Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

16 Juni 2016

Anotasi Jurnal 5 Damianus Journal of Medicine Apakah Jenis Kelamin Berpengaruh Terhadap Jenis Kecerdasan Ganda?

5.    Anotasi Jurnal

Judul        : Apakah Jenis Kelamin Berpengaruh Terhadap Jenis Kecerdasan Ganda?
Penulis                 :  Susanto, Karim; dkk
Th. Terbit, hal      :  Februari 2014: hlm. 18
Nama Jurnal        : Damianus Journal of Medicine
Vol. No. Th.        :  13, 1, 2014
           
A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Sebelum muncul Teori Kecerdasan Ganda oleh Howard Gardner, sekolah menggunakan Intelligence Quatient (IQ) untuk mengukur kecerdasan anak didiknya. Namun, penilaian IQ hanya berkaitan dengan kemampuan seseorang menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dewasa ini, setelah mengenal Teori Kecerdasan Ganda, banyak sekolah sudah memakai teori tersebut sebagai dasar/pedoman untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak didiknya sampai pada titik optimal.1
Gardner pada tahun 1983 menyebutkan terdapat tujuh kecerdasan ganda yang dikenal dengan Teori Kecerdasan Ganda (Theory of Multiple Intelligences), yang terdiri dari kecer-dasan linguistik, logika-matematika, musikal, kinestetik, visual-spasial, interpersonal, dan intrapersonal. Walaupun pada awalnya terdapat 7 jenis kecerdasan, dalam bukunya “Are There Additional Intelligences?” di tahun 1998, ia menambahkan "kecerdasan natural" sebagai jenis kecerdasan kedelapan, serta beberapa ahli juga menambahkan "kecerdasan emosional" atau "kecerdasan spiritual” sebagai jenis kecerdasan kesembilan.
Gardner menyatakan kecerdasan dalam angka positif dan negatif di mana kecerdasan yang bernilai positif artinya lebih mudah untuk dikembangkan, sedangkan yang bernilai negatif lebih sulit dipupuk.4 Mulainya dan berhentinya perkembangan kecerdasan berbeda-beda pada
setiap individu. Kecerdasan meningkat dan berkembang ketika anak tumbuh secara fisik dan meningkatnya umur; kemudian stabil antara usia 10 tahun hingga pubertas.5 Perkembangan kecerdasan berjalan secara paralel dengan perkembangan dan penurunan sistem saraf, sebab kecerdasan merupakan fungsi dari neuron dan neuralgia.5 
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perbedaan jenis  kecerdasan ganda berdasarkan jenis kelamin pada maha-siswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (FKUAJ) angkatan 2008.

B. Landasan Teori
Gardner menyatakan kecerdasan dalam angka positif dan negatif di mana kecerdasan yang bernilai positif artinya lebih mudah untuk dikembangkan, sedangkan yang bernilai negatif lebih sulit dipupuk. 4 Mulainya dan berhentinya perkembangan kecerdasan berbeda-beda pada
setiap individu.
Kecerdasan meningkat dan berkembang ketika anak tumbuh secara fisik dan meningkat-nya umur; kemudian stabil antara usia 10 tahun hingga pubertas. 5 Perkembangan kecerdasan berjalan secara paralel dengan perkembangan dan penurunan sistem saraf, sebab kecerdasan merupakan fungsi dari neuron dan neuralgia. 6.
Kecerdasan bisa juga berarti kemampuan seseorang untuk menggunakan memori, penge-tahuan, pengalaman, pemahaman, penalaran, imajinasi, dan keputusan dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan dengan situasi yang baru.
Adapun penjelasan dari masing-masing jenis kecerdasan tersebut meliputi 6 jenis.
a. Linguistik. Sensitivitas terhadap suara, ritme, dan makna dari kata-kata; kepekaan terhadap fungsi yang berbeda dari bahasa; kecerdasan yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam mengekspresikan gagasan-gagasannya.
b. Logika-Matematika. Sensitivitas terhadap atau kemampuan untuk membedakan pola logis atau numerik/angka-angka; kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
c. Musikal. Kemampuan untuk menghasilkan dan apresiasi ritme, pitch, dan timbre; apresiasi terhadap bentuk ekspresi musik.
d. Kinestetik. Kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah.
e. Visual spasial. Kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.
f. Interpersonal. Kapasitas untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain; kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain.
g. Intrapersonal. Akses pada perasaan diri sendiri dan kemampuan untuk membedakan perasaan guna menimbulkan suatu perilaku pada diri seseorang; pengetahuan mengenai kelebihan, kelemahan, keinginan, dan kecerdasan diri sendiri; kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri.
h. Naturalis. Kecerdasan yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk membedakan fitur-fitur penting dari lingkungan alam atau klasifikasi dari berbagai macam spesies flora dan fauna, termasuk bentuk batuan dan jenis gunung, serta pengetahuan tentang alam.
Gardner juga menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki semua kecerdasan tersebut dengan kadar yang berbeda-beda dan setiap orang memiliki "profil kognitif" yang unik, yaitu:
 a) semua manusia memiliki semua macam kecerdasan dengan tingkat yang berbeda-beda;
b) setiap individu memiliki komposisi kecerdasan yang berbeda-beda;
c)  kecerdasan berbeda berada di area yang berbeda pada otak dan dapat bekerja sendiri atau bersama;
d) dengan menerapkan Teori Kecerdasan Ganda, seseorang dapat mempertajam pendidikan-nya; dan
e) kecerdasan dapat menentukan jenis manusia.

C. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan desain deskriptif potong-lintang dan dilakukan di FKUAJ pada bulan April 2010 sampai dengan November 2011 Responden penelitian adalah mahasiswa FKUAJ angkatan 2008 dengan total populasi 187 mahasiswa. Namun, berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi tersebut, maka jumlah responden pada penelitian ini adalah 174 orang. Hasil penelitian pada 174 responden diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 21tahun (77%) dan berjenis kelamin perempuan (60,9%). Kecerdasan ganda yang umum dimiliki responden adalah kecerdasan musikal (35,6%). (Tabel 1)
Pada responden laki-laki, jenis kecerdasan yang paling banyak ditemukan, yaitu kecerdasan kinestetik (29,4%), kecerdasan musikal (25,0%), dan kecerdasan logika-matematika (14,7%); sedangkan pada responden perempuan diketahui jenis kecerdasan yang paling banyak ditemukan adalah kecerdasan musikal (39,6%), kecerdasan interpersonal (17,0%), dan kecerdasan logikamatematika (13,2%). (Tabel 2, Gambar 1, dan Gambar 2)
Pada tabel 2 juga terlihat bahwa responden laki-laki memiliki kecerdasan kinestetik lebih dominan dibandingkan responden perempuan (29,4% vs 3,8%); sedangkan pada responden perempuan memiliki kecerdasanan musikal lebih dominan dibandingkan responden laki-laki (39,6% vs 25,0%) (p < 0,0001)

D. Hasil Penelitian
Pada mahasiswa FKUAJ angkatan 2008 diketahui kecerdasan musikal (35,6%) paling banyak ditemukan, kemudian diikuti dengan kecerdasan interpersonal (15,5%) dan logika-matematika (13,8%). Hasil temuan kami ini cukup mengejutkan karena lebih dari 35% mahasiswa FKUAJ justru memiliki kecerdasan dominan musikal, karena diharapkan jenis kecerdasan ganda dominan pada tenaga medis (seperti dokter, perawat, terapis, dan pekerja sosial) adalah interpersonal, sehingga mereka mampu menggunakan empatinya untuk menolong orang lain serta menyelesaikan masalah.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Bahasa Asing Universitas Erciyes usia 18-22 tahun yang menemukan sebagian besar responden memiliki kecerdasan logika-matematika, spasial, dan kinestetik; sedangkan kecerdasan musikal adalah yang terendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik dominan pada responden laki-laki, sedangkan kecerdasan musikal dominan pada responden perempuan. Hasil tersebut senada dengan yang dilakukan Gogebakan pada murid tingkat 1, 3, dan 8, yang mana kecerdasan dominan pada mahasiswa laki-laki adalah logikamatematika dan kinestetik, sedangkan pada perempuan didominasi oleh jenis kecerdasan musikal.8 Namun, berbeda dengan penelitian Saricaoglu et al. yang menemukan kecerdasan intrapersonal, linguistik, logika-matematika, dan musikal lebih banyak pada responden perempuan dibandingkan laki-laki, perbedaan yang signifikan antara responden laki-laki dan perempuan hanya kecerdasan linguistik (p< 0,02).
Sebagian besar penelitian lain juga menunjukkan bahwa pada laki-laki memiliki kecerdasan dominan logika matematika, visual-spasial, dan kinestetik; sedangkan pada perempuan memiliki kecerdasan dominan inter-personal, musikal, dan linguistik.9,10 Perbedaan jenis kecerdasan dominan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini bukan secara biologis, melainkan secara sosial. Asal-usul perbedaan ini terjadi akibat peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui kemungkinan faktor lain yang dapat memengaruhi kecerdasan ganda dominan pada seseorang. Beberapa faktor sosial yang mungkin memengaruhi, yaitu peran gender, konsep diri, pengaruh luar, pendidikan, dan kepribadian.
Saricaoglu et al. juga melakukan peneli-tian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan orang tua, namun tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dan jenis kecerdasan dominan 3,10. Namun, penelitian yang dilakukan Kumojoyo menunjukkan pola asuh orang tua berhubungan signifikan terhadap kecerdasan ganda linguistik, logika matematika, intrapersonal, dan naturalis.
Adanya penelitian ini, khususnya bagi mahasiswa FKUAJ angkatan 2008, dapat menjadi masukan bagi mereka untuk mening-katkan jenis kecerdasan interpersonal mereka, sehingga ketika sudah berprofesi sebagai dokter, mereka dapat memahami kondisi pasien.
Keterbatasan penelitian adalah penelitian hanya dilakukan pada mahasiswa FKUAJ angkatan 2008, sehingga tidak dapat mewakili populasi. Pentingnya penelitian adalah menghi-langkan anggapan bahwa laki-laki lebih cerdas dibandingkan perempuan yang banyak didapat dari tes IQ; namun, dengan menggunakan tes kecerdasan ganda ini dapat diketahui perbedaan jenis kecerdasan ganda yang dimiliki pada laki-laki dan perempuan, sehingga ke depannya perempuan bisa lebih dihargai dalam hal apapun.

Anotasi Jurnal 4 Antologi UPI Penerapan Probing-Prompting untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di SD

4.    Anotasi Jurnal

Judul      : Penerapan Probing-Prompting untuk Meningkatkan 
                  Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di SD
Penulis                 :  Afrilia Safitri, Solihin Ichas H, Titing Rohayati
Th. Terbit, Hal     :  Agustus 2015, 1 – 8
Nama Jurnal        :  Antologi UPI
Vol. No. Th.        :  3, 2, 2015

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Pendidikan adalah sebuah wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas manusia menjadi manusia ideal. Sejalan dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar proses  belajar dan pembelajaran dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi diri yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Penelitian dilaksanakan berdasarkan permasalahan yang dialami siswa pada proses pembelajaran IPS yaitu proses pembelajaran yang masih dilaksanakan satu arah sehingga pembelajaran menjadi tidak menantang dan membosankan bagi siswa, akibatnya siswa menjadi sukar untuk mengembangkan kemam-puan berpikir kritis yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian dengan menggunakan metode pembe-lajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta meningkatkan hasil belajar siswa.
   Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:
1)   Bagaimana aktivitas berpikir kritis dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan probing-prompting?
2)   Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan probing-prompting?

B. Landasan Teori
   Probing-prompting merupakan proses pembelajaran dengan menyajikan pertanyaan untuk menuntun dan menggali pengetahuan siswa seperti yang diungkapkan oleh Suherman (Miftahul Huda 2013, h. 281) “probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan, sementara prompting adalah mendorong atau menuntun. Pembelajaran probing prompting adalah pembe-lajaran yang berupa menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan pada siswa sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
   Menurut Sudarti (Miftahul Huda 2013, h. 282) terdapat 7 tahapan probing-prompting yaitu 1) Menghadapkan siswa pada situasi batu melalui gambar atau teks yang memiliki perma-salahan, 2) Waktu tunggu, 3) Mengajukan pertanyaan sesuai tujuan pembelajaran, 4) Waktu tunggu, 5) Konfirmasi jawaban, 6) Tanggapan jawaban, dan 7) Mengajukan pertanyaan akhir.
   Dalam penelitian ini indikator kemam-puan berpikir kritis yang dikembangkan berda-sarkan tahapan pengembangan berpikir kritis menurut Arief pada tahun 2004 yaitu a) kemampuan menganalisis dalam menguraikan konsep yang bersifat menyeluruh menjadi komponen-komponen terkecil dan lebih terperinci, b) menyintesis, menghubungkan bagian terkecil susunan baru, c) mengenal dan memecahkan masalah, d) menyimpulkan, dan e) engevaluasi atau menilai (Susanto, 2013, hlm. 129).
   Djahiri (Sapriya dkk, 2006, hlm. 7) mengemukakan “IPS merupakan ilmu pengeta-huan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktif ...”.
   Ditinjau dari tujuan pembelajaran IPS dalam KTSP tahun 2006, IPS memiliki peranan penting dalam pembentukan manusia Indonesia karena pada hakekatnya pembelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan untuk dapat mengem-bangkan berbagai pengetahuan, karakter, dan keterampilan peserta didik.
   Pujiati dan Yuliati (2008, 190) menge-mukakan “masalah sosial terjadi karena ada suatu kondisi atau keadaan yang tidak normal atau tidak semestinya terjadi di masyarakat”.
   Teori belajar yang mendukung terhadap penerapan probing-prompting untuk meningkat-kan kemampuan berpikir kritis adalah teori belajar dari John Dewey, Vygotsky dan David P. Ausubel.

C. Metode Penelitian
   Metode penelitian yang digunakan adalah PTK. Model penelitian yang digunakan adalah model John Elliott, yang terdiri dari 3 siklus yang dalam setiap siklusnya terdiri dari 3 tindakan, yaitu berupa temuan penelitian dan sebab kegagalan dari penelitian yang dilakukan per siklus setelah penelitian dilaksanakan.
   Psrtisipan dan tempat penelitian dilaku-kan di kelas IV SDN Cikancung 3 dengan juml-ah siswa 30 orang, laki-laki 12 orang dan perempuan 18 orang. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah pembelajaran Ips, kemam-puan berpikir kritis dan probing-prompting.
Instrumen penelitian berupa lembar observasi, catatan lapangan, wawancara, tes kemampuan berpikir kritis, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data didapatkan berda-sarkan hasil instrumen penelitian yang diperoleh pada saat penelitian dilaksanakan.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisisi data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan yang kemudian dianalisis dan disajikan secara deskripsi yang berupa uraian. Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil LKS dan tes evaluasi.

D. Hasil Penelitian
   Pada siklus I tindakan 1 siswa mempela-jari masalah kemiskinan, pada siklus I tindakan 2 materi ajar yang dipelajari siswa adalah mengenai masalah kependudukan dan pada tindakan 3 membahas mengenai masalah peni-ngkatan tindak kejahatan. Pada tahap pertama probing-prompting guru menyajikan gambar serta teks bacaan yang mengandung permasa-lahan untuk dianalisis, kemudian guru mem-berikan pertanyaan berdasarkan hasil analisis, dan guru mengajukan pertanyaan yang ketig yaitu kesimpulan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari hasil analisis dan pemecahan masalah. Adapun temuan esensial pada siklus I yaitu siswa kesulitan membedakan penyebab akibat masalah dan menentukan jawaban saat berdiskusi serta membuat kesimpulan. Rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I yaitu 52,22 yang termasuk kedalam kategori rendah.
   Proses pembelajaran pada siklus II tindakan 1 membahas mengenai masalah rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, kemu-dian pada tindakan 2 membahas mengenai masalah tingkat pengangguran yang tinggi serta pada tindakan 3 membahas mengenai masalah tingginya buta huruf di Indonesia. Pada proses pembelajaran siklus II siswa dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang disajikan agar dapat menganalisis masalah sosial yang dipelajari, sehingga dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga siswa dapat membangun pemahamannya sendiri.
Temuan esensial pada siklus II yaitu siswa kesulitan untuk menghubungkan hasil analisis dan pemecahan masalah menjadi kesimpulan. Rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis siklus II yaitu 77,55 dengan kategori sedang. Pada siklus II terjadi peningkatan dari siklus I yang memperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 52, 22.
   Pada siklus III pembelajaran dilaksana-kan dengan mempelajari masalah sosial yang berupa masalah kenakalan remaja, sampah dan pencemaran lingkungan, materi ajar yang dipelajari siswa dikaitkan dengan pengalaman siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan pengalaman yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari.
Temuan esensial pada penelitian ini yaitu siswa mampu menganalisis, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan dengan rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis pada siklus III adalah 86,67 yang berarti mengalami peningkatan dari siklus II yang memperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 77,55 sedangkan pada siklus I memperoleh rata-rata nilai 52,22.

Anotasi Jurnal 3 Berkala Fisika Indonesia Penerapan Kecerdasan Majemuk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik di SMAN 2 Magelang, Jawa Tengah

3.    Anotasi Jurnal

Judul     :  Penerapan Kecerdasan Majemuk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik di SMAN 2 Magelang, Jawa Tengah
Penulis            :  Setyowati, Meinani Dwi; Achmad A. Hinduan
Th. Terbit, hal : Januari 2009 ,27-31
Nama jurnal    : Berkala Fisika Indonesia
Vol. No. Th.    : 1, 2; 2009

A.  Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Campbell (1990) dalam penelitian tindakan kelas yang berdasarkan kecerdasan ganda, dan dilaksanakan selama tahun ajaran 1989/1990 pada tiga kelas siswa tingkat dasar dengan tujuh pusat belajar di Marysville, Amerika Serikat, menunjukkan adanya peningkatan keterampilan, sikap dan perilaku belajar siswa. Siswa belajar dengan membaca, menulis, komputer, memecahkan masalah, bergerak ,bernyanyi dan bermusik, serta melalui beragam bentuk seni. Dalam studi kasus yang dilaksanakan oleh Ali (1998:1-3) dijelaskan adanya hubungan antara gaya penulisan dengan teori kecerdasan ganda, sehingga didapat strategi yang tepat dalam proses penulisan untuk siswa dari berbagai macam latar belakang dan dari berbagai macam kemampuan.
Chan (2000) dalam penelitian tentang belajar dan mengajar dalam pandangan teori kecerdasan ganda: implikasi dari reformasi kurikulum di Honghong menyatakan bahwa penerapan teori kecerdasan ganda dalam proses pembelajaran, kurikulum Hongkong dan penilaian dapat meningkatkan pemahaman, kinerja dan prestasi belajar peserta didik.
Penerapan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik di Sekolah Menengah Atas didasarkan pada pemikiran untuk memenuhi tiga visi yaitu: (1) mencocokkan pembelajaran dengan cara belajar peserta didik, (2) mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan membangun seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki semaksimal mungkin, dan (3) menghargai keragaman.
rumusan masalah sebagai berikut : (1) apakah dengan metode explicit instruction atau EI, peserta didik matematis-logis dapat memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan peserta didik verbal-linguistik dan kinestetik- badani (2) apakah dengan metode cooperative integrated reading and composition atau CIRC peserta didik verbal-linguistik dapat memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi, dibandingkan dengan peserta didik matematis-logis dan kinestetik- badani, dan (3) apakah dengan metode student facilitator and explaining atau SFE peserta didik kinestetik- badani dapat memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik matematis-logis dan verbal-linguistik.

B. Landasan Teori
Menurut Gardner (2003:23-25) kecerdasan seseorang mempunyai sembilan aspek yang disebut dengan istilah kecerdasan majemuk. Kesembilan aspek itu adalah kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan kinestetik badani, kecerdasan spasial (ruang-tempat), kecer-dasan bermusik, kecerdasan interpersonal, kecer-dasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.
Explicit Instruction (EI) atau pembelajaran langsung yaitu pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan tentang pengetahuan prosedural dan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah, yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, (2) mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan, (3) membimbing pelatihan, (4) mengecek pemaha-man dan memberikan umpan balik, (5) memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan (Depdiknas, 2007:215).
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah sebuah metode yang memadukan antara keterampilan terpadu membaca dan menulis untuk memahami materi. Pada metode ini pendidik melakukan rangkaian tahapan sebagai berikut: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang, (2) memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran, (3) peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana, (4) mempresentasikan dan membacakan hasil kelompok, dan (5) membuat kesimpulan bersama.Peserta didik bekerja dalam tim untuk menyelidiki bahan, mene-mukan informasi, memecahkan masalah, mendis-kusikan buku, menulis cerita, menyelesaikan proyek-proyek dan mengajar satu sama lain. Metode ini dimungkinkan dapat efektif dan efisien dalam meningkatkan hasil belajar pada peserta didik verbal-linguistik yang memiliki kelebihan kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis (Depdiknas,2007: 216).
Student Facilitator and Explaining (SFE) adalah metode yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk mempresentasikan ide atau gagasan dan pendapat pada peserta didik lainnya. Pada metode ini pendidik melakukan rangkaian tahapan sebagai berikut: (1) pendidik menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (2) pendidik mendemonstrasikan dan menyajikan materi, (3) memberikan kesempatan peserta didik untuk menjelaskan kepada peserta didik lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep, (4) pendidik menyimpulkan ide atau pendapat dari peserta didik, dan (5) pendidik menerangkan semua materi yang disajikan saat itu (Depdiknas, 2007:214).

C. Metode Penelitian
Metode pembelajaran dalam penelitian ini disampaikan dalam tiga bentuk yaitu model explicit instruction (EI), cooperative integrated reading and composition (CIRC) dan student facilitator and explaining (SFE).Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen yaitu penelitian yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Wiriaatmadja, 2008:194).
Intrumen penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : (1) menyusun kisi-kisi, (2) analisis butir soal dengan menguji validitas dan reliabilitas.Materi yang diberikan meliputi suhu, kalor, optik dan listrik dinamis yang merupakan materi fisika semester genap untuk kelas X Sekolah Menengah Atas. Teknik analisis data terbagi menjadi dua yaitu uji peryaratan analisis yang meliputi uji linearitas,uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas (Sudarmanto, 2005:124), serta selanjutnya pengujian hipotesis.
Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, berikut uji F untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap hasil belajar fisika, dilanjutkan dengan uji beda rata-rata untuk mengetahui hasil belajar fisika mana yang lebih tinggi. Semua pengujian dalam penelitian ini dilakukan pada taraf signifikansi (α) = 5 %. Perhitungan dalam analisis diatas menggunakan SPSS versi 15.0 dan MS Excel 2003.

D. Hasil Penelitian
Pada pengujian persyaratan analisis, hasil perhitungan normalitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, karena nilai asymp. Sign-nya lebih besar daripada 0,05, tidak menunjukkan adanya multikolinearitas, tidak terdapat adanya gejala heteroskedastisitas dan tidak terjadi autokorelasi.
Hipotesis dalam penelitian ini dibuktikan dengan menggunakan uji beda rata-rata dan hasil pengujian menunjukkan bahwa: (1) peserta didik matematis-logis bila diajar dengan metode EI memperoleh hasil yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan verbal-linguistik, namun tidak signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil peserta didik kinestetik-badani, (2) peserta didik verbal-linguistik bila diajar dengan metode CIRC memperoleh hasil yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil peserta didik matematis-logis dan kinestetik-badani, (3) peserta didik kinestetik-badani dengan metode SFE memperoleh hasil tidak signifikan lebih tinggi dibanding dengan hasil peserta didik matematis-logis dan verbal-linguistik.
Pada hasil regresi linear berganda, diketa-hui bahwa ketiga metode tersebut secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar berdasarkan nilai uji F sebesar 25,832 dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 pada peserta didik matematis-logis, nilai uji F sebesar 4,566 dengan nilai signifikansi sebesar 0,10 pada peserta didik verbal-linguistik dan nilai uji F sebesar 7,338 dengan nilai signifi-kansi sebesar 0,009 pada peserta d Pada deskripsi data telah diungkapkan bahwa rata-rata nilai untuk metode EI pada peserta didik matematis-logis lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik verbal-linguistik , dan pada uji beda rata-rata diperoleh hasil yang signifikan.
Sedangkan pada peserta didik matematis-logis dan peserta didik kinestetik-badani tidak ada perbedaan secara signifikan walaupun rerata untuk peserta didik matematis-logis sedikit lebih besar dari pada peserta didik kinestetik-badani. Artinya secara umum metode EI tidak signifikan berbeda untuk ketiga kelompok kecerdasan. Perbedaan ini ada kemungkinan disebabkan oleh kesalahan klasifikasi kecerdasan yang digunakan dimung-kinkan belum sepenuhnya mengukur secara tepat pada masing-masing kelompok dan pada alat uji kompetensi yang dimungkinkan masih ada kesalahan.
Diduga pula metode pembe-lajaran yang digunakan untuk masing-masing kelompok dapat digunakan secara bersama-sama dengan kelompok kecerdasan yang lain. Dimungkinkan kecerdasan intrapersonal dipe-ngaruhi oleh kecerdasan lain, seperti verbal linguistik dan matematis logis (Gardner, 2003:72).
Pada metode CIRC hasil belajar peserta didik verbal- linguistik lebih tinggi daripada peserta didik matematis – logis dan kinestetik-badani. Baik pada perhitungan nilai rata-rata maupun pada uji beda rata-rata, sehingga dapat diartikan bahwa metode CIRC lebih sesuai untuk peserta didik dengan kecerdasan verbal-linguistik. Pada metode SFE, hasil belajar peserta didik kinestetik-badani tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan hasil peserta didik verbal-linguistik dan matematis-logis. Demikian juga hasil belajar peserta didik verbal-linguistik tidak berbeda secara signifikan dibandingkan hasil belajar peserta didik matematis-logis. Hal ini dapat diartikan bahwa metode SFE tidak menunjukkan perbedaan apabila diterapkan pada ketiga peserta didik tersebut.

Anotasi Jurnal 2 Jurnal Tematik, Diksas Peningkatan Keterampilan Ber-pikir Kritis dan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas IV SD Negeri 106816 Marindal II Kecamatan Patumbak

2. Anotasi Jurnal

Judul               : Peningkatan Keterampilan Ber-pikir Kritis dan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas IV SD Negeri 106816 Marindal II Kecamatan Patumbak
Penulis            :  Syahril Sitorus
Th.Terbit, hal :  Desember 2013, 1 – 15
Nama Jurnal    :  Jurnal Tematik, Diksas
Vol. No. Th.    :  003, 12, 2013

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Dalam dunia pendidikan proses pembe-lajaran siswa kurang di dorong untuk mengem-bangkan keterampilan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami indormasi yang diingat itu dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya siswa hanya pintar secara teoritis tetapi miskin aplikasi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembela-jaran di Sekolah Dasar terutama sekali dalam mata pelajaran IPS.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1)    Apakah penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 106816 Marindal II Kecamatan Patumbak pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial?
2)    Apakah penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 106816 Marindal Kecamatan Patumbak pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial?
B. Landasan Teori
Menurut Wilson (Trowbridge, 1990) model inkuiri adalah sebuah proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan tingkah laku. Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce dan Bruce, 1992). Senada dengan hal tersebut Cleaf (1991) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses.        
Karakteristik keberhasilan penggunaan model inkuiri, yaitu meningkatkan skor tes akademik, meningkatkan kontak psico-akademis pembelajaran, memperkuat keyakinan diri, meningkatkan sikap positif dalam belajar, mengkodisikan siswa menjadi discover dan adventure pengetahuan, meningkatkan self-consept dan self-esteem, meningkatkan kemampuan dan strategi bernalar kritis, serta meningkatkan sikap dan perilaku positif terhadap mata pelajaran selama berlangsungnya pembelajaran.

C. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 106816 Marindal IinKecamatan Patumbak, Medan. Tahapan dalam penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu persiapan, penjajakan di lapangan, penerapan model pembelajaran melalui inkuiri dengan Penelitian Tindakan Kelas, analisis data penelitian dan laporan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data antara lain: (1) Tes, (2) Obervasi, (3) Wawancara, dan (4) Angket respon siswa
Teknik penelitian ini menggunakan teknik kualitatif yang digunakan untuk menganalisis data-data non tes, yaitu data observasi, data angket dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa skor-skor yang diperoleh siswa pada pretes dan postes. Untuk menganalisis data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) menentukan skor rata-rata dan standar deviasi pada tes awal dan tes akhir, untuk data berpikir kritis dan hasil belajar pada kelompok kelas eksperimen maupun kelompok kelas kontrol, 2) uji normalitas, 3) uji homogenitas, 4) uji perbe-daan dua rata-rata, dan 5) menghitung persen-tase hasil angket respon siswa.
Untuk membuktikan tingkat validitas dan reliabilitas baik itu pengolahan, pengujian instrumen, maupun analisis data menggunakan alat ukur bantu yaitu program SPSS.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Efektivitas Penerapan Pendekatan Inkuiri dalam Peningkatan Kemampuan Kete-rampilan Berpikir Kritis Siswa
Berdasarkan hasil hasil analisis secara keseluruhan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa dalam berpikir kritis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dengan siswa yang mempe-roleh pembelajaran secara konvensional, diperoleh hasil bahwa pada siklus 2 lebih baik daripada siklus 1 atau pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terjadi peningkatan yang lebih baik pada kemampuan berpikir kritis daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Adapu besarnya skor pada siklus 2 secara rerata 0,36 (36%) da hasil peningkatan ini tergolong sedang, dan skor pada siklus 1 sebesar 0,195 (19,5%) dan hasil peningkatan ini tergolong baik.

4.2. Efektivitas Penerapan Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis terhadap gain (gain ternomalisasi secara keseluruhan, untuk melihat hasil belajar antara siswa yang mempe-roleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional, diperoleh  hasil bahwa gain siklus 1 lebih baik daripada siklus 2 atau pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terjadi peningkatan hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Adapun besarnya gain pada siklus 1 secara rerata 0,38 (38%), yang berarti hasil ini tergolong sedang. Sedangkan gain pada siklus 2 sebesar 0,18 (18%), yang berarti hasil ini tergolong rendah.

4.3. Observasi terhadap Penerapan Pembela-jaran dengan Pendekatan Inkuiri
Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penerapan pembe-lajaran dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan mampu mengembangkan beberapa aspek kemampuan seperti kemampuan menge-lola pembelajaran yang dilakukan guru maupun menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran.
   Siswa yang melakukan kerja kelompok dan memecahkan masalah secara mandiri dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran dapat mendorong berkembangnya keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar. Penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri juga sangat berperan dalam menumbuhkan suasana belajar yang interaktif dan komunikatif antara sesama siswa. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dimana siswa sangat antusias dan memiliki semangat tinggi dalam memecahkan masalah yang diberikan.

4.4. Tanggapan Gru dan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
a. Tanggapan Guru
Respon guru yang diungkapkan melalui observasi di lapangan, diperoleh temuan pembe-lajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri lebih efektif dalam mencapai tujuan pembe-lajaran yang optimal. Guru berpendapat dengan pembelajaran dengan pendekatan imkuiri siswa lebih aktif dalam mencari sumber informasi mengenai materi yang dipelajari, guru hanyalah sebagai fasilitator semata.

b. Tanggapan Siswa
Tanggapan atau respon dari para siswa secara spontan terhadap pembelajaran IPS memiliki sikap yang positif. Hal ini tidak menggambarkan bahwa pembelajaran Ips tidak menarik bagi siswa. Demikian juga sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa memberikan respon yang positif. Hal ini karena siswa memandang, bahwa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri sangat bermanfaat bagi mereka untuk meningkatkan prestasi belajarnya, banyak faktor yang menyebabkan siswa memberi respon positif terhadap diberikannya perlakuan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, seperti terlihat pada hasil angket skala sikap yang peneliti berikan pada siswa kelas eksperimen.

Anotasi Jurnal 1 Economic Education Analysis Journal Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru dan Disiplin Belajar Melalui Motivasi Belajar Sebagai Variabel Intervening Terhadap Prestasi Belajar

1.    Anotasi Jurnal


1
Judul      : Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru dan Disiplin Belajar Melalui Motivasi Belajar Sebagai Variabel Intervening Terhadap Prestasi Belajar
Penulis            : Arif Nur Prasetyo, Kusumantoro
Th. Terbit, hal : 2015, 10
Nama Jurnal    : Economic Education Analysis Journal
Vol. No. Th.    : 11, 03, 2015

A.  Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Pengaruh   kompetensi   pedagogi guru dan disiplin belajar siswa terhadap prestasi belajar tentunya tidak lepas dari motivasi belajar siswa itu sendiri. Motivasi belajar dapat memberikan dorongan kepada siswa untuk menyegerakan usahanya dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Rifai dan Anni (2010:160) memaparkan apabila terdapat dua siswa yang memiliki kemampuan sama dan memberikan peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai tujuan, siswa yang termotivasi akan memberikan hasil yang lebih baik daripada siswa yang tidak termotivasi. Pendapat tersebut dikuatkan  dengan  penelitiayang  telah dilakukan   oleh   Khafi (2008 menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar akuntansi.
Prestasi  belajar  dipengaruhi faktor  yang berasal dari  dalam diri  siswa maupun berasal dari luar diri, sehingga siswa perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan hasil belajar. Untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi diperlukan suatu input yang efektif. oleh karena itu peneliti bermaksud mengetahui pengaruh kompetensi pedagogik guru,  disiplibelajar, dan  motivasi belajar belajar terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Salatiga.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh kompetensi pedagogik guru dan disiplin belajar melalui motivasi belajar sebagai variabel intervening terhadap prestasi belajar Kewirausahaan siswa kelas X Tata Niaga SMK N 1 Salatiga.

B.  Landasan Teori
Tujuan institusional adalah tujuan yang akan dipakai menurut jenis dan tingkat sekolah dan tingkat sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing (Purwanto, 2003:41). Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan (Syah 2008:89).
Usaha   untuk   mencapai  suatu   prestasi belajar yang optimal dari proses pembelajaran seorang siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hal ini selaras dengan kesimpulan dari Purwanto (2006) dalam Mediawati (2010:135 menyimpulka sebaga berikut Hasil belajar  dilatarbelakangi  oleh  beberapa  faktor yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi  dua  bagian,  yaitu  faktor  yang bersumber dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang bersumber dari luar diri siswa (faktor eksternal).

C.  Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah sesluruh siswa kelas X Tata Niaga SMK N 1 Salatiga tahun ajaran 2013/2014 yang sejumlah 75  siswa.  Suharsimi  (2006:134)  menyatakan bahwa  “apabila  subjek  penelitian  kurang  dari 100lebih  baik  diambil  semua  sehingga penelitian   merupakan penelitian populasi, jika jumlah  subjeknya  besar  dapat  diambil  antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Pembagian sample menggunakan teknik total sampel, dengan demikian seluruh populasi dijadikan subjek penelitian yaitu75 siswa. Prestasi merupakan variabel terikat, kompe-tensi pedagogik serta disiplin belajar merupakan variabel bebas,  dan motivasi belajar merupakan variabel  intervening. Teknik  pengumpulan data menggunakan angket dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah  analisis  deskriptif  dan  statistik inferensial.

D.  Hasil Penelitian
Hayang menyatakan bahwa ada pengaruh kompetensi pedagogik dan disiplin belajar  secara  bersama-sama terhadap  prestasi belajar Kewirausahaan siswa kelas X Tata Niaga SMK  N  1  Salatiga  diterima  dan  signifikan sebesar 92%. Jadi, berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa Dengan kompetensi pedagogik yang baik akan memberikan siswa kenyamanan dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping faktor  kompetensi pedagogik sikap disiplibelajar dari  siswa  yang  masih  rendah menyebabkan prestasi belajar kewirausahaan rendah juga. Pengaruh Kompetensi Pedagogik    terhadap Prestasi Belajar Hayang menyatakan bahwa ada pengaruh kompetensi pedagogik terhadap prestasi belajar Kewirausahaan siswa kelas X Tata Niaga SMK N 1 Salatiga diterima dan signifikan sebesar 53%. Itu artinya semakin baik kemampuan kompetensi pedagogik guru maka siswa tersebut semakin memiliki prestasi belajar yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan Septian Akbar Maryanto (2013) menunjukan bahwa ada pengaruh positif kompetensi pedagogik terhadap prestasi belajar
Ha3 yang menyatakan bahwa ada pengaruh kompetensi pedagogik terhadap prestasi belajar Kewirausahaan siswa kelas X Tata Niaga SMK N 1 Salatiga diterima dan signifikan  sebesar  31%.  Itu  artinya  semakin siswa memiliki disiplin belajar yang tinggi maka siswa tersebut juga akan mendapatkan prestasi belajar yang tinggi pula. Hasil penelitian yang dilakukan Ana Rowiyah (2012) dan Partono (2004) menunjukan bahwa ada pengaruh positif kompetensi disiplin belajar terhdap prestasi belajar.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disim-pulkan bahwa kompetensi pedagogik dan disiplin belajar melalui motivasi belajar sebagai variabel intervening terhadap prestasi belajar Kewirausahaan  siswa kelas X Tata Niaga SMK N 1 Salatiga.. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan, antara lain: hendaknya siswa dapat meningkatkan kerja keras dan ketekunan agar dapat mencapai prestasi belajar kewira-usahaan yang tinggi.