Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

16 Juni 2016

Anotasi Jurnal 4 Antologi UPI Penerapan Probing-Prompting untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di SD

4.    Anotasi Jurnal

Judul      : Penerapan Probing-Prompting untuk Meningkatkan 
                  Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di SD
Penulis                 :  Afrilia Safitri, Solihin Ichas H, Titing Rohayati
Th. Terbit, Hal     :  Agustus 2015, 1 – 8
Nama Jurnal        :  Antologi UPI
Vol. No. Th.        :  3, 2, 2015

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Pendidikan adalah sebuah wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas manusia menjadi manusia ideal. Sejalan dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar proses  belajar dan pembelajaran dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi diri yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Penelitian dilaksanakan berdasarkan permasalahan yang dialami siswa pada proses pembelajaran IPS yaitu proses pembelajaran yang masih dilaksanakan satu arah sehingga pembelajaran menjadi tidak menantang dan membosankan bagi siswa, akibatnya siswa menjadi sukar untuk mengembangkan kemam-puan berpikir kritis yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian dengan menggunakan metode pembe-lajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta meningkatkan hasil belajar siswa.
   Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:
1)   Bagaimana aktivitas berpikir kritis dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan probing-prompting?
2)   Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan probing-prompting?

B. Landasan Teori
   Probing-prompting merupakan proses pembelajaran dengan menyajikan pertanyaan untuk menuntun dan menggali pengetahuan siswa seperti yang diungkapkan oleh Suherman (Miftahul Huda 2013, h. 281) “probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan, sementara prompting adalah mendorong atau menuntun. Pembelajaran probing prompting adalah pembe-lajaran yang berupa menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan pada siswa sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
   Menurut Sudarti (Miftahul Huda 2013, h. 282) terdapat 7 tahapan probing-prompting yaitu 1) Menghadapkan siswa pada situasi batu melalui gambar atau teks yang memiliki perma-salahan, 2) Waktu tunggu, 3) Mengajukan pertanyaan sesuai tujuan pembelajaran, 4) Waktu tunggu, 5) Konfirmasi jawaban, 6) Tanggapan jawaban, dan 7) Mengajukan pertanyaan akhir.
   Dalam penelitian ini indikator kemam-puan berpikir kritis yang dikembangkan berda-sarkan tahapan pengembangan berpikir kritis menurut Arief pada tahun 2004 yaitu a) kemampuan menganalisis dalam menguraikan konsep yang bersifat menyeluruh menjadi komponen-komponen terkecil dan lebih terperinci, b) menyintesis, menghubungkan bagian terkecil susunan baru, c) mengenal dan memecahkan masalah, d) menyimpulkan, dan e) engevaluasi atau menilai (Susanto, 2013, hlm. 129).
   Djahiri (Sapriya dkk, 2006, hlm. 7) mengemukakan “IPS merupakan ilmu pengeta-huan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktif ...”.
   Ditinjau dari tujuan pembelajaran IPS dalam KTSP tahun 2006, IPS memiliki peranan penting dalam pembentukan manusia Indonesia karena pada hakekatnya pembelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan untuk dapat mengem-bangkan berbagai pengetahuan, karakter, dan keterampilan peserta didik.
   Pujiati dan Yuliati (2008, 190) menge-mukakan “masalah sosial terjadi karena ada suatu kondisi atau keadaan yang tidak normal atau tidak semestinya terjadi di masyarakat”.
   Teori belajar yang mendukung terhadap penerapan probing-prompting untuk meningkat-kan kemampuan berpikir kritis adalah teori belajar dari John Dewey, Vygotsky dan David P. Ausubel.

C. Metode Penelitian
   Metode penelitian yang digunakan adalah PTK. Model penelitian yang digunakan adalah model John Elliott, yang terdiri dari 3 siklus yang dalam setiap siklusnya terdiri dari 3 tindakan, yaitu berupa temuan penelitian dan sebab kegagalan dari penelitian yang dilakukan per siklus setelah penelitian dilaksanakan.
   Psrtisipan dan tempat penelitian dilaku-kan di kelas IV SDN Cikancung 3 dengan juml-ah siswa 30 orang, laki-laki 12 orang dan perempuan 18 orang. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah pembelajaran Ips, kemam-puan berpikir kritis dan probing-prompting.
Instrumen penelitian berupa lembar observasi, catatan lapangan, wawancara, tes kemampuan berpikir kritis, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data didapatkan berda-sarkan hasil instrumen penelitian yang diperoleh pada saat penelitian dilaksanakan.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisisi data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan yang kemudian dianalisis dan disajikan secara deskripsi yang berupa uraian. Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil LKS dan tes evaluasi.

D. Hasil Penelitian
   Pada siklus I tindakan 1 siswa mempela-jari masalah kemiskinan, pada siklus I tindakan 2 materi ajar yang dipelajari siswa adalah mengenai masalah kependudukan dan pada tindakan 3 membahas mengenai masalah peni-ngkatan tindak kejahatan. Pada tahap pertama probing-prompting guru menyajikan gambar serta teks bacaan yang mengandung permasa-lahan untuk dianalisis, kemudian guru mem-berikan pertanyaan berdasarkan hasil analisis, dan guru mengajukan pertanyaan yang ketig yaitu kesimpulan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari hasil analisis dan pemecahan masalah. Adapun temuan esensial pada siklus I yaitu siswa kesulitan membedakan penyebab akibat masalah dan menentukan jawaban saat berdiskusi serta membuat kesimpulan. Rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I yaitu 52,22 yang termasuk kedalam kategori rendah.
   Proses pembelajaran pada siklus II tindakan 1 membahas mengenai masalah rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, kemu-dian pada tindakan 2 membahas mengenai masalah tingkat pengangguran yang tinggi serta pada tindakan 3 membahas mengenai masalah tingginya buta huruf di Indonesia. Pada proses pembelajaran siklus II siswa dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang disajikan agar dapat menganalisis masalah sosial yang dipelajari, sehingga dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga siswa dapat membangun pemahamannya sendiri.
Temuan esensial pada siklus II yaitu siswa kesulitan untuk menghubungkan hasil analisis dan pemecahan masalah menjadi kesimpulan. Rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis siklus II yaitu 77,55 dengan kategori sedang. Pada siklus II terjadi peningkatan dari siklus I yang memperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 52, 22.
   Pada siklus III pembelajaran dilaksana-kan dengan mempelajari masalah sosial yang berupa masalah kenakalan remaja, sampah dan pencemaran lingkungan, materi ajar yang dipelajari siswa dikaitkan dengan pengalaman siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan pengalaman yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari.
Temuan esensial pada penelitian ini yaitu siswa mampu menganalisis, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan dengan rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis pada siklus III adalah 86,67 yang berarti mengalami peningkatan dari siklus II yang memperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 77,55 sedangkan pada siklus I memperoleh rata-rata nilai 52,22.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar