Ridwan1
1 SMPN
3 Panga Aceh Jaya Email: ridwanteunom@gmail.com
Abstrak
Peusijuek merupakan salah satu tradisi masyarakat Aceh
yang masih dilestarikan dan dipraktekkan. Peusijuek ini sebagai sebuah
budaya yang telah menjadi bagaian dari Islam, khususnya masyarakat Islam di
Aceh. Penelitian ini ingin mengungkap bagaimana peusijuek diyakini dan
beroperasi menjadi sebuah kepercayaan masyarakat yang secara keagamaan hal
tersebut bukan sepenuhnya murni berasal dari ajaran agama Islam. Penelitian ini
menggunakan metode content analisis. Islam memiliki konsep universalisme
yang mampu menyatu dan melebur dalam berbagai peradaban dan kebudayaan, Islam
menyatu dan dapat diterima oleh berbagai bangsa dan peradaban. Peusijuek diyakini
oleh masyarakat Aceh sebagai salah satu ritual yang dikaitkan dengan
kepercayaan terhadap agama, karena peusijuek tersebut sarat dengan
nilai-nilai agama, yang mesti dijalankan. Hal tersebut dapat dilihat dari 3
(tiga) unsur, yaitu pertama; Pelaku Peusijuek, biasanya dilakukan
oleh para tengku (ustadz) dan tengku
inong (ustadzah), yang paham agama. Kedua, momen peusijuek,
dilakukan ketika akan berangkat haji, pernikahan/walimah, dan khitanan, dan
lain-lain. Ketiga, doa peusijuek, doa yang dibacakan adalah doa
yang ditujukan kepada Allah SWT, dengan menggunakan doa-doa yang dari Al-Qur'an
dan Sunnah. Melihat ketiga tinjauan tersebut, dapat disimpulkan bahwa akulturasi
ritual peusijuek dalam masyarakat Aceh sangat sarat dengan nilai-nilai
keislaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai Islam, sehingga menjadi sebuah
kepercayaan dalam masyarakat.
Kata kunci: Peusijuek, akulturasi,
budaya, Islam.
I. Pendahuluan
Peusijuek
(bahasa
Aceh) atau menepung tawari adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh yang masih
dilestarikan sampai sekarang. Peusijuek dikenal sebagai bagian dari adat
masyarakat Aceh. Peusijuek secara bahasa berasal dari kata sijuek (bahasa
Aceh yang berarti dingin), kemudian ditambah awalan peu (membuat sesuatu
menjadi), berarti menjadikan sesuatu agar dingin, atau mendinginkan (Dhuhri,
2008: 642). Peusijuek adalah prosesi adat yang dilakukan pada
kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan masyarakat Aceh, seperti peusijuek
pada upacara perkawinan, upacara tinggal di rumah baru, upacara hendak
merantau, pergi/naik haji, peusijuek keureubeuen (kurban), peusijuek peremuan
diceraikan suami, peusijuek orang terkejut dari sesuatu yang luar biasa
(harimau, terjatuh dari pohon, kena tabrakan kendaraan yang mengucurkan darah
berat), perkelahian, permusuhan, sehingga didamaikan (Ismail, 2003: 161-162).
Di samping itu peusijuek juga dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap
seseorang yang memperoleh keberuntungan, misalnya berhasil lulus sarjana,
memperoleh kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan masyarakat, memperoleh
penghargaan anugerah bintang penghargaan tertinggi, peusijuek kendaraan
baru, dan peusijuek-peusijuek lainnya (Dhuhri, 2008: 162).
Tata
cara pelaksanaan peusijuek dilakukan dengan urutan, pertama menaburkan
beras padi (breuh padee), kedua, menaburkan air tepung tawar, ketiga
menyunting nasi ketan (bu leukat) pada telinga sebelah kanan dan
terakhir adalah pemberian uang (teumutuek) (Dhuhri, 2008: 161). Tara
cara ini umumnya hampir sama dalam setiap prosesi peusijuek, tetapi juga
kadang-kadang terdapat beberapa perbedaan menurut kegiatan yang diadakan peusijuek
tersebut. Biasanya perlengkapan peusijuek terdiri dari: talam satu
buah, breuh padee (beras) satu mangkok, bu leukat (ketan) satu
piring besar bersama tumpoe (penganan berupa kue yang dibuat dari tepung
dan pisang) atau kelapa merah, teupong taweu (tepung) dan air, oun
sineujuek (daun yang khusus digunakan untuk prosesi peusijuek), on
manek mano (jenis daun-daunan), on naleung samboo (sejenis
rerumputan yang memiliki akar yang kuat), glok ie (tempat cuci tangan),
dan sangee (tudung saji).
Masyarakat
Aceh yang dikenal mayoritas beragama Islam, memiliki adat dan istiadat serta
kaya dengan berbagai macam budaya. Hampir semua masyarakat Aceh dari dulu
sampai sekarang masih melaksanakan prosesi peusijuek dalam
kegiatan-kegiatan yang diyakini perlu diadakannya peusijuek. Karena peusijuek
dianggap sebagai adat yang mesti dilaksanakan. Tetapi, dalam beberapa tahun
terakhir peusijuek sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kelompok
masyarakat, pengaruh dari kalangan reformis atau puritan, yaitu gerakan
Muhammadiyah yang menjadikan fokus utamanya pemurnian atau pembersihan
ajaran-ajaran Islam dari sinkretisme, yaitu konsep yang mengandung harmonisasi
dan nilai-nilai budaya yang berbeda, yang diikuti para pelaku budaya dan
sekte-sekte yang berbeda dengan menganut dua indikator; pertama, memurnikan
agama, item-itemnya meliputi; kembali ke teks suci, serba syariah, non-konteks,
tidak taklid; kedua, menjauhi sinkretisme, item-itemnya meliputi: menolak,
tidak datang, tidak melakukan slametan (Sutiyono, 2010: 65-66).
Gerakan
ini hanya diterima dan berkembang di perkotaan. Walaupun demikian, sebagian
besar masyarakat perkotaan juga masih melaksanakan prosesi peusijuek tersebut
apalagi pada acara perkawinan dan naik haji. Peusijuek juga dilakukan
oleh kalangan mahasiswa di Aceh ketika tahun ajaran baru, mereka mengadakan
acara peusijuek mahasiswa baru. Peusijuek juga dilakukan di
perkantoran-perkantoran di Aceh ketika menerima pegawai baru, mereka mengadakan
peusijuek pegawai baru. Prosesi peusijuek sudah menjadi budaya
yang terus dipertahankan, peusijuek mengandung nilai-nilai agama yang
sangat filosofis sehingga peusijuek dianggap sangat sakral dan mesti
dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang diyakini perlu adanya peusijuek.
Bahkan sampai kepada yang sangat ekstrim, peusijuek dianggap amalan
agama yang tidak boleh ditinggalkan. Bila meninggalkannya akan ditimpa musibah
atau tidak ada keberkatan dalam menjalankan kegiatannya.
Di
samping itu sebagian masyarakat Aceh yang kebanyakan merupakan kelompok
reformis, dan sebagian akademisi kampus sangat menentang prosesi peusijuek tersebut.
Menurut mereka peusijuek merupakan perbuatan bidah yang tidak pernah
dikerjakan oleh Rasulullah SAW, mengerjakannya adalah sia-sia. Oleh karena itu,
studi ini hendak menguraikan nilai-nilai agama yang terintegrasi dalam peusijuek
tersebut, yang diterima oleh mayoritas masyarakat Aceh dan menjadi sebuah
budaya Islam dalam masyarakat Aceh. penelitian ini menggunakan metode analisis
isi (analysis content), yaitu menganalisis isi dari tradisi peusijuek
dalam masyarakat Aceh yang diyakini sebagai sebuah kepercayaan masyarakat
yang secara keagamaan hal tersebut bukan sepenuhnya murni berasal dari ajaran
agama.
Mantap juga jika konsep ini di pelajari generasi agar jangan salah kaprah menilai budaya
BalasHapus