Kondisi pendidikan Indonesia di Era Globalisasi sekarang ini sangat memprihatinkan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh PERC (The Political and Economic Risk Consultancy) yang bermarkas di Hong Kong menempatkan Indonesia pada peringkat ke-12 di bawah Vietnam yang baru merdeka beberapa puluh tahun lalu dari Peringkat Kualitas Pendidikan di Asia, bahkan berdasarkan data yang dipublikasikan UNDP (United National Development Programme) bahwa dari 174 negara di dunia Indeks kualitas sumber daya Indonesia berada di peringkat 109 pada tahun 2000, ini merupakan hasil dari sistem pendidikan nasional yang selama ini kita bangun baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Gambaran tersebut menyadarkan bangsa Indonesia untuk bahu membahu membangun kualitas pendidikan agar mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, mengingat Indonesia adalah negara besar dengan populasi penduduk yang telah mencapai duaratus limapuluh juta merupakan potensi besar di tengah persaingan global.
Kondisi tersebut diperburuk dengan dekadensi moral yang marak di tengah generasi muda, pergaulan bebas dan penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi antarpelajar. Salah satu langkah strategis adalah dengan membangun masyarakat pendidikan yang berkualitas. Membangun masyarakat pendidikan yang berkualitas dapat terwujud dengan membangun lembaga pendidikan yang berkualitas atau bermutu.
Mutu atau Quality memiliki beberapa defenisi, menurut American Society for Quality (ASQ) mendefenisikan "Quality denotes an excellence in goods and services, especially to the degree they conform to requirment and satisfy customers." (Berbagai kelebihan/keunggulan yang terdapat dalam suatu produk barang/jasa dengan pelayanan terbaik demi tercapainya kepuasan pelanggan. Menurut SNI kualitas/mutu adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun samar. Clare Cua berpendapat bahwa untuk mengukur mutu pendidikan digunakan konsep yang dipakai dalam dunia bisnis, tiap negara memiliki standar dan konsep yang berbeda. Bahwa konsep mutu memiliki dua aspek, yaitu: 1. kepuasan pelanggan, 2. produk yang sesuai dengan standar. Edward Sallis berpendapat tentang konsep mutu dalam dunia pendidikan dapat digunakan untuk mengukur sekolah tersebut sukses atau gagal.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu pilar pokok pembangunan pendidikan di Indonesia. Rendah dan terpuruknya sistem pendidikan Indonesia, baik demokrasi pendidikan, keterbukaan, desentralisasi, otonomisasi tidak dapat berjalan efektif yang budaya akademiknya masih rendah dan sumber daya manusianya belum berpendidikan tinggi. Pendidikan yang bermutu dan berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif, untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan berbagai upaya dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan oleh semua pihak.
Mutu pendidikan di Indonesia mengacu pada standar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu: Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berfungsi sebagai dasar bagi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan pada setiap satuan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran dan dari buruknya akhlak dan keimanan.
Dengan semakin terbukanya dunia pendidikan seiring dengan perkembangan teknologi, modernisasi dan industrialisasi yang berdampak pada terjadinya pergeseran arah pendidikan yang konvensional ke arah yang lebih profesional, terbuka dan demokratis, lalu mulai permunculan sekolah-sekolah unggulan di Indonesia. Munculnya berbagai model sekolah unggulan di satu sisi merupakan perkembangan positif lembaga pendidikan namun di sisi lain banyak orang terjebak dalam mengartikan sekolah unggulan.
Pada dasarnya latar belakang berdirinya sekolah unggulan tidak lepas dari upaya peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia dalam menyongsong program jangka panjang II dan program wajib belajar 9 tahun yang bertujuan untuk menjaring dan mengembangkan kader bangsa yang baik dalam artian memiliki kelebihan dari berbagai aspek dibanding dengan kader bangsa lainnya. Hal itu tercantum pada Bab IV Pasal 5 ayat yang berbunyi: "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu." Dari pemahaman pasal tersebut bahwa segenap bangsa Indoensia tanpa mengenal status sosial ataupun ekonomi, tanpa membedakan ras, suku, agama maupun golongan berhak atas pendidikan yang bermutu. Bisa diartikan sebenarnya setiap warga negara berhak atas layanan pendidikan yang unggul dan berkualitas, namun pandangan masyarakat yang beragam tentang sekolah bermutu atau sekolah unggulan belum menemukan kata sepakat, berikut berbagai pendapat yang berkaitan dengan sekolah bermutu atau sekolah unggulan:
Departemen Pendidikan dan kebudayaan mendefenisikan sekolah unggulan sebagai sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya sehingga untuk mencapai keunggulan (high achievement) tersebut maka masukan (input atau intake), misalnya guru dan tenaga pendidikan, manajemen, layanan pendidikan, sarana penunjang serta program pendidikan diarahkan untuk menunjang tercapainya arahan tersebut. Munif Chatib berpendapat bahwa sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran bukan pada kualitas input siswa. Pendapat lainnya mengatakan bahwa sekolah unggulan adalah sekolah yang mampu membawa setiap siswa mencapai kemampuannya secara terukur dan mampu ditunjukan prestasinya tersebut.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan secara garis besar bahwa sekolah unggulan adalah satuan pendidikan yang bertumpu kepada bagaimana mengkreasikan peserta didik seoptimal mungkin untuk dapat berkiprah dalam kehidupan masyarakat. Walaupun seluruh defenisi mengarah pada satu pemahaman, namun pola pikir masyarakat Indonesia pada umumnya belum terfokus kepada proses tapi kepada fasilitas yang diberikan dan harga yang harus dibayar, sehingga muncul pemahaman bahwa pendidikan yang baik adalah lembaga yang mahal. Mahal sama dengan bermutu, bahkan jika uang sekolahnya murah artinya buruk atau tidak bermutu. Paradigma semacam ini dipertegas oleh perusahaan yang dipimpin oleh orang yang sama sekali tidak mengerti makna pengajaran dan pendidikan sejati kecuali sekedar mencari atau membeli ketrampilan dan kepribadian para sarjana dari sekolah - sekolah mahal. Bila mereka mendapatkan kenyataan bahwa para alumni sekolah terbaik itu ternyata tidak mampu bekerja secara produktif, maka dikatakan tidak siap pakai, lalu sekolah diminta menyesuaikan kurikulum yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan mesin- mesin industri yang siap pakai. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada lembaga pendidikan umum tapi juga kepada lembaga pendidikan islam.
Dalam perspektif ekonomi dan sosiologis, munculnya sekolah unggulan diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh masyarakat, yakni keprihatinan terhadap mutu pendidikan yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Ilmu Pengetahuan, teknologi dan pembinaan karakter. Sebagai sekolah elit, mereka kebanyakan merebak di daerah perkotaan. Dan jika dilihat dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang pangsa pasarnya adalah anak-anak dari orangtua yang taraf penghidupannya sudah relatif mapan. Sehingga hubungan antara sekolah unggulan dengan masyarakat terdapat titik kesamaan yaitu unsur budaya kelas tinggi.
Ciri-ciri Sekolah Unggulan
Untuk melihat kualitas sebuah sekolah dengan kategori unggul atau bermutu, sekolah tersebut minimal mencapai Standar Nasional Pendidikan yang meliputi: 1. Standar Kompetensi Lulusan ; 2. Standar Isi; 3. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 4. Standar Proses; 5. Standar Sarana dan Prasarana; 6. Standar Pembiayaan; 7. Standar Pengelolaan; 8. Standar Penilaian Pendidikan. Ini merupakan syarat minimum untuk menjadi sekolah bermutu/unggulan, ketika Standar Nasional Pendidikan telah dipenuhi maka standar mutu pendidikan dapat dilakukan berupa, antara lain: a. Standar mutu yang berbasis kepada keunggulan lokal b. Standar mutu yang mengadopsi atau mengadaptasi standar kurikulum internasional, atau standar mutu lainnya.
Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki sekolah unggul. Meliputi :
Pertama: masukan (input) yaitu siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah : (1) prestasi belajarSUPERIOR dengan indikator angka rapor, Nilai Ebtanas Murni (NEM, sekarang nilai UN), dan hasil tes prestasi akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelgensi dan kreativitas, (3) tes fisik, jika diperlukan.
Kedua: sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler.
Ketiga: lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkung fisik maupun social-psikologis.
Keempat: guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu diadakan insentif tambahan guru berupa uang maupun fasilitas lainnya seperti perumahan.
Kelima: kurikulum dipercaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya.
Keenam: kurun waktu belajar lebih lama dibandingkan sekolah lain. Karena itu perlu ada asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung para siswa dari berbagai lokasi. Di komplek asrama perlu adanya sarana yang bisa menyalurkan minat dan bakat siswa seperti perpustakaan, alat-alat olah raga,kesenian dan lain yang diperlukan.
Ketujuh: proses belajar mengajar harus berkulitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.
Kedelapan: sekolah unggul tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah tersebut, tetapi harus memiliki resonansi social kepada lingkungan sekitarnya.
Kesembilan: nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingn dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas dan disiplin.
Menurut Eddy mulyasana bahwa sekolah bermutu lahir dari empat hal:
1. Materi pelajaran yang baik, yang tercermin dari: manfaat yang dirasakan, meningkatkan wawasan, memberikan pengalaman, menumbuhkan semangat dan motivasi, dan mampu merubah sikap dan prilaku ke arah pembentukan watak/karakter.
2. Perencanaan pendidikan yang baik untuk mempersiapkan masa depan peserta didik dan kehidupan akhirat, karena hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
3. Tata kelola pendidikan yang baik dengan menggunakan prinsip-prinsip yang bersifat komperhensif, saling terkait dan berkesinambungan serta terukur.
4. Pendidikan yang bermutu lahir dari guru yang bermutu yang dapat dilihat paling tidak dari penguasaan materi ajar, metodologi, sistem evaluasi dan psikologi belajar.
Hal yang lebih praktis dan teruji tentang ciri sekolah unggulan menurut Munif Chatib adalah:
1. Sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran bukan kepada inputnya, kualitas proses pembelajaran tergantung kepada guru yang bekerja di sekolah tersebut, para guru mampu menjamin semua siswa akan dibimbing ke arah perubahan yang lebih baik, bagaimanapun kualitas akademis dan moral yang mereka miliki.
2. Menghargai potensi yang ada dalam diri peserta didik, dimana sekolah membuka pintu untuk semua siswa bukan dengan menyeleksinya dengan tes-tes formal.
Mengutip dari buku School Effectiveness Research: META ANALISIS” (Harris and Bennett, 2001) bahwa sekolah yang efektif memiliki beberapa kriteria sebagai berikut:
1. KEPEMIMPINAN YANG PROFESIONAL (Professional Leadership)
2. VISI DAN TUJUAN BERSAMA (Shared Vision and Goals)
3. LINGKUNGAN BELAJAR (a Learning Environment)
4. KONSENTRASI PADA BELAJAR-MENGAJAR (Concentration on Learning and Teaching)
5. HARAPAN YANG TINGGI (High Expectation)
6. PENGUATAN/PENGAYAAN/PEMANTAPAN YANG POSITIF (Positive Reinforcement)
7. PEMANTAUAN KEMAJUAN (Monitoring Progress)
8. HAK DAN TANGGUNG JAWAB PESERTA DIDIK (Pupil Rights and Responsibility)
9. PENGAJARAN YANG PENUH MAKNA (Purposeful Teaching)
10. ORGANISASI PEMBELAJAR (a Learning Organization)
11. KEMITRAAN KELUARGA-SEKOLAH (Home-School Partnership).
Melalui pemaparan ciri-ciri sekolah unggulan tersebut mendorong para akademisi untuk mengarahkan masyarakat dalam menentukan pilihan sekolah manakah yang menjadi tujuan, mengingat orientasi kehidupan kita yang cenderung materialistis dimana menentukan sekolah diukur dengan fasilitas yang disediakan, berapa biaya yang dikeluarkan atau lembaga mana yang menyelenggarakan. Ada kesan kuat dalam masyarakat, bahwa sekolah unggulan dan bermutu adalah sekolah orang kaya karena mahalnya biaya. Kondisi demikian ini mengancam eksistensi pendidikan kita. Oleh karenanya, sejak berkembangnya sistem sekolah sebagai lembaga yang dipercaya untuk mempersiapkan generasi yang lebih berkualitas, fungsi pokok sekolah mulai bergeser arah.
Semula sekolah didirikan sebagai lembaga yang membantu orang tua dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan mendidik anak sesuai dengan harapan bersama. Namun seiring dengan perkembangan sistem sekolah tersebut kemudian ada jarak antara sekolah dengan orang tua (masyarakat). Di pihak sekolah juga semakin sibuk dengan upaya memenuhi tuntutan sistem pendidikan yang semakin kompleks, yang menguras tenaga dan pikiran para pendidik untuk melaksanakan tuntutan kurikulum yang berlaku. Di lain pihak, orang tua, karena semakin kompleksnya tuntutan hidup yang dihadapi, lantas mereka cenderung mempercayakan pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah. Dari sini kemudian berdampak pada hubungan orang tua dengan sekolah yang semula bersifat fungsional berubah menjadi formal, pragmatis bahkan transaksional.
Model Sekolah Unggulan
Melalui ciri-ciri di atas, sekolah unggulan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa hal, dilihat dari kelembagaan sekolah ataupun departemen yang menaunginya. Model sekolah unggulan yang ada juga merujuk kepada kebutuhan masyarakat lokal ataupun kebutuhan masyarakat global, oleh karena itu perlu dijelaskan beberapa model sekolah unggulan yang berkembang di Indonesia:
Madrasah / Sekolah Islam Unggulan.
Melihat gejala dan nuansa kebangkitan pendidikan islam (Madrasah atau Sekolah Islam) berawal dari pengadopsian sistem pendidikan umum yang merupakan warisan dari kaum penjajah, melalui modernisasi dari para praktisi dan konsultan pendidikan muslim dengan menambah porsi keagamaan lebih besar dari kegiatan pembelajaran umum maka mulailah bermunculan Sekolah Islam Terpadu (SIT), Madrasah Plus/Terpadu, Sekolah Islam Plus, Global Islamic School, Madrasah model/ Sekolah Islam Percontohan dan nama-nama lainnya. Hadirnya Madrasah/Sekolah Islam Unggulan sekarang ini mendapat perhatian yang besar dari para pakar pendidikan dalam menangkap makna yang tersirat di balik animo yang besar dari masyarakat terhadap Madrasah/Sekolah Islam Terpadu, terlebih dekadensi moral dan terkikisnya karakter bangsa yang marak di kalangan peserta didik menjadi sebuah reasoning untuk dapat menghadirkan Madrasah/Sekolah Islam Unggulan dan Sistem Pendidikan Nasional belum mampu menunjukkan mutu pendidikan yang signifikan. Wajah baru Lembaga Pendidikan Islam Unggulan tersebut, selain ingin menampilkan lulusan yang unggul di bidang akademik, juga unggul dalam bidang akhlak dan spiritualnya. Seperti Sekolah Islam Terpadu yang banyak tumbuh di tengah masyarakat muslim merupakan sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dengan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum. Dengan pendekatan ini, semua mata pelajaran dan semua kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai dan pesan ajaran islam. Keterpaduan juga berarti keterpaduan metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Contoh Salah satu Sekolah Islam Terpadu adalah SIT Nurul Fikri, Cimanggis-Depok, Sekolah yang menggunakan konsep Full Day School ini telah memberikan out put yang berkualitas melalui lulusan-lulusannya yang diterima di Universitas-universitas negeri tanpa harus kehilangan identitas keislamannya. Adapun madrasah yang mengenalkan dirinya sebagai madrasah unggulan memiliki perbedaan dengan sekolah pada umumnya. Madrasah harus memiliki keunggulan yang layak dibanggakan oleh sekolah dan masyarakat. Dalam hal ini ada dua jenis keunggulan, yaitu:
keunggulan Komparatif berupa sumber daya yang sudah ada dan dimiliki tanpa perlu adanya suatu upaya. Misalkan suatu madrasah dibandingkan dengan madrasah lainnya memiliki fasilitas belajar yang diperoleh melalui bantuan pemerintah, sedangkan sekolah lain belum menerima bantuan tersebut.
Keunggulan Kompetitif, yaitu: keunggulan yang timbul karena ada suatu upaya yang dilakukan untuk mencapainya. Keunggulan kompetitif terkait dengan daya saing suatu produk yang relatif mapan sehingga mampu memasuki pasar tertentu dengan harga dan tingkat kualitas sesuai kebutuhan penggunanya.
Di antara contoh Madrasah Unggulan bisa dilihat pada Madrasah Aliyah Insan Cendikia yang sekarang ada di Serpong, Gorontalo dan Jambi, keseluruhan Madrasah Unggulan tersebut ada di bawah Kementerian Agama yang mana para lululusan MAN Insan Cendekia mampu bersaing dengan sekolah umum dalam memperebutkan kuota masuk ke Universitas-universitas Negeri dan mampu bersaing dalam ajang olimpiade berskala Nasional dan Internasional.
Hal yang membedakan antara madrasah dengan sekolah islam unggulan lainnya ada pada departemen yang menaungi kedua lembaga pendidikan islam tersebut, madrasah berada di bawah Kementerian Agama sedangkan Sekolah Islam Unggulan/terpadu berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perbedaan payung di antara keduanya berpengaruh kepada muatan kurikulum, kurikulum madrasah lebih menitik beratkan kepada program keagamaan dibanding dengan pelajaran umum, begitu juga sebaliknya, sehingga apa yang ada di sekolah islam yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan kebudayaan diperkaya dengan program keagamaan yang ada di madrasah.
Sekolah Nasional Plus dan Sekolah Berstandar Internasional
Model lain dalam sekolah unggulan adalah Sekolah Nasional Plus atau sekolah berstandar Internasional, istilah ini mengacu pada sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum indonesia atau kurikulum lainnya kombinasi dengan kurikulum negara lain atau dari badan akreditasi tertentu. Dalam UU No. 20 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional dicantumkan agar setiap daerah sekurang-kurangnya mempunyai satu rintisan sekolah percontohan yang bertaraf internasional. namun konsep sekolah yang bertaraf internasional tersebut sangat kabur, seharusnya semua sekolah yang berada di wilayah Republik Indonesia berkualitas Internasional, namun kecenderung yang ada sekarang sekolah yang bertaraf internasional cenderung yang berubah menjadi bertarif Internasional. Menurut Dra. Evita Adnan M.Psi ketika seseorang berbicara sekolah nasional berarti berbicara sekolah umum yang memakai kurikulum standar nasional. Dan ketika berbicara tentang nasional Plus atau Berstandar Internasional tentu ada kriteria yang lebih dari sekolah nasional. Nilai Plus dari masing-masing sekolah sangat beragam mulai dari bahasa pengantar, metodologi, fasilitas atau lainnya. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya ketika Standar Nasional Pendidikan telah dipenuhi maka standar mutu pendidikan dapat dilakukan berupa, antara lain: a. Standar mutu yang berbasis kepada keunggulan lokal b. Standar mutu yang mengadopsi atau mengadaptasi standar kurikulum internasional, atau standar mutu lainnya. Pemerintah membuat Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dalam pedoman itu disebutkan bahwa Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan/atau yang lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu di bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum Internasional. Di antara contoh Sekolah National Plus adalah SMA Dwi Warna Parung, Sekolah Pelita Harapan dan yang lainnya. Adapun contoh Sekolah Berstandar Internasional adalah Jakarta International School, Sekolah yang didirikan oleh negara asing di Indonesia.
Sistem seleksi dalam Sekolah Unggulan
Dalam rangka Penerimaan Siswa/i Baru beberapa sekolah unggulan membuat kriteria penerimaan peserta didik, walaupun sistem seleksi yang dilakukan bukanlah jaminan jika sekolah itu bermutu, karena sekolah unggulan menurut Munif Chatib bukanlah the best input tapi the best process, bahwa masing-masing anak memiliki kelebihan dan tidak ada anak yang bodoh. Namun dalam prakteknya sekolah unggulan melakukan beberapa hal untuk menyeleksi peserta didik:
Pertama, Yaitu dimana sekolah menerima dan menyeleksi secara ketat siswa yang masuk dengan kriteria prestasi akademik yang tinggi, meskipun proses belajar dan mengajar tidak terlalu luar biasa bahkan cenderung ortodok, namun dipastikan karena input yang unggul maka output yang dihasilkan juga unggul.
Kedua, Yaitu sekolah yang menawarkan fasilitas yang serba mewah, yang ditebus dengan SPP yang sangat tinggi, otomatis prestasi akademik yang tinggi bukan menjadi acuan input untuk diterima di sekolah ini, namun sekolah ini biasanya mengandalkan beberapa jurus pola pelajar dengan membawa pendekatan teori tertentu sebagai daya tariknya, sehingga output yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang dijanjikan.
Ketiga, yaitu sekolah yang menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah. Menerima dan mampu memproyek siswa yang masuk sekolah tersebut dengan prestasi rendah menjadi lulusan yang bermutu tinggi . Dengan kata lain sekolah unggulan adalah sekolah yang mampu membawa setiap siswa mencapai kemampuannya secara terukur dan mampu ditunjukkan prestasinya sekaligus potensi psikis, etika, moral, religius , emosi, spirit, kreatifitas serta intelegensinya.
Penutup
Berdasarkan Uraian yang telah disampaikan bahwa sekolah unggulan adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan maka masukan (intake atau input) seperti guru, tenaga kepemimpinan,manajemen, layanan pendidikan, sarana pendidikan serta proses pendidikan diarahkan untuk tercapainya tujuan tersebut, disamping itu juga sekolah memberikan kesempatan kepada siswa yang berkemampuan biasa untuk mencapai prestasi maksimal dan sekolah unggulan akan berwujud bila sekolah tidak eksklusif bak menara gading, tetapi tumbuh sebagai bagian dari masyarakat sehingga memiliki kepekaan terhadap nurani masyarakat (a sense of community). Dalam masyarakat setiap individu berhubungan dengan individu lain, dan masing-masing memiliki potensi dan kualitas yang dapat disumbangkan pada sekolah.
Apapun catatan negatif tentang sekolah unggulan namun kepercayaan masyarakat masih tinggi untuk dapat menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang berlabel, walaupun label yang ada belum tentu sesuai dengan aplikasi dan terapan dalam visi dan misinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar