Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

24 Oktober 2016

Anotasi Jurnal 19. Peran Modality dan Contiguity Terhadap Peningkatan Hasil Belajar

19.    Anotasi Jurnal
Penulis                 :  Fatimah Saguni
Th. Terbit, hal      :  2006, 12, 3 , 147
Nama Jurnal        : Pembelajaran Kognitif
Vol. No. Th.        :  8, 3, 2006

A.  Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia sekarang tengah memasuki era dimana seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya,dan pendidikan diwarnai oleh perkembangan teknologi informasi. Di bidang pendidikan, fokus pengajaran sekarang ini adalah bagaimana penyampaian pelajaran bisa berjalan efektif dengan menggunakan teknologi informasi. Media pendidikan sebagai produk dari teknologi semakin bervariasi mulai dari yang sederhana hingga yang canggih. Media cetak dan elektronik pun pada dasarnya memiliki potensi untuk menunjang kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Perkembangan pesat teknologi informasi dapat menjadi tantangan yang memberi kesempatan bagi dunia pendidikan dan para pendidik khususnya agar dapat bekerja maksimal. Teknologi informasi dapat digunakan sebagai salah satu bagian dari teknologi pendidikan yang mendukung proses pembelajaran. Penggunaan teknologi informasi ini akan bermanfaat bagi anak didik karena teknologi informasi ini memperhatikan perbedaan karakteristik, minat dan bakat peserta didik.
Keuntungan lain yang menyolok adalah bahwa teknologi informasi dapat mengatasi permasalahan ruang, waktu dan jarak dalam proses belajar. Berkaitan dengan teknologi informasi, komputer merupakan media penyam-paian pembelajaran yang efektif. Pembelajaran melalui komputer merupakan suatu usaha yang sistematik dan terencana sehingga dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada pembe-lajaran kelompok. Langkah-langkah pembe-lajaran yang sistematik dapat membentuk siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien.
Multimedia mengandung unsur komputer. Multimedia memberikan kesempatan untuk belajar tidak hanya dari satu sumber belajar seperti guru, tetapi memberikan kesempatan kepada subjek mengembangkan kognitif dengan lebih baik, kreatif dan inovatif. Hal ini salah satunya karena informasi disajikan dalam dua atau lebih bentuk seperti dalam bentuk gambar dan kata-kata (Mayer dan Moreno, 1998).
Berhubung informasi disajikan dalam berbagai bentuk, maka subjek dapat memadukan berbagai informasi dari tampilan lisan dan tulisan. Jadi subjek dapat memadukan informasi verbal yang disajikan secara visual dan informasi verbal yang disajikan secara audio.
 Penelitian tentang animasi dan narasi, animasi dan teks telah dilakukan antara lain oleh Mayer dan Anderson (1991), Mayer dan Anderson (1992), Penney (1989), Mousavi dan Sweller (1995), Mayer (1997), Mayer dan Moreno (1999), Moreno dan Roxana (1999), serta Kalyuga dan Chandler (2000). Penelitian-penelitian tersebut berkisar tentang instruksi animasi, narasi teks melalui instruksi multimedia.
Hasil penelitian Mayer dan Anderson (1991) tentang animasi dan narasi menunjukkan bahwa kelompok narasi bersama animasi berkinerja lebih tinggi daripada kelompok narasi sebelum animasi. Penelitian selanjutnya tentang animasi dan teks dilakukan oleh Mayer dan Anderson (1992) tentang instruksi animasi dalam pengajaran yang dapat membantu siswa membangun hubungan antara kata dengan gambar dalam pembelajaran multimedia, dimana hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan penjelasan narasi bersamaan animasi mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada siswa yang diberikan narasi atau aminasi saja.
Mousavi dan Sweller (1995) meneliti tentang pengurangan muatan kognitif dengan membaurkan mode presentasi audio dan visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber-sumber informasi yang beragam menghasilkan muatan kognitif yang besar, kapasitas kognitif yang efektif bisa ditingkatkan bila digunakan audio dan visual. Penelitian yang dilakukan oleh Kalyuga dan Chandler (2000) terhadap para mahasiswa yang sedang melakukan magang kerja dalam bidang perdagangan.
Ada 2 eksperimen dalam penelitian ini. Eksperimen pertama adalah mengenai bentuk desain instruksional proses belajar dengan multimedia. Mahasiswa yang sedang dalam proses magang itu disajikan salah satu dari 4 desain instruksional. Keempat desain itu adalah diagram dengan teks visual, diagram dengan teks audio, diagram dengan teks visual dan audio sekaligus, dan diagram saja.
Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang memilih desain instruksional dalam bentuk diagram dengan teks visual dan audio sekaligus menunjukkan prestasi magang jauh lebih baik daripada yang lainnya. Eksperimen berikutnya dalam penelitian
Kalyuga dan Chandler (2000) ini mencoba membandingkan antara mahasiswa yang dalam eskperimen pertama memilih desain instruk-sional dalam bentuk diagram saja dengan mahasiswa yang memilih desain instruksional dalam bentuk teks audio saja. Mereka kemudian diberi pelatihan tambahan. Hasilnya menun-jukkan bahwa mereka yang memilih desain instruksional diagram berprestasi lebih baik daripada yang memilih desain instruksional audio.

B.  Landasan Teori
Masalah belajar tidak terlepas dari masalah memori. Memori dan konsep belajar saling berkaitan erat karena menghasilkan keluaran yang berupa hasil belajar. Hasil belajar tersimpan dan dipelihara dalam memori agar kelak dapat digunakan kembali (Hulse, dkk., 1975). Ellis (1978) mengemukakan bahwa memori mengacu pada penyimpanan informasi,
mengakses informasi yang pernah diterima.
Pada dasarnya memori mencakup proses encoding (penyandian), storage (penyimpanan), dan retrieval (memanggil kembali) (Ellis, 1978). Jadi memori berkaitan dengan penerimaan informasi, penyimpanan informasi, sampai pemanggilan kembali informasi yang disimpan. Salah satu model memori yang ada adalah model memori dari Atkinson dan Shiffrin (dalam Solso, 1988) yang membagi memori menjadi 3 tempat penyimpanan, yaitu sensory memory (memori sensori), short term memory (memori jangka pendek), dan long term memory (memori jangka panjang).
Ketiga macam memori tersebut saling berkaitan erat, informasi tertentu diteruskan kedalam memori jangka pendek (STM) dan sebagian informasi akan hilang, hingga akhirnya melalui seleksi informasi diteruskan kedalam memori jangka panjang dan yang tidak diteruskan akan dilupakan (Irwanto, dkk., 1994).
Informasi yang disimpan dalam memori dalam jangka panjang (LTM) dapat berpindah kembali ke memori jangka pendek dan kelupaan dapat terjadi disetiap tahap model memori tersebut. Kapasitas untuk mengingat stimulus yang masuk secara visual, seperti gambar-gambar dan semacamnya, dengan kejelasan yang luar biasa dikenal sebagai photographic memory atau eidetic imagery.
Baik dalam ingatan audio maupun visual, rangsangan-rangsangan yang masuk diproses secara asimetri di otak. Baddeley (1976, dalam Solso, 1998) menunjukkan bahwa telinga kiri yang diproses oleh belahan otak kanan, bersifat dominan terhadap stimulus nada-nada dan melodi musik, sedangkan telinga kanan yang diproses oleh belahan otak kiri, lebih peka dalam menangkap rangsangan-rangsangan seperti kata-kata angka dan konsonan.
Kelupaan yang terjadi di STM berhu-bungan erat dengan faktor storage dan retrieval Menurut Hurlock (1974), mempelajari STM merupakan langka awal dalam memahami LTM. Namun sesugguhnya sistem ingatan manusia itu adalah sangat kompleks, sehingga STM dan LTM hanyalah merupakan suatu model dan bukan merupakan sruktur aktual di otak. Model tersebut hanyalah merupakan hypothetical construct yang membantu untuk menjelaskan betapa kompleksnya sistem ingatan  tersebut (Solso, 1988).
Teori decay mengungkapkan bahwa informasi akan hilang apabila informasi tersebut tidak pernah digunakan (Irwanto, dkk.., 1994). Mc Geoch (dalam Irwanto, dkk., 1994) mengajukan ”teori interferensi” yang meman-dang bahwa jejak-jejak memori saling berkom-petensi antara yang satu dengan yang lain. Interferensi tidak terjadi bila informasi yang diterima berupa informasi yang bermakna bukan berupa sekumpulan informasi yang tidak bermakna.
Hasil penelitian Alsa (1996) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekuatan retensi terhadap belajar matematika antara kelompok siswa yang setelah belajar matematika tidak melakukan aktivitas mental apapun. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interferensi terhadap retensi belajar matematika, karena materi yang dipelajari berupa materi yang memiliki arti atau bermakna yang tidak mudah dilupakan.
Informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang bersifat permanen, tetapi bukan berarti bahwa kelupaan tidak pernah terjadi. Kegagalan untuk mengingat informasi yang disimpan memungkinkan untuk terjadi karena tidak adanya petunjuk yang tepat atau efektif (Ellis, 1978).
 Tulvin dan Postka (dalam Irwanto, dkk., 1994) mengemukakan bahwa interferensi dapat dikurangi dengan cara memberikan petunjuk (retrievalcues) yang tepat. Petunjuktersebut dapat berupa konteks, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa, tempat dan perasaan pada saat informasi tersebut.
Kelupaan dapat pula diminimalkan dengan cara menggunakan mnemonic, yaitu strategi mengorganisasikan informasi secara visual atau verbal (Solso, 1998). Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari sehingga tidak mudah dilupakan dapat pula dilakukan dengan pengulangan materi yangdipelajari berulang kali, penggunaan tabel,diagram, dan gambar-gambar dapat pulamembantu agar materi tidak cepat terlupakan (Solso, 1998).
 Lupa merupakan suatu gejala apabila informasi yang telah disimpan tidak ditemukan kembali untuk digunakan (Irwanto, dkk.,1994) atau ketidakmampuan untuk me-recall informasi yang telah ada (Solso, 1998). Lupa dapat terjadi pada setiap tahap pemrosesan informasi dalam memori, baik dalam memori sensoris, memori jangka pendek, maupun dalam memori jangka panjang.
Kelupaan dalam memori sensoris dapat terjadi beberapa detik setelah informasi diterima, dalam memori jangka pendek kelupaan bisa terjadi setelah 30 detik, dalam memori jangka panjang kelupaan dapat terjadi beberapa jam, beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.
Para ahli kognitif telah banyak mengkaji peranan kemampuan pemrosesan informasi sederhana yang menjadi perantara atau variabel perbedaan individual dalam proses kognisi yang kompleks seperti pemahaman, penalaran dan pencapaian prestasi akademik. Proses belajar akademik pada dasarnya berlangsung pada sebagian besar aspek kognitif manusia.
Unsur yang sangat berpengaruh adalah unsur memori dan unsur perhatian. Makin besar perhatian yang diberikan seseorang pada suatu materi maka materi itu akan tersimpan dalam sistem memorinya. Memori manusia terbagi atas memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Kerangka teori kognitif tentang working memory dan teori dual-coding dari Paivio (1991, dalam Solso, 1998) selanjutnya menjadi landasan teoritis dalam kajian ini. Working memory memiliki sistem tersendiri untuk mengolah informasi visual dan informasi audio. Sehingga ada memori visual dan memori audio dalam sistem kognitif individu.
Teori kognitif tentang working memory menyatakan bahwa berdasarkan prinsip modality, terutama dalam proses belajar dengan menggunakan multimedia, kata-kata yang digunakan perlu disajikan dalam bentuk narasi audio bukan secara visual berupa teks pada layar. Alasannya, dalam proses memori jangka pendek, presentasi bersifat audio lebih mudah diingat daripada presentasi visual.
Penney (1989) menyatakan bahwa materi presentasi merupakan bauran dari modalitas audio dan visual dan menunjukkan bahwa kapasitas efektif dari working memory bisa ditingkatkan dengan menggunakan saluran visual dan audio. Hal ini juga harus didukung dengan contiguity dalam proses belajar yang menggunakan multimedia sebagai media instruksi, dimana kata dan gambar harus tersaji hampir bersamaan. Artinya tidak ada selisih waktu yang lama antara kata dan gambar.
Selain itu, kata dan gambar tidak dalam tempat terpisah sehingga penyajian kata dan gambar ini bersifat contiguous, artinya terjadi secara serempak (Mayer dan Moreno, 1998). Teori pengkodean ganda (dual coding) berasumsi bahwa manusia memiliki dua.



C.  Metode Penelitian
Subjek yang dilibatkan dalam penelitian eksperimental ini ini adalah mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Jurusan Administrasi pendidikan, dan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY Yogyakarta. Usia subjek dalam penelitian ini adalah 19-21 tahun, dan mereka sedang berada pada semester II dan IV.
Pada tahap uji coba sebagai sampel penelitian dilibatkan 40 mahasiswa semester II dan IV dari Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY. Sampel penelitian ini diklasifikasi memiliki pengetahuan rendah dalam pengetahuan meteorologi setelah diadakan tes pengetahuan meteorologi.
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa kelompok modalitas split-attention lebih kuat untuk pembelajaran yang berpengalaman rendah daripada pembelajar yang berpengalaman tinggi, maka peneliti hanya mengambil mahasiswa yang berpengalaman rendah dalam penelitian ini. Sampel penelitian ini dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: 1) kelompok N (narration); 2) kelompok IT (integrated text); 3) kelompok ST (separated text); dan 4) kelompok kontrol; dimana masing-masing kelompok berjumlah 30 mahasiswa, sehingga jumlah keseluruhan 120 mahasiswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan:
1.      Tes meteorologi, yang berisi informas itentang pengetahuan meteorologi;
2.      Tes inteligensi. Tes inteligensi yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang inteligensi mahasiswa     adalah tes inteligensi umum yang berupa tes SPM;
3.      Tes retensi, yaitu tes yang bertujuan untuk mengungkap kemampuan mahasiswa dalam menyimpan informasi ke dalam memori setelah dipresen-tasikan dengan menggunakan animasi, narasi dan teks pada layar komputer
4.      Tes transfer, yaitu tes yang bertujuan untuk mengungkap kemampuan maha-siswa dalam hal mentransfer kembali informasi yang telah tersimpan setelah dipresentasikan dengan menggunakan animasi, narasi dan teks pada layar komputer.
5.      Tes matching, yaitu tes yang bertujuan mengungkap kemampuan mahasiswa untuk mecocokkan elemen visual dan verbal yang telah diterima dan tersimpan dalam memori setelah dipresentasikan dengan menggunakan animasi, narasi dan teks pada layar komputer
6.      Metode dokumentasi, digunakan untuk memperoleh data tentang nama-nama yang dijadikan sebagai subjek penelitian, jurusan, semester, usia, dan jenis kelamin.
Pelaksanaan penelitian melibatkan pemberian materi komputerisasi terdiri dari 90 komputer untuk presentasi multimedia tentang bagaimana proses terjadinya petir. Semua kelompok program menghasilkan animasi identik yang menggambarkan udara yang bergerak dari laut ke darat, uap air yang memadat untuk membentuk awan, naiknya awan di luar batas freezing level ke bumi, jalannya stepped leader positif dari bumi ke awan, muatan-muatan negatif yang mengikuti celah itu ke bumi, pertemuan leader negatif dengan leader positif, muatan positif yang mengikuti celah itu ke arah awan.
Kelompok N (narration) menyertakan narasi dan animasi yang menjelaskan kejadian penting dalam kata-kata yang diucapkan dengan kecepatan lambat (suara pria). Kelompok ST (separated text) dan IT (integrated text) menyertakan teks (sama yang disuarakan di kelompok N) dan animasi (sama dengan kelompok N) disajikan pada layar dimana, pada kelompok IT (integrated text), teks secara fisik dekat dengan animasi, dan pada kelompok ST (separated text), teks secara fisik jauh dari animasi.
Tiga kelompok tersebut memiliki durasi total identik 180 detik dengan teks dan narasi yang ditampilkan untuk jumlah waktu yang sama. Kelompok N (narration) mahasiswa memandang animasi sambil mendengar narasi serentak tanpa teks di layar. Kelompok IT (integrated text) mahasiswa serentak memandang teks dilayar dengan animasi, yaitu teks secara fisik dekat dengan tempat dimana animasi terjadi.
 Kelompok ST (separated text) mahasis-wa serentak memandang teks di layar yang terpisah dengan animasi, yaitu teks ditempatkan pada dasar layar, yang secara fisik terpisah dari tempat di mana animasi terjadi. Kelompok kontrol diberikan materi yang sama pada kelompok eksperimen namun dalam bentuk ceramah bukan melalui komputer.
Setelah data terkumpul, maka data diolah dengan menggunakan teknik analisis ANAVA AB untuk menguji perbedaan antar kelompok N (narration) dengan kelompok IT (integrated text) dan antar kelompok IT (integrated text) dengan Kelompok ST (separated text) terhadap hasil belajar retensi, transfer dan matching.

D.  Hasil Penelitian
Hasil analisis statistik dengan menggu-nakan uji-t antar klasifikasi A diperoleh nilai t-tes masing-masing kelompok untuk aspek retensi sebesar -2.148; -4.245; dan -6.510, dengan nilai p masing-masing 0.032; 0.000; dan 0.000; sementara nilai t-tes masing-masing kelompok untuk aspek transfer sebesar - 2.545; -4.893; dan -7.290, dengan nilai p masing-masing 0.012; 0.000; dan 0.000; sedangkan nilai t-tes masing-masing kelompok untuk aspek matching sebesar - 2.554; -4.812; dan -6.787, dengan nilai p masing-masing 0.012; 0.000; 0.000.
Hasil ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar pada semua aspek (retensi, transfer dan matching) antara maha-siswa yang diberi prinsip-prinsip pembelajaran yang menggunakan spatial contiguity dan modality dengan mereka yang tidak diberi prinsip-prinsip pembelajaran seperti itu.
Mahasiswa yang diberi prinsip-prinsip pembelajaran dengan menggunakan spatial contiguity dan modality mempunyai hasil belajar retensi, transfer dan matching yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak diberi prinsip-prinsip pembelajaran dengan menggunakan modality dan spatial contiguity.
Analisis statistik Uji-t antar klasifikasi A diperoleh untuk retensi nilai t-tes -2.265, p 0.024; untuk transfer nilai t-tes -2.398, p 0.017; untuk matching nilai t-tes -1.975, p0.048. Hasil ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar pada semua aspek (retensi, transfer dan matching) antara mahasiswa dalam kelom-pok N (narration) dengan mahasiswa dalam kelompok IT (integrated text).
Mahasiswa dalam kelompok N (narration) mempunyai hasil belajar retensi, transfer dan matching yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa dalam kelompok IT (integrated text). Analisis statistik dengan menggunakan uji-t antar klasifikasi A diperoleh untuk retensi nilai t-tes -2.097, p 0.036; untuk transfer nilai t-tes -2.348, p 0.019; dan untuk matching nilai t- tes -2.258, p 0.024.
Hasil ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar retensi, transfer dan matching antara mahasiswa dalam kelompok IT (integrated text) dengan mahasiswa dalam kelompok ST (separated text). Mahasiswa dalam kelompok IT (integrated text) mempunyai hasil belajar retensi, transfer dan matching yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa dalam kelompok ST (separated text).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran melalui komputer merupakan suatu usaha yang sistematik dan terencana, sehingga diharapkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada pembelajaran kelompok. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar secara individual dengan menggunakan bantuan komputer menunjukkan peningkatan prestasi belajarnya (Mayer, 1997).
Langkah-langkah pembelajaran yang sistematik terbukti dapat membentuk siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien. Belajar secara mandiri akan mempercepat kemampuan belajar, dan hal ini dapat dijangkau melalui multimedia. Multimedia memberi kesempatan untuk belajar tidak hanya dari satu sumber belajar (yaitu guru), tetapi juga memberi kesempatan subjek untuk mengembangkan kognitif dengan lebih baik dan kreatif serta inovatif.
Perhatian para siswa terhadap materi pelajaran ternyata dapat ditingkatkan dengan cara mendesain kondisi eksternal lingkungan belajarnya (Fleming, 1987, dalam Mangindaan dan Livingstone, 1988). Teori muatan kognitif menyatakan bahwa keterbatasan working memory menjadi pertimbangan utama ketika mendesain pengajaran dengan penggunaan teknik pengajaran model ganda, dimana kapasitas kognitif yang efektif bisa ditingkatkan bila digunakan audio dan visual. Pengajaran bisa ditingkatkan dengan memperlebar batasbatas working memory dengan presentasi informasi visual dan audio secara bersamaan (Mousavi dan Sweller, 1995).
Prinsip-prinsip kognitif pembelajaran multimedia mengenal adanya modality dan spatial contiguity yang dianggap dapat meningkatkan hasil belajar. Penjelasan multimedia dengan menggunakan prinsip modality mengharuskan kata-kata ditampilkan secara audio bukan visual. Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran visual pada ingatan jangka pendek memberikan bukti adanya efek modalitas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa presentasi audio selalu menghasilkan ingatan jangka pendek yang lebih tinggi dari pada presentasi visual.
Penny (1989) menyatakan bahwa materi presentasi merupakan bauran dari audio dan visual dan menunjukkan bahwa kapasitas efektif dari working memory bisa ditingkatkan dengan menggunakan saluran visual dan audio. Salah satu dari contohcontoh yang paling banyak dikutip mengenai modalitas di dalam literatur adalah ingatan yang unggul pada daftar item pada saat ditampilkan dalam modalitas visual dan audio bukan salah satu modalitas saja.
 Sama halnya dengan kasus ingatan jangka pendek, efek modalitas bisa diamati dalam pembelajaran multimedia apabila mahasiswa belajar dari presentasi visual dengan audio berkinerja lebih tinggi daripada belajar hanya dari presentasi visual.
Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa hasil belajar terlihat lebih baik apabila materi audio dan visual (narration) disajikan secara bersamaan karena kapasitas working memory dapat ditingkatkan. Hal ini membuktikan bahwa dengan menggunakan modality dalam belajar melalui multimedia dapat meningkatkan hasil belajar.
Hasil belajar juga terlihat lebih baik apabila informasi visual disajikan dalam bentuk teks yang menyertai gambar secara dekat (integrated teks) daripada teks dan gambar yang terpisah (separated teks), karena kedua sumber visual tidak dipisahkan secara spatial sehingga kedua informasi dapat diakses secara bersamaan. Terbukti bahwa dengan menggunakan spatial continguity dalam belajar melalui multimedia, dapat meningkatkan hasil belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar