannya
6. Dalam konsep pelaksanaan dan fakta menunjukkan bahwa adanya RSBI membawa dampak yang positif juga negatif dari berbagai sudut pandang baik sudut pandang masyarakat, ekonomi, filosofis, psikologis dan sebagainya.

B. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini penulis sampaikan. Tentunya masih terjadi berbagai kekurangan di berbagai hal. Harapan penulis mudah – mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca dan pihak selalu penulis tunggu demi subuah kebaikan ke arah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

E.Mulyasa, Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007.

Kir Haryana. 2007. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

Tony Bush & Merianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan.(terj.) oleh Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD,

http://www.satriadharma.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar