Dengan mengukuhkan studinya secara tegas pada perspektif historis, Mills( 1963: 25 ) menulis ,”Saya harus menyatakan bahwa “ Manusia bebas membuat sejarahnya”, tetapi beberapa dari mereka ternyata jauh lebih bebas dibanding yang lain, karena kebebasan yang demikian memerlukan jalur masuk agar sampai pada sarana – sarana keputusan dan kekuasaan dengan apa sejarah itu dapat di buat”.
Horowitz ( 1965 : 17 ) meringkas keprihatinan sosiologis Mills itu sebagai berikut:
Semangat untuk mengembalikan sosiologi kepada masyarakat dari mana dia berasal, sesungguhnya merupakan tindakan deprofesionalisasi sosiologi. Berdasarkan atas pendapat Mills bahwa pada dasarnya, manusia memang tidak rasional, makhluk yang hanya tanggap pada impuls, slogan politik, status, simbol dan sebagainya, untuk ini sosiologi menyediakan sarana sebagai pembuang sifat egois, picik, dan kebanggaan ( yang tak layak ) pada dongeng dan ketika manusia tumbuh dewasa, sosiologi menolongnya untuk “mengetahui dimana dia berada”, ke mana boleh pergi, dan apa jika ada yang dapat dilakukan saat ini sebagai sejarah dan di masa depan sebagai pertanggungjawaban”.
Kelas Menengah Amerika : karyawan Berkerah Putih
Mills mengakui bahwa kelas menengah berkembang sebagai penunjang yang tidak di harapkan antara produsen dan kelas pekerja upahan. Karl Marx, ahli teori klasik yang menulis tentang kesengsaraan buruh – buruh di abad kesembilan belas, gagal melihat perkembangan kelas menengah yang sangat luas di masyarakat industri. “Aktor – aktor yang baru lahir ini, melaksanakan pekerjaan rutin masyarakat abad puluh ( Mills,1951 : 4 ) tetapi mereka tidak bebas seperti para pengusaha di masa sebelumnya. Kelas menengah baru lahir sebagai bagian dari penduduk amerika. Mereka terdiri dari para manager, buruh upahan, salesmen, dan pekerja kantor. Sebagian besar karyawan berkerah putih ini ( White Collar- Workers ), istilah yang digunakan Mills, adalah sosok menyedihkan yang semakin kehilangan kekuatan pribadinya. Kesengsaraan ini di tandai oleh keterasingan mereka terhadap kerja maupun terhadap dirinya.
Pengembangan tesis tentang karyawan berkerah putih itu di bangun Mills diatas teori alienasi Marx. Marx menegaskan bahwa kerja telah memisahkan manusia dari dunia binatang. Manusia mengungkapkan kemanusiaannya lewat tenaga kerja, yang mungkin sebagai tukang kebun, pandai besi,dll. Isu keterasingan dari paham Marxis inilah yang berfungsi sebagai dasar pembahasan Mills tentang kelas menengah Amerika. Mills ( 1951 : xvi – xvii) mengungkapkan hal tersebut lewat cara berikut ini :
Dalam kasus karyawan berkerah putih, keterasingan pekerja upahan dari hasil kerjanya di bawa selangkah lebih dekat ke arah penyelesaian “kafka-like”.Karyawan yang digaji itu tidak membuat apa – apa, walaupun dia mampu menangani sejumlah hal yang sangat diinginkannya tetapi itu tidak pernah bisa. Tak ada hasil seni ukir dapat menjadi miliknya dengan maksud sebagai kesenangan ketika barang itu sedang atau setelah diciptakan. Karena terasing dari setiap hasil pekerjaannya, dan selama bertahun – tahun menghabiskan waktu dengan pekerjaan rutin, akibatnya mereka menggunakan waktu luang pada hiruk pikuk hiburan palsu yang ada, dan berperan serta dalam kegembiraan semu yang tidak memberikan ketentraman dan rasa bebas. Mereka bosan bekerja, dan muak berkreasi, dan selingan yang mengerikan ini sangat menjemukan.
Mills ( 1951 : 3 – 12 ) menggunakan sejarah untuk menjelaskan kembali dunia pengusaha kecil di zaman yang silam. Mereka digambarkan Mills sebagai “orang bebas, bukan orang yang terikat, orang yang merdeka, bukan orang yang dibatasi oleh tradisi” dalam struktur di mana “kebebasan individual kelihatan sebagai aturan sosial”. Rasa kurang aman para pengusaha kecil dalam masyarakat modern yang sedang berubah itu membenturkan kebebasan yang sudah ada pada kerangkeng struktur “pencarian, yang dilakukan dengan agak marah, sarana – sarana keselamatan yang bersifat politik”. Kecenderungan itu termasuk (1 ) hilangnya prestise bilamana dibanding dengan pengusaha tipe lama;(2) merosotnya pendapatan riel “sampai hanya sedikit diatas, dan dalam beberapa kasus penting, lebih rendah, ketimbang pendapatan rata – rata berbagai kelompok pekerja upahan”; (3) mekanisasi jabatan, yang mengancam eksistensi sekian lapangan kerja yang dipegang oleh karyawan yang berkerah putih;dan(4) pembatasan otonomi pekerja kantor ( Mills, 1952: 32-33).
REFERENSI
M.Poloma, Margaret.2000. Sosiologi Kontemporer. PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar