Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

27 Januari 2016

Pengemabangan IPS dan Permaslahannya di Indonesia

The Development and Problematic of Social Studies
Education in Indonesia
Pembangunan dan Bermasalah Studi Sosial
Pendidikan di Indonesia
Nasution

Abstrak:
Penelitian ini mengeksplorasi pengembangan pendidikan IPS di Indonesia
dan menganalisis masalah dalam praktek pembelajaran di sekolah. Ilmu-ilmu sosial
subyek di Indonesia mulai diajarkan di sekolah-sekolah pada tahun 1975. Dari waktu ke
waktu, pendidikan IPS telah terus-menerus mengalami pertumbuhan
baik didacticly dan metodis. Baru-baru ini, dalam Keputusan Miniter dari
Pendidikan Nasional Nomor 22 (2006), dianjurkan bahwa ilmu-ilmu sosial
pendidikan atau pembelajaran harus terintegrasi, tetapi untuk didaktik metodis
alasan, pendidikan IPS terpadu masih belum diterapkan dengan baik di
banyak sekolah.
Kata kunci: Pengembangan, Bermasalah, Ilmu Sosial Pendidikan, Indonesia.
A. PENDAHULUAN
IPS merupakan subjek penting bagi siswa, karena pelajaran
mengembangkan keterampilan mereka untuk hidup dalam masyarakat serta warga dunia.
Pendidikan ilmu sosial merupakan bentuk penyederhanaan pengetahuan
humaniora, ilmu sosial atau ilmu alam yang relevan untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan mendasar antara Ilmu Sosial dan Sosial
Pendidikan penelitian adalah bahwa istilah sebelumnya adalah untuk mempelajari konsep-konsep dasar
ilmu-ilmu sosial untuk memperluas lebih lanjut, sedangkan yang kedua adalah untuk mempelajari konsep-konsep dasar
ilmu sosial untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup selalu dihadapkan dengan pilihan. Setiap opsi harus memiliki dampak,
apakah positif atau negatif. Sayangnya, kita harus memilih antara ini
pilihan, bahkan tidak memilih juga pilihan. Salah satu tujuan dari sosial
pendidikan penelitian adalah untuk mengembangkan keterampilan siswa sebagai pengambil keputusan di mereka
masalah kehidupan nyata. NCSS (1994: 3) mengemukakan tujuan utama dari Sosial
pendidikan penelitian adalah untuk mempromosikan kompetensi warga, yang merupakan
Nasution
Surabaya State University, Indonesia
Pembangunan dan Bermasalah Studi Sosial
Pendidikan di Indonesia

2
Nasution
Kegiatan yang dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan mereka, "untuk membuat beralasan dan
diinformasikan pilihan sebagai warga negara dari, masyarakat demokratis budaya yang beragam dalam
dunia saling tergantung. "
Hidup dalam masyarakat selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga Sosial
pendidikan studi diperlukan untuk selalu diperbarui, sesuai dengan
tantangan yang ada. Oleh karena itu, ini membuat pengajaran studi sosial adalah
selalu menantang dan selalu dibutuhkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan untuk
merespon perubahan tersebut.
IPS sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan warga negara dalam merespon
untuk tantangan era ini awalnya dikembangkan di Amerika pada tahun 1916,
kemudian diadopsi oleh banyak negara termasuk Indonesia. Implementasi dari
Pendidikan ilmu sosial pasti berbeda di setiap negara tergantung pada
perbedaan kendala dan tantangan. Dalam tulisan ini pengembangan
Pendidikan ilmu sosial di Indonesia akan dianalisis dan dijelaskan, bersama
dengan berbagai masalah, dan menemukan jalan keluar bagaimana studi Sosial
pendidikan harus diadakan.
B. PENGEMBANGAN STUDI SOSIAL DI INDONESIA
Pendidikan IPS diperkenalkan di Indonesia sejak rilis
Kurikulum pada tahun 1975. Sebelum kelahiran studi Sosial, di Indonesia sebenarnya
subjek yang memiliki karakteristik serupa di 1968 Kurikulum, yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan, telah dikembangkan. Bukti karakteristik yang sama bisa
dilihat dari didaktik / petunjuk metodis dalam kurikulum yang
menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di 1968 kurikulum adalah kain
elemen Ilmu Bumi, Sejarah, dan PKn. Selanjutnya, memberikan
pendidikan kewarganegaraan dapat dimulai dari salah satu elemen di atas. Itu
elemen yang digunakan sebagai titik awal selalu terkait dengan unsur-unsur lain,
sehingga pendidikan kewarganegaraan adalah rasa persatuan. Dilihat dari didaktik /
instruksi metodis, dapat dikatakan bahwa subjek Pendidikan Kewarganegaraan
bisa disamakan dengan Ilmu Sosial.
Dalam kurikulum 1975 studi Sosial didefinisikan sebagai ilmu manusia di
lingkungan Hidup. Studi IPS meliputi kegiatan kehidupan manusia
dalam kelompok, yang disebut masyarakat, menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah,
sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Selanjutnya, dijelaskan dalam kurikulum
bahwa pelaksanaan Sosial mempelajari lead pendidikan untuk pembentukan
sikap atas dasar Pancasila (Isi ideologie dasar Indonesia dari
Lima Prinsip). Struktur kurikulum di tingkat junior termasuk seperti
mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai, Sejarah, Geografi / Demografi, dan
Ekonomi Koperasi; sedangkan SMA mata pelajaran termasuk Pancasila

3
Pembangunan dan Bermasalah Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
Pendidikan Moral, Sejarah, Geografi / Demografi, Antropologi, Budaya,
Koperasi Ekonomi, dan Akuntansi.
Tujuan dasar dari Social studi pendidikan di tahun 1975 kurikulum adalah
membentuk students'attitudes atas dasar Pancasila. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa pada tahun 1965 ada pemberontakan komunis; sehingga mencegah kekambuhan
pemberontakan, perlu untuk menggabungkan ideologi negara Pancasila di
pendidikan di sekolah. Target kewarganegaraan yang baik adalah untuk mengembangkan pembelajaran yang
sikap untuk hidup berdasarkan ideologi Pancasila. Nama IPS di
1975 kurikulum mengacu pada studi sosial di Amerika Serikat berdasarkan
konsensus para ahli kami dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972
di Tawangmangu, Solo (Sapriya, 2009: 19; Winataputra S. Udin, 2010,1.30-
1,31).
Dibandingkan dengan tahun 1968 kurikulum, konsep ilmu sosial di 1975
kurikulum tercantum empat hal penting untuk diperhatikan: 1) Pancasila Moral
Pendidikan mendapat penguatan, dan pengajaran subjek ini dipisahkan dari
IPS untuk mengirimkan ke aspek-aspek dasar dari warisan budaya 2)
Terpadu IPS untuk Sekolah Dasar; 3) Dalam SMP yang
IPS adalah payung untuk Sejarah, Geografi / Demografi, Koperasi
Ekonomi; 4) di studi Sosial tingkat SMA diajarkan secara terpisah dan
dibagi menjadi mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila, Sejarah, Geografi /
Demografi, antropologi, Budaya, Ekonomi Koperasi, dan Akuntansi:
6) lebih menekankan pada tujuan (Dep P dan K, 1975;. Winataputra S. Udin,
2010: 1,31).
Dalam kurikulum 1975, pembelajaran lebih menekankan pada pencapaian tujuan. Di
kemajuan awal kurikulum ini dianjurkan bahwa setiap guru membuat
unit pelajaran dikenal sebagai model PPSI. Setiap unit terdiri Umum Instruksional
Tujuan (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), Metode, Content,
Belajar Media, Kegiatan Belajar Mengajar, dan Evaluasi.
Setelah tahun 1975 kurikulum, pada tahun 1984 kurikulum baru diperkenalkan
dan dikenal Kurikulum 1984. Jika 1975 kurikulum menekankan pada
tujuan, maka kurikulum 1984 menekankan pada proses. Kurikulum ini
merekomendasikan bahwa setiap subjek harus menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam
kegiatan belajar-mengajar. Conny Semiawan, salah satu pengembang kurikulum,
mengatakan bahwa pendekatan adalah pengembangan keterampilan proses yang memungkinkan siswa
untuk belajar sistem dengan mengembangkan keterampilan proses akuisisi pengetahuan
sehingga peserta didik akan menemukan, mengembangkan fakta dan konsep sendiri, dan menumbuhkan
sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh di tujuan pembelajaran tertentu. Sejak tanggal ditetapkan
kurikulum 1984 ini, siswa mulai mempertimbangkan peran mengajar yang
proses belajar. Saat ini ada muncul pendekatan yang lebih baik untuk mengaktifkan

4
Nasution
siswa dalam belajar yang dikenal sebagai Mahasiswa Pembelajaran Aktif (Cara Belajar
Siswa Aktif, CBSA). Pendidikan ilmu sosial juga mulai berubah dari
teacher-centered pendekatan yang berpusat pada siswa.
C. STUDI SOSIAL DI INDONESIA SAAT INI
Pada tahun 1998 terjadi krisis moneter, yang mempengaruhi semua aspek Indonesia
kehidupan sehari-hari, termasuk perubahan rezim dan tuntutan demokratisasi. Setelah
akhir rezim Suharto (Disebut Era Reformasi), kurikulum baru itu
lahir pada tahun 2004, dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan kemudian
halus menjadi 2.006 kurikulum yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan
Kurikulum (KTSP).
Dalam kurikulum baru dinyatakan bahwa studi sosial pendidikan harus
berkontribusi pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini karena kesejahteraan adalah
ditangguhkan tidak hanya dari hasil sumber daya alam, tetapi juga harus didukung
oleh modal intelektual, sosial, dan keyakinan. IPS juga diminta untuk
merespon positif perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan tuntutan dengan kebutuhan lokal belajar. Reformasi ini juga dimaksudkan untuk
meningkatkan relevansi program dengan kehidupan nyata di sekitar siswa.
Masalah mendesak Sosial studi pendidikan yang dituangkan dalam 2006
Kurikulum tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pendidikan IPS di
sekolah masih cenderung berdasarkan hafalan.
D. PEMBARUAN SOSIAL STUDI PENDIDIKAN: Dari Terpisah ke
Terpadu
Beberapa saran memperbarui studi Sosial pendidikan telah banyak
dilakukan, namun dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia masih
melebihi harapan. Dalam Keputusan Miniter Pendidikan Nasional No.
22 (2006) disebutkan bahwa studi sosial adalah campuran dari berbagai sosial
ilmu seperti Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah. Namun,
karena di dalamnya tidak ada contoh dalam praktek kelas, studi sosial adalah
masih diajarkan secara terpisah atau discretely. Mempelajari Sosial guru di sekolah
umumnya masih menekankan pemahaman kognitif tentang bagaimana anak-anak bisa
memahami konsep materi sehingga mereka bisa latihan kedua sekolah
dan ujian nasional, yang masih benar-benar menekankan pada pemahaman
informasi sederhana dari sejarah dan ilmu sosial.
Dalam rangka melaksanakan dekrit Miniter, maka model terpadu
Pendidikan IPS dikembangkan. Model pembelajaran terpadu adalah
dikembangkan, misalnya dalam Surat Keputusan Miniter Pendidikan Nasional No.
22 (2006) Konten Standar telah menetapkan SK (Standar Kompetensi, identik

5
Pembangunan dan Bermasalah Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
General Instruksional Tujuan) dan KD (Basic Comptenece, identik
untuk Tujuan Instruksional Khusus) untuk masing-masing mata pelajaran seperti: sejarah,
geografi, ekonomi, dan sosiologi, namun masih belum dijelaskan dalam
terpadu studi Sosial. Untuk mengajar studi sosial secara terpadu, sebuah
Upaya tersebut ditempuh untuk merekonstruksi isi standar agar setiap dasar
kompetensi setiap mata pelajaran menjadi terintegrasi dan saling berhubungan dalam suatu hal
bahan pembelajaran.
Rekonstruksi konten standar dapat dikembangkan melalui
dua model, yaitu berkorelasi (terhubung) model terintegrasi dan.
Langkah-langkah rekonstruksi kedua model akan dijelaskan berikut ini
deskripsi:
1. Terpadu Model
Model terpadu dimaksudkan oleh tim pengembangan adalah dengan menggunakan
pendekatan interdisipliner yang konsep yang tumpang tindih satu sama lain untuk
menjadi terintegrasi. Langkah-langkah dari blending berdasarkan model ini dapat dijelaskan
adalah sebagai berikut:
Sebuah. Mengidentifikasi materi pelajaran atau kompetensi dasar (KD) dari beberapa
mata pelajaran, termasuk dalam studi sosial (sejarah, geografi, sosiologi,
ekonomi).
b. Merumuskan tema ditangkap dari KDS dari beberapa mata pelajaran di Sosial
studi.
c. Desain silabus dan rencana pelajaran
d. Mengembangkan bahan ajar.
Mengintegrasikan pengajaran studi sosial model ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Model Terpadu di Studi Sosial Pendidikan
Sumber: Tim pengembang IPS Pembelajaran: KONSEP Dan Pembelajaran, 2010. Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kementrian Pendidikan Nasional.

6
Nasution
Dalam model ini konsep (lihat irisan tengah), atau bisa disebut tema
atau topik, dapat dikembangkan berdasarkan
(1) Masalah atau peristiwa yang benar-benar terjadi di masyarakat, seperti bencana,
tawuran, pemilu, penemuan situs bersejarah, dan sebagainya;
(2) Potensi utama yang ada di suatu tempat, seperti perkebunan, Borobudur
Temple, Peran Sungai Solo, pariwisata dan sebagainya;
(3) Masalah yang ada di masyarakat seperti perumahan kumuh, polusi air,
kenakalan remaja, kemacetan lalu lintas, obat, dan sebagainya. Dalam model ini, SK
dan KD dari berbagai bidang ilmu-ilmu sosial yang memiliki kesamaan dapat
ditunjuk sebagai konsep atau tema.
2. Terhubung / Berkorelasi Model
Koneksi atau model berkorelasi adalah koneksi yang berasal dari dasar
kompetensi (Indonesia = Kompetensi Dasar (KD) / bahan dan ditentukan
hubungan dengan Kompetensi Dasar / bahan / aspek lainnya. Terhubung
model pembelajaran terpadu diterapkan oleh menghubungkan Kompetensi Dasar atau
subjek dengan Kompetensi Dasar atau topik lain. Integrasi Sosial
Studi menggunakan terhubung / model berkorelasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Korelasi Model di Ilmu Sosial Pengajaran
Sumber: Tim pengembang IPS Pembelajaran: KONSEP Dan Pembelajaran, 2010. Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kementrian Pendidikan Nasional.

7
Pembangunan dan Bermasalah Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
E. BEBERAPA KESULITAN SELAMA PELAKSANAAN DI
SEKOLAH
Pendidikan ilmu sosial dimaksudkan untuk menjawab kondisi kehidupan nyata saat ini.
Dari sudut pandang akademis, ilmu sosial diharapkan untuk membantu siswa membangun
pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana untuk mengetahui, bagaimana menerapkan apa yang mereka ketahui, dan
bagaimana berpartisipasi dalam perencanaan masa depan. Pendidikan IPS berfokus pada
kontribusi spesifik sejarah, ilmu-ilmu sosial, humaniora, seni, alam
ilmu dan disiplin ilmu lainnya, dan secara bersamaan menyediakan payung untuk
berbagai disiplin ilmu terpadu. Konsep dasar dari terintegrasi dan berkorelasi
Model terpadu untuk pendidikan ilmu sosial secara teoritis cara yang bagus untuk
mengajar studi sosial secara terpadu, tapi kami masih menemukan banyak kesulitan
dalam pelaksanaannya.
Beberapa kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu meliputi
berikut: Pertama, sebuah studi yang terintegrasi pembelajaran sosial yang diterapkan
di Indonesia disarankan dimulai tidak dari subjek tertentu atau isu aktual
atau masalah yang ada di masyarakat, atau potensi masalah di daerah-daerah tertentu;
sebaliknya, guru harus pertama mengidentifikasi kompetensi dasar yang muncul di
satu semester dalam mata pelajaran milik IPS (sejarah, ekonomi,
geografi, dan sosiologi materi pelajaran). Setelah itu, guru dapat menemukan
tema yang mencakup kompetensi dasar, di mana kadang-kadang sulit
untuk mencari tema pemersatu untuk setiap tujuan kompetensi dasar.
Kedua, kurikulum tidak ada menjelaskan jika ada penelitian pembelajaran sosial yang terdiri
mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi, dan sosiologi harus dilakukan
dengan cara itu. Ketiga, jika ditemukan menjadi tema pemersatu, kompetensi dasar
disajikan dalam subjek yang tidak dibahas dalam pembelajaran, sehingga tujuan
belajar sejarah ilmu sosial, ekonomi, geografi, dan sosiologi sebagai
digariskan dalam standar kompetensi (Indonesia = Standar Kompetensi (SK))
dan competenced dasar (Kompetensi Dasar (KD))) adalah kabur. Keempat,
pelaksanaan pencapaian tes IPS, baik di akhir nasional
ujian dan di ujian masuk perguruan tinggi, masih memprioritaskan pengetahuan kognitif
sejarah, ekonomi, geografi, dan sosiologi.
F. PENUTUP
Dalam studi sosial model pembelajaran terpadu dan berkorelasi, seperti yang dijelaskan
di atas, guru harus memilih tema. Tema dapat diambil dari yang sudah ada
atau potensi masalah dalam masyarakat; namun dalam prakteknya, masih banyak guru
yang mengalami kesulitan dalam menentukan tema. Penyebabnya adalah bahwa ditentukan
tema harus mencakup dari berbagai kompetensi dasar dalam ilmu pengetahuan, sejarah,
geografi, ekonomi, dan sosiologi yang telah kadang-kadang sulit untuk

8
Nasution
mengumpulkan. Jadi pelajaran di sini tidak didasarkan pada masalah, tetapi berdasarkan
tema desicion yang dapat menutupi berbagai ilmu dalam kompetensi dasar.
Kelemahan lain dari model yang terintegrasi dan berkorelasi ini ketika akan
dilakukan, karena tidak ada waktu tertentu yang disarankan dalam standar nasional
kurikulum untuk pembelajaran terpadu. Oleh karena itu, harapan pembelajaran sebagai
dijelaskan dalam kurikulum tidak dapat dilaksanakan, dan pembelajaran IPS
di sekolah-sekolah masih berorientasi pada buku teks atau menghafal konsep dasar
sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi.
Tujuan pendidikan IPS bukan tentang bagaimana mengintegrasikan
berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora, tapi bagaimana mengembangkan
kemampuan anak dalam memecahkan masalah kewarganegaraan dengan menggunakan
pengetahuan multidisiplin sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi
dan sebagainya secara terpadu. Untuk alasan bahwa pembelajaran IPS
Model harus ditekankan pada aspek bagaimana mengembangkan pembelajar
kemampuan untuk berpikir atau memecahkan masalah kewarganegaraan. Pemecahan masalah
kewarganegaraan yang dapat mulai dari sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi
dan menempatkan masalah yang harus diselesaikan secara terpadu. Kompetensi anak-anak
untuk memahami konsep sejarah ilmiah, geografi, ekonomi, dan
sosiologi juga diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan dayly dari
siswa. Dengan model ini pembelajaran IPS tujuan yang mengarah
penciptaan warga kompetensi lebih dapat direalisasikan dan diimplementasikan di
sekolah.
BIBLIOGRAFI
Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006. Model Silabus Dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SMP /
MTs. Jakarta.
Harada Tomohito, eds, 2002. Syakaika Kyoiku ada pendekatan. Osaka: Kyoiku
Joho Syuppan.
Kurikulum SD 1968
Kurikulum 1975
Kurikulum 2004
Kurikulum 2006
Muhammad Nukman Sumantri, M.sc. Prof. 2001. Menggagas Pembaharuan
Pendidikan IPS. Bandung: Rosda.
NCSS, 1994, Harapan Keunggulan: Standar Kurikulum Sosial
Studi (Washington).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, TENTANG standar isi.
Sapriya, 2009. Pendidikan IPS Bandung: Rosda.

9
Pembangunan dan Bermasalah Pendidikan Ilmu Sosial di Indonesia
Tim pengembang IPS Pembelajaran: KONSEP Dan Pembelajaran, 2010.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kementrian
Pendidikan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar