PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Penyalahgunaan ganja/mariyuana telah banyak menjadi perhatian peneliti.[1] Fenomena mariyuana
dikalangan siswa semakin mencemaskan, bahkan telah sampai pada tingkat anak SD.
Berawal dari coba-coba
memasukkan ganja dalam rokok, bahkan pengedar memasukkan mariyuana ke dalam
makanan[2] baik berupa kue kering maupun
brownies. Mulanya dijual murah bahkan diberikan secara gratis kepada para
remaja pemula. Bila sudah kecanduan, barulah mereka
dibujuk untuk membeli barang tersebut. Penggunaan mariyuana ini memberi efek
rasa percaya diri yang berlebihan, sehingga pemakainya dapat nekat dalam
melakukan hal-hal yang berbahaya. Beberapa tindakan tawuran pelajar dan tindak
pidana lainnya juga dirangsang dengan mariyuana.
Mariyuana/ganja merupakan
bahgian dari jenis narkoba golongan I yang umum dipakai pengguna sebagai zat
atau obat yang berasal dari tanaman yang dapat menyebabkan penurunanan atau
perubahan kesadaran, menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Narkoba golongan
I itu sendiri berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan bagi
pengguna, jenis narkoba golongan I yaitu heroin, kokain, ganja, dan putauw.[3]
Menurut Martono (2006),
ganja atau cannabis berasal dari tanaman dengan nama cannabis satifa dan
cannabis indica (sejenis tanaman perdu), ganja merupakan
kandungan THC (Delta-9 Tetra Hydrocannabinol) yang psikoaktif dan
menyebabkan ketergantugan terhadap pemakainya. Pengaruh fisik yang terjadi
ialah: denyut jantung meningkat, mata memerah, mulut dan tenggorokan kering,
sering mengantuk, kekebalan terhadap penyakit infeksi menurun, kerusakan pada
otak, menyebabkan hilangnya daya ingat (memory), risiko penyakit
paru-paru kronis (bronkhitis) lebih besar dari pada perokok, berkurangnya kadar
hormon testosteron pada laki-laki sehingga mengurangi kesuburan, sementara pada
wanita mengakibatkan gangguan haid. Pengaruh psikis yang terjadi ialah: dapat
mengalami halusinasi, paranoia (gangguan jiwa seolah-olah dikejar-kejar),
disorientasi waktu (lama terasa singkat), perasaan ruang yang terganggu (jauh
terasa dekat), dan rendahnya motivasi, mengalami kebingungan.
Secara umum narkoba menjadi
ancaman yang besar bagi Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan,
peredaran narkoba di dunia, Indonesia menempati
peringkat yang ke5, setelah China. Oleh karena
itu, harus mendapat perhatian khusus untuk mewaspadai dengan cara mengetahui lebih
jauh dampak negatif yang menyerang sistem koordinasi yaitu: sistem saraf, indra, dan endokrin. Jika dimasukan
dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau
perasaan, dan perilaku seseorang. Selain itu narkoba dapat
menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis, karena ia adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan (UndangUndang No. 22 tahun 1997).[4]
Penyalahgunaan
ganja sebagai bahgian narkoba golongan I dapat menyebabkan
kecanduan (adiksi) atau ketergantungan bagi pengguna. Ketergantungan
ganja adalah suatu penyalahgunaan ganja yang berat sehingga jika mengurangi
atau berhenti menggunakan ganja akan mengalami sakau. Untuk
mempertahankan pengaruh ganja seperti semula, pengguna mengonsumsinya harus
dalam jumlah yang semakin lama semakin banyak. Penyalahgunaan narkoba tersebut
tercatat di dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU RI No.35 Tahun 2009
tentang Narkotika Undang-Undang Narkotika Bab XV pasal 127 yaitu Barang siapa
tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan I (ganja) bagi diri
sendiri akan dipidana penjara paling lama empat tahun. Efek buruk dari
penggunaan ganja telah disosialisasikan melalui berbagai media massa,
seminar-seminar, serta penyuluhan. Meskipun informasi mengenai efek buruk dari
penggunaan ganja sudah cukup sering diberitakan, tetapi menurut hasil survei
Badan Narkotika Nasional (BNN) tingkat pemakai ganja masih besar di Indonesia,
ujar Kabid Pembinaan dan Pencegahan Badan Narkotika Provinsi Sumatra Utara,
Arifin Sianipar, di Medan.[5]
Di
Indonesia, penggunaan ganja lebih banyak ketimbang penggunaan heroin, ekstasi,
dan sabu. Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jabar Brigjen Pol
Anang Pratanto mengatakan narkoba jenis ganja menjadi primadona di Aceh.
Aceh menduduki nomor satu di Indonesia dalam peredaran dan penggunaan ganja.[6]
Jajaran Polres Aceh memusnahkan barang bukti
berupa ganja lebih dari 1,5 ton. Pemusnahan itu merupakan hasil tangkapan
jajaran Polres Aceh Tenggara selama berlangsungnya operasi “Kasih Sayang”.
Selain menangkap barang bukti ganja, selama operasi petugas juga berhasil
menangkap enam tersangka yang ditangkap saat akan melintasi wilayah hukum
Polres Aceh Tenggara. Menurut Khamil, dari seluruh wilayah yang ada di Nangroe
Aceh Darussalam, wilayah Aceh Tenggara merupakan sumber utama pemasok ganja
kualitas tinggi ke berbagai daerah yang ada di Indonesia.[7]
Aceh Tenggara merupakan daerah yang paling
banyak ladang ganja, ladangnya sangat luas dan kualitasnya bagus, ganja dari
sana langsung masuk ke seluruh
Aceh. Sehingga kebanyakan dari warga mendapat kekayaan dari ganja, dengan
begitu tidak dipungkiri lagi bahwa untuk mendapatkan ganja aksesnya sangat
mudah, dan murah. Banyak masyarakat menjadi petani dan bandar di kawasan Kutacane, Aceh Tenggara.[8]
Sejarah singkat ganja
masuk ke Aceh digunakan sebagai obat anti serangan hama pada pohon kopi atau
ulat pada tanaman tembakau. Kemudian dikalangan Pria ganja digunakan sebagai
campuran tembakau rokok untuk dihisap, sedangkan dikalangan wanita Aceh
menggunakan biji ganja sebagai penyedap masakan daging. Setelah bertahun-tahun
dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh ganja mulai dikonsumsi, terutama
dijadikan ‘rokok enak, menghilangkan stres’. Tradisi ini memang sudah sulit
dihilangkan atau diberantas terutama di kalangan anak muda.[9]
Tempat peredaran ganja pada saat ini sudah
merambah ke ranah pendidikan antara lain ialah sekolah, kampus, lembaga,
pendidikan asrama. Menurut mahasiswa S3 di Universitas Sebelas Maret Solo Jawa
Tengah, berdasarkan laporan investigasi mereka di Aceh Tenggara peredaran dan
pemakaian ganja diperkirakan sudah banyak di kalangan pelajar Aceh Tenggara.
Saat ini pelajar ikut kecanduan mengkonsumsi ganja, sehingga merusak moral bahkan
menimbulkan kenakalan remaja. Diperlukan penanganan khusus terhadap
pemberantasan ganja di kalangan pelajar, agar generasi muda terselamatkan,
serta dibutuhkan kerjasama dari setiap sekolah-sekolah untuk membuat aturan-aturan,
disiplin yang lebih ketat.[10]
Ketaatan dan kedisiplinan
dalam penerapan peraturan di lingkungan pendidikan dapat berperan penting dalam
meredakan praktek penyalahgunaan ganja, sekolah yang mempunyai tingkat
peraturan yang ketat dan kedisiplinan yang tinggi, pasti tidak akan mudah
dimasuki oleh jaringan pengedar ganja. Sebaliknya
sekolah yang penuh dengan kelonggaran dan toleransi yang negatif justru menjadi
tempat yang nyaman bagi para penggunaaan dan pengedar ganja. (Visimedia, 2006). Sekolah harus berupaya
agar siswa mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah
yaitu siswa dilarang merokok di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.
Apabila ketahuan merokok diluar maupun di dalam lingkungan sekolah, akan diberi
sanksi atau hukuman, diberi
surat panggilan kepada orangtua siswa yang ketahuan merokok tersebut. Jika
siswa tersebut ketahuan merokok sebanyak tiga kali, maka siswa akan di drop-out
atau dikeluarkan dari sekolah.
Penggunaan ganja diawali
dari merokok, merupakan gerbang pembuka peredaran ganja di Aceh sudah
dipaketkan atau dilintingkan sehingga berbentuk rokok. Harga ganja sangat murah
di kota kecil ini dibandingkan di kota besar lain di Indonesia, di kota kecil
ini dapat membeli 6 linting ganja seharga Rp. 25.000,- dan harga tersebut
sesuai dengan uang saku siswa.[11]
Oleh karena itu siswa harus dilarang menggunakan rokok, karena diketahui ganja
di daerah tersebut dilintingkan sehingga berbentuk rokok. Selain
itu dampak dari menggunakan ganja terhadap siswa dapat menganggu atensi
(perhatian selama proses belajar) dan memori, sehingga siswa tidak dapat
mengoptimalkan performanya di sekolah dan menurunkan prestasi belajar di
sekolah (Santrock, 2007).
Menurut
Icek Ajzen (2005), individu berperilaku berdasarkan pada akal sehatnya dengan
mempertimbangkan setiap informasi yang ada dan secara implisit maupun eksplisit
mempertimbangkan dampak dari perilaku tersebut. Suatu gambaran mengenai
seberapa kuat seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang direncanakannya
untuk digunakan dalam tujuan menampilkan perilaku, disebut dengan intention.
Dalam penelitian ini intention
tidak menggunakan ganja atau perilaku tidak
menggunakan ganja adalah tidak menghisap ganja, atau tidak meminum. Menurut BNN
(Badan Narkotika Nasional), penggunaan atau pemakaian ganja ini biasanya
dikeringkan daun, batang, bijinya terlebih dahulu kemudian dilintingkan
menyerupai rokok. Pemakaian ganja sebagian besar dengan cara dibakar lalu
dihisap asapnya atau dengan cara dicampur dengan rokok, dan diseduh seperti teh
lalu diminum.[12]
Banyak dampak negatif
dari menggunakan ganja yang diketahui oleh siswa seperti merusak kesehatan
sehingga menyebabkan kematian, putus sekolah sehingga merusak masa depan,
menjadi kecanduan sehingga melakukan kejahatan (mencuri uang) agar dapat
membeli ganja.[13]
Namun, banyak faktor yang dapat mempengaruhi siswa untuk menggunakan ganja,
seperti mudah mendapatkan ganja dan banyaknya pengedar ganja, harga ganja yang
murah sesuai dengan uang saku pelajar, banyak pelajar di daerah tersebut
mengkonsumsi ganja dengan alasan dapat memberi kepuasan bagi diri mereka serta
dianggap sudah mengikuti trend atau dianggap gaul jika sudah
pernah menggunakan ganja.[14]
Selain itu siswa juga menyatakan bahwa mereka
kurang menghayati adanya tuntutan keluarga, seperti orangtua dan saudara
kandung dikarenakan jarang berada di rumah. Berdasarkan fenomena yang telah
diuraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lebih jauh mengenai "Pelacakan dan Pencegahan Ganja Aceh
Dikalangan Siswa."
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas penulis dapat meruuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengedaran
ganja Aceh dikalangan siswa?
2. Bagaimana damapak penggunaan ganja Aceh dikalangan siswa?
3. Bagaimana penanggulangan masalah ganja Aceh di kalangan
siswa?
[1] Lihat penelitian yang dilakukan oleh Larson, dkk., (2015), Chung, dkk., (2015), Sagar, dkk., (2015) Ketcherside, dkk., (2016), Jacobus, dkk., (2015), Maldonado dan Patrick, (2015),
Papatheodorou, (2015), Filbey, (2015),
[2] Baca di http://food.detik.com/read/2014/10/19/091113/2722961/297/inilah-efek-memakan-permen-atau-kue-mengandung-ganja
Di Colorado,
Amerika Serikat, ganja adalah barang legal. Mariyuana dicampurkan ke dalam
berbagai macam makanan, mulai dari brownies, kue kering, selai, permen, sampai sushi. Baca
jugadi http://www.cnnindonesia. com/nasional/20150413211947-12-46373/bnn-cokok-pengusaha-kue-ganja/
Jalur baru penyebaran ganja yang kini merambah ke kaum pelajar. Bentuk cookies (kue
kering) dan juga cake brownies menjadi salah satu bentuk lain racikan
ganja. BNN setelah mengamankan kurir, pembeli, pembuat,
pengantar kue dan juga pengendali jaringan perdagangan kue ganja, ditangkap
pada saat ingin melakukan transaksi di Mal Blok M, Jumat (10/4) lalu.
"Rata-rata penjualnya adalah mahasiswa. Mereka menjual lewat online,"
ujar Slamet kepada CNN Indonesia, Senin (13/4). website www.tokohemps.com
https://www.facebook.com/toko.hemp sebelum akhirnya
dilanjutkan melalui blackberry messenger ataupun sms. Tidak hanya
melayani sistem pemesanan via online, penjual camilan ini juga menjajakannya
langsung ke sekolah-sekolah, dijual seharga Rp.200 ribu untuk satu packnya. Baca juga di http://news.liputan6.com/read/2212904/ganja-dalam-sepotong-brownies
Kandungan
ganja ditemukan dalam sepotong brownies. Ini merupakan modus baru para pengedar narkoba untuk
mengedarkan barang haram dan memberikan 'virus' tersebut kepada masyarakat. Aksi kriminal
ini terungkap saat Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap pengedar di toko
tempat menjual brownies ganja ini di Blok M Plaza, Jakarta Selatan pada 10
April 2015. Baca juga di https://m.tempo.co/read/news/2015/04/14/064657561/brownies-ganja-modus-baru-peredaran-narkoba
Badan Narkotika Nasional membongkar modus baru peredaran narkoba ganja yang
dicampur dalam adonan cokelat dan brownies. Jajanan
mengandung ganja itu lantas dikemas dalam kotak kecil seukuran kemasan kue. Tiap kotak berisi 20 butir
cokelat atau potongan brownies. "Sekotak dijual dengan harga Rp 200
ribu," kata Deputi Pemberantasan BNN Deddy Fauzi Elhakim di Cawang, Senin,
13 April 2015. dipsarkan lewat situs Internet, www.tokohemp.com. Pembeli, menurut dia,
bakal menghubungi sindikat tersebut untuk memesan via telepon atau pesan pendek. Baca di https://m.tempo.co/read/news/2015 /04/18/064658629/situs-penjual-brownies-ganja-masih-dapat-diakses-ini-isinya,
Lihat video https: //www.youtube.com/watch?v=Rw_Du27E_-w.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar