Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

05 Januari 2016

Strategi Pembinaan Percaya Diri Siswa Melalui Literasi Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Pembelajaran pada SMP


 
BAB I

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan idealnya menyelenggarakan pendidikan dan bimbingan kepada peserta didik seimbang antara perkembangan fisik dan psikis mereka yang mengarah kepada pembentukan karakter anak bangsa yang baik. Meskipun pembinaan karakter siswa juga dipengaruhi oleh keluaga dan lingkungan masyarakat, karena anak yang dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan bermasalah, maka anak tersebut akan mengalami banyak kesulitan dimasa depan.[1] Dalam tesis ini penekanannya lebih pada peran guru di sekolah karena di samping orang tua dengan pengaruh pola asuh, guru juga memegang peran penting dalam pembinaan karakter siswa khususnya pembinaan percaya diri dalam pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai orang tua kedua siswa dan juga sebagai pendidik jiwa dan raga mereka.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang bersifat vital, human, dan sosial dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tersebut harus terpenuhi dengan baik agar tidak terjadi ketegangan batin.[2] Menurut Partowisastro “Kebutuhan yang harus dipenuhi, antara lain; Pertama kebutuhan fisik berupa makan, minum, tidur dan kesehatan. Kedua kebutuhan rasa aman bebas ancaman. Ketiga kasih sayang. Keempat percaya diri berhubungan dengan harga diri dan percaya akan diri sendiri (self-respect dan self-esteem).[3]
Menurut penulis semua kebutuhan di atas harus terpenuhi dengan baik, namun yang paling penting harus terpenuhi kebutuhan setelah fisik adalah manusia harus memenuhi kebutuhan percaya diri yang matang terrefleksikan pada pengenalan diri sendiri yang akan mampengaruhi pada harga diri, harga percaya diri dan harga percaya kepada  orang lain. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan percaya diri haruslah dapat terpenuhi dengan baik, jika pemenuhan kebuthan percaya diri berkembang seimbang dengan perkembangan fisik anak, maka sang anak tidak lagi merasa terhambat hidupnya dengan kelaparan, rasa ketakutan, kurang kasih sayang, rasa kurang pengakuan dan penerimaan dirinya oleh keluarga, sekolah dan masyarakatnya.
Kebutuhan percaya diri merupakan kebutuhan primer bagi manusia yang sangat mempengaruhi seluruh kebutuhan dan perkembangan lainnya dalam kehidupan. Anak yang memiliki percaya diri yang baik, berarti ia telah siap untuk menghadapi dinamika kehidupan. Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri, tidak menutup-nutupi kelemahan diri, dan berfikir realistis akan mengantarkan sianak menjadi sosok manusia yang akan berkembang dengan baik menuju dewasa.
Namun pada kenyataannya tidak semua siswa memiliki tingkat percaya diri yang baik yang desebabkan oleh berbagai faktor antara lain; anak mengalami konflik keluarga, ekonomi lemah, ketelantaran kasih sayang, tantangan hidup yang meresahkan, pola ngajar satu arah dan penetapan tugas serta standar kemampun oleh guru di luar kesanggupan siswanya. Hal ini semua akan membuat siswa mengalami krisis percaya diri. Sangat berbahaya dan berdampak buruk terhadap siswa usia remaja.[4]
Masa remaja merupakan masa yang rawan dan rentan bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa. Pada masa usia remaja siswa mengalami berbagai perubahan baik secara fisik, sosial maupun mental. Seiring tuntutan lingkungan terhadap dirinya juga semakin berat. Hal ini akan membuat siswa mengalami krisis identitas akibat dari kurangnya pengenalan dan pemahaman remaja terhadap diri mereka sendiri. Akibat dari siswa kurang cermat menilai diri dan kemampuannya akhirnya menimbulkan perasaan kurang percaya diri.[5]
Gejala emosional seperti rendah diri sangat berbahaya jika di biarkan, karena kegagalan dalam faktor ini bisa mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri. Pada dasarnya kebahagiaan dan kesuksesan hanya diperoleh oleh orang-orang yang percaya diri. Dalam kaitannya dengan pendidikan, sejumlah peneliti telah menemukan bahwa rasa percaya diri sangat berpengaruh pada hasil belajar seseorang. Sebagai contoh adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Santrock, ia menemukan “adanya hubungan yang kuat antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar siswa. Kepribadian yang dimiliki siswa ikut berperan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Peran pembina atau pembimbing yang bersikap positif, memiliki kaitan dengaan pembentukan kepercayaan diri”.[6]
Menurut penulis perilaku siswa percaya diri tampak dilihat dari perilakunya mampu bekerja secara efektif, melaksanakan tugas-tugas dengan baik, bertanggung jawab, tidak tergantung pada orang lain, optimis dan toleran, perilaku inilah yang mendorong siswa dapat menguasai literasi Ilmu Pengetahuan Sosial yang bermuara pada pencapaian prestasi. Siswa percaya diri akan berusaha keras dalam pencapaian prestasi belajar, sebaliknya siswa yang rendah diri menilai dirinya tidak memiliki kemampuan dan penilaian rendah diri akan menghambat usaha yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Pandangan dan penilaian negatif tersebut menyebabkan ia tidak melakukan sesuatu kegiatan dengan segala kemampuan yang ia miliki, Padahal sebenarnya kemampuan tersebut dimilikinya.
Seseorang yang yang kurang percaya diri juga menetapkan suatu tujuan diluar kemampuannya. Sebagai kopensasi terhadap perasaan kurang percaya diri. Hal tersebut menyebabkan perasaan cemas dan tidak aman sehingga tujuan akan semakin sulit tercapai. Dalam hal ini termasuk dalam kegiatan belajar maka dapat mengakibatkan prestasi belajar kurang memuaskan.[7]
Untuk sebagian besar individu, rendahnya atau hilangnya rasa percaya diri hanya menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosiaonal yang bersifat sementara, tetapi bagi beberapa  individu lain, rendahnya atau hilngnya rasa percaya diri dapat menyebabkan masalah depresi, bunuh diri, kecemasan yang tak wajar, dan masalah penyesuaian diri lainnya.[8]
Dalam kondisi demikian, literasi IPS dapat menjadi penuntun, pencerah dan penunjuk arah siswa mampu mengambil informasi, mengolah, menyebarkan informasi dan menggunakan informasi dalam bahagian keterampilan sosial menjadi harapan pemecah masalah percaya diri siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan interaski dan komunikasi yang intensif antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah yang berupa  guru,  siswakurikulum,  biaya,  peralatan  dan hal-hal lainnya dapat dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong sikap percaya diri, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Yeni Indrastuti berpendapat  bahwaBelajar  dengan  strategi  konvensional  komunikasi  satu  arah,  situasi  belajar terpusat pada guru mengajar untuk memberikan informasi secara lisan kepada anak tanpa ada usaha mengembangkan ketrampilan intelektual anak secara aktif.[9]
Dalam pembelajaran, menumbuhkan percaya diri siswa sangat penting. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru diharapkan mempunyai kemampuan dan ketrampilan literasi untuk menumbuhkan sikap percaya diri siswa dalam pembelajaran, maka guru dituntut menyajikan model pembelajaran literasi yang menarik dan berpusat kepada siswa aktif secara bervariasi untuk merangsang sikap percaya diri siswa dalam pembelajaran.
Menurut analisa penulis kelemahan sebahagian siswa yang kurang percaya diri mereka merasa terus menerus merasa selalu kalah bersaing, takut untuk mencoba, merasa selalu ada yang salah dan sering khawatir yang tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, tugas sekolah dan guru bukan hanya sekedar mengajarkan materi kepada siswa, tetapi strategi mendorong siswa mampu mengatualisasi diri, menghargai diri, mengeksistensikan dirinya melalui keterampilan informasi dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan penuh percaya diri sangat diperlukan dan dilakukan secara khusus/terprogram strategi pembinaan percaya diri siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk membahas tesis yang berjudul  "Strategi Pembinaan Percaya Diri Siswa Melalui Literasi Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Pembelajaran pada SMP"

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis dapat merumuskan rumusan masalahnya adalah bagaimana strategi pembinaan percaya diri siswa melalui litersi Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pembelajaran pada SMPN? Dari rumusan ini, timbul pertanyaan sebagai berikut:
1.    Bagaimana persiapan pembelajaran literasi IPS dalam pembinaan percaya diri siswa?
2.    Bagaimana pelaksanaan pembelajaran literasi IPS dalam pembinaan percaya diri siswa?
3.    Bagaimana penilaian pembelajaran literasi IPS dalam pembinaan percaya diri siswa?
4.    Apa saja faktor pendukung pembinaan percaya diri siswa dalam pembelajaran literasi IPS



 
DAFTAR PUSTAKA

Alek Sobur, Komunikasi Orang Tua dan Anak, Bandung: Angkasa, 1991

Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa,Yogyakarta: Bahakti Prima Yasa, 1996

Fuad Ikhsan, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997

John. Santrock, Adolescena Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga, 2003

Kartini Kartono, Psikologi Anak, Bandung: Alumni, 2986

Kustur Partowisastro, Dinamika dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta: Erlangga, 1983

Masrun dan Martaniah, Psikologi Pendidikan Seri Paedagogik Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1973

Yeni Indrastoeti, Strategi Proses Belajar Mengajar, Bandung:Tarsito, 1999




[1] Fuad Ikhsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 17
[2] Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Alumni, 2986), hlm. 54
[3] Kustur Partowisastro, Dinamika dalam Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1983), hlm. 56
[4] Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa (Yogyakarta: Bahakti Prima Yasa, 1996), hlm. 747
[5] Masrun dan Martaniah, Psikologi Pendidikan Seri Paedagogik (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1973), hlm. 34
[6] John. Santrock, Adolescena Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 339
[7] Alek Sobur, Komunikasi Orang Tua dan Anak, (Bandung: Angkasa, 1991), hlm. 58
[8] John. Santrock, Adolescena Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 343

[9] Yeni Indrastoeti, Strategi Proses Belajar Mengajar, (Bandung:Tarsito, 1999), hal. 38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar