Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

24 Mei 2016

Fenomena Demokrasi dari Lensa Nasionalisme yang Kehilangan Jati Diri; Demontrasi Vs Demo Crazy Penguasa

Dalam tatanan sistem internasional, salah satu yang paling gencar disorot media adalah cara berdemokrasi negara-negara. Demokrasi, dibanding dengan sistem-sistem yang lain memang dianggap paling ideal untuk diterapkan dalam sebuah pemerintahan. Tidak heran, selain menjadi sorotan media, demokrasi acap kali diperdebatkan dalam ruang-ruang diskusi, seminar, bahkan semakin banyak organisasi, lembaga, atau LSM yang memajang etalase demokrasi.
Demokrasi dalam perspektif yang lebih luas adalah ambigu. Ambigu karena setiap tokoh yang getol bicara demokrasi justru memiliki pandangan yang berbeda-beda. Makanya, Hazel Smith (2000) menulis tidak ada yang namanya teori demokrasi internasional. Pandangan Smith tidak berlebihan. Di beberapa negara, demokrasi dilaksanakan dengan caranya masing-masing. Di Venezuela demokrasi dijalankan dengan ide Bolivarian dengan semangat anti imperialisme. Sebelum Orde Baru, Indonesia pun pernah mengenal sosio-demokrasi yang dicetuskan Bung Karno pada masa Orde Lama. Menurut Bung Karno, demokrasi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia haruslah digali dari kebiasaan (kultur) asli Indonesia yang majemuk.
Berangkat dari ketiadaan teori demokrasi internasional itu, belakangan justru makna
demokrasi diuniversalisasi secara memaksa melalui jalan yang lebih halus.  Kolonialisme tidak lagi dilakukan dengan persenjataan, tetapi melalui invasi budaya, melalui produk-produk konsumsi, melalui tata cara berpakian, makanan, hingga musik. Neo kolonialisme seperti itu membuat sebuah bangsa tidak memiliki karakter. Tanpa karakter berarti telah terjadi krisis identitas. Krisis identitas membawa lembah demokrasi ke jurang standarisasi demokrasi ala kaum kolonial yang gencar dilakukan negara-negara Barat. Akhirnya, kesadaran adalah kunci terakhir: nasionalisme.

Perspektif Demokrasi dari Lensa Nasionalisme
Sebagai sebuah pola pikir, nasionalisme memandang perlunya suatu tindakan untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih baik dengan cara dan pandangan hidupnya. Nasionalisme, sebagaimana pula ideologi-ideologi lain menawarkan visi untuk mencapai tatanan nilai yang dianggapnya ideal tersebut (Ian Adams, 2004). Inilah yang membuat nasionalisme sebagai ideologi muncul dengan caranya menghadapi nilai-nilai dan masyarakat ideal.
Baradat (2006) menjelaskan nasionalisme yang dimulai dengan hubungan negara (state) dan bangsa (nation). Secara historis, Baradat mengatakan bahwa nasionalisme dan demokrasi adalah sama-sama hasil dari Revolusi Perancis. Keduanya dianggap dapat menghasilkan tujuan yang menguntungkan bagi masyarakat dunia. Demokrasi dan nasionalisme tidak hanya memiliki keterikatan historis yang sama, tetapi juga serupa dalam hal dasar filosofisnya.
Meskipun demokrasi oleh Baradat memiliki keterkaitan dengan nasionalisme, yang perlu diperhatikan juga dalam hal ini adalah realitas negara yang memiliki kebiasaan dan budaya yang berbeda. Maka dari itu, Baradat menekankan bahwa nasionalisme pada sisi yang berbeda merupakan gabungan fenomena politik beserta identitas manusianya. “Nationalism represents the union of a political phenomenon with the identity of human being” (Baradat, 2006: p.55). Definisi nasionalisme tersebut mengarahkan pada perlunya kesadaran civil society yang dalam sistem demokrasi adalah pusat dari segalanya. Demokrasi mengkhendaki peran civil society yang sebesar-besarnya dalam ruang-ruang pengambilan kebijakan.
Fokus perhatian nasionalisme memandang demokrasi melalui defenisi yang ditulis Baradat adalah menggali kebiasaan-kebiasaan civil society dalam sebuah negara. Dalam hal ini, kita harus menerima kenyataan bahwa karakteristik setiap negara-bangsa (state-nation) tidak sama. Maka dari itu, kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia tidak sama dengan kesadaran nasionalisme Amerika. Kesadaran nasionalisme Inggris tidak sama dengan kesadaran nasionalisme bangsa Irak. Begitu pula kesadaran nasionalisme negara-negara lain tidak akan pernah sama karena secara kultur dan pendekatan filsafat sudah berbeda. Secara filsafat saja berbeda, apalagi penerapannya.
Perbedaan kesadaran nasionalisme masing-masing negara itu pun sama halnya dalam memandang kadar demokrasi masing-masing negara yang berbeda. Paling tidak, hal ini yang coba diungkapkan oleh mendiang Ketua Centre for Chinese Studies Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Ignatius Wibowo dalam artikelnya berjudul “Memaafkan Demokrasi?” (2010). Menurut Wibowo, tiap bangsa dan kebudayaan memiliki demokrasinya sendiri dan tidak boleh dibandingkan dengan demokrasi di tempat lain. Pada titik definisi seperti ini, Wibowo setuju dengan bantahan Smith tentang tidak adanya teori demokrasi internasional sebagaimana telah disinggung di awal tadi.
Paling tidak, ada tiga hal yang perlu diperhatikan terkait belenggu nasionalisme dalam memandang demokrasi. Pertama, kontrol pemerintah dalam urusan domestik dan internasional. Kontrol domestik pemerintah berkaitan dengan aspek sosial, politik, hingga budaya. Dalam hal ini, pemerintah perlu merancang strategi untuk menumbuhkan semangat nasionalisme melalui agenda-agenda yang sifatnya kebangsaan. Aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya itu seyogianya dikembangkan seiring arus demokrasi yang memberi kesempatan pada civil society berpartisipasi. Tentu partisipasi civil society merupakan substansi dari demokrasi itu sendiri.
Di sektor kontrol luar negeri, pemerintah tentu harus berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil kebijakan. Keberhasilan kebijakan luar negeri suatu negara tidak hanya dari segi tercapainya tujuan dibuatnya kebijakan tersebut, tetapi jugabenefit bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara negara yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah empat aspek tadi: ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Kedua, perlunya filterisasi budaya. Nasionalisme dalam pengertian yang lebih luas menurut Baradat difokuskan pada subordinasi identitas, nilai, dan kepentingan nasional. Filterisasi budaya menjadi hal yang sangat penting dalam membaca demokrasi dari perspektif nasionalisme. Demokrasi seharusnya memberi budaya nasional secara umum, dan budaya daerah secara khusus untuk berkembang. Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi, filterisasi budaya memang menjadi hal yang susah tetapi harus dilakukan. Sehingga, nasionalisme ditumbuhkan melalui politik identitas.
Pada negara-negara maju, politik identitas menjadi salah satu agenda untuk dapat memberi pengaruh negara-negara lain, terutama pada negara-negara dunia ketiga. Keberhasilan demokrasi negara akan tergantung pada ketahanan budaya aslinya dalam menghadapi pengaruh budaya-budaya luar. Di sinilah fungsi nasionalisme berlaku untuk memberi ruang demokrasi yang berakar pada budaya nasional. Pada konteks seperti ini, Venezuela bisa menjadi salah satu contoh upaya pembentukan nasionalisme yang telah berhasil, melampaui standarisasi budaya yang gencar dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di negara Barat. Begitupula Iran yang semenjak Revolusi Iran 1979 di bawah kepemimpinan Ayatollah Khomeini memutuskan hubungannya dengan Amerika Serikat karena salah satunya semangat mempertahankan budaya nasional Iran dari pengaruh asing.
Sayang, di negeri ini, Indonesia Raya yang kaya raya akan budaya justru terlihat kehilangan jati diri semenjak segala sektor diliberalisasi dan diprivatisasi seiring masuknya investasi perusahaan asing ke Indonesia. Alih-alih menggunakan tameng “Demokrasi Pancasila” ketika masa Orde Baru, demokrasi macam ini bukannya memberi peluang civil society untuk berkembang, tetapi justru semakin terhimpit akibat kesejahteraan semu yang ditawarkan tirani. Lemahnya nasionalisme ditandai pula dengan banyaknya budaya asli Indonesia yang diklaim negara tetangga, kasus Sipadan-Ligitan, kini Papua Barat (West Papua) tengah bergejolak, pertanda demokrasi ala Indonesia yang diambang kegagalan. Sementara di sisi lain, konsumerisme, hedonism akibat virus neo-liberalisme semakin menjadi-jadi.
Poin ketiga yang juga perlu diperhatikan adalah upaya mempertahankan kearifan lokal. Hampir mirip dengan poin ke dua, kearifan lokal harus dipertahankan sebagai titik berangkat berdemokrasi. Sebagai titik berangkat, kearifan lokal seharusnya menjadi dasar filsafat sebagai sumber nasionalisme. Dari sana kemudian demokrasi diterapkan.
Ketiga hal tadi memang cenderung bergantung pada peran sentra pemerintah dalam membawa misi demokrasinya. Peran pemerintah dalam hal ini tetap melibatkan hak-hak massa rakyat sebagai civil society yang merupakan substansi dari demokrasi. Bila pemerintah tidak mampu melakukan konsolidasi terhadap ketiga hal tadi, jadilah demokrasi yang asal ‘tiru’. Demokrasi tiruan pada akhirnya justru akan menjatuhkan negara itu sendiri karena mengimitasi demokrasi negara lain. Dari meniru-niru lahirlah demokrasi kelas dua. Demokrasi kelas dua rentan dijadikan negara boneka dan dimanfaatkan oleh negara-negara maju yang dijadikan afiliasi

Ganja Aceh dan Persebarannya ditinjau dari Geososial

I. Pendahuluan

Ganja Aceh adalah bagian dari stereotipe yang sering dilontarkan anak muda tentang Aceh, julukan ini memang sangat negatif bagi keberadaan Aceh yang juga lebih dikenal dengan Serambi Mekah, namun banyak tulisan bahkan realita yang terjadi bahwa tanaman ini memang tumbuh subur di gunung-gunung atau perbukitan Aceh sehingga hampir setiap hari ada berita di koran tentang penemuan ladang ganja di Aceh, atau tertangkapnya oknum yang membawa ganja dari Aceh.


II. Sejarah Ganja dan Persebarannya


Berdasarakan tinjauan historis, tanaman ganja pertama kali ditemukan di daratan Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina kuno telah mengenal dan memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman batu. Masyarakat Cina menggunakan ganja untuk bahan tenun pakaian, obat-obatan, terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria. Ganja diolah untuk minyak lampu dan bahkan untuk upacara keagamaan seperti memuja dewa dan ritual kematian. Secara esensial ganja juga dianggap tumbuhan liar biasa layaknya rumput yang tumbuh di mana saja karena tanahnya memang cocok. Hanya saja, ganja tidak sembarang tumbuh di tanah yang tidak sesuai dengan kultur tanaman ini. Ganja memerlukan karakter tanah dan faktor geografis tertentu, seperti di Cina, Thailand dan Aceh. Sementara di belahan bumi lainya seperti Eropa, Afrika dan Amerika, ganja juga dapat tumbuh, namun hasilnya tak memuaskan, kecuali harus dengan sentuhan teknologi canggih, itu pun sangat sulit diaplikasikan. Seiring dengan perkembangan dunia medis dan industri, negara-negara maju mulai mempertimbangkan untuk menjadikan serat ganja sebagai bahan minyak bakar karena mudah dan aman dari kebakaran. Serat dari tanaman ini juga lebih kuat dari kapas sehingga dapat dijadikan tali kapal oleh Amerika pada perang dunia II.


Menurut sejarahnya, ganja dibawa ke Aceh dari India pada akhir abad ke 19 ketika Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo. Pihak penjajah itu memakai ganja sebagai obat alami untuk menghindari serangan hama pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau. Walau Belanda yang membawanya ke dataran tinggi Aceh, namun menurut fakta yang ada, tanaman tersebut bukan berarti sepenuhnya berasal dari negaranya. Bisa jadi tanaman ini dipungut dari daratan Asia lainya. Setalah bertahun dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh, ganja mulai dikonsumsi, terutama dijadikan ‘rokok enak,’ yang lambat laun mentradisi di Aceh.

Orang Indonesia mengenal ganja, opium dan barang candu lainnya dalam bentuk tanaman juga sejak perang dunia II. Belanda melegalkan ganja pada masa itu khususnya kepada orang-orang Cina yang rata-rata berprofesi sebagai pedagang. Mereka biasa menghisap candu dengan menggunakan pipa kecil yang panjang. Belanda memang mensuplay ganja untuk para pecandu ini yang didatangkan dari Aceh. Pada akhirnya Belanda juga mengeluarkan undang-undang untuk menghindarkan pemakaian dan akibat yang ditimbulkan (verdovende middelen ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (state gazette No. 278 juncto 536).

Hingga saat ini Aceh adalah surga bagi tanaman ganja, tanaman ini tersebar di seluruh hutan-hutan lebat di Aceh, bahkan diisukan menjadi ladang ganja terbesar di Acia Tenggara selain Thailand. Kondisi geografisnya yang mendukung, tanah yang subur, hujan yang teratur, dan posisi pegunungan dengan iklim yang tidak berubah-ubah, membuat ganja mampu tumbuh subur. Di hutan-hutan Aceh tersebar hampir ribuan hektar ladang ganja. Dari kabupaten Bireun, Aceh Besar (Lam Teuba), Aceh Tengah, Aceh Utara pedalaman dan Aceh Tenggara. Di Kabupaen Bireun disinyalir mempunyai 44 titik ladang ganja yang tersebar di lima kecamatan masing-masing seluas 20-90 hektar, Diantara desa yang memiliki ladang terbesar adalah desa Blang Beruru dan di pegunungan Sarah Kulu Peudada. Aparat kepolisian pernah mensinyalir dua tempat ini sekaligus dengan mengerahkan 100 personil polisi. Jarak tempuh yang berat membuat aparat hanya mendapat 23 hektar ladang ganja di dua lokasi tersebut, 10 hektar di desa Blang Beruru dan 13 hektar di pegunungan Sarah kulu. Meski operasi ini belum sepenuhnyamaksimal, namun hasil yang didapat sungguh melelahkan, karena 23 hektar berarti bisa menjadi 2300 kilogram lebih ganja. Padahal diperkirakan masih ada 30 hektar lagi yang masih harus dibasmi dengan medan yang cukup berat dan personil kepolisian yang terbatas.

Di Aceh Besar sebuah desa bernama Lamteuba menjadi terkenal ke luar Aceh karena kualitas ganja yang baik di pasaran nasional maupun internasional. Ladang ganja di desa Lempuyang Pulau Breuh yang dapat menghasilkan 20 ton ganja setiap kali panen. Rimbunnya pepohonan ganja ini bukan hanya karena daerah ini tidak terjangkau oleh manusia. Ada sebagian masyarakat berpendapat bahwa ganja sebenarnya tidak ditanam atau sengaja dipelihara sebagaimana tumbuhan padi atau palawija lainnya, karena ganja di Aceh bagaikan rumput yang tumbuh subur tanpa harus disemai, disiangi dan diberi pupuk. Biji ganja yang kering saat pecah akan membelah jatuh ke tanah menjadi tumbuhan baru dan tanah Aceh menerimanya. Awalnya bagi masyarakat hanya sebagai tanaman pembunuh hama, bumbu dapur sebagai pelengkap kelezatan makanan dan obat-obatan. Disebabkan harganya yang lebih dari menjual emas, maka mulailah ganja menjadi komoditi eksklusif yang menggiurkan walaupun dengan resiko yang sangat tinggi.

Bagi masyarakat Aceh sendiri penggunaan ganja bagi campuran rokok (tembakau) bukanlah hal yang luar biasa, sebaliknya menjadi pengedar ganja dan sukses itu menjadi pekerjaan yang tidak sembarang orang dapat melakukannya. Ganja harus keluar dari Aceh, karena yang banyak mengharapakan daun ini justru orang-orang dari luar Aceh. Bersusah payah pengedar akan berusaha membawa ganja keluar Aceh, biasanya melalui jalan darat yang harus ditembuh dengan resiko berhadapan polisi atau anjing pelacak. Bagaimana resiko ini tidak ditempuh karena ganja di Aceh harganya 1 kilogram hanya Rp. 200.000, sampai ke Medan menjadi Rp. 700.000 dan di Jakarta atau di Jawa menjadi 2 juta per kilogramnya bahkan jika perons mencapai Rp. 350.000 atau 3,5 juta perkilogram. Resiko perjalanan adalah yang menjadi harga ganja melambung tinggi.

III. Kandungan Ganja

Banyak nama maupun istilah untuk menyebutkan nama tanaman ganja. Cannabis adalah nama latin dari ganja, candu, cimeng, gelek, “rumput Aceh” bakong Aceh”, adalah nama-nama yang diberikan oleh pemakainya untuk mengaburkan nama sebenarnya. Ganja Aceh memang primadona bagi pemakai (penyalahgunaan). Menurut beberapa sumber ganja Aceh berkualitas sangat baik di dunia. Tanaman yang diharamkan ini sebenarnya memiliki banyak manfaat, hanya orang-orang yang salah kaprah dalam pemanfaatan tanaman ini sehingga timbul penyalahgunaan yang berakibat bukan saja pada pribadi pemiliknya, tetapi juga orang lain bahkan kerusakan generasi muda di sebuah negara bisa saja terjadi karena ganja.

Tanaman ganja mulai dari akar, batang, daun hingga ranting merupakan bahan istimewa untuk pembuatan kertas dan kain. Selain itu bijinya bisa digunakan sebagai bahan bakar minyak, baik langsung, maupun diubah melalui proses pirolisis menjadi batu bara, metana, methanol. Ganja jauh lebih baik daripada minyak bumi karena bersih dari unsur logam dan belerang, jadi lebih aman dari polusi. Lebih dari itu, biji ganja bergizi, dengan protein berkualitas tinggi, lebih tinggi dari kedelai. Bukan hanya sebatas itu, bahkan serat tanaman ganja jenis hemp pernah dipakai untuk tali pengikat kapal perang Tentara Armada Laut Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Seiring perkembangan dunia industri, negara-negara maju, seperti Tasmania, salah satu negara yang tergolong paling besar memanfaatkan potensi ganja. Negara itu memanfaatkan ganja dengan menurunkan kadar THC (Tetrahydro-cannabinol) untuk memproduksi bahan tekstil, kertas, bahan pembuat makanan, tapak rem dan kopling hingga untuk tali.

Sementara di Inggris terdapat pusat pengelolaan mariyuana atau ganja. Lembaga itu meneliti tanaman ini secara medis dan farmasi, seperti pasien lumpuh, mengatasi impoten, dan mempunyai daya ingat yang tinggi. D Kanada, pihak pemerintah melegalisasikan ganja untuk farmasi. Dilaporkan telah banyak pasien yang terbantu, seperti mengurangi rasa mual pada penderita AIDS dan penyakit lainnya. Pemerintah Kanada mengijinkan pembelian ganja dengan resep dokter di apotek-apotek lokal. Satu ons dijual sekitar 113 US dollar dan ganja dikirim melalui kurir ke pasien atau dokter mereka.

Menurut para medis, komposisi kimia yang terkandung dalam ganja adalah Cannibanol, Cannabidinol atau THC yang terdiri dari Delta -9- THC dan Delta -8- THC. Delta -9- THC sendiri dapat mempengaruhi pola pikir otak manusia melalui penglihatan, pendengaran, dan suasana hati pemakainya. Sementara Delta -9- THC diyakini para ilmuwan medis mampu mengobati berbagai penyakit. Daun dan biji ganja membantu penyembuhan penyakit tumor dan kanker. Akar dan batangnya bisa dibuat jamu yang mampu menyembuhkan penyakit kejang perut (kram), disentri, anthrax, asma, keracunan darah, batuk, diare, luka bakar, bronchitis. THC sendiri merupakan zat yang dapat menghilangkan rasa sakit, misalnya pada penderita glukoma. THC memiliki efek analgesic, yang dalam dosis rendah saja bisa bikin ‘tinggi’. Bila kadar THC diperkaya, bisa lebih potensial untuk pengobatan. Selain itu di masyarakat tradisonal, ganja dipakai sebagai herbal medicine. Namun bila dipakai sembarangan dan berlebihan, karena sifatnya sebagai alusinogen dapat menimbulkan euphoria sesaat, malas. Efek terburuk dari ganja membuat reaksi pemakai lambat, dan pengganja cenderung kurang waspada. Sebuah fakta lagi, kebanyakan orang takut menggunakan ganja bahkan haram bersentuhan dengannya, padahal ganja banyak dipasarkan dalam kemasan lain yang sering dikonsumsi orang tersebut sehari-hari, misalnya sebagai obat antikantuk, obat pelangsing, obat peningkat kecerdasan, obat kuat seks dan obat untuk menambah kepercayaan diri (konfiden).

Kenyatannya dibalik itu ganja memiliki sifat toksik, yaitu sifat racun yang menyebabkan pusing. Sifat toksik ini terbesar pada bagian tangkai dan bunga. Akibat yang ditimbulkan dari sifat toksik menyebabkan efek dalam tubuh, seperti pusing, mual, kehilangan konsentrasi, susah berjalan, mulut kering, kebingungan, paranoid, inkoordinasi otot, penglihatan kabur, bahkan apabila mengkonsumsi ganja dalam dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan induksi koma, hingga gagal jantung dan kanker. Yang lebih menakutkan adalah kehilangan sebagian fungsi otak yang berakhir pada kelainan jiwa. Orang yang mengkonsumsi ganja akan berhalusinasi sehingga cenderung sensitif, berperilaku aneh karena tidak dapat berkonsentrasi, akhirnya orang ini akan menjadi malas. Pengaruh ganja berbeda-beda pada setiap orang. Merokok ganja akan menimbulkan reaksi 10 sampai 20 menit setelah menggunakannya, efek mabuk dan candu yang paling keras adalah ganja yang berasal dari Aceh, dalam perdagangan ganja dianggap tipe A. Dari berbagai kondisi ganja antara manfaat dan mudarat, yang jelas apabila ganja diberlakukan dengan benar akan memberikan manfaat, namun sebaliknya mengapa ganja menjadi haram, karena ini tidak lepas dari sifat toksiknya. Orang akan menjadi cepat marah sehingga mudah sekali menimbulkan kegaduhan. Orang menjadi malas sehingga akan menghasilkan generasi yang apatis, tidak memiliki etos kerja dan tidak pernah serius karena semua hanya dalam halusinasi dan mimpi-mimpi si pemakai ganja. Kehilangan konsentrasi juga mengakibatkan mudahnya orang cilaka baik si pemakai sendiri maupun mencederai orang lain.

Ganja bukan saja menjadi permasalahan lokal di daerah, tetapi ini adalah bentuk jaring laba-laba antara petani, pegedar dan pemakai. Semua level sosial masyarakat ada di dalamnya.ini perlu penanganan serius, sehingga bukan hanya pihak kepolisian yang berperan aktf dalam pemberantasan narkoba, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga dibentuk guna mengani berbagai permasalahan penyalahgunaan narkotika di nusantara

III. Gerakan Anti Ganja

Masyarakat Provinsi Aceh perlu memperoleh dorongan mengubah perilaku dari menanam ganja ke Program Alternatif Pembangunan (Alternative Development Program). "Program alternatif perlu disosialisasikan lagi dan harus didorong untuk tidak menanam ganja dapat menghasilkan dengan menanam tanaman yang lain," kata Kapolda Aceh Irjen Aditya Warman di Aceh Besar. Pemerintah Aceh bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan yayasan Thailand meluncurkan Program Alternatif Pembangunan melalui tanaman yang lebih produktif di daerah Aceh.

Kegiatan ini antara lain menanam berbagai pohon seperti mahoni, jati, rambutan, mangga dan lain-lain sebagai pengganti ganja pada lahan seluas 7 hektar yang sudah disiapkan di desa Leubok Puni Kecamatan Kuta Malaka Aceh Besar pada akhir Mei 2009. Wacana kegiatan memberantas ganja melalui program pemberdayaan masyarakat dengan tanaman produktif dan ekonomis Menurut Bupati Aceh Besar Tgk. Bukhari Daud, diharapkan masyarakat wilayah tersebut tidak bergantung lagi pada tanaman “haram”. Program yang dikemas dengan Alternative Development (AD) tersebut sebagai upaya pemberantasan narkoba dan ketergantungan warga untuk menanam ganja.

Wakil Gubernur Muhammad Nazar yang juga ketua BNP Aceh mengatakan bahwa selama ini ganja bisa tumbuh sendiri di hutan-hutan atau sengaja ditanam dan dirawat. Ganja tidak hanya disalahgunakan oleh orang-orang kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Kasus narkoba di Aceh meningkat dari tahun ke tahun. Kalau tahun 2006 hanya 101 kasus, namun tahun 2007 meningkat tajam menjadi 600 kasus. Anehnya pemakai narkoba tidak saja kaum laki-laki, ternyata juga kaum perempuan. Oleh karena itu Wagub berharap kepada seluruh komponen masyarakat Aceh agar bersatu padu memberantas penyalahgunaan narkoba, termasuk para khatib untuk menyisipkan materi khutbah dengan bahaya narkoba, dengan satu persepsi untuk “mengharamkan” ganja.

Alternative Development atau pembangunan alternative adalah suatu upaya untuk mencegah dan memusnahkan penanaman tanaman-tanaman yang mengandung narkotika melalui kebijakan pembangunan yang dirancang khusus dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Upaya pemerintah dengan program Alternative Development, dalam masa 15 tahun mendatang diharapkan Aceh bisa bebas ganja, dan masyarakat punya alternatif usaha lain yang juga menguntungkan. Ini tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Ibarat selama ini orang sudah terbiasa naik mobil ilegal, lalu tiba-tiba ditawarkan sepeda motor. Pasti orang senang naik mobil butut ketimbang sepeda motor. Artinya memberi alternatif kepada masyarakat tentu saja yang realistik dan meyakinkan. Tidak sekedar seremonial, lalu kemudian hilang tak berlanjut dengan gerakan-gerakan yang telah diagendakan. Kita khawatir, kalau proram ini masih belum terkoordinasi dengan baik di lapangan, maka masyarakat kembali akan menanam ganja sebagai jalan pintas meski beresiko besar. Apalagi usaha yang bertentangan dengan hukum ini ikut bermain oknum tertentu di belakangnya. Program Alternative Development, telah sukses dilaksanakan di berbagai negara seperti Thailand. Keberhasilan itu tidak terlepas kerja keras dan dukungan setiap komponen masyarakat.

Agar ganja Aceh bisa hilang secara perlahan-lahan dan tidak ditanam lagi oleh masyarakat, maka perlu kesamaan persepsi antar berbagai komponen, mulai pemerintah, ulama, lembaga pendidikan dan masyarakat. Yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat yang selama ini bergantung hidup dari ganja dapat diyakinkan dengan usaha lain yang lebih bermartabat. Jika mereka diberikan kegiatan di bidang usaha pertanian misalnya pada tahun pertama dan kedua pemerintah menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan seperti bibit, pupuk dan obat-obatan. Jenis tanaman yang diusahakan pun selain tanaman keras, juga ada palawija atau tanaman semusim, sehingga dalam kurun waktu tiga bulan sudah dapat dinikmati hasilnya sembari menunggu hasil tanaman keras yang relatif lama sekitar 4-5 tahun.

Pengalaman sebelumnya, banyak program pemerintah yang digulirkan dengan dalih pengentasan kemiskinan, akhirnya gagal karena tidak jeli melihat permasalahan di lapangan termasuk mengikutsertakan masyarakat sebagai subjek. Program ini memang membutuhkan kerja keras, karena merubah perilaku manusia dari pekerjaan yang mudah menjadi sulit, meningkatkan etos kerja dan meninggalkan budaya malas. Program tersebut memang suatu perubahan budaya yang luar biasa karena perlu dukungan penuh dan terkoordinir baik dari pemerintah, penegak hukum dan masyarakat yang akan mengawasi sendiri dengan kesadaran penuh.

IV. Pelarangan Ganja dan Hukum yang Berlaku

Mengapa ganja dilarang? Inilah petanyaan yang belum dimengerti masyarakat luas. Padahal berbagai kampanye telah dilakukan, bahkan pemerintah sendiri pun telah mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi ganja. Undang-undang No. 22 1997 tentang narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasil sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain.

Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah. pasal 85 KUHP tentang pemakaian narkoba akan diancam dengan hukuman 4 tahun penjara dan pasal 78 tentang kepemilikan psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara. Namun hukuman ini masih kurang efektif karena semakin hari semakin banyak masyarakat yang terlibat narkoba. Namun hasilnya semakin hari semakin marak peredaran ganja dan pengembangannya di masyarakat.

Di dalam Islam sampai Abad Ketiga Hijriah, fiqh tidak pernah berbicara soal ganja. Yang pertama kali mengeluarkan fatwa tentang ganja adalah Imam al-Muzanni, murid dari Imam al-Syafi’i (175-264 H). Fatwa al-Muzanni merupakan reaksi ulama atas semaraknya fenomena zat adiktif ini dalam kehidupan masyarakat di Iraq waktu. Al-Muzanni mengeluarkan fatwa haram terhadap ganja, meskipun sebelumnya belum ada ulama (baik Abu Hanifah, Malik atau Syafi’i) yang mengharamkannya, karena memang pada masa mereka ganja belum umum dikonsumsi.
Pada masa al-Muzanni fenomena ganja mencapai eskalasi yang sangat menghawatirkan. Akhirnya, murid al-Syafi’i itu menyatakan bahwa ganja haram dikonsumsi. Fatwa dari al-Muzanni ini sempat ditentang oleh oleh Asad bin Amr, murid Abu Hanifah. Asad menyatakan bahwa ganja boleh dikonsumsi. Tapi, akhirnya semua ulama sepakat bahwa ganja haram dikonsumsi, karena telah membawa malapetaka yang sangat besar terhadap masyarakat. Konon, pada masa itu ganja telah umum dikonsumsi masyarakat. Sehingga sangat banyak orang yang kecanduan dan mengalami gangguan pikiran. Bahkan, para cendekiawan banyak yang linglung. Orang-orang pintar banyak yang tak waras gara-gara ganja. Akhirmya, para ulama di Transoxinia (Ma Wara’a al-Nahr) bersepakat mengharamkannya, sesuai dengan fatwa al-Muzanni. Ulama di kala itu juga mengeluarkan fatwa agar daun ganja dibakar; uang hasil transaksi ganja haram; penjual dan orang yang mengkonsumsi ganja harus diberi hukuman; orang yang melakukan talak pada saat sakau oleh ganja, talaknya jadi meskipun ia sedang tidak sadar.

Di Aceh ganja dulu dijual bebas di pasar, digantung-gantung di kios, di gerobak-gerobak penjaja sayur. Ganja mulai dilarang ketika Hoegeng menjadi kepala pemerintahan Kolonial Belanda untuk wilayah nusantara. Ia ingin tahu penyebab pemuda Aceh bermalas-malasan yang dinilai merugikan ekonomi Kerajaan Belanda. Lalu dia menyamar, pergi ke kampung-kampung dan ketemulah jawaban bodohnya, karena ganja. Hingga kini perusakan itu semakin nyata sehingga baik dari segi hukuminternasional maupun agama pantslah pelarangan ini berlaku.

18 Mei 2016

Pendidikan IPS dan ruang lingkup kajiannya secara epistimologi, ontologi dan aksiologi

BAB 1
HAKIKAT PENDIDIKAN IPS


Pengertian Pendidikan IPS
1. Istilah IPS dan Pendidikan IPS
© Kurikulum 1975 IPS sebagai salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, Ekonomi serta mata pelajaran sosial lainnya.
© Ciri khas IPS sebagai mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sifatnya terpadu (integrated) dari sejumlah mata pelajaran dengan tujuan agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi peserta didik disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
© Sedangkan istilah Pendidikan IPS menurut Prof. Nu’man Soemantri digunakan pada tingkat perguruan tinggi sebagai sub disiplin ilmu atau cabang dari disiplin ilmu tetapi belum dikenal secara baik.
© Dalam istilah asing untuk Pendidikan IPS istilah yang sering digunakan adalah Sosial Studies, Sosial Education, Sosial Studies Education, Sosial Science Education, Citizenship Education, Studies of Society and Environment.


2. Perkembangan Pengertian IPS (Sosial Studies)
1896-1897 : Pengertian IPS awal kelahirannya Sosial Studies .menurut National Herbart Society papers of 1896-1897 yang menegaskan bahwa Sosial Studies sebagai delimiting the sosial science for pedagogical use (upaya untuk membatasi ilmu-ilmu sosial untuk penggunaan secara pedagogic) Dalam buku karya Saxe (1991) berjudul sosial studies in Schools: A history of the early Years
1913 : Sosial Studies adalah a specific field to utilization of sosial sciencies data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia) Selanjutnya pengertian sosial studies diatas sebagai dasar dalam dokumen :Statement of the Chairman of Committee on Sosial Studies (CSS) Sosial studies sebagai specially selected from the sosial sciences for the purpose of improving the lot or the poor and suffering urban worker Dikemukakan oleh Heber Newton
1921 : Akan memaksimalkan hasil-hasil pendidikan untuk tujuan kewarganegaraan BerdiriNational Council for the Sosial Studies (NCSS):sebuah organisasi professional yang secara khusus membina dan mengembangkan Sosial Studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu sosial dan disiplin ilmu kependidikan
1935 : IPS sebagai inti dari kurikulum NCSS
1937 : Sosial studies are the sosial sciences simpliefied for pedagogical purpose Dikemukan oleh Edgar Wesley dan dijadikan definisi resmi sosial studies oleh “The United States of Education Standart terminology for Curriculum and Instruction
1993 : Pendidikan IPS adalah studi terpadu dari ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan kompetensi sipil. Dalam program sosial, studi sosial terkoordinasi, menggambar studi sistematis pada disiplin sebagai antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, pshicology, agama, dan sosiologi, serta konten yang sesuai dari humaniora, matematika dan ilmu alam. Tujuan utama dari ilmu sosial adalah untuk membantu orang muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga budaya yang beragam, masyarakat demokratis di dunia yang saling tergantung pagar dijadikan rujukan lengkap murah Dalam, Berbagai aktifitas Pendidikan paling lengkap dan dijadikan rujukan dalam berbagai aktifitas pendidikan


3. Pengertian Pendidikan IPS dalam konteks Indonesia
Menurut Prof. Nu’man Soemantri yang dikemukakan dalam Forum Komunikasi II Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosal Indonesia (HISPIPSI sekarang dibah menjadi Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, disingkat HISPISI) Pendidikan IPS adalah persekolahan dan pendidikan IPS perguruan tinggi.
Pengertian Pendidikan IPS yang berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah adalahpenyederhanaan/adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.Yang dimaksud istilah penyederhanaan adalah bahwa tingkat kesukaran bahan sesuai dengan tingkat kecerdasan dan minat peserta didik
Sedangkan Pengertian Pendidikan IPS yang berlaku untuk perguruan tinggi adalah seleksidari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
Adanya pembedaan definisi membawa konsekuensi bahwa PIPS dapat di bedakan menjadi dua yaitu PIPS
© sebagai mata pelajaran (dalam dalam kurikulum sekolah mualai SD, SMP/MTS, SMA/MA/SMK sesuai dengan UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39)
© kajian akademik. Sedangkan sebagai kajian akademik disebut juga IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, pedagogis dan sosial kultural untuk tujuan pendidikan.


4. PIPS sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu
a. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Sosial Studies as citinzenship transmission)
b. IPS sebagai ilmu-ilmu-ilmu sosial (Sosial Studies as sosial sciences),
c. IPS sebagai penelitian mendalam (Sosial Studies as reflectiveINQUIRY) lalu sekarang berkembang menjadi lima tradisi
d. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (Sosial Studies as sosial critism)
e. IPS sebagai pengembangan diri individu (Sosial Studies as personal development of the individual)
Menurut Soemantri PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan disiplin ilmu sosial.menurut Dufty (1986) karakteristik disiplin ilmu adalah (1) community of scholars (2) a body of thinking, speaking, writing by these scholars (3) a method of approach to knowledge.


Landasan Pendidikan IPS
© Landasan Filosofis : Memberikan aspek pemikiran yang mendasar yang menentukan apa obyek kajian. Aspek-aspeknya meliputi;
· Aspek ontologis: Pengembangan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu
· Aspek epistemologis : bagaimana cara, proses atau metode membangun dan mengembangkan PIPS hingga menentukan pengeta sebagai pendidikan disiplin ilmu yang dibangun serta dikembangkan dan manfaat PIPS
© Landasan ideologis : Dimaksudkan sebagai sistem gagasan mendasar untuk memberi pertimbangan dan menjawab pertanyaan (1) bagaimana keterkaiatan antara das sein PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan das sollen PIPS
© Landasan Sosiologis : Memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cita-cita , kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi, serta pola kehidupan masa depan
© Landasan antropologis : Memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar dalam menentukan pola, sistem dan struktur pendidikan disiplin ilmu
© Landasan kemanusiaan : Memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan
© Landasan politis : Memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan arah dan garis kebijakan dalam politik pendidikan dari PIPS
© Landasan psikologis : Memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cara-cara PIPS membangun struktur tubuh disiplin pengetahuannya baik dalam tataran personal maupun komunal
© Landasan Religius : Memberikan sistem gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma, etika dan moral yang menjadi jiwa (roh) yang melandasi keseluruhan bangunan PIPS, khususnya pendidikan Indonesia






BAB 2
IPS DAN ILMU-ILMU SOSIAL


Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Nama IPS dikenal di Indonesia sebgai hasil kesepakatan para ahli ketika Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu, Solo. Sedangkan dinegara lain lebih dikenal dengan nama sosial studies.
Pengertian IPS ditingkat persekolahan memiliki perbedaan makna disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didiknya.
© Untuk materi IPS jenjang pendidikan dasar nerupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri
© di SMP berarti gabungan (integrated) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu
© Sedangkan di SMA bisa berarti program studi (Program IPS) yang kedua bias berarti sejumlah mata pelajaran yang termasuk kedalam disiplin ilmu-ilmu sosial meliputi: Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Antropologi dan Sejarah


lmu-Ilmu Sosial



Gambar: Ilmu pendukung IPS
Para ahli ilmu-ilmu sosial telah memerinci sekitar 8 disiplin ilmu sosial yang mendukung program sosial studies yaitu:
· Antropologi : Para ahli antropologi mempelajari tentang budaya manusia mulai dari kebudayaan prasejarah (kebudayaan yang diviptakan sebelum lahirnya zaman sejarah) juga kebudayaan pada zaman modern saat ini. Para ahli antropologi dibedakan menjadi beberapa spesialisasi. Pertama, ahli antropologi sosial (antropologi budaya kedua, ahli etnografi. Ketiga, ahli antropologi bahasaKeempat, ahli antropologi fisik (biologi). Kelima ahli arkeologi. Keenam ahli primatologi
· Ilmu Ekonomi : Suatu studi tentang bagaimana langkanya sumber-sumber dimanfaatkan untuk memenuhi keinginan-keinginan manusia yang tidak terbatas. Pentingnya manajemen kelangkaan secara khusus dibagi kedalam dua bagian: analisis ekonomi dan kebijakan ekonomi. Ilmu sosial ekonomi-bagian yang berhubungan dengan analisis ekomomi dibagi kedalam dua bidang utama: ekonomi mikro dan ekonomi makro.
· Geografi : Mempelajari permukaan bumi dan bagaimana manusia mempengaruhi serta dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Geografi dibagi kedalam dua spesialisasi pokok yaitu geografi fisik dan geografi budaya (manusia)
· Sejarah : adalah semua aspek kehidupan manusia di masa lampau:politik, hukum, militer, sosial, keagamaan dan kreativitas
· Ilmu Politik : mempelajari kebijakan umum (public policies) . mereka tertarik dengan perkembangan dan penggunaan kekuasaan manusia didalam masyarakat khususnya yeng tercermin dalam pemerintahan
· Psikologi : Mempelajari perilaku individu dan kelompok-kelompok kecil individu. Disiplin ini terkadang didefinisikan untuk meliputi semua bentuk perilaku manusia dan bukan manusia, manusia normal dan abnormal, individu dan kelompok, fisik dan mental dan secara insting maupun dengan dipelajari.
· Sosiologi : Mempelajari perilaku manusia dalam kelompok-kelompok. Perhatian utamanya adalah hubungan sosial manusia-perilaku manusia seperti diwujudkan sendiri dalam perkembangan dan fungsi dari kelompok dan institusi






BAB 3
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPS


Perkembangan Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran di Indonesia erat kaitannya dengan perkembangan Sosial Studies di Negara lain yang telah maju


Perkembangan Sosial Studies di Negara lain
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Sosial Studies telah dijadikan sebagai istilah resmi dalam kurikulum pendidikan, khususnya di Amerika Serikat
Berdasarkan hasil rumusan Dewan Direktur NCSS tahun 1992 mengenai Sosial Studies sehingga menunjukkan bahwa materi Sosial Studies semakin meluas karena merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya ilmu sosial melainkan juga dari humanities, metematika bahkan agama. Dari definisi ini kita dapat menyimpulkan bahwa sosial studies untuk Amerika Serikat menggunakan pendekatan integrasi (Integrated Approach)
Perkembangan PIPS dalam Sistem Pendidikan di Indonesia
Perkembangan Sosial Studies di dunia khususnya Amerika Serikat telah banyak mempengaruhi pemikiran IPS (PIPS) di Indonesia.


Periodisasi pendidikan IPS di Indonesia adalah sebagai berikut:
© 1945-1964 : Istilah IPS belum dikenal.tetapi pendidikan IPS yang dusederhanakan untuk tujuan pendidikan sudah ada seperti ada mata pelajaran sejarah, geografi, civics, koperasi yang disampaikan secara terpisah di sekolah dasar dan matpel ekonomi, sosiologi dan antropologi di sekolah menengah
© Kurikulum tahun 1964-1968 : Dalam kurikulm 1964 ada perubahan pengajaran dalam ilmu IPS disitilahkan Dimyati pendekatannya bersifat korelatif. Pada kurikulum 1968 istilah IPS muncul dalam Seminar Nasional Tentang Civic Education di Tawangmangu Solo. Pada tahun 1972-1978 IPS pertama kali muncul dalam dunia persekolahan yakni dalam kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung
© Kurikulum tahun 1975 dan 1984 : IPS sebagai mata pelajaran diberikan untuk jenjang SD, SMP, SMA menggunakan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum yang berbasis pada materi pembelajaran (Content Based Curriculum). Kurukulum 1975 menampilkan pendidikan IPS dalam empat profil sebagai berikut: (1) pendidikan moral Pancasila menggantikan pendidikan kewarganegaraan Negara
(2) pendidikan IPS terpadu (integrated) untuk SD
(3) pendidikan IPS terkonfederasi meliputi matpel geografi, sejarah, ekonomi dan koperasi di SMP
(4) pendidikan IPS terpisah-pisah mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA atau sejarah dan geografi untuk SPG. Sedangkan pada kurikulum 1984 pelajaran IPS tidak banyak mengalami perubahan artinya kurikulum yang berlaku adalah kurikulum 1975
© Pendidikan IPS dalam Permendiknas1 : UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan






BAB 4
DIMENSI DAN STRUKTUR PENDIDIKAN IPS


A. Dimensi Pendidikan IPS, meliputi :
1. Dimensi Pengetahuan (Knowledge)
1.1 Fakta adalah data yang spesifik tentang peristiwa, objek, orang dan hal-hal yang terjadi (peristiwa)
1.2 Konsep adalah kata-kata atau frase yang mengelompok, berkategori dan memberi arti terhadap kelompok fakta yang berkaitan
1.3 Generalisasi adalah ungkapan/pertanyaan dari dua atau lebih konsep yang saling terkait
2. Dimensi Ketrampilan (Skills)
2.1 Ketrampilan meneliti
- Mengidentifikasi dan mengungkapkan masalah atau isi
- Mengumpulkan dan mengolah data
- Menafsirkan data
- Menilai bukti-bukti yang ditemukan
- Menyimpulkan
- Menerapkan hasil temuan dalam konteks yang berbeda
- Membuat pertimbangan nilai
2.2 Ketrampilan berfikir
- Mengkaji dan menilai data secara kritis
- Merencanakan
- Merumuskan faktor sebab dan akibat
- Memproduksi hasil dari sesuatu kegiatan atau peristiwa
- Menyarankan apa yang akan ditimbulkan dari suatu peristiwa atau perbuatan
- Curah pendapat (brains torning)
- Berspekulasi tentang masa depan
- Menyarankan berbagai solusi alternatif
- Mengajukan pendapat dari perspektif yang berbeda
2.3 Ketrampilan Partisipasi Sosial :
- Mengidentifikasi akibat dari perbuatan dan pengaruh ucapan terhadap orang lain
- Menunjukkan rasa hormat dan perhatian kepada orang lain
- Berbagi tugas dan pekerjaan dengan orang lain
- Berbuat efektif sebagai anggota kelompok
- Mengambil berbagai peran kelompok
- Menerima kritik dan saran
- Menyesuaikan kemampuan dengan tugas yang harus diselesaikan
2.4 Ketrampilan Berkomunikasi
Aspek yang penting dari pendekatan pembelajaran IPS khususnya dalam inkuiri sosial, siswa mampu mengungkapkan gagasan pemahaman dan perasaannya secara jelas, efektif dan kreatif.
3. Dimensi Nilai Dan Sikap (Values And Attitude)
3.1 Nilai Subtanstif adalah :
Keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar bukan sekedar menanamkan atau menyampaikan informasi semata.
3.2 Nilai Prosedural
Peran guru dalam dimensi nilai sangat besar terutama dalam melatih siswa sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran di kelas.
4. Dimensi Tindakan (Action), meliputi :
4.1 Percontohan kegiatan dalam memecahkan masalah di kelas seperti
4.2 Berkomunikasi dengan anggota masyarakat dapat diciptakan
4.3 Pengambilan keputusan dapat menjadi bagian kegiatan kelas, khususnya pada saat siswa diajak untuk melakukan inkuiri.


B. Struktur PIPS
Model pembelajaran yang menekankan pembelajaran secara efektif antara lain:
· Model inkuiri
· Problem Solving
· Berpikir kritis
· Pengambilan keputusa
Model Struktur Ilmu Pengetahuan unsur-unsurnya adalah :
1. Atribut : karakteristik atau sifat sejumlah benda, peristiwa atau ide yang dapat dibedakan
2. Konsep : Suatu pengertian abstrak yang disosialisasikan dengan symbol sekelompok benda, peristiwa atau ide
3. Generalisasi : Suatu pengertian (berupa pernyataan) yang dibentuk oleh sejumlah konsep yang saling berkaitan dan kebenarannya masih perlu diuji.
4. Konstruk : Suatu organisasi dari generalisasi dan konsep yang saling berkaitan.
BAB 5
BEBERAPA PEMIKIRAN DALAM PEMBAHASAN PEMBELAJARAN IPS


© Pendekatan inkuiri berpusat pada kebutuhan siswa (student centered instruction)
© Konsepsi higher-order thinking è ketrampilan memecahkan masalah


A. Upaya pembaharuan sosial studies di Amerika Serikat
Ada dua isi pokok dalam pembaharuan sosial studies di Amerika Serikat yaitu:
· Perumusan bahan pembelajaran dan strategi pembelajaran untuk sosial studies. Di dalam bahan pembelajaran diorganisasikan secara terpadu (Integrated), bukan hanya antar disiplin ilmu-ilmu sosial melainkan juga antar disiplin ilmu sosial, ilmu alam dan humanitis.
· Strategi belajar yang diusulkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dan mengambil keputusan.


B. Upaya Pembaharuan Sosial Studies Di Australia
Di Australia, pembaharuan sosial studies dengan cara belajar inkuiri. Ada tiga aktivitas utama dalam pendekatan inkuiri, yakni :
1. Tahap investigation ialah kegiatan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam meneliti, memproses dan mengintrepresikan data dan informasi.
2. Tahap communication ialah kegiatan untuk mengembangkan kecakapan siswa dalam penggunaan bermacam-macam bentuk komunikasi
3. Tahap participation ialah kegiatan mengembangkan kecakapan dan rasa percaya diri siswa dalam kerja kelompok dan dalam proses pengambilan keputusan


C. Upaya Pembaharuan Pembelajaran IPS Di Indonesia
Di Indonesia, ada pembaharuan kurikulum IPS :
1. Kurikulum 1964 menggunakan istilah pendidikan kemasyarakatan
2. Kurikulum 1968 mata pelajaran di sekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus
3. Kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial yang merupakan perpaduan dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi
4. Kurikulum 1984 menggunakan pendekatan integratif dan stuktural untuk IPS SMP, pendekatan disiplin terpisah untuk SMA dan untuk SD pendekatan integratif.
5. Kurikulum 1994 IPS kajiannya geografi, sosiologi, antropolog, tata Negara dan sejarah sedangkan untuk SD bahan pokoknya pengetahuan sosial dan sejarah
6. Kurikulum KTSP beserta Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dengan panduan yang dikeluarkan BSNP


D. Kemampuan berpikir untuk siswa sekolah dasar
Menurut Savage dan Armstront (1996) untuk mendorong siswa mengembangkan kemampuan berfikir dalam IPS melalui :
1. Kemampuan berpikir kreatif (creative thinking)
2. Berfikir kritis (critical thinking)
3. Kemampuan memecahkan masalah (problem solving)
4. Kemampuan mengambil keputusan (decision making)


E. Pendekatan Inkuiri untuk siswa sekolah menengah, meliputi :
1. Perumusan masalah (problem formulation)
2. Perumusan hipotesis (formulation of hypotheses)
3. Definisi istilah : konseptualisasi
4. Pengumpulan data (collection of data)
5. Pengujian dan analisis data (evaluation and analysis of data)
6. Penguji Hipotesis untuk memperoleh generalisasi dan teori
7. Memulai inkuiri lagi






BAB 6
KONSEP ILMU, TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT DALAM PIPS


A. Kedudukan Konsep Ilmu, Teknologi Dan Masyarakat dalam Pembelajaran IPS
Konsep ITM dimasukkan dalam pembelajaran IPS memberikan kontribusi secara langsung terhadap misi pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga Negara sebagai berikut :
1. Memahami ilmu pengetahuan di masyarakat.
2. Pengambilan keputusan warga Negara
3. Membuat koneksi antar pengetahuan
4. Mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab
Konsep ITM dalam IPS sesuai Project Analysis yang dikemukakan oleh Noris Harms adalah:
· Konsep ITM menfokuskan pada kebutuhan-kebutuhan pribadi siswa
· ITM menfokuskan pada isu-isu kemasyarakatan
· ITM memfokuskan pada masalah pekerjaan dan karir


B. Pendekatan Dan Strategi Pembelajaran Ilmu Teknologi Dan Masyarakat
Ada tiga altenatif pendekatan atau srategi untuk mengembangkan ITM dalam pembelajaran IPS yakni :
1. Infusi ITM kedalam mata pelajaran yang ada
2. Perluasan melalui topik kajian dalam mata pelajaran
3. Penciptaan/pembuatan mata pelajaran yang baru
Karakteristik dari program terintegasi ITM dalam IPS, meliputi :
1. Hasilnya dinyatakan dengan jelas
Beberapa tujuan yang sangat relevan dengan pembelajaran ITM adalah:
a. Melek ilmu dan teknologi
b. Membuat keputusan yang rasional yang dapat digunakan dalam penelitian dan pemecahan masalah krusial
c. Kemampuan melakukan sintesa informasi
d. Memahami kemajuan dalam IPTEK merupakan bagian integral dari warisan masyarakat terdahulu
e. Sadar akan banyaknya pilihan untuk berkarir dibidang ilmu dan teknologi
2. Mengembangkan organisasi yang efektif
Pengorganisasian pembelajaran melalui startegi ini meliputi:
a. Mengklarifikasi isu-isu dan identifikasi kejadian untuk pengambilan keputusan
b. Pengumpulan data empiris dan data yang berkaitan dengan nilai
c. Pertimbangan alternative tindakan dan akibat-akibatnya
d. Identifikasi tindakan
e. Rencana tindakan
3. Sistem dukungan
4. Strategi instruksional




BAB 7
PENDIDIKAN GLOBAL


Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan (perspective) tentang dunia kepada para siswa dengan memfokuskan bahwa ada keterkaitan antar budaya, umat manusia dan kondisi alam. Fokus pendidikan global adalah hal-hal mendunia yang berciri pluralism, interdependensi dan perubahan.
Tujuan pendidikan global, mengembangkan knowledge, skills, dan attitudes yang diperlukan secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman etnis, pluralism budaya dan semakin saling ketergantungan.
Gambaran kondisi dunia :
· Kemajuan teknologi
· Perdagangan antarnegara
· Pertukaran budaya
· Pariwisata
· Kepedulian terhadap lingkungan
· Persaingan pasar
· Kelangkaan sumber daya alam
· Ketatnya perlombaan senjata antarnegara adi kuasa


Adanya saling ketergantungan antarbangsa menimbulkan bentuk-bentuk kerja sama dalam segala bidang yang akhirnya menimbulkan konflik dan persaingan. Misalnya MEE, Masyarakat Ekonomi Eropa, APEC. Proses ini adalah proses globalisasi yang berpengaruh pula dalam dunia pendidikan. Era globalisasi telah mengharuskan kita mengubah cara pandang terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, jika tidak mengikuti maka akan terisolir. Dalam era globalisasi tak ada satu bangsa yang dapat menghindar dari arus ini. Globalisasi menurut pengertian World Bank adalah fenomena yang tak terhindarkan dalam sejarah kehidupan manusia. Fenomena ini membawa seluruh belahan dunia menjadi semaikn dekat satu sama lain.
Hubungannya dengan pendidikan adalah adanya saling keterkaitan atau ketergantungan hidup di dunia ini menimbulkan peningkatan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan profesional dari warga dunia yang menjadi syarat dalam memahami dimensi global baik dari fenomena politik, ekonomi maupun budaya.
Materi pendidikan global menurut Kniep (1986) ada empat kajian :
1. Human values
2. Global system
3. Global problems and issues
4. History of contact and interdependence

Kajian tentang nilai manusia pasti berhubungan dengan nilai-nilai yang sifatnya universal, secara historis termaktub dalam The Universal Declaration of Human Rights oleh PBB tahun 1948, yaitu, hak atas life, liberty, property, equality, justice, freedom of religion, free speech. Nilai-nilai ini berasal dari tradisi budaya, nasional dan nilai-nilai agama.
Kajian nilai manusia juga akan ditemukan perbedaan nilai manusia, bahwa kita di dunia ini adalah beragam, keragaman ini meliputi perasaan, pikiran, gaya hidup dan pandangan dunia tiap masyarakat. Pendidikan global berusaha membantu siswa dalam melihat kebersamaan dalam keragaman atau dikenal dengan istilah unity in diversity, kita bersatu dalam kebhinnekaan, keberagaman. Hal ini tepat dan sesuai dengan sejarah bangsa Indonesia dengan dasar falsafahnya Pancasila, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Kajian sistem global meliputi sistem ekonomi dunia, sistem politik global, sistem ekologi, sistem teknologi. Sementara kajian tentang masalah-masalah dan isu-isu global meliputi isu-isu perdamaian dan keamanan, isu-isu pembangunan, isu-isu lingkungan dan isu-isu hal asasi manusia. Kajian sejarah hubungan antarbangsa dan saling ketergantungan masih sangat minim.
Kesimpulannya adalah para pendidik harus berusaha mendorong pemikiran dan dialog agar para siswa memiliki dasar untuk mengembangkan perspektif global.






BAB 8
MODEL PEMBELAJARAN IPS


Hakikat dan Peranan Model Pembelajaran IPS
Salah satu desain pembelajaran IPS yang sangat dianjurkan adalah desain pembelajaran inkuiri (Inquiry Approach). Secara umum istilah “Inquiry“ berkaitan dengan masalah dan penelitian untuk menjawab masalah, berikut istilah inkuiri menurut beberapa ahli :
· Roger (1969) “Suatu proses untuk mengajukan pertanyaan dan mendorong semangat belajar para siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah“.
· Hagen (1969) “Metode pemecahan masalah, berfikir reflektif dan atau discovery“.
· Beyer (1971) “suatu proses mempertanyakan makna/arti tertentu yang menuntut seseorang menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami“.


Model-model pembelajaran IPS
Menurut para ahli, pendekatan inkuiri cukup ampuh dalam mengatasi kebosanan siswa karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred instruction). “Guru yang baik haruslah memiliki metode yang baik dan guru yang terbaik ditentukan oleh metode yang dikuasainya“ (Wesley, 1950). Lebih lanjut menurut wesley metode yang baik memerlukan sikap guru yang akurat, artistik, berkepribadian dan selalu menyesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa, dan salah satu metode yang mengatasi kebosanan siswa karena karena metode ekspositori adalah metode inkuiri. Pendekatan inkuiri sosial dalam pembelajaran IPS bertujuan untuk menghasilkan fakta, konsep, generalisasi dan teori. Sehingga metode ini dapat memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan digunakan para pengambil kebijakan dalam menghasilkan keputusan-keputusannya.
Alternatif model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran ketrampilan berfikir (thinking skills) yang terbagi menjadi dua model, yaitu ketrampilan berfikir kritis (Critical thinking skill) dan ketrampilan berfikir kreatif (Creative thinking skill). Kedua model pembelajaran ini memiliki kesamaan dengan pendekatan inkuiri yaitu sama-sama membantu siswa berlatih berfikir dan memecahkan masalah pribadi maupun kemasyarakatan.
Implementasi model pembelajaran di atas adalah dengan model pembelajaran problem solving.Menurut Wilkins (1990) ada enam langkah model pembelajaran problem solving yang juga digunakan dalam model pembelajaran individual (Individual Instruction) yaitu:
· Mengklasifikasi dan mendefinisikan masalah
· Mencari alternatif solusi
· Menguji alternatif solusi
· Memilih solusi
· Bertindak sesuai dengan pilihan solusi
· Tindak lanjut (Follow up)
Pada model pembelajaran pengambilan keputusan (Decision making) berkaitan dengan kemampuan berfikir tentang alternatif pilihan yang tersedia, menimbang fakta dan bukti yang ada, mempertimbangkan tentang nilai pribadi dan masyarakat. Perbedaan mendasar dari model pembelajaran inkuiri sosial dan pengambilan keputusan yaitu pembelajaran inkuiri sosial menghasilkan pengetahuan dalam bentuk fakta, konsep, generalisasi dan teori sehingga mengakumulasi sebanyak mungkin pengetahuan, sedangkan model pengambilan keputusan fokus pada bagaimana pengetahuan yang dihasilkan dapat membantu memecahkan masalah dan membuat keputusan. Langkah-langkah proses pembelajaran IPS sebagai berikut :
· Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah
· Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif
· Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif
· Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan setiap alternatif
· Menggambarkan kemungkinan akibat setiap alternatif
· Membuat pilihan dari setiap alternatif
· Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam membuat pilihan.






BAB 9
PENGEMBANGAN KETRAMPILAN MEMBACA DALAM IPS


Membaca adalah salah satu ketrampilan dalam belajar untuk memperoleh sejumlah pengalaman dan atau pengetahuan, sikap dan ketrampilan tertentu. Dalam belajar IPS, mengetahui apa pengetahuan dan mengetahui bagaimana untuk mengetahui atau menyadari apa yang dipelajari sangatlah penting.


Pengembangan Ketrampilan Pemahaman
Tujuan penting dari kemampuan membaca adalah pemahaman, menurut James Banks (1990) kemampuan yang dimaksud adalah kesadaran metakognitif (Metacognitive awareness) atau yang sering diartikan “mengetahui tentang mengetahui” (knowing about knowing) atau “mengetahui bagaimana untuk mengetahui” (knowing how to know). Empat langkah yang diperlukan untuk mengontrol pemahaman siswa (kesadaran metakognitif) dalam membaca, yaitu:
1. siswa harus mengetahui kapan mereka melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
2. siswa harus mengetahui apa yang mereka ketahui.
3. siswa harus mengetahui apa yang mereka perlukan untuk mengetahui.
4. siswa harus mengetahui keguanaan teknik-teknik yang membantu mereka dalam belajar.
Ketrampilan membaca buku ajar berbeda dengan ketrampilan membaca buku fiksi, sejarah, biografi, peta dan buku-buku referensi lainnya. Menurut Jarolimek & Parker (1993) siswa IPS adalah pembaca yang mampu :
· Membaca secara fleksibel
· Menggunakan judul bab dan subbab sebagai alat bantu membaca
· Menggunakan kunci kontekstual untuk mendapatkan makna.
· Menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan.
· Menduga hubungan sebab akibat.
· Menggunakan bahan referensi, bila perlu, untuk memahami istilah-istilah kosakata penting.
· Mencari data pada peta, chart, gambar, ilustrasi dan menafsirkan data.
· Menggunakan bagian-bagian buku (seperti indeks, daftar isi, pengantar,dan sebagainya) sebagai alat bantu membaca.
· Menunjukkan pilihan agar terbiasa dengan struktur ajar dan menerka pengertian umum.
· Menempatkan fakta dan menduga ide-ide utama.
· Membandingkan penjelasan satu dengan yang lainnya.
· Mengenal kalimat-kalimat topik.
· Menggunakan ketrampilan untuk menemukan bahan kepustakaan.


Mengembangkan Ketrampilan Vokabuler Siswa
Volabularium sosial adalah semua kata, perbendaharaan kata atau kosakata yang biasa digunakan dalam IPS. Rendahnya penguasaan vokabuler IPS merupakan salah satu penyebab utama rendahnya pemahaman dan banyaknya kesalahan membaca dalam IPS. Berikut istilah vokabuler sosial yang sering muncul dalam IPS :
· Istilah teknis ialah istilah, kata-kata atau ungkapan yang asing bagi IPS dan biasanya dijumpai ketika membaca. Misal: veto, meridian, legislatif, temperatur, kapitalisme, dll.
· Istilah figuratif (kiasan) ialah ungkapan yang bersifat metaporis. Misal: platform politik, perang dingin, teori domino, politik adu domba, surat sakti, dll.
· Kata-kata yang berarti ganda, ialah kata-kata yang memiliki ejaan yang sama, tetapi memiliki makna berbeda sesuai dengan konteks. Misal: Kamar, Kursi, meja hijau, dll.
· Istilah-istilah khas untuk suatu wilayah tertentu, ialah ungkapan-ungkapan khusus di suatu wilayah tertentu yang tidak biasa digunakan di tempat lain. Misal: desa, udik, marga, nagari,dll.
· Kata-kata yang sama atau hampir sama pengucapannya, ialah kata-kata yang sama atau hampir sama baik ucapan maupun penulisannya namun maknanya berbeda. Misal: malang dengan Kota Malang, KKN (kuliah Kerja Nyata) dengan KKN (Korupsi, Kolusi Nepotisme), dll.
· Akronim, ialah kata-kata singkatan. Misal: OPEC, ASEAN, KADIN, DEPDIKNAS, dll.
· Istilah-istilah penjumlahan, ialah kata-kata atau istilah yang menunjukkan jumlah waktu, ruang atau objek. Misal: Tak lama kemudian, abad, windu, dll.






BAB 10
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PARTISIPASI SOSIAL


Pengembangan Kepekaan Sosial
Pengembangan keterampilan partisipasi sosial dilakukan melalui pengembangan kepekaan sosial dan penerapan strategi pengembangan partisipasi sosial. Kepekaan sosial adalah kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap aspek-aspek atau kemasyarakatan. Sedangkan kesadaran sosial adalah kemampuan individu menjadi paham dan peka terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik didalam masyarakat (Campbell, 1989).Kepekaan dalam bidang sosial-ekonomi mensyaratkan pendidikan menyiapkanpembangunan manusia produktif, kepekaan sosial-politik menempatkan sekolah sebagai agen pembaharuan generasi yang demokratis mampu berpartisipasi dan berkontribusi dengan cara memahami dan mengkretisi terhadap perubahan sosial.
Kepekaan dan kesadaran sosial seseorang terbangun dari pengalaman masa lampau hasil interaksi dengan lingkungannya, ketrampilan berbuat dari motivasi diri dan kesadaran mempertimbangkan akibat yang logis (proses berpikir dan mencoba). Berdasarkan pada teori belajar dari Bandura, kesadaran dan kepekaan sosial dapat dikembangkan,dipelajari atau dibelajarkan dalam pembelajaran IPS. Dalam proses pembelajaran perlu diperkenalkan konsep-konsep, norma, prinsip, nilai-nilai maupun masalah-masalah sosial actual seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran, kejahatan,KKN dll. Teori belajar dari Bandura(1977) menyatakan bahwa perilaku individu yang berbeda-beda dapat dipelajari melalui proses pengkondisian kelas, pengkondisian peran perilaku(simulasi) dan belajar melalui pengamatan.
Bagaimana mengembangkan strategi ketrampilan kepekaan sosial dilakukan dalam proses pembelajaran? Siswa tentu mempunyai pengalaman individu dan guru dapat mengembangkannya melalui rekonstuksi dengan melibatkan siswa dalam aktivitas sosial dan proses pembelajaran. Aktivitas yang melibatkan aspek sensor motorik member kesempatan yang luas untuk berkreasi, berfikir, berbuat sesuai keinginan dan bekerja menggunakan alat tentu bermanfaat dalam pembelajaran IPS.
Jerolimek dan Parker(1993) mengemukakan sejumlah aktivitas dalam pembelajaran IPS di kelas yang melibatkan siswa agar mereka memiliki kepekaan sosial seperti melalui seni, drama,music, bahkan olah raga. Melalui seni music atau menyanyi misalnya “Halo-Halo Bandung” dapat member inspirasi bagi semangat patriotisme, cinta tanah ar, loyalitas dan kesetiaan kepada bangsa dan Negara. Melalui music perasaan dan emosinya dapat tumbuh dan terlatih. Dengan seni nencipta dan baca puisi siswa dapat mengugkapkan perasaan, unek-unek, emosi dan keinginannya, begitu juga melalui seni lukis mereka juga dapat mengekspresikan pada kanvas atau hasil lukisannya.


Pengembangan Partisipasi Sosial
Apa dan mengapa partisipasi sosial?
Partisipasi sosial adalah keterlibatan siswa dalam belajar berfikir peka terhadap masalah-masalah sosial dan bertindak sesuai dengan kedudukan dan fungsinya guna memper siapkan diri terjun dalam kehidupan masyarakat. Kosasih Djhiri(1979) mengemukakan bahwa anak muda perlu berturut serta dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai penonton melainkan langsung sebagai pelaku. Namun sebelum dan selama dalam proses partisipasi tersebut, para remaja perlu dibina, dijembatani, dan dibimbing sehingga tidak akan terjadi gap(kesenjangan) yang terlalu lebar antara generasi baru dan lama.
Lebih lanjut, Kosasih Djahiri(1979) mengemukakan beberapa keuntungandan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kegiatan partisipasi sosial adalah:
· Bahwa kegiatan kemasyarakatan yang melibatkan siswa memiliki kegunaan timbale balik, baikbagi siswa maupun bagi masyarakat setempat;
· Bahwa kegiatan tersebut akan mendapat bantuan atau dukungan pihak lain sepanjang kegiatan itu bersifat positif;
· Bahwa kegiatan tersebut akan merangsang, menbantu, dan mengembangkan intelektual, etika, dan moral siswa;
· Bahwa kegiatan partisipasi sosial akan membentuk siswa memiliki kematangan dan kemampuan untuk bekerja di masyarakat;
· Agar kegiatan tersebut berhasil guna maka program pembelajaran hendaknya disusun secara sistimatis dan terorganisir sehingga sesuai dengan tingkat pengetahuan, mekemampuan, danperkembangan siswa.


Langkah-Langkah Kegiatan Partisipasi Sosial
· Penetapan tujuan intraksional
· Pembelajaran konsep
· Penentuan pilihan topic/masalah untuk proyek partisipasi
· Pembuatan scenario pilihan partisipasi
· Diskusi kelas
· Latihan dan persiapan proyek partisipasi
· Pelaksanaan proyek partisipasi
· Membuat laporan kerja (reporting)
· Diskusi kelas
· Penyimpulan proyek


Pembelajaran IPS memerlukan tindakan nyata(real action) baik ketika menerapkan teori ataupun dalam rangka melakukan percobaan di masyarakat. Welton dan Mallan (1988) menyarankan bahwa untuk belajar partisipasi idalam masyarakat, maka siswa perlu dibelajarkan sejumlah ketrampilan sebagai berikut:
· Belajar dalam kelompok secara efektif, meliputi belajar mengorganisir, merencanakan, mengambil keputusan, dan mengambil tindakan.
· Membentuk koalisi kepentingan dengan kelompok lain.
· Melakukan ajakan, berkompromi dan melakukan bargaining.
· Bersikap sabar dan tekun dalam bekerja untuk mencapai tujuan.
· Berusaha memperbanyak pengalaman dalam situasi buaya yang berbeda-beda.


Bagaimana bentuk kegiatan partisipasi sosial yang dapat dipelajarkan dalam IPS?
Kosasih Djahiri(1979) mengemukakan sejumlah kegiatan kemasyarakatan antara lain sebagai berikut: (1) kegiatan sosial politik, (2)proyek kemasyarakatan, (3) pro yek sosial (sukarelawan), (4) studi kemasyarakatan, (5) pemagangan, dan (6) program model. Hal tersebut dapat diwujutkan dengan berpa rtisipasi membantu pemerintah berkampanye mensukseskan pembangunan, keluarga berencana, membantu korban banjir, membantu dalam bidang kemanusiaan seperti PMR, polisi sekolah, dan sebagainya. Apabila kondisi tidak memungkinkan dilaksanakan partisipasi sesungguhnya maka kegiatan partisipasi sosial dapat dilakukan melalui simulasi dan permainan (games).






BAB 11
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS


Jenjang SD/MI
Pengorganisasian materi pelajaran IPS di jenjang SD/MI menganut pendekatan terpadu (integrated), yaitu materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu disiplin ilmu yang terpisah, melainkan mengacu pada pada aspek kehidupan nyata (Factual/real). Dalam Permendiknas (2006) di kemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial, serta memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.


Jenjang SMP/MTs
Untuk jenjang SMP/MTs, pengorganisasian mater pelajaran IPS menggunakan pendekatan korelasi (correlated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu secara terbatas kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata (factual/real). Melalui pembelajaran IPS peserta didik diarahkan menjadi warga negara yang demokratis dan bertangguang jawab, serta warga dunia yang cinta damai.


Jenjang SMA/MA/SMK
Pada jenjang SMA/MA/SMK, pengorganisasian materi pembelajaran IPS menggunakan pendekatan terpisah (Separated), yaitu materi pembelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu sosial secara terpisah. Pembelajaran IPS di SMA/MA menjadi suatu rumpun dengan nama disiplin ilmu sosial “tradisional“, yaitu Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi dan Antropologi. Hal tersebut berbeda dengan pembelajaran IPS di SMK dan SMALB, nama IPS adalah nama mata pelajaran seperti di SD/Mi dan SMP/MTs.

Teori Model Pembelajaran Discovery dan aplikasinya

a. Definisi/Konsep
Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.



Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.



Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.



Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).



Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.



b. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran.
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan, antara lain :



1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning.
Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2) Kelemahan Penerapan Discovery Learning.
Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.



c. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran.
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.



2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.



3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.



4) Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.



5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.



6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.



d. Penilaian pada Model Pembelajaran Discovery Learning.
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa dapat menggunakan nontes.


Model Pembelajaran Discovery Learning (Penemuan), kelebihan dan sintaksnya

Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. 


Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini.

Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving denganDiscovery Learning ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented

Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientishistorin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. 

Discovery Learning dapat:
  • Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
  • Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  • Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  • Model pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
  • Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  • Model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  • Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  • Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  • Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
  • Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
  • Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
  • Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
  • Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
  • Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
  • Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
  • Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
  • Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.


Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.


Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. 

Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning


1. Langkah Persiapan

Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:
  • Menentukan tujuan pembelajaran
  • Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya)
  • Memilih materi pelajaran.
  • Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
  • Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
  • Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
  • Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

2. Pelaksanaan


a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b.  Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

c.  Data collection (Pengumpulan Data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d.  Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu 

e.  Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f.  Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

Penilaian Pada Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes.

Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis.  Jika bentuk penilaiannya  menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian  dapat dilakukan dengan pengamatan.

Baca juga:
Efektivitas Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning
Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning)
Discovery Learning, Sebuah Model Pembelajaran Kognitif
Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dalam Kurikulum 2013
Tinjauan Umum Model Pembelajaran Penemuan