Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang di antaranya adalah suci. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9). Maksudnya adalah suci dan dosa dan kemaksiatan. Selain itu, zakat bisa bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar’i, zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Hukum dan Syarat Wajib Zakat
Allah mewajibkan zakat kepada setiap Muslim (lelaki dan perempuan) atas hartanya yang telah mencapai nishab. Zakat merupakan instrumen dalam mensucikan harta dengan membayarkan hak orang lain. Selain itu, zakat merupakan mediator dalam mensucikan diri dan hati dari rasa kikir dan cinta harta. Dan zakat merupakan instrument social untuk kebutuhan dasar fakir dan miskin.
Allah Swt berfirman, “Ambillah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkannya dan mensucikan mereka…” (QS. At- Taubah: 103)
Zakat pertama kali diwajibkan, tidak ditentukan kadar dan jumlahnya, tetapi hanya diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan fakir dan miskin. Namun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, diberlakukanlah beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi dalam zakat.
1. Islam
Intelektual Muslim sepakat bahwa zakat merupakan rukun Islam dan hanya diwajibkan untuk umat Islam. Hal tersebut berlandaskan kepada hadits Muadz bin Jabal ketika diutus ke Yaman yang diriwayatkan oleh AI-Bukhari. Zakat tidak diwajibkan kepada selain Muslim karena zakat merupakan kewajiban harta dalam Islam yang diambil dan orang kaya untuk diberikan kepada fakir, miskin, ibnu sabil, dan yang membutuhkan lainnya.
Zakat merupakan salah satu bentuk syiar Islam. Malikiyah menambahkan, Islam hanya merupakan syarat sahnya zakat dan bukan merupakan syarat wajib zakat. Zakat tidak diwajibkan kepada selain Muslim karena zakat merupakan bentuk ibadah. Namun bagi non-Muslim bisa diwajibkan pajak sebagai pengganti zakat dalam kerangka menanggung beban sosial masyarakat.
2. Sempurnanya Ahliyah
Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat diwajibkan atas harta anak kecil dan orang gila. Namun Hanafiyah berpendapat zakat tidak wajib atas harta mereka kecuali hasil pertanian dan perkebunan. Perbedaan itu muncul dan karakteristik dasar zakat itu sendiri. Sebagian berpendapat bahwa zakat merupakan ibadah mal dan sama halnya dengan shalat ataupun puasa. Karena itu, zakat hanya diwajibkan kepada orang baligh dan berakal, Sebab taklif (kewajiban) ibadah tidak sempurna kecuali dengan baligh dan berakal.
Rasulullah Saw bersabda, “Qalam diangkat oleh Allah dalam tiga perkara: anak kecil hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila sampai ia sadar.” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Dawud)
Pendapat kedua mengatakan bahwa zakat merupakan kewajiban atas harta yang berhubungan dengan harta seseorang tanpa memandang pemiliknya; baik mempunyai ahliyyali (kecakapan) maupun tidak, dan tidak ada perbedaan bagi orang gila ataupun cerdas. Menurut sebagian besar ulama, pendapat ini merupakan pendapat yang utama. Pendapat ini berdasarkan nash Al-Qur’ an dan hadits yang mewajibkan zakat atas harta orang kaya secara mutlak, tidak ada pengecualian bagi anak kecil dan orang gila. Hal tersebut berdasarkan ayat di atas dan hadits Mu’adz bin Jabal.
3. Sempurnanya Kepemilikan
Kepemilikan muzakki (orang yang wajib zakat) atas harta yang dizakatkan merupakan kepemilikan yang sempurna. Dalam arti, harta tersebut tidak terdapat kepemilikan dan hak orang lain, Dalam hal ini, pemilik merupakan kepemilikan tunggal dan mempunyai kekuasaan penuh untuk melakuka transaksi atas harta terselut.
4. Berkembang
Harta yang merupakan objek zakat harus berkembang. Artinya, harta tersebut mendatangkan income atau tambahan kepada pemiliknya, seperti hasil pertanian, perkebunan, hewan ternak dan lain sehagainya. Rasulullah Saw tidak mewajibkan zakat atas barang yang tidak berkembang (harta yang tidak menambah kekayaan pemiliknya), Beliau hersabda, “Tidak ada kewajiban bagi Muslim atas kuda dan hambanya sebuah zakat.” 52
5. Nishab
Harta yang wajib dizakati harus sampai pada kadar tertentu yang disebut dengan nislwb. Harta yang dimiliki oleh seorang Muslim tidak wajib zakat kecuali te!ah mencapai nishab yang telah ditentukan, seperti unta harus rnencapai 5 ekor, kambing 40 ekor, dan lain sebagainya. Hikmah dan penentuan nishah adalah untuk menunjukan bahwa zakat hanya diwajihkan kepada orang-orang yang rnampu untuk diberikan kepada orang-orang yang memhutuhkan, Rasulullah Saw hersabda, “Tidak ada zakat kecuali hagi orang-orang yang kaya.”
6. Haul
Harta zakat yang telah mencapai nishab harus dalam kepemilikan ahlinya sampai waktu 12 bulan Qamariyah kecuali hasil pertanian, perkehunan, harang tambang, madu dan sejenisnya. Harta-harta tersebut tidak disyararkan adanya haul. Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa tendensi disyaratkannya haul ketika harta tersebut berpotensi dalam produktivitas,
C. DISTR1BUSI ZAKAT
Perbedaan mendasar zakat dengan sumber dana Baitul mal lainnya seperti kharaj dan jizyah adalah zakat didistribusikan kepada golongan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’ an dan sunna Zakat diberikan atas golongan tertentu karena mengandung nilai-nilai ekonomi, sosial, dan spiritual. Tujuan tersebut dapat tercapai jika zakat dialokasikan kepada 8 golongan seperti disebutkan dalam Al-Qur’ an.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatin (mualiaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang-orang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tauhah: 60)
Penetapan terhadap kedelapan golongan tersebut bukan berarti harta zakat wajib dibagikan kepada mereka. Dana zakat boleh dialokasikan kepada delapan golongan tersebut jika dimungkinkan dan memadai. Namun, zakat boleh saja hanya diberikan kepada salah satu dari golongan tersehut. Diriwayatkan dan An-Nasa’ i, “Jika harta zakat banyak dan cukup untuk dibagikan kepada delapan golongan, maka harus dibagikan. Namun, jika tidak memadai boleh diberikan hanya pada satu golongan. Imam Malik berkata, “Zakat hartis diprioritaskan kepada golongan yang paling rnembutuhkan.”
1. Fakir Miskin
Fakir dan miskin merupakan elemen masyarakat yang sangat membutuhkan uluran tangan orang lain, Tujuan utama adanya zakat adaiah untuk menghilangkan kefakiran dan inernenuhi kebutuhan manusia. Karena itu, fakir dan miskin merupakan prioritas utama atas dana zakat. Sebenarnya terdapat perbedaan antara fakir dan miskin. Al.Mawardi menjelaskan bahwa fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, sedangkan miskin adalah orang yang mempunyai sesuatu tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Kondisi fakir lebih buruk dari kondisi miskin.
2. Amil
Amil adalah orang yang bertugas untuk menarik, menyimpan,dan mendistribusikan dana zakat ataupun sebuah lembaga yang bertugas dalam mengelola dana zakat. Amil berhak mendapatkan zakat atas jerih payah yang dilakukan sehagai kompensasi walaupun tergolong mampu. Ulama fiqh mensyaratkan bahwa amil harus seorang Muslim, mempunyai kecakapan, berpengetahuan, dan amanah.
3. Muallaf
Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dan Qathadah bahwa muallaf adalah orang yang hatinya memiliki kecondongan terhadap Islam. Oleh karena itu, diperlukan dorongan dan bantuan agar keimanan dan kecondongannya semakin kuat terhadap Islam. Perlindungan dan bantuan tersebut dimaksudkan untuk menjaga dan menguarkan keyakinan yang dirniliki seseorang.
4. Hamba Sahaya
Budak merupakan salah satu pilar penopang kehidupan ekonorni dan masyarakat. Dan Islam Jatang untuk menghapus sistem tersebut dan kehidupan. Namun, penghapusan tersebut tidak mungkin dilakukan dengan sekali langkah, karena akan menimbulkan kerusakan bagi kehidupan ekonomi dan social masyanakat. Islam mengupayakan langkah bertahap untuk menghapus sistem budak tersehut, di antaranya konsep mukatabah. Dengan konsep tersebut, seorang budak bisa membeli dirinya sendiri Jan tuannya. Dan hudak mukatabah berhak rnendapatkan bagian dan dana zakat unwk membanni dirinya guna melepaskan dirinya dan status budak,
5. Ghârimin
Ghârim adalah orang yang terlilit utang dan tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Kebangkrutan tersebut muncul dan hasil usahanya dalam menghidupi diri dan menafkahi keluarga. Konsep ini merupakan bagian dan jaminan sosial di antara individu masyarakat. Utang yang diderita oleh ghãrim bisa saja merupakan akibat dan usaha untuk membangun sebuah fasilitas demi kemaslahatan hersama, seperti rumah sakit, madrasah, dan lainnya.
6. Fi Sabilillãh
Fl Sabililláh adalah seorang mujahid yang berangkat perang untuk menegakkan agama Allah. Dalam hal mi termasuk orang-orang yang menuntut ilmu di jalan Allah. Mereka berhak menclapatkan zakat untuk memenuhi kebutuhaii mereka seperti makanan, peralatan perang, atau kehutuhaii lainnya.
7. Ibnu Sabil
lbnu sabil adalah orang yang bepergian dan kehabisan bekal dalam perjalanannya serta bukan untuk bermaksiat kepada Allah. Zakat yang diherikan merupakan bentuk dan kepedulian dan jaminan sosial kemasyarakatan. Pada dan Umar bin Khattab Ra telah didirikan rumah khusus untuk para musafir yang kehabisan bekal, rumah tersebut bernama “Dar ad-Daqiq.” Begitu juga pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz
oke sip mantap
BalasHapus