A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Teori kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan behavioral yang bersifat jasmani, meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respon atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Hal senada juga disampaikan oleh Riyanto Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat komplek. Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah tetap mengalir, dan menyeluruh. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia, tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibakan proses mental, seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
Piaget, seorang pakar psikologi kognitif menyimpulkan bahwa :....children have a built in desire to learn (Barlor, 1985). Artinya bahwa semenjak kelahirannya, setiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar.
Membicarakan tentang teori belajar kognitif maka tidak terlepas dari beberapa tokoh ahlinya, maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih detail tentang pandangan ahli kognitif mengenai teori belajar dan aplikasi teori tersebut dalam proses pembelajaran.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakan diatas, setidaknya terdapat beberapa permalsalahn yang muncul dan menarik untuk dikaji lebih jauh lagi yakni:
a. Bagaimana teori belajar menurut pandangan ahli kognitif?
b. Bagaimana aplikasi teori belajar tersebut dalam proses pembelajaran?
3. Tujuan Pembahasan
a. Mendiskripsikan teori belajar menurut pandangan ahli kognitif
b. Mendiskripsikan tentang aplikasi teori tersebut dalam proses pembelajaran.
B. PEMBAHASAN
1. Teori Belajar menurut Gestalt
Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama, ialah : field, pattern, organism, intergration, wholistic, configuration, closures, dan gestaltyang bermakna bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih berarti dari bagian-bagian. Karena itu psikologi gestalt seringyan disebut psikologi organisme atau field theory atau insight full learning. Melihat nama teori dan aliran psikologi yang mendasarinya, yakni Psikologi Gestalt, maka jelaslah kiranya teori ini berbeda dengan teori belajar yang lainnya. Menurutnya manusia itu adalah individu dan pribadi yang tidak secara langsung bereaksi kepada suatu rangsangan, dan tidak pula reaksinya dilakukan secara membabi buta melainkan tergantung stimulus dan apa motif yang ada padanya.
Teori psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Oemar Hamalik menyebut beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya, faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh.
b) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
c) Mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
d) Menitikberatkan pada situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya.
e) Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.
Menurut Gestalt, semua kegiatan belajar itu menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, mampu menangkap makna dari hubungan antar hubungan yang satu dengan yang lainnya,insight juga dimaknai didapatkannya pemecahan problem, dimengertinya persoalan inilah konsep terpenting dalam teori Gestalt, bukan mengulang-ulang hal yang harus dipelajari, melainkan dimenegrtinya, mendapatkan insight.
Ada enam macam sifat khas belajar dengan insight, sebagai berikut: 1) insight tergantung kepada kemampuan dasar. 2) insight tergantung pengalaman masa lampau yang relevan. 3) insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental, 4) insight didahului oleh suatu periode mencoba-coba, 5) belajar dengan insight dapat diulangi, 6) insight yang telah sekali didapatkan dapat dipergunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
Selain teori insight, teori gestalt juga menekankan pentingnya organisasi pengamatan terhadap stimuli di dalam lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan. Kemudian disusun hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan (Fudyartanto, 2002)sebagai berikut :
1) Hukum Pragnanz : bahwa organisasi psikologi selalu cenderung untuk bergerak ke arah penuh arti (pragnaz),
2) Hukum kesamaan (the law of similarity) menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gesalt atau kesatuan,
3) Hukum keterdekatan (the law of proximity) menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung membentuk kesatuan,
4) Hukum ketertutupan (the law of closure) menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt,
5) Hukum kontinuitas menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan (kontinuitas)yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan.
Secara singkatnya menurut Purwanto belajar menurut pikologi Gestalt adalah. Pertama, dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) adalah faktor penting, dengan belajar dapat memahami / mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua, dalam belajar pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral. Karena tidak hanya secara reaktif-mekanistis saja, namun tetap dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.
Pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi. Dalam pelaksanaan pembelajarannya guru tidak memberikan potongan atau bagian bahan ajar, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh dimana anak harus menemukan bagian tersebut sehingga menjadi utuh.
2. Teori Belajar menurut Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah psikolog perkembangan dari Swiss yang tertarik dengan pertumbuhan kapasitas kognitif manusia. Menurutnya perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan kita. Menurut Piaget (Uno, 2006:10-11) dalam Mohamad Thobroni, salah seorang penganut kognitif yang kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang). Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam bentuk siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi, di sumber yang lain disebutkan 2 tahapan lagi yakni Skema dan Adaptasi. Skema adalah struktur mental, pola berpikir yang orang gunakan untuk mengatasi situasi tertentu di lingkungannya, menangkap apa yang mereka lihat dan membentuk skema yang tepat dengan situasi. Adaptasi adalah proses menyesuaikan pemikiran dengan memasukkan informasi baru ke dalam pemikiran individu.
Peaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Tahapan tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu, 1) Tahap Sensori Motor (0-2 tahun), seorang anak belajar mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. 2) Tahap Pra-operational (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi pleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan – hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. 3) Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun), seorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama. 4) Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Pada tahap ini, kemampuan menalar secara meningkat sehingga seseorang mampu untuk berpikir secara deduktif, pada tahap ini pula, seorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari situasi secara bersama-sama. Yang perlu diingat, umur yang tercantum diatas adalah hasil penelitian Piaget di negaranya, tapi setidaknya patokan umur tersebut bisa kita jadikan pedoman.
Piaget juga mengemukakan selain tahapan tersebut diatas, perkembangan kognitif seorang anak juga dipengaruhi oleh kematangan dari otak sistem saraf anak, interaksi anak dengan objek-objek di sekitarnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamannya kerangka kognitifnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamannya dengan kerangka kognitifnya (pengalaman logico mathematics), dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Berangkat dari hal tersebut, pengikut Piaget menyakini bahwa pengalaman belajar aktif cenderung meningkatkan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar pasif cnderung mempunyai akibat yang leih sedikit dalam meningkatkan perkemabngan kognitif anak. Aktif dalam arti bahwa siswa melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda konkrit.
3. Teori Belajar menurut Vigotsky
Lev Semyonovic Vigotsky dilahirkan di Rusia pada 1896. Ia berasal dari keluarga Yahudi yang terpelajar, pada usia 15 tahun ia dijuluki profesor cilik karena reputasinya dalam memimpin diskusi-diskusi mahasiswa. Vygotsky memperoleh gelar sarjana dalam bidang hukum dari Moscow University. Ia juga menggeluti literatur linguistik, kesenian, ilmu sosial, dan filsafat. Ia kemudian tertarik dalam bidang psikologi, dan menjadi pelopor teori belajar yang berbasis pada perkembangan sosial. Selama bekerja di bidang psikologi di negara bagian barat Rusia, ia menemukan anak-anak yang cacat sejak lahir, buta, tuli, dan terbelakang mental. Kemudian mencari cara untuk mengatasi masalah potensial anak-anak dengan isu dalam perkembangan kognitif.
a. Pokok-pokok teori Vygotsky
Proses belajar menurut Vigotsky terjadi dalam wilayah Zone Proximal Development (ZPD), yakni wilayah antara apa yang diketahui dan apa yang belum diketahui. Vigotsky mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa, tetapi dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang lebih terampil (Santrock, 1995 dalam Rita Eka Izzati dkk). Vygotsky berfokus pada koneksi antara orang-orang dan konteks budaya di mana mereka bertindak dan saling berhubungan atau saling berbagi pengalaman. Menurutnya manusia menggunakan tools yang bersumber dari suatu kultur, termasuk bahasa lisan dan tulisan yang dimediasi oleh lingkungan sosial. Dia juga percaya bahwa pada awalnya anak-anak mengembangkan tools ini untuk melayani fungsi sosial, dan mengomunikasikan kebutuhan-kebutuhannya. Internalisasi nilai-nilai budaya melalui interaksi sosial mendorong kemampuan dan keterampilan berpikir. Kemampuan berpikir dan berbicara/bahasa tidak dapat eksis tanpa pergaulan sosial.
Ketika Pieget mengobservasi anak-anak muda yang berpartisipasi dalam suatu percakapan egosentris, ia menganggapnya bahwa anak tersebut berada dalam fase preoperational. Sebaliknya, Vigotsky memandang egosentris bahasa dan percakapan semacam itu sebagai transisi dari proses sosial dalam bahasa ke pemikiran internal.(Driscoll, 1994). Menurutnya ada hubungannya antara berfikir dengan bahasa. Bahasa dan berpikir mulanya adalah independen satu dengan lainnya. Dalam bentuknya paling awal bahasa berfungsi untuk mengeskpresikan perasaan dan fungsi sosial lain, wujudnya menangis, berteriak, mengeluh, bersorak, dan semacamnya, ia menyebutnya thoughtless language.Dalam bentuknya paling awal berfikir berfungsi untuk memecahkan masalah, di mana berfikir tanpa bahasa (languageless thought).
Sebagaimana halnya Pieget, sebagai ahli psikologi kognitif, Vigotsky, sebagai seorang pakar psikologi kognitif berorientasi pada pengembangan kognitif dan gagasan tentang peran budaya dan aplikasinya secara langsung dalam proses belajar mengajar di kelas.
b. Aplikasi teori Vigotsky dalam Pendidikan
Perkembangan kognitif menurut Vygotsky dipengaruhi oleh faktor budaya. Vigotsky memandang bahwa interaksi sosial berperan secara fundamental dalam perkembangan kognitif. Vygotsky menyatakan bahwa setiap fungsi perkembangan budaya berpengaruh trhadap perkembangan anak pada level sosial, dan individual. Pada level sosial, anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya, saling pengaruh antara satu dengan lainnya (interpsikologis), dan pada level individual, aspek psikologi berpengaruh terhadap perkembangan anak (intrapsikologis).
Aspek kedua dari teori Vygotsky adalah gagasan bahwa secara potensial perkembangan kognitif anak terbatas pada suatu rentang waktu tertentu yang disebut wilayah perkembangan proksimal (zone of proximal development). Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut berada dalam ZPD, ia mendefinisikan ZPD sebagai suatu daerah aktivitas di mana individu dapat melayari dengan bantuan dari teman sebaya yang lebih mampu, orang dewasa atau artefak-artefak. ZPD tergantung pada interaksi sosial, pengaruh orang dewasa dan / atau kolaborasi anak dengan teman sebaya. Interaksi dengan teman sebaya, perancah (scaffolding), dan modeling merupakan faktor penting yang memfasilitasi perkembangan kognitif dan pemerolehan pengetahuan individu, termasuk dalam perkembangan bahasa. ZPD bertujuan ,mendukung pembelajaran secarta intensional. Pendekatan sosiokultural Vygotsky tentang belajar dan ZPD dapat dengan sukses diaplikasikan dalam studi kolaboratif, khusunya dalam kegiatan belajar kelompok dengan penggunaan alat bantu komputer atau Computer supported collaborative Learning (CSCL).
Teori sosiokultural Vygotsky menekankan pentingnya perkembangan kecerdasan/ intelegensi melalui kultur masyarakat. Perkembangan individu terjadi melalui dua tahap, yaitu dimulai dengan pertukaran sosial antarpribadi (interaksi dengan lingkungan sosial) kemudian terjadi internalisasi intrapersonal. Selanjutnya, ketrampilan individu dapat dikembangkan melalui interaksi individu dengan bantuan atau bimbingan orang dewasa (guru) dan kolaborasi dengan teman sebaya. Teori ini pada awalnya di aplikasikan dalam konteks belajar bahasa bagi anak. Namun, kemudian diaplikasikan dalam konteks perkembangan kognitif dan proses belajar secara lebih luas.
Teori Vygotsky berfokus pada 4 hal pokok, yakni pengaruh interaksi sosial dalam perkembangan, scaffolding (perancah atau pemberian bantuan), modeling, zone of proximal development (perbedaan antara apa yang dapat dikerjakan sendiri oleh anak dan apa yang dapat dikerjakan dengan bantuan orang lain). Vygotsky memandang bahwa model pembelajaran kooperatif yang sarat dengan nilai-nilai budaya, dan scaffolding atau pemecahan masalah yang berfokus pada anak (student centered education) merupakan faktor utama perkembangan kognitif. Model pembelajaran kooperatif menekankan interaksi sosial dalam upaya pengembangan kehidupan sosial dalam wilayah perkembangan proksimal anak.
Perbedaan utama dalam pendekatan Piaget dan Vygotsky adalah Piaget membuktikan bahwa anak-anak memperoleh keuntungan dari eksplorasi dan penemuan yang diprakarsai sendiri dari metode-metode pengajaran yang merespon tingkat pemahaman mereka, sementara Vygotsky menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan dimana para peserta didik dengan bantuan orang lain disekitarnya dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka saat itu.
4. Multiple Intelegent
Teori intelegensi ganda (Multiple Intelegent) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner dalam bukunya Frame of Minds tahun 1983 dari hasil penelitiannya tentang kapasitas kognitif manusia. Ia menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Gardner adalah seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Intelegensi tidak sekedar mengenai kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ tetapi lebih jauh dari itu intelegensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam,kemampuan mengembangkan pengetahuannya sendiri dan sangat sensitif dalam berusaha menemukan jati dirinya.
Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 9 kategori namun di sumber yang lain disebutkan bahwa penelitian Gardner mengidentifikasikan 8 macam kecerdasan, kemudian diikuti tokoh-tokoh lain dengan menambahkan 2 kecerdasan lagi sehingga menjadi sepuluh macam kecerdasan. Yakni :
1) Kecerdasan Bahasa (Verbal Linguistic Intelligences)
Kecerdasan bahasa merupakan kecakapan berpikir melalui kata-kata, menggunakan bahasa untuk menyatakan, dan memaknai arti yang kompleks. Orang yang unggul dalam kecerdasan bahasa : penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, dan orator.
2) Kecerdasan Matematis (Logical Mathematical Intelligence)
Kecerdasan matematis merupakan kecakapan untuk menghitung, mengualitatif, merumuskan proposisi, hipotesis, serta memecahkan perhitungan-perhitungan matematis yang kompleks. Mereka adalah : para ilmuwan, ahli matematis, akuntan, insinyur, dan pemograman komputer.
3) Kecerdasan ruang (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan ruang merupakan kecakapan berpikir dalam ruang tiga dimensi. Orang yang unggul dalam kecerdasan ini mampu menangkap bayangan ruang internal dan eksternal untuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, mengubah, dan menciptakan karya tiga dimensi nyata. Yakni : pilot, nahkoda, astronot, pelukis, arsitek.
4) Kecerdasan Kinestetik/Gerak Fisik (Kinesthetic Intelligence)
Kecerdasan kinestetik merupakan kecakapan untuk melakukan gerakan dan ketrampilan, kecakapan fisik, seperti olahraga, contoh: penari, olahragawan, perajin profesional.
5) Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)
Kecerdasan musikal adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitif terhadap melodi, ritme, nada, dan tangga nada. Yaitu: komponis, dirigent, musisi, kritikus, penyanyi, kritikus musik, dan pembuat instrumen musik.
6) Kecerdasan Hubungan Sosial (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan hubungan sosial adalah kecakapan memahami, dan merespons serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak, temperamen, motivasi, dan kecenderungan terhadap orang lain. Contoh : guru, konselor, aktor dan politikus.
7) Kecerdasan Keruhanian (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan keruhanian adalah kecakapan untuk memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan ini membentuk persepsi yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan, dan mengarahkan kehidupan yang lain. Contoh : psikolog, psikiater, filsuf, ruhaniawan.
8) Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan, dan bagian lain dari alam semesta.
9) Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para ruhaniawan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi kepercayaan, dan refleksi teologis.
10) Kecerdasan Eksistensial (Existensialist Intelligence)
Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada filsuf. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Melalui kontemplasi dan refleksi diri, kecerdasan ini dapat berkembang.
Pada dasarnya semua orang memiliki semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama sehingga tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya, salah satunya menonjol atau kuat daripada yang lain, akan tetapi tidak berarti bahwa hal itu permanen melainkan bisa berubah karena dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut. Berkenaan dengan hal itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain: 1) faktor pembawaan, 2) faktor minat dan pembawaan yang khas, 3) faktor pembentukan, 4) faktor kematangan, 5) faktor kebebasan. Yatim Riyanto dalam bukunya juga menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi maju atau mundurnya kecerdasan yakni : 1) akses ke sumber daya atau mentor, 2) faktor historis-kultural, 3) faktor geografis, 4) faktor keluarga, 5) faktor situasional, kesemua faktor itu saling berkaitan satu sama lain.
Seiring dengan hal itu ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda, yaitu bahwa : 1) setiap orang memiliki semua kecerdasan-kecerdasan itu, 2) banyak orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai ke tingkat optimal, 3) kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik, 4) ada banyak cara untuk menjadi cerdas.
Keabsahan munculnya teori kecerdasan majemuk adalah; 1) memiliki dasar biologis, 2) bersifat universal bagi spesies manusia, 3) nilai budaya suatu keterampilan, 4) memiliki basis neurologi, 5) dapat dinyatakan dalam bentuk simbol.
Ada beberapa strategi pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu : 1) membangunkan / memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak, 2) memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan, 3) mengajarkan dengan atau untuk kecerdasan, yaitu upaya- upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda, 4) mentransfer kecerdasan, yaitu usaha memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkungan nyata. Di samping itu diungkapkan pula beberapa prinsip untuk membantu mengembangkan intelegensi ganda,yaitu : 1) pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual, 2) pendidikan seharusnya individual, 3) pendidikan harus dapat memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar. 4) sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang mereka miliki. 5) evaluasi proses pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis yakni lebih menekankan penilaian performa siswanya. 6) proses pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi hanya dalam gedung sekolah.
Pendidikan/pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan potensi anak, bukan berorientasi pada idealisme guru atau orangtua, apalagi ideologi politik. Anak berkembang agar mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat, bertanggungjawab, percaya diri, mandiri tidak bergantung pada orang lain, kreatif, mampu berkolaborasi, serta dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik.
5. Teori Memproses Informasi (information processing theory)
Information processing model memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan. Kegiatan memproses informasi itu meliputi mengumpulkan dan dan menghadirkan informasi (encording), menyimpan informasi (storage), mendapatkan informasi, dan menggali informasi kembali pada saat dibutuhkan (retrival). Information processing adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memproses informasi yakni; Sensory memory atau sensecory register merupakan komponen pertama dalam sistem memori. Sensory memory menerima informasi atau stimuli dari lingkungan secara terus menerus melalui alat-alat penerima (receptors) kita.Receptors adalah sebuah mekanisme tubuh untuk melihat, mendengar, merasakan (tasting), membau, meraba, dan perasaan (feeling). informasi yang diterima tersebut untuk beberapa saat disimpan dalam sensory memory selama kurang leih dua detik. Sensory memory memiliki dua implikasi dalam proses belajar. Pertama, orang harus memberikan perhatian pada informasi yang ingin diingatnya. Kedua, waktu mendapatkan atau mengambil informasi harus dalam keadaan sadar.
Perception
Setelah stimuli diterima oleh sensory memory. Otak kita mulai bekerja untuk memberi makna terhadap informasi atau rangsangan tersebut, proses ini disebut memersepsi. Persepsi manusia terhadap informasi yang diterimanya berdasarkan realita objek yang mereka tangkap dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Persepsi terhadap stimuli bisa saja tidak seasli atau semurni stimuli sebenarnya. Hal ini terjadi karena pada saat seseorang memersepsi sebuah stimuli ia dipengaruhi oleh kondisi mental, pengalaman-pengalaman sebelumnya, motivasi-motivasi, pengetahuan, dan berbagai macam faktor lainnya, pertama, kita cenderung membedakan stimuli sesuai aturan-aturan yang berbeda dengan karakteristik yang ada dalam stimuli tersebut. Kedua, manusia tidak merekam stimuli yang ia terima seperti ia melihat atau merasakannya, tetapi seperti apa yang mereka ketahui atau asumsikan.
Short term memory, mengutip pendapat Glanzer (1982), Slavin (1994) dalam Baharudin dan Esa Nur Wahyuni menyatakan bahwa infomasi yang diterima oleh seseorang dan mendapatkan perhatian kemudian dikirim ke dalam komponen yang kedua dari sistem memori, yaitu short term memory. Short term memory adalah sebuah sistem penyimpanan yng dapat menyimpan sejumlah informasi yang terbatas untuk beberapa detik. Short term memory adalah bagian dari memory di mana informasi yang ada menjadi pikiran-pikiran yang dismpan. Pikiran-pikiran tersebut adalah kesadaran yang kita berikan terhadap beberapa momen dan disimpan dalam short term memory. Jika kita berhenti berpikir tentang sesuatu, maka pikiran tentang sesuatu akan dikeluarkan dari short term memory.
Long Term Memory
Long term memory adalah bagian dari sistem memori manusia yang menyimpan informasi untuk sebuah periode yang cukup lama, diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat lama untuk menyimpan informasi.
Perbedaan short term memory dan long term memory
Tipe memori
|
Input
|
Kapasitas
|
Durasi
|
Isi
|
Memanggil kembali
|
Short term memory
|
Sangat cepat
|
Terbatas
|
Sangat singkat 20-30 detik
|
Kata, gambar, ide, kalimat
|
Segera
|
Long term memory
|
Relatif lambat
|
Tidak terbatas
|
Tidak terbatas
|
Kalimat, skemata, produksi, episodik, gambar-gambar
|
Tergantung penghadiran kembali dan organisasi
|
Para ahli kognitivisme membagi long term memory menjadi tiga bagian : episodic memory adalah memori pengalaman personal manusia yang memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang manusia lihatatau dengar. Semantict Memory adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep yang berkaitan dengan skema. Menurut Piaget skema adalah kerangka kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-pengalaman. Procedural memory adalah memori yang berkaitan dengan sesuatau yang bersififat prosedural sehingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu dikerjakan, khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang bersifat spesifik.
M. Dimyati Mahmud mengemukakan beberapa aplikasi teori pemrosesan Informasi yakni:
a. Guru hendaknya yakin bahwa para siswa menunjukkan perhatian.
b. Guru hendaknya membantu siswa untuk membedakan hal-hal yang penting dan yang tidak penting serta memusatkan diri pada informasi yang paling penting.
c. Bantulah para siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang telah diketahuinya.
d. Sediakan waktu untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi.
e. Sajikanlah bahan pelajaran secara tersusun dan jelas.
f. Utamakanlah makna pelajaran, bukan memorisasi
6. Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran
Misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah informasi dengan cermat serta kemampuan pemecahan masalah.Menurut teori belajar kognitif, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Proses pembelajaran siswa merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip siswa berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi.
Aplikasi teori belajar kogitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.
b. Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
c. Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna.
d. Guru memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Memusatkan perhatian kepada cra berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.
b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.
c. Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan.
d. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi.
7. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivistik
a. Kelebihan
1) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
2) Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
3) Tujuan adalah melatih pembelajar untuk melakukan sebuah tugas dengan cara yang sama dengan memampukan konsistensi.
4) Menjalankan kerutinan yang pasti untuk menghindari masalah.
b. Kekurangan
1) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan\
2) Sulit dipraktikkan, khususnya di tingkat lanjut.
3) Pembelajar mempelajari sebuah cara menyelesaikan sebuah tugas, tapi ia mungkin tidak menjadi cara terbaik, atau disesuaikan dengan pembelajar tersebut atau situasinya.
Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan teori kognitif antara lain pada pelajaran bahasa seperti mengarang, menganalisis isi buku, matematika, fisika, kimia atau biologi: yaitu dengan metode belajar yang berbasis masalah (studi kasus), eksperimen, IPS berupa observasi, wawancara, dan membuat laporannya. Kelas tidak didominasi oleh guru yang berceramah tetapi penyediaan modul, tugas, praktikum, sarana, audio visual, ketersediaan buku-buku di perpustakaan, akses internet, diskusi, presentasi dan evaluasi dari teman serta guru.
.
C. KESIMPULAN
1. Belajar menurut pikologi Gestalt adalah. Pertama, dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) adalah faktor penting, dengan belajar dapat memahami / mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua, dalam belajar pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral. Karena tidak hanya secara reaktif-mekanistis saja, namun tetap dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.
2. Proses belajar menurut Piaget terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang) disebutkan 2 tahapan lagi yakni Skema dan Adaptasi. Dia berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa.
3. Proses belajar menurut Vigotsky terjadi dalam wilayah Zone Proximal Development (ZPD), yakni wilayah antara apa yang diketahui dan apa yang belum diketahui. Vigotsky mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa, tetapi dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang lebih terampil. Dia lebih menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan dimana para peserta didik dengan bantuan orang lain disekitarnya dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka saat itu.
4. Gardner membagi kecerdasaran manusia menjadi 8 dan ada 2 tambahan lagi sehingga menjadi 10 kecerdasan, yakni :Kecerdasan Bahasa (Verbal Linguistic Intelligences), Kecerdasan Matematis (Logical Mathematical Intelligence), Kecerdasan ruang (Visual-Spatial Intelligence), Kecerdasan Kinestetik/Gerak Fisik (Kinesthetic Intelligence), Kecerdasan Musik (Musical Intelligence), Kecerdasan Hubungan Sosial (Interpersonal Intelligence), Kecerdasan Keruhanian (Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan Naturalis, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Eksistensial (Existensialist Intelligence)
5. Kegiatan memproses informasi itu meliputi mengumpulkan dan dan menghadirkan informasi (encording), menyimpan informasi (storage), mendapatkan informasi, dan menggali informasi kembali pada saat dibutuhkan (retrival). Information processing adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory.
6. Aplikasi teori belajar kogitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.
- Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
- Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna.
- Guru memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Baharuddin, 2010, Pendidikan & Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Ar-Ruzz Media,
____________ & Esa Nur Wahyuni, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta:Ar Ruzz Media
Cece Wijaya, 1995, Pendidikan Remedial, Bandung : Rosdakarya
Djaali, H. 2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara
Mark K. Smith, dkk, 2009, Teori Pembelajaran dan Pengajaran, Yogyakarta:Mirza
M. Dimyati Mahmud, 2009, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta:BPFE
Mohammad Thobroni & Arif Mustofa,2011, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Muhibbin, Syah, 1999, Psikologi Belajar, Jakarta:Logos
Ngalim Purwanto, 2007, Psikologi Pendidikan, Bandung : Rosdakarya
Noeng Muhadjir, 2000, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Yogyakarta:Rake Sarasin
Oemar Hamalik, 2007, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:Bumi Aksara.
_____________, 2007, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara
Rita Eka Izzaty, dkk., 2008,Perkembangan Peserta Didik, Yogyakarta:UNY Press
Sugihartono, dkk, 2007, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press
Suparno, 2004, Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara menerapkan Teori Multiple Intelligences Howard Gardner.Yogyakarta:Kanisius.
Suryabrata, 1987, Psikologi Pendidikan, Bandung:Rajawali PressSyamsul Bachri Thalib, 2010, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta:Kencana,
Yatim Riyanto, 2010, Paradigma Baru pembelajaran, Jakarta:Kencana