Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

16 Maret 2016

Teori Belajar Versi Ivan Petrovich Pavlop

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap. Proses belajar dimulai sejak manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori belajar yang terkernal adalah teori belajar behavioristik (seiring diterjemahkan secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.
Timbulnya paham Behaviorisme atau teori tingkah laku disebabkan adanya kekurangan pada paham-paham sebelumnya seperti “strukturalisme” dan “Fungsionalisme”, akibat yang paling parah dialami oleh paham strukturaliesme adalah mengabaikan arah yang ditempuh oleh para ahli psikologi yang mengutamakan penerapan yang salah satunya dengan menolak konsep evolusi. Kaum fungsionalisme yang membela pendapatnya bahwa psikologi hanya meliputi studi tingkah laku, fungsi proses mental dan hubungan antara pikiran-badan dan tidak termasuk digunakan dalam dunia pembelajaran serta tidak mampu menyusun metoda penelitian yang tepat batasannya dan pokok kajiannya, sehingga membuat kedua paham ini berakhir, sehingga muncul paham baru yaitu, Behaviorisme.
Dalam dunia pendidikan begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal adalah teori “Classical Conditioning” dari Ivan Pavlov,
Teori Classical Conditioning yang merupakan bagian dari teori Behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa berhubungan dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulus-respon dengan proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-anak akan merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Saat proses ini terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai percakapan.
Menurut Ivan Pavlov bahwa teori ini “klasik”. Sehingga kesimpulan teori yang ia tangkap”respon” dikontrol oleh pihak luar; ia menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai “stimulus”. Demikianlah kejeniusan Ivan Pavlov mengenai teori classical conditioning sebagai dasar hasil eksperimennya.
Akibatnya, Ivan Pavlov telah melahirkan model belajar teori classical conditioning bermanfaat, maka merupakan keharusan penulis untuk menyampaikan kembali, guna mewujudkan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai dasar pengembangan dalam praktek belajar mengajar, sehingga dapat berjalan dengan baik dan tercapai tujuan yang diharapkan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Singkat Tentang Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlop lahir di Rusia pada tanggal 14 September tahun 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 februari 1936. dan beliau meninggal pada tahun 1936 di Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berfikirnya adalah sepenuhnya cara berfikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Kendatipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain merupakan rangkaian refleks-refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorisme nya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia belajar ilmu faal hewan dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada tahun 1883 ia mendapat gelar Ph.D setelah mempertahankan setelah mempertahankan thesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun ia belajar di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan direktur Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg. Antara1895-1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer tersebut, 1924-1936 menjadi direktur Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia Leningrad. Pada 1904 ia mendapat hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (‘conditioned reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dsar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan American Psychological Association (APA) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern disamping Freud.1
Pavlov memiliki beberapa buah karyanya yang penting, sebagaimana dikutip dari Filsafat Islam karangan Ismail Asy-Syarafa beliau menerangkan diantaranya:
a. Dua Puluh Tahun Studi Objektiv tentang Aktivitas Saraf (perilaku) pada Binatang (Isyuruuna ‘Aamman mi Ad-Dirasah Al-hayawaanat, 1923.
b. Kuliah tentang Cara Kerja Dua Lingkaran Besar Otak (Muhadharat fi ‘Amali An-Nishfain Al-Kurawiyyaain Al-Kabirainn li Al-Mukh),1927.2


B. Teori Belajar Kondisioning Gagasan Ivan Pavlov
Teori belajar gagasan Ivan Pavlov disebut dengan Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) . Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya (Gleitmen,1986). Selanjutnya, mungkin karena fungsinya, teori pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary behaviorist atau juga disebut S-R psychologists yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku belajar mendapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya. Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa lalu dan masa sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka merupakan hasil belajar. Teori ini ini menganalisis kejadian tingkah laku dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.3
Dalam sub judul ini penulis banyak mengutip uraian Hendry C. Ellis, tentang eksperimennya Pavlov di laboratorium pada seekor anjing.4 Beliau melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur dapat dilihat dari kulit luarnya.5 Sebuah saluran kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan suara luar, atau diletakkan pada panel gelas.
Rita L. Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan.6 Anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan; anjing tersebut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak.7 Prosedur ini beberapa kali. Kemudian lampu dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan dinyalakan lampu dengan makanan.8
Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks bersyarat9 dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalah yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk.10
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar; pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus, sebagaimana dijelaskan Agus Suryanto tentang teori Pavlov tersebut, beliau mengatakan semua harus berobjekkan kepada segala yang tampak oleh indera, dari luar.11
Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang ridak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.12
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.13
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar yang sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik permulaan tepat untuk penyelidikan belajar.14
Lalu peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar makanan dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang lezat, dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar.15
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditional stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response (UCS). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih (dikenal eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel dibunyikan secara alami pula anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS) diperdengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apa yang terjadi? Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabia CS dan UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, prinsipnya hasil eksperimen E.L Thorndike di muka kurang lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan anutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.16
Agar lebih jelas, dalam model 4 digambarkan proses terjadinya hubungan antara stimulus dan respons tersebut baik yang unconditioned (secara alami) maupun yang conditioned (buatan/yang dibiasakan).


C. Konsep Teori Utama Ivan Pavlov
Dalam merumuskan teori belajar, Ivan Pavlov mengelompokkan konsep teori ke dalam 4 (empat) teori:17
1. Eksitasi (Kegairahan ) dan Inhibition (Hambatan)
Menurut Ivan Pavlov dua proses dasar yang mengatur semua aktivitas sistem saraf sentra adalah Exitation (Eksitasi/kegairahan) dan Inhibition (Hambatan). Ivan Pavlov bersepkulasi bahwa setiap kejadian lingkungan berhubungan dengan beberapa titik tolak dan saat kejadian itu dialami, ia cenderung menggairahkan atau mengahambat aktivitas otak. Jadi otak terus menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami organisme. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut corcical mozaik (mozaik corcical). Mosaik kortikal pada satu momen akan menentukan bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah lingkungan eksternal atau internal berubah, mosaik kortikal akan berubah dan perilaku juga akan berubah.
Mozaik kortikal dapat menjadi konfigurasi yang relatif stabil, sebab menurut Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif bersama akan membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan membangkitkan poin lainnya. Jadi, jika satu nada terus menerus diperdengarkan kepada seekor anjing sebelum ia diberikan makan, area di otak yang merespon ke makanan. Ketika koneksi-koneksi ini terbentuk, presentase nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan akan disajikan. Pada poin ini kita mengatakan refleks yang dikondisikan sudah terjadi.


2. Streotip Dinamis
Secara garis besar streotip dinamis adalah mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang. Selama pemetaan kritikal ini dengan akurat merefleksikan lingkungan dan menghasilkan respons yang tetap, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi, jika lingkungan berubah secara radikal, organisme mungkin kesulitan untuk mengubah stereotif dinamis. Ung diikuti oleh kejadian lingkungan lainnya, dan selama hubungan ini terus terjadi, asosiasi antara keduanya pada level neural akan menguat. (perhatikan kemiripan dengan pemikiran Thorndike tentang efek dari latihan terhadap ikatan neural). Jadi, lingkungan berubah cepat, jalur neural baru harus dibentuk, dan itu bukan tugas yang mudah.


3. Iradiasi dan Konsenterasi
Pada awalnya terjadi iradiasi akan melebur ke arah otak lain di dekatnya. Iradiasi adalah proses yang dipakai Ivan Pavlov untuk menjelaskan generalisasi, yaitu: ketika hewan dikondisikan untuk merespon nada itu, tapi juga merespon nada yang lain yang terkait dengannya. Ivan Pavlov mengasumsikan bahwa nada yang paling dekat dengan nada yang dipresentasekan dalam daerah otak yang dekat dengan area yang menerima nada. Saat nada menjadi makin berbeda, daerah otak yang mempresentasekannya akan semakin jauh dari area yang menerima. Selain itu, pavlov mengasumsikan bahwa eksitasi akan hilang karena jarak. Pavlov juga menemukan bahwa konsenterasi sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi.


4. Pengkondisian Eksitateris dan Inhibitoris
Ivan Pavlov mengidentifikasi dua tipe umum dari pengkondisian , yaitu pertama: eksitori kondisioning akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon (sebuah bell (CS) yang dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air liur (CR), satu nada (CS) dipasangkan berulang kali dengan tiupan angin (US) langsung ke mata yang menyebabkan mata secara refleks berkedip (UR) sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak training CS atau menekan suatu respon misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS menimbulkan respon itu diulang tanpa suatu penguat.
D. Hukum-Hukum Yang Digunakan Pavlov
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : Ivan Pavlov “classical conditioning”nya:
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :18
a. Law of Respondent Conditioning, berarti hukum pembiasaan pembiasaan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent conditioning ialah, jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction, berarti hokum pemusnahan yang dituntut. Yaitu jika refleks yang sudah diperkuat melalui respomdent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.


E. Pendapat Pavlov tentang Belajar dan Pendidikan
Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa Pavlov adalah seorang ilmuwan yang membaktikan dirinya untuk penelitian. Ia memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang berbagai masalah dunia dan masalah dan masalah manusia. Peranan ilmuwan menurutnya antara lain membuka rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-hukum yang ada pada alam. Di samping itu ilmuwan juga harus mencoba bagaimana manusia itu belajar dan tidak bertanya bagaimana mestinya manusia belajar.
Teori belajar classical conditioning mengaplikasikan pentingnya mengkondisi stimulasi agar terjadi respon. Dengan demikian, pengontrolan dan perlakuan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan daripada motivasi internal.
Pandangan Pavlov tentang belajar, ia mengutamakan perilaku dan perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus respon (S-R). Dengan demikian, belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bias menimbulkan respon. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terus-menerus yang timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi.
Dalam pendidikan, prinsip Pavlov sulit untuk diaplikasikan dalam pendidikan di kelas. Sebab yang menjadi pertanyaannya adalah apakah percobaannya terhadap hewan akan terjadi pula pada manusia?Pertanyaan inilah yang sering dilontarkan terhadap teori classical conditioning. Oleh sebab itu, walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun persoalan penerapannya dalam praktek masih menimbulkan pertanyaan. Banyak latihan-latihan. Pendidikan berdasarka teori Pavlov baik pad amasa lampau maupun masa sekarang tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas misalnya memasangkan makna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terms menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini. Sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.
Adapun kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia, teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja. Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.19


Daftar Pustaka
1. Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang,1991),h. 108-110
2. Ismail Asy-Syarafa, Ensiklopedi Filsafat, terj: Sholfiyullah Muklas (Jakarta: Khalifah 2005), h.70
3. Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2011),h,85-86
4. Menurut penulis, anjing bukan menjadi persoalan kita sacara normative, sebagaimana Allah telah memberikan makna bahwa seluruh alam ini akan tunduk kepada kita sabagai Khalifahtullah fii Ardhi, lalu dari seluruh binatang yang ada di dunia ini, yang telah masuk surga adalah seekor anjing sebagaimana ceritanya ada dalam Al-Qur’an dengan ashabul kahfi.
5. Hendry C. Ellis, Fundamnental Of Human Learning,Memory, and Cognition, second edition (Unitied States Of America: Wn.C. Bowrn Company publishers, 1978), h. 10.
6. Analisis penulis mengemukakan ini sebagai stimulus. Istilah stimulus mengacu pada semua hal atau perubahan yang ada dalam lingkungan. Stimulus dapat berasal dari luar (external stimulus), dan juga dari dalam (internal stimulus).
7. Respon. Respons mengacu pada perubahan perilaku yang melibatkan adanya aktivitas yang disebabkan oleh otot dan kelenjar. Sama halnya dengan stimulus, respons bisa berupa respons luar (external) dan respons dari dalam (internal).
8. Rita L. Atkitson, et.al, Intruduction To Psychology, Eight Edition, Terj. Nurjannah Taufiq, Rukmini Barnana, Editor Agus Gharma, Michael Adrianto (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 294-295.
9. Substansi penelitian Pavlov tentang masalah fungsi otak (dalam bidang fisiologi).
10. Sumadi Suryasubrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada,2008),h. 265
11. Agus Suyanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1986). h. 116 beliau mengungkapkan bahwa teori Pavlov sama halnya dengan Psychoreflesologi yakni hanya berobjek kepada apa yang tampak dari luar, yaitu tingkah laku.
12. Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winaputra, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran (Jakarta, Dikti, 1977), h. 18.
13. Nana Sudjana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, (Lembaga Penerbit FE-UI, 1990), h. 70.
14. Rita L. Atkinson, et. Al, Introduction to Psychology, h. 299
15. Henry C. Ellis, Fundamental of Human Learning, Memory and Cognition, h. 14
16. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,2001),h,85-86
17. Hergenhan Matthew Olson, Theories of Learning,(Jakarta: Kencana,2009),h. 189-191
18. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,h,87-88
19. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:Remaja Karya,1988), h.94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar