UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan kasus sengketa lingkungan hidup. Ada tiga masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997 antara lain :
- Persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command and control) Amdal maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum dijadikannya Amdal sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
- Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan.
- Problem ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
UU No 32 tahun 2009 menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya dan secara komprehensif mengatur segala hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. Keistimewaan itu antara lain :
- Dalam aturan yang baru tersebut, terdapat pengaturan yang jelas antara kewenangan pusat dan daerah dalam hal pengawasan LH. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi; instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian. Perizinan lingkungan menjadi syarat utama berdirinya suatu badan usaha, ketika suatu perusahaan tidak memenuhi syarat lingkungan maka dinyatakan tidak bisa menjalankan usaha. Izin lingkungan yang bermasalah bahkan bisa membatalkan pendirian usaha.
- Adanya pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region) juga menjadi fokus utama UU No 32 tahun 2009. Memuat pula tentang kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global dan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
- Hal paling mendasar adalah penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif dan penguatan kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lingkungan hidup.
- Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jika diperinci uraian perbedaan antara UU No. 23 tahun 1997 dengan UU No. 32 tahun 2009 maka adalah sebagai berikut :
Bahan Perbandingan
|
UU No. 23 tahun 1997
|
UU No. 32 tahun 2009
|
Kewenangan Pusat dan daerah
|
Tidak terlalu detail dijelaskan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah
|
Pembagian tugas dan kewenangan jelas dalam pasal 63-64
|
2. Upaya pengendalian lingkungan hidup
|
Belum diatur secara jelas dan terpisah
|
Diatur dalam BAB V tentang pengendalian
|
3. Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
|
Diatur dengan peraturan pemerintah (pasal 14)
|
Meliputi KLHS, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dll
|
4. Unsur-unsur Pengelolaan lingkungan hidup
|
Unsur pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam pasal 1 ayat 1-25
|
Penambahan unsur antara lain RPPLH, KLHS, UKL-UPL, Perubahan iklim, dll
|
Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian
|
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal
|
dokumen amdal akan dinilai oleh komisi penilai yang dibentuk oleh menteri, gubernur/walikota
|
Pendayagunaan pendekatan ekosistem
|
tidak ada penetapan wilayah ekoregion
|
Ada wilayah ekoregion
|
Denda pidana
|
Denda paling sedikit sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
|
Denda paling sedikit Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
|
Pengawasan
|
Dibentuk suatu lembaga khusus oleh pemerintah
|
pejabat pengawas lingkungan hidup berkoordinasi dengan penyidik PNS
|
Landasan Filosofis
|
Belum
|
landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi . Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar