Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

07 November 2015

Ekonomi Islam Prinsip-prinsip Ekonomi Islam Oleh Ridwan Aceh Mahasiswa Pascasarjana UNESA Universitas Negeri Surabaya

Sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan bagian dan konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, di mana tu juannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalal-i memberlakukan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika inilah, maka keuangan dan per bankan Islam bagi kebanyakan Muslim adalah bukan sekadar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi fi nansial itu dipandang oleh banyak kalangan Muslim sebagai ke wajiban agama. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan batas-batas yang digariskan oleh Islam.Islam berbeda dan agama-agama lainnya, dalam hal itu dilandasi dengan postulat iman dan ibadab. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam secara bersarna-sama dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga dapat diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat ditujukan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam sehinga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dan ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili atuan ekonomi Islam.Menurut Metwally, prinsip-prinsip ekonomi Islam itu secara aris besar dapat diuraikan sebagai berikut:1)      Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipan dang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.2)      Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu diatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua. Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.(3) Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, pe nerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur’an:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bcztil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kalian…” (QS 4:29).(4) Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkapkan bahwa, : “Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dan penduduk negeri- negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang—orang da lam perjalanan, supaya harta itu jangan. hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian…” (QS 57:7).Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang sa ja. Konsep mi berlawanan dengan sistem ekonomi kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali indu stri yang merupakan kepen tingan umum.(5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api.” Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan, harus dikelola oleh Negara demikian pula keperlan bahan bakar dalam negen dan industri tidak boleh dikuasai aleh individu,(6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah danhari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an:“Dan takutlah pada han sewaktu kamu dikembalikan kepczda Allah, kemudian masing-masing dibenkan hal asan yang sempurna terhadap apa yang telah dilakukan nya. Dan mereka tidak teraniaya…” (QS 2:28 1). Oleh kare na itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perda gangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.(7) Seorang Muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut  pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (idle assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dan transaksi (net earning from transaction), dan 10% (sepuluh persen) dan pendapatan bersih investasi.(8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (nba) atas berba gai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dan te man, perusahaan perorangan, pemenintah ataupun institusi la Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal mi dapat dilihat dan turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut sebagai berikut:Pada tahap pertama dalam Surat (30) Ar Rum ayat 39 Allah berfirman:“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencari keridhoan Allah maka itulah oranq-orang yanq melipatgandakan puhalanya.”Tahap kedua Allah berfirman dalam surah (4) An Nisa’ ayat I 60- 16 1 sebagai berikut:“Maka disebabkan karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dan jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya telah dila rang dan padanya, dan karena mereka memakan harta ma nusia dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menye diakan untuk orang-o rang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”Tahap ketiga diturunkan oleh Allah melalui surat (3) Au Imran ayat 130 sebagai berikut:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”Tahap terakhir larangan nba terdapat dalam Surat (2) Al Baqarah ayat 278-279:“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa nba, jika kamu orang orang yang beniman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (penintah itu), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani kuno. Aris toteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk praktek bunga. Dalam Perjanjian Lama, larangan riba juga tercantum dalam Leviticus 25:27.Dalam ekonomi syari’ah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”.(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riel. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam.Oleh karena keharusan terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syari’ah mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta.Dalam ekonomi syari’ah sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang kemudian menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil usaha selalu positif. Islam tidak mengenal konsep time value of money, Jadi penerapan sistem bagi hasil pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian.Ekonomi Islam bukan saja menjanjikan kestabilan “moneter” tetapi juga pembangunan sektor riil yang lebih kokoh. Krisis moneter yang telah menjelma menjadi krisis multi dimensi di Indonesia ini, tak dapat diobati dengan varibel yang menjadi sumber krisis sebelumnya, yaitu sistem bunga dan utang, artinya tidak bisa dengan mengutak-atik suku bunga tetapi harus oleh variabel yang jauh dari karakteristik itu, yaitu dengan sistem bagi hasil dalam dunia perbankan dan lembaga finansial lainnya.Fatwa MUI tentang pelarangan bunga, dalam perspektif ekonomi, adalah sebuah upaya untuk mengobati krisis yang melanda Indonesia sejak 6 tahun terakhir, karena kalau sistem bunga masih dipertahankan, seratusan trilyun uang rakyat yang berasal dari pajak dan kenaikan harga BBM, listrik dan telephon, digunakan untuk kepentingan membayar bunga yang disumbangkan untuk bank-bank raksasa dalam bentuk bunga obligasi, bahkan dalam tiga tahun terakhir, lebih seratus trilyun disumbangkan untuk membayar bunga SBI yang saat itu pernah mencapai 17 % setahun . Padahal dana sebesar itu bisa digunakan untuk pendidikan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan kebutuhan infra-struktur seperti pembangunan jalan-jalan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.Karena itulah diusulkan kepada pemerintah agar mendorong mekanisme bagi hasil menjadi dominan dalam sektor keuangan Indonesia, melalui lembaga perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah dan Baitul Mal wat Tamwil, agar sektor riel kembali bangkit di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar