Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

19 November 2016

Wisata Religi Termegah Di Kota Surabaya

1. Masjid Sunan Ampel
Masjid Ampel adalah sebuah masjid  kuno yang terletak di kelurahan Ampel, kecamatan Semampir, kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid seluas 120 x 180 meter persegi ini didirikan pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel Raden Mohammad Ali Rahmatullah, yang didekatnya terdapat kompleks pemakakaman Sunan Ampel. Masjid yang saat ini menjadi salah satu objek wisata religi di kota Surabaya ini, dikelilingi oleh bangunan berarsitektur Tiongkok dan Arabdisekitarnya. Disamping kiri halaman masjid, terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininnya untuk penguat janji atau sumpah.
Sunan Ampel mendirikan mesjid dibantu oleh kedua sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji ( Mbah Bolong ), dan para santrinya. Bangunan berdiri megah di atas sebidang tanah di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) Kecamatan Semampir sekitar 2 kilometer ke arah Timur Jembatan Merah. Masjid ini menyimpan berbagai kisah menarik seperti arah kiblat masjid yang lurus dengan Ka'bah di mekkah karena kemampuan mbah Bolong melubangi dinding sebelah barat bangunan dan tembus melihat Ka'bah. 
Kisah Mbah Sholeh yang hidup kembali dari kematian dan memiliki 9 makam. Dikisahkan karena Sunan Ampel mengeluhkan kebersihan masjid sepeninggal Mbah sholeh, dan terjadi berulang-ulang hingga 9 kali sampai akhirnya Sunan Ampel meninggal pada tahun 1481 M, dan mbah Sholeh tidak hidup lagi. Masjid dan makam Sunan Ampel dibangun sedemikian rupa agar orang-orang yang ingin melakukan sholat di masjid dan berziarah dapat merasa nyaman dan tenang.
Bangunan Masjid Sunan Ampel memiliki gaya arsitektur jawa yang dipandu dengan unsur arab.  Masjid sudah empat kali dipugar, tetapi keaslian bangunan ini tetap dipelihara dan di rawat. Masjid Agung Sunan Ampel memiliki keunikan di mana terdapat enam belas tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati yang panjangnya 17 meter tanpa sambungan, diameter 60 centimeter. Angka 17 menunjukkan jumlah raka’at dalam sehari. Keunikan lainnya adalah masjid ini memiliki 48 pintu itu dipertahankan sesuai aslinya, dengan diameter satu setengah meter dengan tinggi dua meter. Dan Menara setinggi lima puluh meter juga menjadi ciri khas masjid ini. Terdapat Kubah berbentuk pendopo Jawa sebagai perlambang kejayaan Majapahit.
Sebelum adanya bangunan Mesjid Sunan Ampel adanya tempat ibadah warisan Sunan Ampel Mesjid Rahmat, yang terletak di jalan kembang kuning nomer 79-81, Surabaya. Kisahnya Sunan Ampel sebelum mendirikan Masjid Ampel terlebih dahulu mendirikan langgar kecil di kawasan kembang kuning. Hal tersebut dilakukan ketika dalam perjalanan menyebarkan agama Islam di wilayah utara, tepatnya ketika beliau mampir di kademangan Cemoro Sewu. Konon langar kecil atau mushala ini dibangun dalam waktu semalam, sehingga pada pagi harinya masyarakat sekitar terkejut dengan keberadaan mushala tersebut, maka masyarakat menyebut mushala tiban (tiba-tiba muncul), atau ada juga yang menyebut dengan mushala kembang kuning, karena sekitar mushala banyak terdapat bunga berwarna kuning. Seiring berkembangan zaman, mushla tersebut direnovasi total menjadi bangunan masjid. Sedangkan bangunan masjid yang ada saat ini di bangun pada tahun 1963.

2. Masjid Al Akbar (Mesjid Agung Surabaya)
Masjid ini dikenal sebagai masjid terbesar kedua setelah masjid Istiqlal di Jakarta. Lokasi masjid berada di Jalan Masjid Al Akbar Timur No.1, Pagesangan, Surabaya. Anda akan menjumpainya saat melintasi Tol Surabaya - Porong. Dengan ciri khas kubah berwarna biru beserta menara setinggi 99 meter. Masjid ini berdiri di lahan seluas 11,2 hektar, dengan luas bangunan 28.509 m2 dan mampu menampung 59.000 jamaah. Posisi masjid ini berada di samping Jalan Tol Surabaya-Porong. Ciri yang mudah dilihat adalah kubahnya yang besar didampingi 4 kubah kecil yang berwarna biru. Serta memiliki satu menara yang tingginya 99 meter. Dari menara ini kita bisa melihat pemandangan kota surabaya dari atas.
Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya dibangun sejak tanggal 4 Agustus 1995, atas gagasan Wali Kota Surabaya saat itu, H. Soenarto Soemoprawiro. Pembangunan Masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno. Namun karenakrisis moneter pembangunannya dihentikan sementara waktu. Tahun 1999, masjid ini dibangun lagi dan selesai tahun 2001. Pada 10 November 2000, Masjid ini diresmikan oleh Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid.
Secara fisik, luas bangunan dan fasilitas penunjang MAS adalah 22.300 meter persegi, dengan rincian panjang 147 meter dan lebar 128 meter. Bentuk atap MAS terdiri dari 1 kubah besar yang didukung 4 kubah kecil berbentuk limasan serta 1 menara. Keunikan bentuk kubah MAS ini terletak pada bentuk kubah yang hampir menyerupai setengah telur dengan 1,5 layer yang memiliki tinggi sekitar 27 meter. Untuk menutup kubah, dipergunakan sebuah produk yang juga digunakan di beberapa masjid raya seperti Masjid Raya Selangor di Syah Alam (Malaysia). Ciri lain dari masjid raksasa ini adalah pintu masuk ke dalam ruangan masjid tinggi dan besar dan mihrabnya adalah mihrab masjid terbesar di Indonesia.


3. Masjid Cheng Ho Surabaya
Masjid Cheng Hoo Surabaya adalah Masjid bernuansa Muslim Tionghoa yang berlokasi di Jalan Gading, Ketabang, Genteng, Surabaya atau 1.000 m utara Gedung Balaikota Surabaya. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sespuh, penasehat, pengurus PITI, dan pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama 15 Oktober 2001 bertepatan dengan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Sedangkan pembangunannya baru dilaksanakan 10 Maret 2002 dan baru diresmikan pada 13 Oktober 2002.
Masjid Cheng Ho, atau juga dikenal dengan nama Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya, ialah bangunan masjid yang menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma). Gedung ini terletak di areal komplek gedung serba guna PITI (Pembina Imam Tauhid Islam) Jawa Timur Jalan Gading No.2 (Belakang Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa), Surabaya. Masjid ini didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf Arab di puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.Selain Surabaya di Palembang juga telah ada masjid serupa dengan nama Masjid Cheng Ho Palembang atau Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang.
Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, Laksamana asal Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, juga menyebarkan agama Islam. Pada abad ke 15 pada masa Dinasti Ming (1368-1643) orang-orang Tionghoa dari Yunnan mulai berdatangan untuk menyebarkan agama Islam, terutama di pulau Jawa. Yang kemudian Laksamana Cheng Ho (Admiral Zhang Hee) atau yang lebih dikenal dengan Sam Poo Kong atau Pompu Awang pada tahun 1410 dan tahun 1416 dengan armada yang dipimpinnya mendarat di pantai Simongan, Semarang. Selain itu dia juga sebagai utusan Kaisar Yung Lo untuk mengunjungi Raja Majapahit yang juga bertujuan untuk menyebarkan agama Islam.  Untuk mengenang perjuangan dan dakwah Laksamana Cheng Hoo dan warga Tionghoa muslim juga ingin memiliki sebuah masjid dengan gaya Tionghoa maka pada tanggal 13 Oktober 2002 diresmikan Masjid dengan arsitektur Tiongkok ini.
Masjid Muhammad Cheng Hoo ini mampu menampung sekitar 200 jama'ah. Masjid Muhammad Cheng Hoo berdiri di atas tanah seluas 21 x 11 meter persegi dengan luas bangunan utama 11 x 9 meter persegi. Masjid Muhammad Cheng Hoo juga memiliki delapan sisi dibagian atas bangunan utama. Ketiga ukuran atau angka itu ada maksudnya. Maknanya adalah angka 11 untuk ukuran Ka'bah saat baru dibangun, angka 9 melambangkan Wali Songo dan angka 8 melambangkan Pat Kwa (keberuntungan/ kejayaan dalam bahasa Tionghoa).
Perpaduan Gaya Tiongkok dan Arab memang menjadi ciri khas masjid ini. Arsitektur Masjid Cheng Ho diilhami Masjid Niu Jie (Ox Street) di Beijing yang dibangun pada tahun996 Masehi. Gaya Niu Jie tampak pada bagian puncak, atau atap utama, dan mahkota masjid. Selebihnya, hasil perpaduan arsitektur Timur Tengah dan budaya lokal, Jawa. Arsiteknya Ir. Abdul Aziz dari Bojonegoro.
Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya merupakan Masjid pertama di Indonesia yang mempergunakan nama muslim Tiong hoa. Masjid Cheng Hoo memiliki Arsitektur yang menarik dengan perpaduan budaya Islam, China dan Jawa. Hal ini tampak pada dominasi warna merah, hijau dan emas. Hal ini menunjukan eratnya hubungan antara budaya China dan Jawa.

4. Makam Ki Ageng Bungkul
Hampir semua orang yang pernah ke Surabaya pasti tahu yang namanya Taman Bungkul, pusat program car free day yang diadakan Pemkot Surabaya setiap minggu. Ya, di Taman Bungkul selain terdapat taman yang indah, tempat bermain, juga tersimpan sejarah dan makam Mbah Bungkul. Dimana 700 tahun silam sebelum bernama Surabaya, dahulu lebih dikenal dengan "Pertapaan Mbah Bungkul". Nama Taman Bungkul berasal dari Ki Ageng Bungkul, atau Syech Machmuddin, atau dikenal dengan Sunan Bungkul, seorang pejuang islam yang sangat terkenal di akhir kebesaran Kerajaan Majapahit. Disana terdapat makam beliau dan beberapa orang-orang terdekatnya. Awal mula nama taman bungkul memang tidak lepas dari nama seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di wilayah Surabaya dan sekitarnya, dia adalah Ki Ageng Supo yang kemudian mendapat gelar Sunan Bungkul atau Mbah Bungkul yang makamnya terdapat di belakang taman ini dan sekaligus menjadi tempat bagi para peziarah.

Sejak diresmikan pada 21 Maret 2007, Perkembangan Taman Bungkul semakin pesat. Salah satunya disebabkan sarana-sarana penunjang, seperti skateboard track dan BMX track, jogging track, plaza (panggung untuk live performance berbagai jenis entertainment), zona akses Wi-Fi gratis, telepon umum, area green park dengan kolam air mancur, taman bermain anak-anak hingga pujasera


5. Makam WR. Supratman
Makamnya terletak di Jalan Kenjeran, bersebrangan dengan Pemakaman Umum Rangkah. Didalam makam beliau terdapat tembok prasasti, cungkup  berbentuk joglo dan monumen. Tempatnya sangat asri, terawat, banyak pohon kamboja dan teduh. Silahkan kunjungi buat Anda yang ingin mengenangnya. Makam WR. Supratman berada di Jalan Kenjeran, atau seberang jalan Tempat Pemakaman Umum Rangkah. Komplek makam WR. Supratman terawat, cukup luas dan teduh oleh pohon kamboja berbunga merah dan putih. Komplek makam ini terdiri dari pusara WR. Supratman, Cungkup, tembok prasasti dan monumen WR. Supratman.
Pusara Wr. Supratman terlihat unik berbentuk siluet biola di bawah siluet biola ini sepenggal lagu karang WR. Supratman. Di atas pusaran dibangun cungkup berbentuk joglo berfungsi melindungi pusara dan peziarah yang duduk disekitar pusara. Diseberang depan joglo terdapat tembok Prasasti yang menceritakan riwayat pahlawan Nasional ini. Disampingnya berdiri monumen WR. Supratman tengah memainkan Biola berlatar belakang tembok berbentuk melengkung yang terukir teks lagu Indonesia lama versi dan ejaan lama.
Ke empat bangunan tersebut; pusara berbentuk siluet biola, joglo, tembok prasasti dan Monumen WR. Supratman berupaya menghadirkan sosok WR. Supratman dan Perjuanganya merebut kemerdekaan lewat Biola.
6. Gereja Katolik Santa Perawan Maria
Sebuah gereja yang berdiri sejak tahun 1899 di jaman penjajahan Belanda. Selain bernilai sejarah, gereja ini juga masih aktif digunakan, dan menjadi cagar budaya kota Surabaya. Berlokasi di jalan Ngagel Madya Nomor 1 membuat gereja ini begitu mudah untuk diakses. Sumber Wikipedia Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria merupakan salah satu gereja tua di kota ,dibangun pada tahun 1815 di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Berlokasi di Jalan Kepanjen, Surabaya, bangunan religius ini berdampingan dengan gedung SMA Katolik Frateran Surabaya.
Sebelum dibangunnya Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria ini, sudah dibangun sebuah Gereja Katolik pertama di Surabaya bergaya Eropa yang terletak dipojok jalan Kepanjen dan Kebonrojo. Pada awalnya dua orang pastor pada tanggal 12 Juli 1810, Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding datang dari Belanda dengan kapal ke Surabaya. Pastor Wedding kemudian bertugas ke Batavia sementara Pastor Waanders menetap di Surabaya.

Pastor Waanders sering mengadakan misa untuk umat Katolik di Surabaya. Yang kemudian dari hari ke hari jumlah umat Katolik semakin bertambah yang kemudian membuat umat Katolik berencana membangun sebuah gereja Katolik. Dan baru pada tahun 1822, umat Katolik dapat merealisasikan membangun sebuah gereja pertama di pojok Roomsche Kerkstraat/Komedie weg (Kepanjen/Kebonrojo). Namun belakangan gereja Katolik pertama ini dipindah ke gedung baru di sebelah utaranya, tepatnya di jalan Kepanjen Kelurahan Krembangan Selatan di wilayah Surabaya Utara. Hal ini dikarenakan gereja yang lama rusak.


7. Klenteng Hok An Kiong
Klenteng tertua di Surabaya ini berada di jalan Coklat no.2, dan mulai dibangun pada tahun 1830 dan sebelumnya bernama Tepekong Straat. Pada awalnya klenteng ini merupakan bangunan sementara buat para perantau awak kapal dari orang tiongkok asal Hok Kian. Saat ini klenteng Hok An Kiong dikelola oleh yayasan Sukhaloka. Di dalam ruangan tengah klenteng terdapat altar Dewi Thian Siang Sing Boo atau Ma Co dan altar Dewa Kwan Kong. Di tengah kepungan bangunan komersial di kawasan perdagangan yang cukup ramai di kala siang hari ini, di pojok atau sudut jalan yang merupakan pertemuan antara Jalan Slompretan dan Jalan Coklat terdapat bangunan tempat ibadah bagi pemeluk Tri Dharma yang bernama Klenteng Hok An Kiong.
Klenteng ini terletak di Jalan Coklat No. 2 RT.03 RW.02 Kelurahan Bongkaran, Kecamatan Pabean Cantikan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Dulu, jauh sebelum klenteng ini ada, lahan di daerah tersebut merupakan tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan. Tanah lapang tersebut kerap digunakan sebagai tempat menetap sementara atau persinggahan anak buah dari perahu-perahu tongkang yang datang dari Tiongkok. Waktu itu memang banyak saudagar Tionghoa yang datang ke Kadipaten Soerabaia. Umumnya, mereka datang dengan membawa serta patung Makco atau Ma Co Po, dewi pelindung para pelaut dan nelayan, untuk disembahyangi di lokasi persinggahan yang seadanya. Kemudian sebuah perkumpulan Hok Kiau, yaitu Hok Kian Kiong Tik Soe merasa iba dengan para awak kapal tongkang atau jung yang sedang berisitirah di bedeng yang seadanya. Lalu, perkumpulan ini berinisiatif membangun sebuah tempat yang layak bagi awak kapal itu.
Pada tahun 1830 mulai dibangun klenteng serta ruangan yang luas agar mereka bisa beristirahat atau menginap dengan baik.
Pembangunan klenteng ini didanai oleh Ong Pan Liong, Mayor The Boen Hie, Mayor The Thwan Ing, Tjhoa Sin Hie, Letnan Tan Tjien Oen, Tjia Tjian Tiong, dan masih banyak lagi. Dalam pembangunan klenteng ini, para juragan tadi mendatangkan langsung tukang insinyur dari Tiongkok, termasuk juga bahan-bahan bangunan. Bangunan klenteng itu sama sekali tidak menggunakan paku dari logam, tapi memakai potongan bambu yang diruncingkan. Dalam ruangan tengah klenteng terdapat altar Dewi Thiang Siang Sing Boo atau Ma Co. Konon, menutu sejarahnya ia seorang putri yang tulus ikhlas menempuh jalan suci sehingga ia berhasil dinobatkan hingga ke tingkat Arahat. Altar-altar lain yang ada di klenteng ini adalah altar seorang jenderal. Jenderal tersebut yang karena kesetiaan dan kejujurannya disucikan dan dinobatkan menjadi Dewa. Di Klenteng Hok An Kiong ini, ia disebut Kwan In Tiang atau gelarnya Kwan Kong atau Kwan Tee Ya. Klenteng Hok An Kiong ini merupakan salah satu klenteng tertua yang berada di Kota Surabaya, yang masih terawatt cukup baik. Hiruk pikuk pedagangan di siang hari , tak menyurutkan bagi pemeluknya yang ingin melakukan ritual sembahyang di klenteng yang berada di Jalan Coklat itu. Karena letaknya yang berada di Jalan Coklat, klenteng ini juga dikenal dengan nama Klenteng Jalan Coklat atau Jalan Slompretan. Kawasan ini dulu bernama Tepekong Straat 
8. Klenteng Sanggar Agung
Sebuah kuil yang terletak di tepi laut pantai Kenjeran dan dibuka umum pada tahun 1999. Dengan ciri khas patung Kwan Im setinggi 20 m. Kuil ini merupakan tempat ibadah bagi pemeluk Tridharma, dan juga dibuka untuk wisatawan. 
Kelenteng Sanggar Agung atau Klenteng Hong San Tang adalah sebuah klenteng di Kota Surabaya. Alamatnya berada di Jalan Sukolilo Nomor 100, Pantai Ria Kenjeran, Surabaya. Kuil ini, selain menjadi tempat ibadah bagi pemeluk Tridharma, juga menjadi tempat tujuan wisata bagi para wisatawan. Klenteng ini dibuka pada tahun 1999.
Ciri khas dari klenteng ini adalah sebuah patung Kwan Im setinggi 20 meter yang terletak di tepi laut. Klenteng ini dipersembahkan kepada Nan Hai Guan Shi Yin Pu Sa atau Bodhisatwa Kwan Im Laut Selatan. Patung ini dibangun setelah seorang karyawan Sanggar Agung melihat sesosok wanita berjubah putih berjalan di atas air pada saat ia sedang menutup Klenteng di malam hari. Penampakan tersebut dipercaya sebagai penampakan Kwan Im sendiri. Ikon lain dari Sanggar Agung adalah patung Phra Phrom

Pada Festival Bulan Purnama pada tahun 1978, tanggal 15 bulan 8 Imlek, sebuah klenteng dibangun sekitar 500 meter di sebelah selatan lokasi Sanggar Agung yang sekarang, yaitu Klenteng Kwan Kong Bio. Lokasi klenteng ini dipindahkan sebanyak tiga kali sampai akhirnya Sanggar Agung dibangun.
Pada tahun 1999, klenteng tersebut secara resmi dipindahkan ke lokasi yang sekarang yaitu Klenteng Sanggar Agung. Beberapa patung dewa di Sanggar Agung sudah diletakkan di dalam bangunan klenteng yang lebih lama semenjak puluhan tahun Klenteng Sanggar Agung didirikan oleh keluarga Soetiadji Yudho dan diresmikan pada tahun 1999, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Ia bermaksud membawa semangat spiritual umat Tridharma sekaligus harapan menampilkan sebuah ikon bagi Kota Surabaya. Patung raksasa Kwan Im dibangun dua tahun kemudian
Keunikan dari lokasi Klenteng Sanggar Agung adalah klenteng ini dibangun di atas laut sehingga berbentuk seperti teluk kecil yang menjorok ke laut serta dikelilingi pepohonan bakau. Klenteng ini dibangun di atas area dengan luas sekitar 4000 meter persegi dengan bangunan berciri Bali dan kombinasi budaya Jawa Menurut Freddy H. Istanto, Dekan Fakultas Teknologi dan Design Universitas Ciputra, kompleks peribadatan di Sanggar Agung sangat menarik untuk dikaji karena design eksteriornya memiliki muatan multi kultur yang unik. Dari atapnya, Sanggar Agung menggunakan perpaduan gaya Jawa yang cukup kuat meskipun secara umum bangunannya bercorak Bali. Menurutnya, terdapat kesan desain Sanggar Agung sengaja membawa image rumah tradisional Indonesia agar tak terjebak pada gaya klenteng, vihara, atau kuil kebanyakan, apalagi terjebak pada arsitektur negara China. Namun demikian, tradisi kuil China masih nampak di Sanggar Agung, misalnya pada bulatan di pagar. Freddy H. Istanto menekankan bahwa Sanggar Agung disebut sebagai "representasi harmoni kondisi psikologi dan budaya dari masyarakat setempat dengan umat Tri Dharma.
Secara resmi, Sanggar Agung menyatakan bahwa tinggi patung Kwan Im di sisi timur bangunan Klenteng adalah 18 meter. Patung tersebut dikawal oleh dua penjaga Shan Nan dan Tong Nu serta 4 Maharaja Langit pelindung empat penjuru dunia. Gerbang langit di bawah kaki patung Kwan Im dijaga oleh sepasang Naga Surgawi. Kebanyakan sumber mengklaim bahwa patung Dewi Kwan Im di Sanggar Agung memiliki tinggi sekitar 20 meter, sementara dua patung naga di bawahnya masing-masing sepanjang 6 meter. Orang bisa melihat Jembatan Suramadu jika berdiri di bawah gerbang tersebut. Patung Maha Brahma, She Mien Fo, atau Four Face Buddha berada di bagian belakang bangunan Klenteng Sanggar Agung (sisi yang menghadap ke jalan). Patung ini didaftarkan di MURI sebagai patung Four Face Buddha terbesar di Indonesia.
Pembangunan Stupa Maha Brahma dimulai pada Juli 2003 dan diresmikan pada tanggal 9 November 2004. Persemian tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk petinggi agama seperti Viriyanadi Mahatera, Phrarajkhru Sivacharaya dari Thailand, danGede Anom Jala Karana Manuaba. Luas lahan yang digunakan untuk pembangunan adalah sekitar 1,5 hektare. Bangunan inti berukuran 9×9 meter berada tepat di tengah lahan. Perhitungan pembangunan stupa ini banyak menggunakan angka sembilan karena disesuaikan dengan referensi patung serupa di Thailand. Selain itu, angka sembilan juga memiliki makna tersendiri. Stupa Maha Brahma dikelilingi taman bunga dan empat patung gajah putih dengan tinggi sekitar empat meter di setiap sudutnya.
Stupa disokong oleh empat pilar berwarna hijau keemasan. Secara garis besar, stupa terdiri atas tiga bagian, yaitu stupa, patung Maha Brahma, dan singgasana. Bagian atas stupa memiliki ketinggian 18 meter. Sedangkan patung Maha Brahma dan singgasana masing-masing setinggi sembilan meter. Keseluruhan kulit patung dilapisi oleh kampoh ("kertas emas") 22 karat asli dari Thailand. Keseluruhan biaya pelapisan emas mencapai Rp 1,5 miliar. Monumen ini menjadi yang terbesar di Indonesia, meskipun patung Four-Faced Buddha diThailand masih jadi yang terbesar di dunia. Secara keseluruhan, tinggi Stupa Maha Brahma adalah 36 meter.




1 komentar: