Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

08 November 2016

Akulturasi Ritual Peusijuek Sebagai Simbul Kekuatan dalam Masyarakat Aceh

 
Ridwan

1 SMPN 3 Panga Aceh Jaya Email: ridwanteunom@gmail.com

Abstrak
Peusijuek merupakan salah satu tradisi masyarakat Aceh yang masih dilestarikan dan dipraktekkan. Peusijuek ini sebagai sebuah budaya yang telah menjadi bagaian dari Islam, khususnya masyarakat Islam di Aceh. Penelitian ini ingin mengungkap bagaimana peusijuek diyakini dan beroperasi menjadi sebuah kepercayaan masyarakat yang secara keagamaan hal tersebut bukan sepenuhnya murni berasal dari ajaran agama Islam. Penelitian ini menggunakan metode content analisis. Islam memiliki konsep universalisme yang mampu menyatu dan melebur dalam berbagai peradaban dan kebudayaan, Islam menyatu dan dapat diterima oleh berbagai bangsa dan peradaban. Peusijuek diyakini oleh masyarakat Aceh sebagai salah satu ritual yang dikaitkan dengan kepercayaan terhadap agama, karena peusijuek tersebut sarat dengan nilai-nilai agama, yang mesti dijalankan. Hal tersebut dapat dilihat dari 3 (tiga) unsur, yaitu pertama; Pelaku Peusijuek, biasanya dilakukan oleh para tengku (ustadz) dan  tengku inong (ustadzah), yang paham agama. Kedua, momen peusijuek, dilakukan ketika akan berangkat haji, pernikahan/walimah, dan khitanan, dan lain-lain. Ketiga, doa peusijuek, doa yang dibacakan adalah doa yang ditujukan kepada Allah SWT, dengan menggunakan doa-doa yang dari Al-Qur'an dan Sunnah. Melihat ketiga tinjauan tersebut, dapat disimpulkan bahwa akulturasi ritual peusijuek dalam masyarakat Aceh sangat sarat dengan nilai-nilai keislaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai Islam, sehingga menjadi sebuah kepercayaan dalam masyarakat.

Kata kunci: Peusijuek, akulturasi, budaya, Islam.

I.     Pendahuluan
Peusijuek (bahasa Aceh) atau menepung tawari adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh yang masih dilestarikan sampai sekarang. Peusijuek dikenal sebagai bagian dari adat masyarakat Aceh. Peusijuek secara bahasa berasal dari kata sijuek (bahasa Aceh yang berarti dingin), kemudian ditambah awalan peu (membuat sesuatu menjadi), berarti menjadikan sesuatu agar dingin, atau mendinginkan (Dhuhri, 2008: 642). Peusijuek adalah prosesi adat yang dilakukan pada kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan masyarakat Aceh, seperti peusijuek pada upacara perkawinan, upacara tinggal di rumah baru, upacara hendak merantau, pergi/naik haji, peusijuek keureubeuen (kurban), peusijuek peremuan diceraikan suami, peusijuek orang terkejut dari sesuatu yang luar biasa (harimau, terjatuh dari pohon, kena tabrakan kendaraan yang mengucurkan darah berat), perkelahian, permusuhan, sehingga didamaikan (Ismail, 2003: 161-162). Di samping itu peusijuek juga dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap seseorang yang memperoleh keberuntungan, misalnya berhasil lulus sarjana, memperoleh kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan masyarakat, memperoleh penghargaan anugerah bintang penghargaan tertinggi, peusijuek kendaraan baru, dan peusijuek-peusijuek lainnya (Dhuhri, 2008: 162).
Tata cara pelaksanaan peusijuek dilakukan dengan urutan, pertama menaburkan beras padi (breuh padee), kedua, menaburkan air tepung tawar, ketiga menyunting nasi ketan (bu leukat) pada telinga sebelah kanan dan terakhir adalah pemberian uang (teumutuek) (Dhuhri, 2008: 161). Tara cara ini umumnya hampir sama dalam setiap prosesi peusijuek, tetapi juga kadang-kadang terdapat beberapa perbedaan menurut kegiatan yang diadakan peusijuek tersebut. Biasanya perlengkapan peusijuek terdiri dari: talam satu buah, breuh padee (beras) satu mangkok, bu leukat (ketan) satu piring besar bersama tumpoe (penganan berupa kue yang dibuat dari tepung dan pisang) atau kelapa merah, teupong taweu (tepung) dan air, oun sineujuek (daun yang khusus digunakan untuk prosesi peusijuek), on manek mano (jenis daun-daunan), on naleung samboo (sejenis rerumputan yang memiliki akar yang kuat), glok ie (tempat cuci tangan), dan sangee (tudung saji).
Masyarakat Aceh yang dikenal mayoritas beragama Islam, memiliki adat dan istiadat serta kaya dengan berbagai macam budaya. Hampir semua masyarakat Aceh dari dulu sampai sekarang masih melaksanakan prosesi peusijuek dalam kegiatan-kegiatan yang diyakini perlu diadakannya peusijuek. Karena peusijuek dianggap sebagai adat yang mesti dilaksanakan. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir peusijuek sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kelompok masyarakat, pengaruh dari kalangan reformis atau puritan, yaitu gerakan Muhammadiyah yang menjadikan fokus utamanya pemurnian atau pembersihan ajaran-ajaran Islam dari sinkretisme, yaitu konsep yang mengandung harmonisasi dan nilai-nilai budaya yang berbeda, yang diikuti para pelaku budaya dan sekte-sekte yang berbeda dengan menganut dua indikator; pertama, memurnikan agama, item-itemnya meliputi; kembali ke teks suci, serba syariah, non-konteks, tidak taklid; kedua, menjauhi sinkretisme, item-itemnya meliputi: menolak, tidak datang, tidak melakukan slametan (Sutiyono, 2010: 65-66).
Gerakan ini hanya diterima dan berkembang di perkotaan. Walaupun demikian, sebagian besar masyarakat perkotaan juga masih melaksanakan prosesi peusijuek tersebut apalagi pada acara perkawinan dan naik haji. Peusijuek juga dilakukan oleh kalangan mahasiswa di Aceh ketika tahun ajaran baru, mereka mengadakan acara peusijuek mahasiswa baru. Peusijuek juga dilakukan di perkantoran-perkantoran di Aceh ketika menerima pegawai baru, mereka mengadakan peusijuek pegawai baru. Prosesi peusijuek sudah menjadi budaya yang terus dipertahankan, peusijuek mengandung nilai-nilai agama yang sangat filosofis sehingga peusijuek dianggap sangat sakral dan mesti dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang diyakini perlu adanya peusijuek. Bahkan sampai kepada yang sangat ekstrim, peusijuek dianggap amalan agama yang tidak boleh ditinggalkan. Bila meninggalkannya akan ditimpa musibah atau tidak ada keberkatan dalam menjalankan kegiatannya.

Di samping itu sebagian masyarakat Aceh yang kebanyakan merupakan kelompok reformis, dan sebagian akademisi kampus sangat menentang prosesi peusijuek tersebut. Menurut mereka peusijuek merupakan perbuatan bidah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, mengerjakannya adalah sia-sia. Oleh karena itu, studi ini hendak menguraikan nilai-nilai agama yang terintegrasi dalam peusijuek tersebut, yang diterima oleh mayoritas masyarakat Aceh dan menjadi sebuah budaya Islam dalam masyarakat Aceh. penelitian ini menggunakan metode analisis isi (analysis content), yaitu menganalisis isi dari tradisi peusijuek dalam masyarakat Aceh yang diyakini sebagai sebuah kepercayaan masyarakat yang secara keagamaan hal tersebut bukan sepenuhnya murni berasal dari ajaran agama. 

1 komentar:

  1. Mantap juga jika konsep ini di pelajari generasi agar jangan salah kaprah menilai budaya

    BalasHapus