Penulis : Sutarwiah
Th. Terbit, hal : Februari 2015, 191
Nama Jurnal :
Jurnal Pendidikan IPS
(INTERAKSI)
Vol. No. Th. : 02, 02, Oktober 2015
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru akan berpengaruh langsung terhadap
aktivitas dan keterampilan siswa. Hasil pengamatan peneliti mengungkapkan bahwa guru tidak pernak mencoba menumbuhkan atau bahkan
melatih keterampilan sosial siswa. Guru
hanya mengejar materi pembelajaran agar semuanya tersampaikan pada siswa. Salah
satu dampaknya seperti dalam pengumpulan tugas diketahui bahwa jawaban yang
dikumpulkan siswa cenderung sama dalam satu kelompok.
Padahal siswa bias
menggali barbagai informasi untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru,
diluar apa yang disam-paikan oleh guru.
Selain itu, ketika proses hasil pemaparan diskusi atau presntasi, siswa lainnya
tidak pernah mendengarkan atau bahkan meng-hargai temuan atau
pendapat temannya. Muncul juga tanda-tanda yang menunjukkan bahwa siswa sulit
menerima pendapat atau gagasan dari
orang lain, apalagi menerima kritik atau saran dari temannya.
Hal ini menunjukkan,
bahwa siswa kelas VII belum memiliki
keterampilan sosial seperti yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan
tersebut menuntut guru untuk melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran agar
dapat menumbuhkan keterampilan social pada diri siswa, diantaranya adalah
dengan menggunakan metode lain selain metode ceramah dalam proses
pembelajarannya.
Berdasarkan
permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan suatu strategi
pembelajaran yang secara efektif dslsm memperbaiki keterampilan social siswa
dalam menghadapi masalah pemanfaatan sumber daya alam dan upaya pemecahannya.
Salah satu model pembelajaran yang dirasa mampu memberdayakan serta
meningkatkan keteram-pilan siswa adalah
model pembelajaran berdsar-kan masalah.
Model pembelajaran
berdasarkan masa-lah merupakan suatu
model pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan yang membu-tuhkan penyelidikan autentik, yakni adanya
penyelidikan yang membutuhkn penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata
yang terjadi disekitar siswa.
Dengan usahanya sendiri siswa berusaha mencari
pemecahan masalah disertai dengan kemampuan atau potensi akademik yang dimi-liki
sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk
mencari peme-cahan masalah secara
manciri akan memberikan suatu pengalaman yang konkret. Dan penga-laman tersebut dapat diguakan untuk memecah-kan masalah-masalah serupa sehinnga menjadi pengalaman
yang bermakna.
B. Landasan Teori
Menurut Nasution (2009), apabila siswa memiliki
tingkat kemampuan akademik berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama maka
hasil belajar akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya. Kemampuan akademik merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
C. Metode Penelitian
Penelitian yang
dilakukan ini adalah penelitian eksperimen dengan rancangan desain factorial 2
x 2 dengan teknis analisis variasi (anava) dua jalur. Dalam penelitian ini meliba-tkan variabel bebas yaitu model pembelajaran dengan
variasi PBM dan MPL. Variabel mode-rator yaitu potensi
akademik siswa, dan variabel terikat yaitu keterampilan sosial siswa.
Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 30 Surabaya tahun
pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 10 kelas. Sampel penelitian ini adalah kelas VII-B seba-gai kelas eksperimen dan kelas VII-D sebagai kontrol.
Penentuan tingkat potensi akademik dilakukan dengan menghitung rata-rata skor
hasil tes. Skor yang berada di atas rata-rata masuk dalam kelompok potensi
akademik tinggi sedangkan skor dibawah rata-rata masuk dalam kelompok potensi
akademik rendah.
Data yang dikumpulkan
dalampenelitian ini ada dua yaitu data potensi akademik dengan menggunakan test
dengan keterampilan sosial siswa
dengan menggunakan angket dan lembar
observasi. Sebelum digunakan, instumen divali-dasi dua orang ahli dilanjutkan dengan diujico-bakan kepada siswa yang tidak menjadi sampel dalam
penelitian.
Perhitungan validitas
butir yaitu dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor butir dengan skor total
melalui korelasi point Biserial untuk
tes potensi akademik dan korelasi product
moment untuk angket dan lembar observasi keterampilan sosial. Selain
dilakukan uji validi-tas butir soal yang
meliputi tingkat kesukaran soal, daya beda, dan pola jawaban soal.
Dalam penelitian ini
realibilitas untuk instrument TPA menggunakan metode balah dua (splithalf
metode) dengan rumus korelai Sperman Brown. Sedangkan untuk perhitungan
reliabilitas butir LOKS dan AKS digunakan rumus Alpha Cronbach.
Harga kritik untuk
indeks reliabilitas instru-ment adalah 0,7,
artinya suatu instrumen dika-takan reliable jika
mempunyai nilai koefisien Alpha sekurang-kurangnya 0,7 (Kaplan dalam
Widoyoko,2012)
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
variansi dua jalur. Sebelum dila0kukan pengujian uji
asumsi (uji persya-ratan) yaitu uji
normalitas dengan menggunakan metode Saphiro
Wilk dan uji homogenitas dengan menggunakan metode Levene’s dengan bantuan software SPSS 20.
D. Hasil Penelitian
Hasil perhitungan
normalitas dengan uji Saphiro-Wilk menunjukkan
bahwa kedelapan kelompok data mmperoleh nilai signifikansi lebih besar dari
taraf signifikan (@) = 0,05, disimpulkan bahwa
sampel berasal dari pupulasi yang berdistribusi normal. Pengujian homoge-nitas data dengan uji Levene’s menunjukkan bahwa ketiga kelompok data memperoleh nilai
signifikansi lebih besar dari taraf signifikan (@ ) = 0,05, disimpulkan bahwa
ketiga kelompok data berasal dari populasi yang homogen.
Berdasarkan hasil uji
prasyarat, disim-pulkan bahwa semua
kelompok data berdis-tribusi normal dan
homogeny. Oleh karena itu, uji hipotesis dengan anava factorial 2x2 dapat
dilanjutkan.
Hipotesis pertama
berbunyi “Ada perbe-daan pengaruh yang
signifikan antara penggu-naan model pembelajaran
berdasarkan masalah dibandingkan dengan
penggunaan model pem-belajaran langsung terhadap keterampilan sosial siswa
pada mata pelajaran IPS”.
Hasil uji dengan anava
dua jalur menun-jukkan bahwa nilai F
=4,256 dengan signifikansi = 0,043 < 0,05. Berdasarkan hasil analisis ini,
H0 ditolak dan Ha diterima. Hasil ini didukung oleh deskripsi data penelitian
yang menunjukkan bahwa keterampilan sosial siswa kelompok PBM memiliki mean
sebesar 81,2000 sedangkan keterampilan sosial siswa kelompok MPL me-miliki mean sebasar 78,7428. Jadi dapat disim-pulkan bahwa keterampilan sosial siswa kelompok PBM
lebih tinggi dibandingkan dengan keterampilan sosial siswa MPL.
Hasil pengujian
hipotesis ini sejalan dengan penelitian dilakukan Wulandari (2014), yang
menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA
siswa yang belajar melalui model pembelajaran langsung dan berdasarkan uji
lanjut dengan uji diperoleh.
Penelitian lain yang
relevan adalah penelitian Juliawan (2013), yang menjelaskan adanya perbedaan
pemahaman konsep yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran
berbasis masalah dengan konven-sional
(F=5,455;p<0,05).
Sedangkan hasil
penelitian Wulandari (2013), menjelaskan perbedaan hasil balajar yang
signifikan antara siswa yang diajar dengan metode PBL dengan siswa yang diajar
dengan metode pembelajaran demonstrasi.
Penelitian Susilawati
(2013), menjelas-kan terdapat
perbedaan keterampilan sosial yang
signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran berdasarkan masalah lebih
tinggi (3,260) dari keterampilan sosial siswa yang mengikuti model pembelajaran
langsung (2,961), karena pada model pembelajaran masalah melibatkan siswa
secara aktif dalam pembelajaran.
Sedangkan hasil penelitian
Minarni (2012), menjelaskan bahwa secara keseluruhan keterampilan sosialsiwa
yang mendapat pende-katan PBL lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran biasa dan terdapat interaksi antara factor pembelajaran dan adanya kemampuan pemahaman matematis,
serta antara factor pembelajaran dan level sekolah terhadap keterampilan sosial
siswa.
Kesimpulan tersebut
sejalan dengan pernyataan Arends (2008), bahwa
pendekatan pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk berdiskusi,
berinteraksi, saling bertanya, saling menjelaskan untuk memecahkan masalah
dalam kelompok dan menampilkan hasil kerjanya di depan kelas dapat mendorong
tumbuh kembang-nya keterampilan sosial
siswa,
Pada model pembelajaran
berdasarkan masalah ini guru memberikan masalah yang masih mengambang atau
bahkan masalah terse-but sangat
membingungkan melaui LKS, kemu-dian siswa mencari
solusi utuk memecahkan masalah yang diberikan. Hal ini didukung oleh teori
Vygotsky (dalam Arends, 2008) yang menyatakan bahwa intelek berkembang ketika
individu menghadapi pengalaman baru yang membingungkan dan ketika mereka
berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini.
Teori ini juga diperkuat oleh konsep discrepant
events dari Rishard Suchman
(dalam Arends 2008).
Pemecahan mamsalah yang
dilakukan dengan diskusi kelompok mendorong siswa melakukan kerjasama agar
dapat saling bertukar pikiran dan membagi ilmu dengan siswa lainnya. Uraian
tersebut didukung oleh pendapat Dewey (dalam Arends, 2008) yang mendeskrip-sikan pandangan tentang
pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas
akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah kehidupan
nyata. Pedagogik Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa diberbagai proyek
berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah sosial
dan intelektual penting.
Pada saat diskusi kelas
berlangsung siswa memerlukan suatu keterampilan yaitu keterampilan mengemukakan
pendapat. Menurut Piaget (dalam Arends, 2008), pelajar dengan umur berapapun
terlibat secara aktif dalam pro-ses mendapatkan
informasi dan mengkonstruk-sikan pengetahuan
sendiri.
Pada model pembelajaran
langsung, guru menyajikan materi dari awal sampai akhir dan peran guru sangat
dominan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Arends (dalam Trianto, (2009),
model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan megajar yang dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan penge-tahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah.
Konsep pemecahan
masalah pada pembelajaran MPL dilakukan dengan cara diskusi kelompok dipandu
dengan LKS yang langkah-langkahnya sudah
terstruktur secara sistematis, sehingga secara keseluruhan model pembelajaran
berdasarkan masalah terbukti lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran
langsung.
Kesimpulan tersebut
sejalan dengan pernyataan Arends(2008), bahwa pendekatan pembelajaran yang
mengkondisikan siswa untuk berdiskusi, berinterasksi, saling bertanya, saling
menjelaskan untuk memecahkan masalah dalam kelompok dan menampilkan hasil
kerjanya didepan kelas dapat mendorong tumbuh kembangnya keterampilan sosial
siswa.
Hipotesis kedua
berbunyi “ Ada perbe-daan pengaruh yang
signifikan antara potensi akademik tinggi dibandingkan dengan potensi akademik
tinggi dibandingkan dengan potensi akademik rendah terhadap keterampilan sosial
siswa pada mata pelajaran IPS”.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa keteram-pilan sosial siswa yang
memiliki potensi aka-demik tinggi lebih
tinggi dibandingkan dengan keterampilan sosial siswa yang memiliki potensi
akademik rendah.
Hasil pengujian
hipotesis ini sejalan dengan penelitian Antika (2013), yang menun-jukkan bahwa ada perbedaan skor keterampilan
metakognitif siswa akademik tinggi dan rendah, dimana skor keterampilan
metakognitif siswa berkemampuan akademik tinggi lebih tinggi dibandingkan siswa
berkemampuan akademik rendah.
Hasil penelitian lain
yang relevan adalah penelitian Primartadi (2013), yang menjelaskan bahwa siswa
yang mempunyai kemampuan kompetensi akademik tinggi cenderung lebih aktif dalam
berdiskusi sehingga lebih memiliki wawasan yang lebih luas dan mampu memba-ngun berjalannya diskusi lebih maksimal. Keaktifan
tersebut akan berdampak pada hasil, pengetahuan dan pengalaman belajar yang
didapatkan.
Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori Nasution (2009), yang menyatakan, kemampuan akademik siswa
di dalam kelas dapat diklasi-fikasikan menjadi siswa
berkemampuan aka-demik atas, sedang dan
rendah. Potensi aka-demik merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Variasi kemampuan
akademik siswa di dalam kelas dapat diklasifikasikan menjadi siswa berkemampuan
akademik atas, sedang dan rendah. Potensi akademik siswa adalah gamba-ran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap
suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunkan sebagai
bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks
lagi, maka dapat disebut sebagai Potensi Akademik (Winarni, 2006).
Hipotesis ketiga
berbunyi “Ada interaksi antara model pembelajaran dan potensi aka-demik terhadap keterampilan sosial siswa pada mata
pelajaran IPS”. Secara statistic dapat dirumuskan Ho: Ada interaksi antara A
dan B, dan Ha:nTidak ada interaksi antara A dan B. Berdasarkan hasil analisis
ini berarti Ho yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara
model pembelajaran dan potensi akademik terhadap keterampilan sosial siswa,
ditolak. Hasil tersebut didukung oleh data statistic deskriptif tentang
hubungan interaksi mean antara model pembelajaran dan potensi akademik terhadap
keterampilan sosial, dimana mean keterampilan sosial sekelompok PBM dengan
potensi akademik tinggi. Dan sebaliknya mean keterampilan sosial kelompok PBM
dengan potensi akademik tinggi lebih tinggi dari pada mean keterampilan sosial
kelompok PBM dengan potensi akademik rendah lebih kecil daripada mean
keterampilan sosial kelompok MPL dengan potensi akademik rendah.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran
dan potensi akademik terhadap keterampilan sosial siswa. Hal ini menunjukkan
adanay efek yang berbeda pada dua kelompok yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar