Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

07 Februari 2016

IPS Terpadu Konsep Kunci Dasar dan Pengembangannya

A. Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yang dalam bahasa Inggris disebut Social Studies, memiliki banyak definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Bining dan Bining (1952) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah studi ientegratif dari disiplin-disiplin ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang bertujuan meningkatkan kompetensi kewargaan khususnya lagi adalah untuk membantu masyarakat (dewasa) membangun kemampuan membuat keputusan bagi masyarakat luas dalam masyarakat plural dan demokratis.
2. Ischak, SU, dkk menyatakan bahwa IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.
3. Sumantri (1988) mengatakan bahwa pendidikan IPS adalah suatu penyederhaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
4. Depdiknas (2002) memberikan definis bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi dan tata negara dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling.
5. Wiyono (1995) juga berpendapat bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari manusia dalam semua aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat. Materi pendidikan IPS di SLTP sebagaimana dikatakan Saidihardjo(1997) adalah bersumber dari ilmu-ilmu sosial seperti yang disajikan pada tingkat universitas, hanya karena pertimbangan tingkat kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan pendidikan disederhanakan, diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah. Hal ini senada dengan Wiyono (1995) bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan sumber atau dasar disiplin ilmu dari materi atau isi pengajaran IPS.
6. National Council for Social Studies (NCSS) atau Dewan Nasional untuk Sosial Studi (1993), memberikan definisi
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program,social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as antrophology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sosiology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a culturally diverse,democratic society in an interdependent world.
(Ilmu pengetahuan sosial adalah studi terintegrasi tentang ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk membentuk warga negara yang baik/berkompeten. Program IPS di sekolah merupakan gambaran kajian sistematis dan koordinatif dari disiplin ilmu-ilmu sosial seperti antrophology, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu pengetahuan politis, psikologi, agama, dan sosiology, juga yang bersumber dari humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Tujuan utama dari ilmu pengetahuan sosial adalah untuk membantu generasi muda mengembangkan kemampuannya untuk membuat keputusan-keputusan yang beralasan dan sebagai warga negara yang bertanggung jawab pada suatu masyarakat yang berbeda budaya, masyarakat democratic dunia yang saling tergantung).


Berikut beberapa definisi yang lain:
1. The social studies is an integration of experience and knowledge concerning human relations for the purpose of citizenship education (Barr, 1977: 69)
(Studi sosial adalah satu pengintegrasian pengalaman dan pengetahuan mengenai hubungan antar manusia untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan)
2. The social studies is that part of the elementary and high school curriculum wich has the primary responsibility for helping students to develop the knowledge, skills, attitudes, and values needed to participate in the civic life of their local communities, the nation, and the world (Banks, 1990:3)
(Ilmu pengetahuan sosial adalah bagian dari kurikulum SD dan sekolah menengah yang mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengambil bagian di dalam kehidupannnya sebagai warganegara atau warga masyarakat-masyarakat di tingkat lokal, nasional, dan dunia)
3. Social studies is an area of the curriculum deriving its goals from the nature of citizenship in a democratic society with links to other societies. Drawing its content from the social sciences and other disciplines, it also incorporates the personal and social experiences of students and their cultural heritage. It links factors outside the individual, such as cultural heritage, with factors inside the individual, particularly the development and use of reflective thinking, problem solving, and rational decision making skills, for the purpose of creating involvement in social action (Cynthia Szymanski Sunal, Mary E Haas:1993:7).
(Ilmu pengetahuan sosial adalah satu bagian kurikulum yang bersumber dari sifat kewarganegaraan di suatu masyarakat yang demokratis dalam kaitannya dengan masyarakat yang lain. Isi nya terdiri dari ilmu-ilmu sosial dan disiplin-disiplin lain, serta pengalaman-pengalaman sosial dan pribadi dari para siswa dan warisan budaya mereka. hubungan faktor-faktor di luar individu itu, seperti warisan budaya, faktor-faktor pengalaman diri siswa, terutama sekali dalam rangka pengembangan dan penggunaan pemikiran yang cemerlang, pemecahan masalah, dan ketrampilan membuat keputusan rasional, untuk tujuan menciptakan keterlibatan di dalam tindakan sosial)
Memperhatikan beberapa definisi IPS (social studies) tersebut di atas, sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara pada umumnya, bahwa pengertian pendidikan IPS kadang terjadi perbedaan penafsiran oleh para ahli ilmu-ilmu sosial dan ahli IPS (studi sosial), serta ahli pendidikan pada umumnya. Namun perlu diketahui, bahwa tidak ada bedanya atau apa yang diistilahkan dengan studi sosial di negara-negara yang berbahasa Inggris itu sama dengan IPS di negara Indonesia. Oleh karena itu, sifat IPS sama dengan Studi sosial yaitu, praktis, interdisipliner dan diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. IPS yang diajarkan pada pendidikan dasar dan menengah, menjadi dasar pengantar bagi mempelajari IPS/studi sosial ataupun ilmu sosial di Perguruan Tinggi. Bahkan dalam kerangka kerjanya dapat saling melengkapi. Dengan demikian, antara ilmu sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial ternyata terdapat kaitan satu sama lainnya, sehingga terdapat persamaan dan perbedaan. Untuk lebih mudah memahami persamaan dan perbedaanya dapat dilihat pada bagan berikut:



Ilmu sosial (social science)
Perbedaan
Studi sosial/IPS (social studies)

Semua ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya, atau semua bidang ilmu yang me mpelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Pengertian
Kajian terpadu terhadap ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang dikemas secara sosial psikologis untuk tujuan pendidikan

Hal-hal yang berkenaan manusia dan kehidupannya meliputi semua aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat
Ruang lingkup
Program pendidikan tentang ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang dikemas secara psikologis terpadu dan interdisipliner untuk tujuan pendidikan

Aspek kehidupan manusia yang dikaji secara disiplin atau spesialisasi keilmuan.
Objek
Aspek kehidupan manusia yang dikaji secara menyeluruh atau sebagian untuk tujuan pendidikan dan tidak melahirkan bidang ilmu

Menciptakan tenaga ahli (expert) pada bidang ilmu sosial
Tujuan
Membentuk warga negara yang baik dan tangguh

Pendekatan disipliner
Pendekatan
Interdisipliner, multidisipliner dan terpadu.

Tingkat universitas/ akademik
Tempat pembelajaran
Tingkat sekolah (SD s/d SLTA) dan LPTK.



Akan tetapi beberapa penafisiran tersebut masih dapat ditarik kesamaan sehingga definisi pendidikan IPS yang lazim di Indonesia yaitu:
1. Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001: 92).
2. Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001: 92).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan sosial merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan konsep-konsep ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan (membentuk warga negara yang memiliki kompetensi sosial baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara atau warga dunia. Melalui pendidikan IPS diharapkan dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan sosial, humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran sosial di lingkungannya, serta memiliki ketrampilan dalam mengkaji dan memecahkan masalah sosial dalam kehidupannya, sehingga akhirnya diharapkan dapat menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab.


B. Ruang Lingkup IPS
Sebagai bidang pengetahuan, ruang lingkup IPS tidak dapat tidak, yaitu kehidupan manusia dalam masyarakat atau manusia sebagai anggota masyarakat atau dapat juga dikatakan manusia dalam konteks sosialnya. Selanjutnya IPS sebagai program pendidikan, ruang lingkupnya sama dengan yang telah diutarakan diatas, namun ditambah dengan nilai-nilai yang menjadi karakter pendidikannya. IPS sebagai bidang pengetahuan, bisa saja dinyatakan sebagai bidang yang “bebas nilai”. Namun sebagai program pendidikan, IPS itu tidak hanya terkait dengan nilai, bahkan wajib mengembangkan nilai tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, ruang lingkup IPS sebagai pengetahuan, sebagai pokoknya adalah kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosialnya. Ditinjau dari aspek-aspeknya; ruang lingkup tersebut meliputi: hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi dan aspek politik. Dari ruang lingkup kelompoknya meliputi: keluarga, rukun tetangga, rukun kampung, warga desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat bangsa. Ditinjau dari ruangnya, meliputi tingkat lokal, regional sampai ke tingkat global. Sedangkan dari proses interaksi sosialnya, meliputi interaksi dalam bidang kebudayaan, politik dan ekonomi. Tiap unsur yang menjadi subsistem dari ruang lingkup tersebut, berkaitan satu sama lain sebagai cerminan kehidupan sosial manusia dalam konteks masyarakatnya.
IPS sebagai program pendidikan, tidak sekedar terkait dengan nilai, bahkan justru wajib mengembangkan nilai tersebut. Nilai-nilai apakah yang wajib dikembangkan IPS sebagai program pendidikan itu?
1. Nilai Edukatif
Salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah yang lebih baik. Perilaku itu meliputi aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
2. Nilai Praktis
Proses pembelajaran IPS harus selalu dikaitkan dengan realitas kehidupan manusia secara prkatis, tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung bernilai praktis serta strategis membina SDM sesuai dengan kenyataan hidup hari ini, terutama untuk masa-masa yang akan datang.
3. Nilai Teoritis
Membina peserta didik hari ini adalah proses perjalanannya diarahkan untuk menjadi SDM untuk hari esok. Oleh karena itu pendidikan IPS tidak hanya membahas kanyataan, fakta dan data yang terlepas-lepas melainkan lebih jauh dari pada itu menelaah keterkaitan suatu aspek kehidupan sosial dengan yang lainnya. Peserta didik dibina dan dikembangkan kemampuan nalarnya kearah dorongan mengetahui sendiri kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali sendiri dilapangan (sense of discovery). Kemampuan menyelidiki dan meneliti dengan mengajukan berbagai pernyataan (sense of inquiry) mereka dibina serta dikembangkan. Dengan demikian kemampuan mereka mengajukan hipotesis dan dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan juga dikembangkan. Dengan perkataan lain, kemampuan mereka berteori dalam pendidikan IPS dibina dan dikembangkan.
4. Nilai Filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS secara bertahap dan keseluruhan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik, dapat mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk sosial. Melalui proses yang demikian, peserta didik dikembangkan kesadaran dan pengahayatannya terhadap keberadaannya ditengah-tengah masyarakat, bahkan juga ditengah-tengah alam raya ini.
5. Nilai Ketuhanan
Kenikmatan kita sebagai manusia mampu menguasai IPTEK, menjadi landasan kita mendekatkan diri dan meningkatkan IMTAK kepadanya. Kekaguman kita manusia kepada segala ciptaannya, baik berupa fenomena fisikal alamiah maupun berupa fenomena kehidupan, merupakan nilai ketuhanan yang strategis sebagai bangsa yang berpancasila. Pendidikan IPS dengan ruang lingkup dan aspek kehidupan sosial yang begitu luas cakupannya, menjadi landasan kuat penanaman dan pengembangan nilai ketuhanan yang menjadi kunci kebahagiaan kita manusia lahir bathin. Nilai ketuhanan ini menjadi landasan moral-moralitas SDM hari, terutama untuk masa yang akan datang.


C. Karakteristik IPS
Pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah kelas 1 s/d 12, mungkin lebih sulit dalam pembelajarannya ketimbang yang monodisiplin seperti membelajarkan sejarah, geografi, ekonomi dsb. Karena membelajarkan IPS harus multidisiplin dan interdisiplin, apalagi ini diajarkan sebagai mata pelajaran pada suatu kelas yang di dalamnya terdiri dari banyak bidang sosial. Akan tetapi harus disadari bahwa mengajar di tingkat sekolah tidak semendalam kalau mengajar mahasiswa. Contoh guru SD mengajar semua mata pelajaran dalam satu kelas, tetapi mereka mengajar tidak seperti mengajarkan materi untuk mahasiswa, bahan itu harus sesederhana mungkin untuk kepentingan usia peserta didik. Oleh karenanya untuk kelas tinggi (SMA) penyajiannya bisa secara separate discipline-based class dalam suatu jurusan (IPS), dengan tetap saling memperhatikan keterkaitannya, sehingga IPS tetap dapat dipahami dengan baik.
Ada dua karakteristik utama IPS, yaitu:
a. Yaitu sebagai bidang kajian penelitian yang ditujukan untuk membentuk warga negara yang baik, dan
b. Kajian terpadu terhadap banyak penelitian.
Akan tetapi secara rinci karekateristik pendidikan IPS menurut Banks(1990) adalah sebagai berikut:
1. Social studies programs have as a major purpose the promotion of civic competence which is the knowledge, skills, and attitude required of students to be able to assume ”the office of citizen” (as Thomas Jefferson called it) in our democratic republic.
(Program pendidikan IPS mempunyai tujuan utama membentuk warga negara yang memiliki pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan siswa dalam suatu masyarakat yang demokratis.)
2. Social studies programs help students construct a knowledge base and attitude drawn from academic disciplines as specialized ways of viewing reality. (Program pendidikan IPS membantu siswa dalam mengkonstruk pengetahuan dan sikap dari disiplin akademik sebagai suatu pengalaman khusus).
3. Social studes programs reflect the changing nature of knowledge, fostering, entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of significance to humanity.
(Program pendidikan IPS mencerminkan perubahan pengetahuan, mengembangkan sesuatu yang baru dan menggunakan pendekatan terintegrasi untuk memecahkan isu secara manusiawi)


Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran IPS secara umum merupakan pendidikan kognitif sebagai dasar partisipasi sosial. Artinya pusat perhatian utama pembelajaran IPS adalah pengembangan murid sebagai aktor sosial yang cerdas, tidak berarti dan memang tidak bisa hanya dikembangkan aspek kecerdasan rasionalnya (rational intelegence)(Goleman:1996). Dia juga menegaskan bahwa kedua kecerdasan itu sama memiliki kontribusi terhadap keberhasilan seseorang, dalam masyarakat masing-masing diperkirakan 20% kecerdasan rasional dan 80% kecerdasan emosional.


D. Sejarah Perkembangan IPS
Pertama kali Social Studies dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Alasan dimasukannyasocial studies (IPS) ke dalam kurikulum sekolah karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku manusia akibat berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah.
Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat sekolah merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke arah yang diharapkan. Bahkan program pendidikan ini di samping sebagai bentuk internalisasi dan transformasi pengetahuan juga dapat digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek di masa datang.
Oleh karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social studies (IPS) dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat. Adapun wujud social studiesketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics. Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar pendidikan, khususnya pakar social studies. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa:
1. Menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya;
2. Dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat.


Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu kuliah atau belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran social studies di sekolah dasar dan menengah.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan siswa sekolah, di mana kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan program pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies. Agar materi pelajaran social studieslebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Jadi Social studies yang dalam istilah Indonesianya disebut Pendidikan IPS, dalam perjuangannya tentang eksistensi terdapat dalam “The National Herbart Society papers of 1896-1897” yang menegaskan bahwa Social Studiessebagai delimiting the social sciences for pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pedagogik/ mendidik). Memperhatikan pentingnya social studies bagi generasi muda, istilah IPS (social studies) ini kemudian mulai digunakan oleh beberapa negara bagian di Inggris dan Amerika untuk mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen “Statement of the Chairman of Commitee on Social studies”(pernyataan ketua komite social studies) yang dikeluarkan oleh Comittee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to utilization of social sciences data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia). Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS dalam kurikulum sekolah, maka beberapa kelompok pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan usahanya agar social studies bisa diaplikasikan untuk program pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social studies.
Kemudian pada tahun 1921, berdirilah “National Council for the Social Studies” (NCSS),(dewan nasional untuk social studies) sebuah organisasi profesional yang secara khusus membina dan mengembangkan social studiespada tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic.
Pada waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi yang akan memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya. Sehingga baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya berbasis intelektual-keilmuan. Dalam perkembangannya banyak naskah dan penelitian tentang social studies, yang mengharapkan perlunya perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan harapan dapat membantu anak didik menjadi warga negara yang baik. Pada pertemuan pertama tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa “Social sciences as the core of the curriculum” (kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).
Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya NCSS, pengertian social studies yang paling berpengaruh hingga akhir abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh Edgar Wesley pada tahun 1937. Wesleymenyatakan bahwa “the social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes”.artinya; IPS adalah ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pedagogis (mendidik).
Definisi tersebut menjadi lebih populer saat itu karena kemudian dijadikan definisi “resmi” social studies oleh “the united states of education’s standard terminology for curriculum and instruction”(standar terminologi untuk kurikulum dan intruction pendidikan Amerika Serikat) hingga NCSS mengeluarkan definisi resmi yang membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi, dan mencakup disiplin ilmu yang semakin luas. Sehingga pada tahun 1993 NCSS merumuskan social studies sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as antrophology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sosiology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a culturally diverse,democratic society in an interdependent world.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara Apresiasi terhadap social studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia termasuk Indonesia.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.
Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah dibahas Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) sebagai program pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial


Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan di Indonesia pada tahun 1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di tingkat SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial yang serumpun digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.


Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah menjadi prioritas. Program pembangunan pendidikan bidang sosial semakin ditingkatkan untuk mengatasi dan menanamkan kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia. Upaya memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integratif
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
4. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP. Dalam Kurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :


1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.
2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan ekonomi koperasi.
3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP, STKIP), direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang memiliki komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai diajarkan. Program pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA.
Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial disajikan secara terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan secara interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara disipliner karena sebagai guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan.
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual Pendidikan IPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.


Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 1994-1995 merupakan pembenahan atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat diadakannya serangkaian Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari tahun 1986 sampai 1989.
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya;
1) Perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan,
2) Perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun, dan
3) Perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah diusulkan digabung dengan Pendidikan kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan kewarganegaraan dan pengetahuan sosial (PKnPS), namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS.
Jadi wajarlah kalau mata pelajaran PKn hanya ada di Indonesia, sementara di negara lain disebut Civic education . IPS (social studies) dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan di Indonesia terus melakukan beberapa tinjauan dan kritik terutama untuk perbaikan IPS sebagai program pendidikan ilmu sosial di tingkat sekolah melalui seminar dan lokakarya serta pertemuan ilmiah bidang IPS lainnya, terutama oleh kelompok pakar HISPISI(Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia) dalam kongresnya di beberapa tempat di Indonesia.
(ditulis oleh Dr. H. Pargito, M.Pd pada
http://blog.unila.ac.id/pargito/2010/08/30/perkembangan-pendidikan-ips/
(dikutip tanggal 20 september 2013)


E. Hakekat IPS
Hakekat IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Masyarakat sebagai suatu komponen inti dalam interaksi sosial selalu menampilkan peran yang dinamis yang merupakan ciri kehidupan masyarakat sebagai makhluk sosial, makhluk politik dan makhluk yang berbudaya. Salah satu ciri kehidupan manusia sebagai makhluk sosial adalah timbulnya interaksi antara satu dengan yang lainnya, kegiatan interaksi manusia tersebut bertujuan untuk mencapai suatu sistem kehidupan sosial yang seimbang. Karena itu pada hakekatnya ilmu pengetahuan sosial bertujuan membangun kehidupan sosial yang lebih baik atau dengan kata lain, kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat secara langsung akan membentuk pengetahuan sosial seseorang.


Hakekat IPS Sebagai Program Pendidikan
Sesuai dengan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, terutama tantangan yang dihadapi oleh peserta didik di hari-hari mendatang, maka IPS bertujuan membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan ketrampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara. Selain memiliki tujuan, IPS juga memiliki fungsi yang sangat penting. Sebagai program pendidikan, IPS tidak hanya semata-mata membekali peserta didik dengan pengetahuan yang membebani mereka, melainkan membekali mereka dengan pengetahuan sosial yang berguna yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pendidikan IPS juga berfungsi mengembangkan ketrampilan, terutama ketrampilan sosial dan ketrampilan intelektual. Ketrampilan sosial adalah ketrampilan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan hidup bermasyarakat, seperti bekerja sama, bergotong royong, menolong orang lain yang memerlukan, dan melakukan tindakan secara cepat dalam memecahkan persoalan sosial di masyarakat. Sedangkan ketrampilan Intelektual, yaitu ketrampilan berpikir, kecekatan dan kecepatan memanfaatkan pikiran, cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan sosial di masyarakat dan bermasyarakat.
Jadi secara singkat, dapat dikemukakan bahwa fungsi IPS sebagai pendidikan, yaitu membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, ketrampilan sosial dan intelektual, dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai SDM Indonesia yang bertanggung jawab merealisasikan tujuan nasional.

Sumber Bacaan
a. Referensi Utama
Dadang Supardan. 2009. Pengantar Ilmu Sosial (sebua kajian pendekatan struktural). Jakarta. PT Bumi Aksara.

Ischak,.SU. dkk. 2003. Pendidikan IPS di SD. Jakarta. Universitas Terbuka.

Lif Khoiru Ahmadi, dan Sofan Amri. 2011. Mengembangkan pembelajaran IPS terpadu. Jakarta. PT. Prestasi Putrakarya.

Nursid Sumaatmadja, dkk. 2003. Konsep Dasar IPS. Jakarta. Universitas Terbuka.

Tasrif. 2009. Pengantar pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta. Genta Press.

Arnie Fajar. 2005. Portofolio Dalam Pembelajaran IPS. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar