A. Biografi
David McClaland
David C. McClelland (20 Mei 1917 –
27 Maret 1998) adalah seorang ahli teori psikologis Amerika. Ia lahir di
kota Mt. Vernon negara Amerika. Dan beliau mendapatkan
penghargaan sebagai sarjana seni dari Wesleyan University di tahun
1938dan mendapatkan gelar MA dari University of Missouri. Serta
ia mencapai gelar doktor di bidang psikologi di Yale pada tahun 1941 dan
menjadi profesor di Wesleyan University. Kemudian ia mengajar dan
kuliah. Dimana dengan rekan-rekan selama dua puluh tahun ia belajar
tentang motivasi dan kebutuhan berprestasi. Pada tahun berikutnya beliau
menerima gelar PhD dari Universitas Yale dan mengajar di Connecticut College
dan Wesleyan University sebelum bergabung dengan fakultas di Universitas
Harvard pada tahun 1956, dan ia sudah bekerja selama 30
tahun dan menjabat sebagai ketua Departemen Hubungan
Sosial. Pada tahun 1961, Guru besar psikologi di Harvard University bernama
David C. McClelland menulis tentang sebuah artikel berjudul ‘Dorongan Hati Menuju Modernisasi’ dimana
merupakan salah satu inti dari buku yang populer dengan judul “The
Achieving Society”. Tulisan tersebut merupakan salah satu dari beberapa
pemikiran para sarjana Amerika dalam menghadapi tantangan
terbesar di awal abad ke 19 yakni ‘Depresi’ ekonomi pada dekade
1920-1930an. Artikel yang ditulis David C. McClelland tersebut juga
bertujuan sebagai panduan sebuah negara menuju modernisasi.
Dia mulai konsultasi McBer di tahun
1963, membantu industri menilai dan melatih staf, dan kemudian ia pindah
ke Boston University pada tahun 1987 untuk mengajar di Boston
University sejak tahun 1987 hingga kematiannya. David
McClaland ini terkenal akan karyanya tentang motivasi berprestasi,
namun kepentingan penelitian diperpanjang dengan kepribadian dan
kesadaran. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir,
mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan perbaikan
dipromosikan dalam metode penilaian karyawan, mendukung penilaian berbasis
kompetensi dan tes, dengan alasan mereka untuk menjadi lebih baik dari IQ
tradisional dan kepribadian berbasis tes. Ide-idenya telah diadopsi secara
luas di banyak organisasi, dan berhubungan erat dengan teori Frederick
Herzberg. David McClaland telah menerbitkan beberapa karyanya selama karirnya
yaitu : Pertama, Motif Prestasi (1953); Kedua,The Achieving Society (1961);
Ketiga,Akar Kesadaran (1964); Keempat,Menuju Sebuah Teori Motivasi Akuisisi
(1965); Kelima,Power Pengalaman Batin (1975). Selain itu yang membuat David
McClaland dapat terkenal adalah karena penjelasannya terhadap tiga jenis
kebutuhan motivasi yang terdapat pada bukunya yang berjudul The Achieving
Society yang diidentifikasikan pada tahun 1961.
B. Teori Motivasi Kebutuhan McClelland
Dalam dunia psikologi ada sebuah teori kebutuhan yang
memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Teori tersebut dikembangkan oleh
David McClelland sehingga sering disebut sebagai teori motivasi McClelland. McClelland
(dalam Satiadarma, 2000) mengajukan teori motivasi yang didasari oleh pemenuhan
kebutuhan (need achievement theory) di mana salah satu komponennya adalah
kepribadian individu.
McClelland (dalam Walgito, 2010)
mengemukakan bahwa motif sosial merupakan motif yang kompleks dan merupakan
sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia. Motif sosial merupakan hal
yang penting untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku individu dan kelompok
David McClelland (dalam Robbins, 2001) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment
Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland mengemukakan bahwa
individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan
dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan
situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan
kebutuhan afiliasi.
Masing-masing invididu memiliki kebutuhan sendiri-sendiri sesuai
dengan karakter serta pola pikir. Dalam implementasinya, seseorang yang
cenderung memiliki salah satu kebutuhan yang tinggi pada ketiga kebutuhan
diastas akan lebih cocok pada satu posisi tertentu dalam sebuah pekerjaan.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki need
of power (nPow) tinggi
cenderung lebih cocok ditempatkan sebagai pemimpin sedangkan seseorang yang
cenderung memiliki need of
affiliation yang tinggi
lebih suka dengan suasana kerja tim yang memiliki banyak interaksi antar
individu.
Seseorang
yang mampu memahami kebutuhan motivasinya akan dapat menentukan karir maupun
pekerjaan yang cocok sesuai dengan karakternya.
McClelland
(dalam Munandar, 2001) menemukan bahwa individu dengan dorongan prestasi yang
tinggi berbeda dari individu lain dalam keinginan kuat untuk melakukan hal-hal
dengan lebih baik. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi mencari
kesempatan-kesempatan dimana individu tersebut memiliki tanggung jawab pribadi
dalam menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah. Individu tersebut
lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana terdapat tanggung jawab pribadi, akan
memperoleh balikan, dan tugas pekerjaan memiliki resiko yang sedang (moderate).
Individu yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi bukan pemain judi (gambler),
tidak suka berhasil secara kebetulan. Tujuan-tujuan yang ditetapkan merupakan
tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga bukan tujuan yang terlalu
mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat
kesulitan menengah (moderate). Lebih lanjut
McClelland menyatakan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi
yang tinggi menurut McClelland sebagai berikut: (1) Keinginan menjadi yang
terbaik; (2) Menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi; (3) Membutuhkan
umpan balik setelah melakukan suatu pekerjaan; (4) Resiko pemilihan tugas
moderat; (5) Kreatif-inovatif dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan.
Menurut
McClelland individu memilih cadangan energi potensial, pelepasan dan
pengembangan cadangan energi potensial bergantung pada kekuatan atau dorongan
motivai individu, situasi, dan peluang yang tersedia. (Unair, tanpa tahun). Teori McClelland fokus pada tiga
kebutuhan yaitu,
·
Kebutuhan Akan Prestasi (need for
achievement)
Dalam Schultz dan Schultz (2008)
dijelaskan bahwa teori kebutuhan akan prestasi
milik McClelland adalah perluasan dari teori neef of achievement milik
Murray yang menggunakan Thematic Apperception Test (TAT). Kebutuhan akan
prestasi adalah dorongan untuk mengatasi hambatan, mengungguli, dan
berprestasi, dan bertindak lebih untuk mencapai standar yang tinggi. Pada
hirarki kebutuhan Maslow, kebutuhan akan prestasi berada di antara kebutuhan
akan penghargaan dan kebutuhan akan prestasi berada di antara kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Ada beberapa karakteristik dari individu
yang memiliki motivasi kebutuhan akan prestasi yang dijabarkan oleh McClelland
(1987), yakni sebagai berikut :
1.
Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang
Individu yang memiliki
kebutuhan akan prestasi lebih menyukai tugas dengan taraf kesulitan sedang
karena beberapa alasan. Pertama, tugas degan taraf kesulitan yang rendah tidak
dapat membuat dirnya tampil lebih baik dibandingkan dengan individu lain karena
semua individu dianggap dapat mengerjakan tugas dengan taraf kesulitan rendah
tersebut. Maka dari itu, tugas dengan taraf kesulitan rendah tidak dapat
memuaskan kebutuhan akan prestasi yang ada pada dirinya. Namun, mereka juga
tidak menyukai tugas dengan taraf kesulitan terlalu tinggi karena hal tersebut
dapat menghambat mereka dalam mencapai kberhasilan sehingga kemungkinan gagal
lebih besar.
2. Bertanggung jawab secara personal
atas performa kerja
Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung
memilih untuk bertanggung jawab secara pribadi dalam pekerjaan mereka. Hal ini
disebabkan oleh kepuasan yang dapat individu peroleh setelah sesleai melakukan
sesuatu yang lebih baik. Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang
tinggi tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan kepadanya hingga selesai dan selalu terpikirkan tugas yang belum
terselesaikan. Individu lebih berfokus pada prestasi pribadi mereka tanpa
mempedulikan pengaruhnya bagi anggota kelompok mereka.
3. Menyukai
umpan balik (feedback)
Individu dengan kebutuhan akan prestasi
yang tinggi menyukai jika performa mereka dibandingkan dengan orang laon.
Individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi juga menyukai umpan balik atas
performa atau pekerjaan mereka untuk menilai hasil kerja keras mereka.
4. Inovatif
Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi juga selalu
berusaha untuk inovatif, menemukan cara yang baru lebih baik dan efisien dalam
menyelesaikan tugas. Mereka menghindari segala sesuatu yang monoton dan
berhubungan dengan rutinitas. ketika orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi
akan prestasi meraih kesuksesan, mereka akan terus meningkatkan level aspirasi
mereka dengan cara yang realistis, jadi mereka dapat bergerak menuju tugas yang
lebih sulit dan menantang.
5. Ketahanan (persistence)
Individu yang memillki kebutuhan yang
tinggi akan prestasi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam
mengerjakan tugas. Ketika mengahadapi kegagalan individu dengan kebuthuan
prestasi yang tinggi cenderung akan bertahan. Hal ini didorong dengan
kepercayaan bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik
serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa
depan. Namun, ketahanan ini tetap tergantung pada kemungkinan mereka untuk
meraih sukses.
Namun, dalam Tinherniyani (tanpa tahun)
menyatakan ada 3 ciri umum orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi tinggi
menurut McClelland, yaitu :
a. memiliki kecondongan untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat
b.
menyukai pekerjaan yang hasil pekerjaanya muncul dari upaya-upaya mereka
sendiri dan bukan dari faktor lain seperti keburuntungan.
c.menginginkan umpan balik terkait
keberhasilan dan kegagalan mereka dibandingkan dengan individu yang memiliki
kebutuhan akan prestasi yang rendah.
Menurut McClelland, Atikson, Clark, dan
Coveil (dalam Schultz dan Schultz, 2008) penelitian McClelland bersama
asosiasinya meminta sekelompok mahasiswa laki-laki untuk menuliskan cerita
singkat dari gambar Thematic
Apperception Test TAT. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa cerita
yang dibuat oleh mahasiswa yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi
berisikan cerita tentang kondisi pencapaian-pencapaian yang tinggi berisi
banyak rujukan yang bisa digunakan untuk mencapai standar yang memuaskan,
keinginan untuk mendapatkan, dan
bertindak dengan baik. Contoh dari penjelasan di atas adalah pada gambar seorang
laki-laki dengan buku terbuka di atas meja yang berada di depannya. Partisipan
penelitian yang memiliki kebutuhan akan prestasi tinggi akan membuat cerita
singkat terkait dengan bekerja keras, sesuatu yang luar biasa, dan melakukan
sesuatu yang hebat. Sedangkan cerita
yang dibuat oleh mahasiswa dengan kebutuhan akan prestasi yang rendah
berhubungan dengan melamun, berfikir, dan mengingat kejadian masa lalu.
Analisis yang berikutnya mengkonfirmasi vallidiras dari TAT ssebagai cara untuk
mengukur kebutahan akan prestasi. Selanjutnya, menurut McClelland dan Piedmont
(dalam Schultz dan Schultz, 2008) mayoritas dari pemilik kebutuhan akan
prestasi yang tinggi adalah kalangan menengah hingga atas. Pemuda yang memiliki
kebutuhan akan prestasi yang tinggi kemungkinan lebih besar untuk hadir di kampus,
mendapatkan nilai yang lebih tinggi, dan tergabung dalam komunitas dan kegiatan
kampus. Selain itu, pemuda yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi
besar kemungkinan melakukan kecurangan (menyontek) saat ujian di beberapa
situasi, memiliki interaksi yang lebih baik dengan orang lain, dan memiliki
kesehatan fisik yang lebih baik.
Individu dengan kebutuhan akan prestasi
yang tinggi tidak selalu tampil lebih baik. Individu dengan kebutuhan akan
prestasi yang tinggi hanya akan tampil dengan lebih baik ketika mereka
ditantang untuk unggul. McClelland, Koestner, dan Weinberg (dalam Schultz dan
Schultz, 2008) mengatakan bahwa berdasaran penemuan tersebut McClelland membuat
prediksi bahwa Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan mencari
kehidupan dan karir yang memungkinkan mereka untuk memuaskan kebutuhannya.
Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan membuat standar
pribadi dan bekerja keras untuk mendapatkan hal tersebut.
Reuman, Alwin, dan Verrof (dalam Schultz dan Schultz,
2008) mengatakan bahwa individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi
cenderung lebih sering memiliki pekerjaan berstatus tinggi. Hal ini dikarenakan
Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi bekerja lebih kerar dan
memiliki ekspektasi untuk sukses. Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang
tinggi lebih memilih pekerjaan yang memiliki tanggung jawab pribadi yang
kesuksesannya bergantung pada usahanya, bukan yang bergantung pada usaha orang
lain atau faktor diluar kendali mereka.
Dalam
Schultz dan Schultz (2008) dijelaskan bahwa faktor budaya dapat mempengaruhi
kebutuhan akan prestasi seseorang. Penilitian perbandingan lintas budaya pada
372 siswa dan mahasiswa (laki-laki dan perempuan) yang tinggal di Hongkong.
Sebagian dari partisipan penelitian ini berasal dari Inggris dan sebagain yang
lain adalah asli China. Siswa yang berasal dari Inggris fokus pada prestasi
individu dalam situasi yang kempetitif. Siswa yang merupakan orang China asli
lebih berfokus pada kebutuhan akan afiliasi dibandingkan dengan kebutuhan akan
prestasi pribadi.
Kebutuhan
akan prestasi juga dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tua. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa perilaku orang tua cenderung lebih menanmpakan
atau membuat kebutuhan akan prestasi pada anak laki-laki. Penelitian lain
membuktikan bahwa tekanan daro orang tua yang diberikan pada dua tahun pertama
kehiduapan anak mengarah pada tingkat yang lebih tinggi pada kebutuhan akan
prestasi pada masa dewasa. McClelland dan Franz (dalam Schultz dan Schultz,
2008) menyatakan bahwa McClelland membuat kesimpulan dari penelitian tersebut.
Kesimpulan tersebut adalah perilaku orang tua pada dua tahun pertama kehidupan
anak adalah masa yang penting untuk pembentukan tingkatan yang tinggi pada
kebutuhan akan presatasi pada masa dewasa.
Selain
dipengaruhi oleh budaya dan pola asuh orang tua, tingkat kebutuhan akan
prestasi individu dipengaruhi pada masa kanak-kanak. Dalam Schultz dan Schultz
(2008) menyatakan bahwa ada kemungkinan bahwa hal itu dapat ditingkatkan atau
ditekan, menguat atau justru melemah, dengan harapan pengasuh di tempat
penitipan anak atau guru di sekolah.
Faktor
lainnya adalah gender. Penelitian terahadap anak-anak dan remaja menunjukkan
bahwa sebagain anak perempuan dan wanita muda yang beranjak dewasa mengalami
konflik antara kebutuhan untuk melakukan yang terbaik dan mendapatkan peringkat
terbaik dengan kebutuhan untuk tampil
feminin, empati, dan peduli. Para partisipan penelitian takut untuk mendapatkan
peringkat yang terlalu tinggi akan membuat diri mereka menjadi tidak populer,
khususnya dengan laki-laki.
1. mengkhawatirkan perasaan orang lain yang
terluka karena kemenangan
2. khawatir dianggap pamer apabila
mengekspresikan kebanggaan atas prestasi
3. khawatir berekasi negatif terhadap
situasi yang tidak berhasil
4. memperhatikan penampilan fisik dan
standar kecantikan
5. khawatir dianggap terlalu agresif di
dalam kelas
Elliot, Church, dan Sheldon (dalam
Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian menganjurkan bahwa untuk
memuaskan kebutuhan akan prestasi dengan berjuang untuk sukses daripada menghidari kegagalan adalah suatu
yang sangat penting untuk kesejahteraan seseorang. Puca dan Schmalt (dalam
Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan
bahwa ebuah penelitian pada 93 mahasiswa universitas Jerman ditemukan bahwa
mahasiswa yang termotivasi untuk sukses tampil jauh lebih baik dan pantang
menyerah dalam tugas terkait dibandingkan dengan mahasiswa dengan motivasi
untuk menghindari kegagalan.
Zubriggen
dan Sturman (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian lain
menunjukkan bahwa mengingat peristiwa pada masa sebelumnya dikaitkan dengan
keragaman emosi positf termasuk terkejut, kebahagian, dan kegembiraan.
Parron
dan Harackiwieez (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian
menganjurkan dua tipe tujuan dalam motivasi berprestasi, yaitu mastery dan
performance atau dua cara dalam memuaskan kebutuhan akan prestasi. Mastery
meliputi mengembangkan kompetensi melalui perolehan pengetahuan dan
kemampuan untuk memuaskan diri sendiri. Tujuan performance melibatkan
memperoleh kompetensi dengan tujuan untuk tampil lebih baik dibandingkan dengan
orang lain.
l Kebutuhan akan Kekuasaan (need for
power)
Kebutuhan ini didasari
oleh keinginan seseorang untuk mengatur atau memimpin orang lain. Menurut
McClelland, ada 2 jenis kebutuhan akan kekuasaan, yaitu pribadi dan sosial.
Orang-orang N-POW adalah mereka yang senang jika mempunyai kekuasaan atas
segala sesuatu, yang dikejarnya adalah kuasa atas segala sesuatu.
Contoh dari
kekuasaan pribadi adalah seorang pemimpin perusahaan yang
mencari posisi lebih tinggi agar bisa mengatur orang lain mengarahkan ke mana
perusahaan akan bergerak. Sedangkan kekuasaan sosial adalah
kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin seperti Nelson Mandela, yang
memiliki kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk kepentingan
sosial, seperti misalnya perdamaian.
l Kebutuhan akan afilasi (need for
affiliation)
Kebutuhan
akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan
orang. Dala arti lain, kebutuhan afiliasi adalah kebutuah untuk mendapatkan
hubungan sosial yang baik dalam lingkungan kerja. Seorang dengan kebutuhan
afiliasi yang tinggi menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal
yang paling penting. Oleh karena itu, hubungan sosial lebih didahulukam
daripada penyelesaian tugas. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi,
di lain pihak, memfokuskan diri dengan mempengaruhi orang lain dan memenangkan
argumentasi. Menurut, Mcclelland, kekuasaan memiliki dua orientasi. Keuasaan
dapat menjadi negatif apabila seseorang hanya berfokus pada dominasi dan
kepatuhan. Kekuasaan dapat menjadi positif dikarena seseorang dapat
mencerminkan perilaku persuasif dan inspirasional.( Ivancevich, Konopaske
&Matteson, 2007)
Tema
utama dari teori Mcclelland yaitu bahwa kebutuhan dipelajari melalui
penyesuaian dengan lingkungan seseorang, maka perilaku yang sering muncul akan
mendapatkan penghargaan. Dengan kata lain, suatu kebutuhan afiliasi atau
kekuasaan yang tinggi dapat telusuri melalui penerimaan penghargaan atas
perilaku sosial, dominan dan inspirasional. Sebagai akibat proses pembelajaran,
individu mengembangkan konsep yang unik dari kebutuhan yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja.( Ivancevich, Konopaske &Matteson, 2007)
Kebutuhan
ini merupakan salah satu teori yang emndapatkan perhatian paling sedikit dari
para peneliti. Individu dengan motif hubungan yang tinggi berjuang untuk
persahabatan, lebih menyukai situasi-situai kooperatif daripada situasi yang
kompetitif, dan menginginkan hubungan mengikutsertakan pengertian hubungan
timbal balik yang tinggi. (Robbins&Judge, 2008)
DAFTAR
PUSTAKA
Ivancevich,
J. M, Konopaske, R & Matteson, M. T. 2007. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Penerjemah: Gina Gania.
Edisi: 7. Jakarta: Erlangga.
Munandar,
A. S. (2001). Psikologi industri dan
organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press).
Robbins.
(2001), Teori Motivasi McClelland dan
Teori Dua Faktor Hezberg, (ON LINE),
http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/teori-motivasi-mcclelland-teori-
dua.html, 30 Mei 2014.
Robbins,
S. P & Judge, T, A. 2008. Perilaku Organisasi. Penerjemah: Diana,
Ria, & Abdul. Edisi. 12. Jakarta: Salemba Empat.
Schultz, D. P., &
Schultz, S. E. (2005). Theories of personality. (8th ed.). Belmont, CA: Cengage Learning/Wadsworth.
Tinherniyani. (tanpa tahun). Teori
Motivasi. Diunduh dari http://tinherniyani.trigunadharma.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/CHAPTER-10-Teori- Motivasi.pdf pada 31 Mei 2014.
Tanpa nama. (tanpa tahun). Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24273/4/Chapter%20II.pdf
pada 1 Juni 2014.
Tanpa nama. (tanpa tahun). Toeri Motivasi. Diunduh
dari web.unair.ac.id/admin/file/f_20025_4k.docx
pada 31 Mei 2014
Walgito, B.
(2010). Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: C.V
Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar