Penulis : Fatimah
Saguni
Th. Terbit, hal : 2006, 12, 3 , 147
Nama Jurnal :
Pembelajaran Kognitif
Vol. No. Th. : 8, 3, 2006
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat
Indonesia sekarang tengah memasuki
era dimana seluruh aspek kehidupan
sosial, ekonomi, politik, budaya,dan pendidikan diwarnai oleh perkembangan teknologi informasi. Di bidang pendidikan, fokus pengajaran sekarang ini adalah bagaimana penyampaian pelajaran bisa berjalan efektif dengan menggunakan teknologi informasi. Media pendidikan sebagai produk dari teknologi semakin bervariasi mulai dari yang sederhana hingga yang canggih. Media cetak dan elektronik pun pada dasarnya memiliki potensi untuk menunjang kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Perkembangan
pesat teknologi informasi
dapat menjadi tantangan yang memberi
kesempatan bagi dunia pendidikan dan para
pendidik khususnya agar dapat bekerja
maksimal. Teknologi informasi dapat
digunakan sebagai salah satu bagian dari
teknologi pendidikan yang mendukung proses
pembelajaran. Penggunaan teknologi informasi
ini akan bermanfaat bagi anak didik
karena teknologi informasi
ini memperhatikan perbedaan karakteristik, minat dan bakat peserta didik.
Keuntungan lain yang menyolok adalah bahwa teknologi informasi dapat mengatasi permasalahan ruang, waktu dan jarak dalam proses belajar. Berkaitan dengan teknologi informasi, komputer merupakan media penyam-paian pembelajaran
yang efektif. Pembelajaran melalui
komputer merupakan suatu usaha yang sistematik dan terencana sehingga dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada pembe-lajaran kelompok. Langkah-langkah pembe-lajaran yang sistematik dapat membentuk siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien.
Multimedia
mengandung unsur komputer.
Multimedia memberikan kesempatan
untuk belajar tidak hanya dari satu
sumber belajar seperti guru, tetapi memberikan
kesempatan kepada subjek mengembangkan
kognitif dengan lebih baik,
kreatif dan inovatif. Hal ini salah satunya
karena informasi disajikan dalam dua atau
lebih bentuk seperti dalam bentuk gambar
dan kata-kata (Mayer dan Moreno, 1998).
Berhubung
informasi disajikan dalam berbagai bentuk, maka subjek dapat memadukan berbagai informasi dari tampilan lisan dan tulisan. Jadi subjek dapat memadukan informasi verbal yang disajikan secara visual dan informasi verbal yang disajikan secara audio.
Penelitian
tentang animasi dan narasi, animasi
dan teks telah dilakukan antara lain oleh
Mayer dan Anderson (1991), Mayer dan
Anderson (1992), Penney (1989), Mousavi
dan Sweller (1995), Mayer (1997), Mayer
dan Moreno (1999), Moreno dan Roxana
(1999), serta Kalyuga dan Chandler (2000).
Penelitian-penelitian tersebut berkisar tentang
instruksi animasi, narasi teks melalui instruksi
multimedia.
Hasil
penelitian Mayer dan Anderson
(1991) tentang animasi dan narasi
menunjukkan bahwa kelompok narasi bersama
animasi berkinerja lebih tinggi daripada kelompok narasi sebelum animasi. Penelitian selanjutnya tentang animasi dan teks dilakukan oleh Mayer dan Anderson (1992) tentang instruksi animasi dalam pengajaran yang dapat membantu siswa membangun hubungan antara kata dengan gambar dalam pembelajaran multimedia, dimana hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan penjelasan narasi bersamaan animasi mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada siswa yang diberikan narasi atau aminasi saja.
Mousavi
dan Sweller (1995) meneliti tentang
pengurangan muatan kognitif dengan
membaurkan mode presentasi audio
dan visual. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sumber-sumber informasi
yang beragam menghasilkan muatan
kognitif yang besar, kapasitas kognitif
yang efektif bisa ditingkatkan bila digunakan
audio dan visual. Penelitian
yang dilakukan oleh Kalyuga dan
Chandler (2000) terhadap para mahasiswa
yang sedang melakukan magang kerja
dalam bidang perdagangan.
Ada 2 eksperimen dalam penelitian ini. Eksperimen
pertama adalah mengenai bentuk
desain instruksional proses belajar dengan
multimedia. Mahasiswa yang sedang dalam
proses magang itu disajikan salah satu dari 4
desain instruksional. Keempat desain itu
adalah diagram dengan teks visual, diagram
dengan teks audio, diagram dengan teks
visual dan audio sekaligus, dan diagram saja.
Hasilnya
menunjukkan bahwa mereka yang
memilih desain instruksional dalam bentuk
diagram dengan teks visual dan audio
sekaligus menunjukkan prestasi magang
jauh lebih baik daripada yang lainnya.
Eksperimen berikutnya dalam penelitian
Kalyuga
dan Chandler (2000) ini mencoba
membandingkan antara mahasiswa
yang dalam eskperimen pertama memilih
desain instruk-sional dalam bentuk diagram
saja dengan mahasiswa yang memilih
desain instruksional dalam bentuk teks
audio saja. Mereka kemudian diberi pelatihan
tambahan. Hasilnya menun-jukkan bahwa
mereka yang memilih desain instruksional
diagram berprestasi lebih baik daripada
yang memilih desain instruksional audio.
B. Landasan Teori
Masalah
belajar tidak terlepas dari masalah
memori. Memori dan konsep belajar
saling berkaitan erat karena menghasilkan
keluaran yang berupa hasil belajar.
Hasil belajar tersimpan dan dipelihara
dalam memori agar kelak dapat digunakan
kembali (Hulse, dkk., 1975). Ellis (1978) mengemukakan bahwa memori mengacu pada penyimpanan informasi,
mengakses informasi yang pernah diterima.
Pada
dasarnya memori mencakup
proses encoding (penyandian), storage (penyimpanan), dan retrieval
(memanggil
kembali) (Ellis, 1978).
Jadi memori berkaitan dengan penerimaan informasi, penyimpanan informasi, sampai pemanggilan kembali informasi
yang disimpan. Salah
satu model memori yang ada adalah
model memori dari Atkinson dan Shiffrin
(dalam Solso, 1988) yang membagi memori
menjadi 3 tempat penyimpanan, yaitu sensory
memory (memori sensori), short term
memory (memori jangka pendek), dan long term memory (memori
jangka panjang).
Ketiga
macam memori tersebut saling berkaitan erat, informasi tertentu diteruskan
kedalam memori jangka pendek (STM) dan sebagian informasi akan hilang, hingga
akhirnya melalui seleksi informasi diteruskan kedalam memori jangka panjang dan
yang tidak diteruskan akan dilupakan (Irwanto, dkk., 1994).
Informasi
yang disimpan dalam
memori dalam jangka panjang (LTM) dapat
berpindah kembali
ke memori jangka pendek
dan kelupaan dapat terjadi disetiap tahap
model memori tersebut. Kapasitas untuk
mengingat stimulus yang masuk secara visual,
seperti gambar-gambar dan semacamnya,
dengan kejelasan yang luar biasa
dikenal sebagai photographic memory atau eidetic
imagery.
Baik
dalam ingatan audio maupun
visual, rangsangan-rangsangan yang masuk
diproses secara asimetri di otak. Baddeley
(1976, dalam Solso, 1998) menunjukkan
bahwa telinga kiri yang diproses
oleh belahan otak kanan, bersifat dominan terhadap stimulus nada-nada dan melodi musik, sedangkan telinga kanan yang diproses oleh belahan otak kiri, lebih peka dalam menangkap rangsangan-rangsangan seperti kata-kata angka dan konsonan.
Kelupaan
yang terjadi di STM berhu-bungan erat
dengan faktor storage dan retrieval Menurut
Hurlock (1974), mempelajari STM
merupakan langka awal dalam memahami
LTM. Namun sesugguhnya sistem
ingatan manusia itu adalah sangat kompleks,
sehingga STM dan LTM hanyalah
merupakan suatu model dan bukan merupakan
sruktur aktual di otak. Model tersebut
hanyalah merupakan hypothetical construct
yang
membantu untuk menjelaskan betapa
kompleksnya sistem ingatan tersebut (Solso,
1988).
Teori decay
mengungkapkan bahwa
informasi akan hilang apabila informasi
tersebut tidak pernah digunakan (Irwanto,
dkk.., 1994). Mc Geoch
(dalam Irwanto, dkk., 1994)
mengajukan ”teori interferensi” yang meman-dang
bahwa jejak-jejak memori saling
berkom-petensi antara yang satu dengan
yang lain. Interferensi tidak terjadi bila
informasi yang diterima berupa informasi
yang bermakna bukan berupa sekumpulan
informasi yang tidak bermakna.
Hasil
penelitian Alsa (1996) menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan kekuatan
retensi terhadap belajar matematika antara
kelompok siswa yang setelah belajar matematika
tidak melakukan aktivitas mental apapun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interferensi terhadap retensi
belajar matematika, karena materi yang dipelajari berupa materi yang memiliki
arti atau bermakna yang tidak mudah dilupakan.
Informasi
yang disimpan dalam memori
jangka panjang bersifat permanen, tetapi
bukan berarti bahwa kelupaan tidak pernah
terjadi. Kegagalan untuk mengingat informasi
yang disimpan memungkinkan untuk
terjadi karena tidak adanya petunjuk yang
tepat atau efektif (Ellis, 1978).
Tulvin dan
Postka (dalam Irwanto, dkk., 1994) mengemukakan
bahwa interferensi dapat dikurangi
dengan cara memberikan petunjuk
(retrievalcues) yang tepat. Petunjuktersebut dapat berupa konteks, yaitu
hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa, tempat dan perasaan pada saat informasi tersebut.
Kelupaan
dapat pula diminimalkan dengan
cara menggunakan mnemonic, yaitu strategi
mengorganisasikan informasi secara visual
atau verbal (Solso, 1998). Retensi atau bertahannya
materi yang dipelajari sehingga tidak
mudah dilupakan dapat pula dilakukan
dengan pengulangan materi yangdipelajari berulang kali, penggunaan
tabel,diagram, dan gambar-gambar dapat pulamembantu agar materi tidak cepat terlupakan (Solso, 1998).
Lupa
merupakan suatu gejala apabila informasi
yang telah disimpan tidak ditemukan
kembali untuk digunakan (Irwanto,
dkk.,1994) atau ketidakmampuan untuk
me-recall informasi yang telah
ada (Solso, 1998). Lupa dapat terjadi pada
setiap tahap pemrosesan informasi dalam
memori, baik dalam memori sensoris, memori
jangka pendek, maupun dalam memori
jangka panjang.
Kelupaan
dalam memori sensoris dapat terjadi beberapa detik setelah informasi diterima,
dalam memori jangka pendek kelupaan bisa terjadi setelah 30 detik, dalam memori
jangka panjang kelupaan dapat terjadi beberapa jam, beberapa hari atau beberapa
minggu kemudian.
Para
ahli kognitif telah banyak mengkaji
peranan kemampuan pemrosesan informasi
sederhana yang menjadi perantara atau
variabel perbedaan individual dalam proses
kognisi yang kompleks seperti pemahaman,
penalaran dan pencapaian prestasi
akademik. Proses belajar akademik pada
dasarnya berlangsung pada sebagian besar
aspek kognitif manusia.
Unsur
yang sangat berpengaruh adalah unsur memori dan unsur perhatian. Makin besar perhatian yang diberikan seseorang pada suatu materi maka materi itu akan tersimpan dalam sistem memorinya. Memori manusia terbagi atas memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Kerangka
teori kognitif tentang working
memory dan teori dual-coding dari
Paivio (1991, dalam Solso, 1998) selanjutnya
menjadi landasan teoritis dalam kajian
ini. Working memory memiliki
sistem tersendiri untuk mengolah informasi visual dan informasi audio. Sehingga ada memori visual dan memori audio dalam sistem kognitif individu.
Teori
kognitif tentang working
memory menyatakan bahwa berdasarkan
prinsip modality, terutama dalam proses
belajar dengan menggunakan multimedia,
kata-kata yang digunakan perlu disajikan
dalam bentuk narasi audio bukan secara
visual berupa teks pada layar. Alasannya,
dalam proses memori jangka pendek,
presentasi bersifat audio lebih mudah
diingat daripada presentasi visual.
Penney
(1989) menyatakan bahwa materi presentasi
merupakan bauran dari modalitas audio
dan visual dan menunjukkan bahwa kapasitas
efektif dari working memory bisa ditingkatkan
dengan menggunakan saluran visual
dan audio. Hal ini juga harus didukung dengan contiguity
dalam proses belajar yang menggunakan
multimedia sebagai media instruksi,
dimana kata dan gambar harus tersaji
hampir bersamaan. Artinya tidak ada selisih
waktu yang lama antara kata dan gambar.
Selain
itu, kata dan gambar tidak dalam
tempat terpisah sehingga penyajian kata dan
gambar ini bersifat contiguous, artinya terjadi
secara serempak (Mayer dan Moreno, 1998). Teori pengkodean ganda (dual coding) berasumsi bahwa manusia memiliki dua.
C. Metode Penelitian
Subjek
yang dilibatkan dalam penelitian eksperimental
ini ini adalah mahasiswa Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan,
Jurusan Administrasi pendidikan,
dan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY
Yogyakarta. Usia
subjek dalam penelitian ini adalah 19-21
tahun, dan mereka sedang berada pada
semester II dan IV.
Pada
tahap uji coba sebagai
sampel penelitian dilibatkan 40 mahasiswa
semester II dan IV dari Jurusan Bimbingan
dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
(FIP) UNY. Sampel
penelitian ini diklasifikasi memiliki
pengetahuan rendah dalam pengetahuan
meteorologi setelah diadakan tes
pengetahuan meteorologi.
Studi
sebelumnya telah menunjukkan bahwa kelompok modalitas split-attention lebih
kuat untuk pembelajaran yang berpengalaman rendah daripada pembelajar yang
berpengalaman tinggi, maka peneliti hanya mengambil mahasiswa yang
berpengalaman rendah dalam penelitian ini. Sampel penelitian ini dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: 1) kelompok N (narration); 2) kelompok IT (integrated text); 3) kelompok ST (separated text); dan 4) kelompok kontrol; dimana masing-masing kelompok berjumlah 30 mahasiswa, sehingga jumlah keseluruhan 120 mahasiswa. Pengumpulan
data dalam penelitian ini, menggunakan:
1.
Tes meteorologi, yang berisi informas itentang
pengetahuan meteorologi;
2.
Tes inteligensi. Tes inteligensi yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang
inteligensi mahasiswa adalah tes inteligensi
umum yang berupa tes SPM;
3.
Tes retensi, yaitu tes yang bertujuan untuk mengungkap kemampuan mahasiswa dalam menyimpan informasi ke dalam memori setelah dipresen-tasikan dengan menggunakan animasi, narasi dan teks pada layar komputer
4.
Tes transfer, yaitu tes yang bertujuan untuk mengungkap kemampuan maha-siswa dalam hal mentransfer kembali informasi yang telah tersimpan setelah dipresentasikan dengan menggunakan animasi, narasi dan teks pada layar komputer.
5.
Tes matching, yaitu tes yang bertujuan mengungkap kemampuan mahasiswa untuk mecocokkan elemen visual dan verbal yang telah diterima dan tersimpan dalam memori setelah dipresentasikan dengan menggunakan animasi, narasi dan teks pada layar komputer
6.
Metode dokumentasi, digunakan untuk memperoleh data tentang nama-nama yang dijadikan sebagai subjek penelitian, jurusan, semester, usia, dan jenis kelamin.
Pelaksanaan
penelitian melibatkan pemberian
materi komputerisasi terdiri dari 90 komputer
untuk presentasi multimedia tentang
bagaimana proses
terjadinya petir. Semua
kelompok program menghasilkan animasi
identik yang menggambarkan udara yang
bergerak dari laut ke darat, uap air yang memadat
untuk membentuk awan, naiknya awan di luar batas freezing level ke bumi,
jalannya stepped leader positif dari
bumi ke awan, muatan-muatan negatif yang
mengikuti celah itu ke bumi, pertemuan leader negatif
dengan leader positif, muatan positif
yang mengikuti celah itu ke arah awan.
Kelompok
N (narration) menyertakan narasi
dan animasi yang menjelaskan kejadian penting
dalam kata-kata yang diucapkan dengan
kecepatan lambat (suara pria). Kelompok
ST (separated text) dan IT (integrated
text) menyertakan teks (sama yang disuarakan
di kelompok N) dan animasi (sama
dengan kelompok N) disajikan pada layar
dimana, pada kelompok IT (integrated text), teks
secara fisik dekat dengan animasi, dan pada
kelompok ST (separated text), teks secara
fisik jauh dari animasi.
Tiga kelompok tersebut memiliki durasi total identik 180 detik dengan teks dan narasi yang ditampilkan untuk jumlah waktu yang sama. Kelompok N (narration) mahasiswa memandang animasi sambil mendengar narasi serentak tanpa teks di layar. Kelompok IT (integrated text) mahasiswa serentak memandang teks dilayar dengan animasi, yaitu teks secara fisik dekat dengan tempat dimana animasi terjadi.
Kelompok ST (separated
text) mahasis-wa serentak memandang
teks di layar yang terpisah dengan
animasi, yaitu teks ditempatkan pada dasar layar, yang secara fisik terpisah dari tempat di mana animasi terjadi. Kelompok kontrol diberikan materi yang sama pada kelompok eksperimen namun dalam bentuk ceramah bukan melalui komputer.
Setelah
data terkumpul, maka data diolah
dengan menggunakan teknik analisis ANAVA AB
untuk menguji perbedaan antar kelompok
N (narration) dengan kelompok IT (integrated
text) dan antar kelompok IT (integrated
text) dengan Kelompok ST (separated text)
terhadap hasil belajar retensi, transfer dan matching.
D. Hasil Penelitian
Hasil
analisis statistik dengan menggu-nakan
uji-t antar klasifikasi A diperoleh
nilai t-tes masing-masing kelompok
untuk aspek retensi sebesar -2.148; -4.245; dan -6.510, dengan nilai p masing-masing 0.032; 0.000; dan 0.000; sementara nilai t-tes masing-masing kelompok untuk aspek transfer sebesar - 2.545; -4.893; dan -7.290, dengan nilai p masing-masing 0.012; 0.000; dan 0.000; sedangkan nilai t-tes masing-masing kelompok untuk aspek matching sebesar - 2.554; -4.812; dan -6.787, dengan nilai p masing-masing 0.012; 0.000; 0.000.
Hasil
ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar pada semua aspek (retensi,
transfer dan matching) antara maha-siswa yang diberi prinsip-prinsip pembelajaran yang menggunakan spatial contiguity dan modality dengan mereka yang tidak diberi prinsip-prinsip pembelajaran
seperti itu.
Mahasiswa yang diberi prinsip-prinsip pembelajaran dengan menggunakan spatial contiguity dan modality mempunyai hasil belajar retensi, transfer dan matching yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak diberi prinsip-prinsip pembelajaran dengan menggunakan modality dan spatial
contiguity.
Analisis
statistik Uji-t antar klasifikasi A
diperoleh untuk retensi nilai t-tes -2.265, p 0.024;
untuk transfer nilai t-tes -2.398, p 0.017;
untuk matching nilai t-tes -1.975, p0.048. Hasil ini menunjukkan
penerimaan atas
hipotesis penelitian yang menyebutkan ada
perbedaan hasil belajar pada semua aspek
(retensi, transfer dan matching) antara mahasiswa
dalam kelom-pok N (narration) dengan
mahasiswa dalam kelompok IT (integrated text).
Mahasiswa
dalam kelompok N (narration)
mempunyai hasil belajar retensi, transfer
dan matching yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mahasiswa dalam kelompok
IT (integrated text). Analisis
statistik dengan menggunakan uji-t
antar klasifikasi A diperoleh untuk retensi
nilai t-tes -2.097, p 0.036; untuk transfer nilai
t-tes -2.348, p 0.019; dan untuk matching
nilai t-
tes -2.258, p 0.024.
Hasil
ini menunjukkan penerimaan atas hipotesis penelitian yang menyebutkan ada perbedaan hasil belajar retensi, transfer dan matching antara mahasiswa dalam kelompok IT (integrated text) dengan
mahasiswa dalam kelompok
ST (separated text). Mahasiswa dalam
kelompok IT (integrated text) mempunyai
hasil belajar retensi, transfer dan matching
yang
lebih tinggi dibandingkan dengan
mahasiswa dalam kelompok ST (separated
text).
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran melalui komputer merupakan suatu
usaha yang sistematik dan terencana, sehingga diharapkan dapat mengatasi
kelemahan-kelemahan pada pembelajaran kelompok. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar secara individual dengan menggunakan bantuan komputer menunjukkan peningkatan prestasi belajarnya (Mayer, 1997).
Langkah-langkah pembelajaran yang sistematik terbukti dapat membentuk siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien. Belajar secara mandiri akan mempercepat kemampuan belajar, dan hal ini dapat dijangkau melalui multimedia. Multimedia memberi kesempatan untuk belajar tidak hanya dari satu sumber belajar (yaitu guru), tetapi juga memberi kesempatan subjek untuk mengembangkan kognitif dengan lebih baik dan kreatif serta inovatif.
Perhatian
para siswa terhadap materi pelajaran
ternyata dapat ditingkatkan dengan cara
mendesain kondisi eksternal lingkungan belajarnya
(Fleming, 1987, dalam Mangindaan
dan Livingstone, 1988). Teori
muatan kognitif menyatakan bahwa
keterbatasan working memory menjadi pertimbangan
utama ketika mendesain pengajaran
dengan penggunaan teknik pengajaran
model ganda, dimana kapasitas kognitif
yang efektif bisa ditingkatkan bila digunakan
audio dan visual. Pengajaran bisa ditingkatkan
dengan memperlebar batasbatas working
memory dengan presentasi informasi
visual
dan audio secara bersamaan (Mousavi
dan Sweller, 1995).
Prinsip-prinsip
kognitif pembelajaran multimedia
mengenal adanya modality dan spatial
contiguity yang dianggap dapat meningkatkan hasil belajar. Penjelasan multimedia dengan menggunakan prinsip modality mengharuskan kata-kata ditampilkan secara audio bukan visual. Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran visual pada ingatan jangka pendek memberikan bukti adanya efek modalitas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa presentasi audio selalu menghasilkan ingatan jangka pendek yang lebih tinggi dari pada presentasi visual.
Penny
(1989) menyatakan bahwa materi
presentasi merupakan bauran dari audio
dan visual dan menunjukkan bahwa kapasitas
efektif dari working memory bisa ditingkatkan
dengan menggunakan saluran visual
dan audio. Salah satu dari contohcontoh yang
paling banyak dikutip mengenai modalitas di dalam literatur adalah ingatan yang unggul pada daftar item pada saat ditampilkan dalam modalitas visual dan audio bukan salah satu modalitas saja.
Sama halnya
dengan kasus ingatan jangka pendek, efek
modalitas bisa diamati dalam pembelajaran
multimedia apabila mahasiswa
belajar dari presentasi visual dengan
audio berkinerja lebih tinggi daripada
belajar hanya dari presentasi visual.
Dengan
demikian, penelitian ini membuktikan
bahwa hasil belajar terlihat lebih baik apabila materi audio dan visual (narration) disajikan secara bersamaan
karena kapasitas working memory dapat
ditingkatkan. Hal ini
membuktikan bahwa dengan menggunakan
modality dalam belajar melalui multimedia
dapat meningkatkan hasil belajar.
Hasil
belajar juga terlihat lebih baik apabila informasi
visual disajikan dalam bentuk teks yang
menyertai gambar secara dekat (integrated
teks) daripada teks dan gambar yang
terpisah (separated teks), karena kedua sumber
visual tidak dipisahkan secara spatial sehingga
kedua informasi dapat diakses secara bersamaan. Terbukti bahwa dengan menggunakan spatial continguity dalam
belajar melalui
multimedia, dapat meningkatkan hasil belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar