Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

07 November 2015

Ekonomi Islam Pandangan Islam Tentang Uang Oleh Ridwan Aceh Mahasiswa Pascasarjana UNESA Universitas Negeri Surabaya

Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dan salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai’al muqayyadah), di mana barang saling dipertukar kan. Menurut Afzalur Rahman:
“Rasulullah saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan ke Icmahan-kelernahan sistem pertukaran in lalu beliau ingin unenggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh ka rena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk meng gunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.”
Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata bin Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.
“Ternyata Rasulullah SAW tidak menyetujui transaksi transaksi dengan sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Tampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya.”
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dan system konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Dalam Islam, uang adalah flow concept, sehingga harus sekilti I)(lj)tl1 ddkim perekonomian. Scrnakin cepat uang berputar dalam per (kollomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian.
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi-hasil. Bila ia tidak ingin mengambil risiko karena bermusyarakah atau bermudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk mela kukan yard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apa pun, ka rena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah nba.
Secara mikro, qard tidak memberikari manfaat Iangsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal mi disebabkan karena pemberian yard mem buat velocity of money (percepatan perputaran uang) akan hertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan nasional (national income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demi kian pula, pengeluaran shadaqah juga akan memberikan man faat yang lebih kurang sama dengan pemberian qard.
Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, na mun Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbo lehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi daripada bar ga tunai. Zaid bin Au Zainal Abidin bin Hussein bin Au bin Abi Thalib, cicit Rasulullah SAW, adalah orang yang pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar (deferred payment) lebih tinggi daripada harga tunai.
Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money. namun karena semata – mata ditahannya hak si penjual barang, Dapat dijelaskan di sini bahwa bila barang dijual tunai dengan untung Rp 500, maka si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam Satu hari itu keuntungannya adalab Rp 1.000. Sedangkan bila dijual tangguh bayar, maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dan itu, hak dan keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi daripada harga tunai.

Sektor Finaansial Mengikuti Sektor Riil
Dalam konsep ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar ditentukan dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yakni ditentukan oleh banyaknya permintaan akan uang di sektor riil. Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riil. Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalis. Di dalam ekonomi kapitalis dengan jelas dipisahkan sektor finansial dengan sektor riil. Maka pengembangan perbankan dan keuangan syariah saat ini jangan terjebak kepada paraktek kapitalisme tersebut. Dengan demikian, apabila ummat Islam Indonesia hanya sibuk mengembangkan sektor perbankan dan keuangan Islam, tanpa membenahi dan menyeimbangkannya dengan pertumbuhan dan pembangunan sektor riil, maka berarti kita telah memperaktekkan sistem kapitalisme, dan hal ini merupakan ancaman kehancuran ekonomi Islam di masa depan.
Bila berpijak pada sejarah dan logika umum, maka tidak mustahil gerakan ekonomi Islam bila tidak segera dilakukan perubahan orientasi akan menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian dan menimbulkan citra negatif bagi ekonomi syari’ah. Dalam kondisi seperti itu, bukan tidak mungkin para pelaku dan tokoh ekonomi Islam akan dipersalahkan oleh banyak pihak. Lebih celaka lagi kalau masyarakat pada akhirnya kehilangan kepercayaan dan kita semua kehilangan kesempatan untuk membuktikan apa yang selama ini kita yakini dan kita kembangkan dengan penuh antusias.
Kini belum terlambat untuk mengubah orientasi gerakan ekonomi Islam menuju keseimbangan. Oleh karena itu, semua pihak, sesuai dengan peran masing-masing dapat melakukan aksi berbagai kegiatan bisnis sektor riil. Kegiatan sektor riil yang bisa dikembangkan cukup banyak antara lain, sektor agribisnis, mini market, konveksi, pabrik segala kebutuhan ummat Islam, seperti pabrik susu, pabrik odol, sabun, shampo dan ratusan jenis kebutuhan masyarakat lainnya. Dalam mengembangkan sektor riil ini, diperlukan kordinasi yang baik dengan semua pihak yang terkait, seperti bank sentral, masyarakat ekonomi syari’ah, bankir syari’ah, para akademisi, pengusaha dan ulama.
Paraahli ekonomi moneter kontemporer menyimpulkan bahwa yang menjadi pemicu terjadinya krisis adalah deviasi dalam sektor keuangan yang memainkan aktivitas spekulasi. Sektor keuangan dalam praktek ini terlepas dari sektor riil. Kekacauan di sektor ini mengakibatkan kekacauan di sektor riil (produksi, perdagangan dan jasa). Harga-harga barang dan jasa naik, bukan karena hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), tapi karena suku bunga perbankan naik, tarjadinya depresiasi rupiah atau bahkan karena faktor psikologis seperti yang diakui oleh paa pedagang kecil yang tidak tahu menahu mengapa harga barang naik, akhirnya juga harus ikut menaikkan harga barang dagangannya bila tidak ingin merugi.
Yang paling berat agaknya adalah sektor properti. Karena suku bunga pinjaman naik, banyak proyek properti yang terbengkalai. Terhenti di tengah jalan atau tidak lalu, lantaran pengusaha dan konsumen tak mampu lagi meminjam uang ke bank dengan beban bunga yang cukup tinggi. Akhirnya ratusan ribu buruh dan karyawan sektor properti kehilangan pekerjaan. Ini jelas akan menambah penganguran.

Sementara itu, harga-harga kebutuhan pokok juga ikut merangkak naik Sektor otomotif juga terpukul. Angka penjualan mobil juga terus menurun. Bila bulan Agustus 1997 di awal krisis terjual 43.000 unit mobil dari berbagai merek, maka pada bulan September hanya terjual 35.000 unit. Bulan-bulan berikutnya permintaaan terus semakin menurun. Apalagi pengusaha otomotif dengan terpaksa harus menaikkan harga mobil sekitar 10 %, suatu langkah yang sulit dihindari, karena ongkos produksi dan biaya penyediaan komponen impor terus melonjak seiring meningkatnya nilai dollar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar