Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

08 Desember 2015

Review Buku Penelitian Tindakan Kelas (Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Classroom Action Research) Penulis Dr. Suroso

Tugas Mata Kuliah PTK Pascasarjana UNESA
Nama                               : Ridwan
NIM.                               : 15785405
Jurusan                            : IPS
 
Review Buku
      Penelitian Tindakan Kelas (Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Classroom Action Research) Penulis Dr. Suroso

     A.  Pendahuluan
Buku ini merupakan refleksi persoalan kualitas membaca dan menulis bangsa Indonesia yang masih rendah. Membaca dan menulis merupakan salah satu tolak ukur kualitas pendidikan sebuah bangsa. Pendidikan merupakan salah satu bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan keberlangsungan eksistensi mereka. Kemampuan membaca anak-anak Indonesia rata-rata masih tergolong rendah, ini dibuktikan dari 31 negara yang diteliti oleh IEA Study of Reading Literacy. Menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada peringkat ke-30. Faktor utama pemicu rendahnya ketrampilan membaca dan menulis adalah faktor teladan pembiasaan membaca dan menulis oleh anggota masyarakat. Melalui buku ini diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan membaca dan menulis baik siswa, mahasiswa, guru ataupun dosen.
Pokok utama dari buku ini adalah bagaimana  strategi dan proses melakukan Penelitian tindakan Kelas diberbagai tingkatan pendidikan, khususnya meningkatkan kemampuan dibidang membaca dan menulis. Penelitian pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran ilmu yang dikomunikasikan melalui bahasa tulisan. Peneliti memerlukan penguasaan terhadap hakikat keilmuan yang akan diteliti, agar penelitiannya dapat berjalan dengan baik. Pengetahuan diperlukan untuk mencari perbedaan atau melihat hubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Melihat begitu pentingnya penelitian bagi perkembangan pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, maka pembiasaan membaca dan menulis sebagai modal utama penelitian harus ditingkatkan. Tenaga pendidik yang mampu mengajarkan keduanya akan sangat membantu proses peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Buku Penelitian Tindakan Kelas (Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Classroom Action Research) ini, Suroso mencoba untuk memaparkan dan menjelaskan strategi yang tepat untuk melakukan penelitian, sehingga dari contoh-contoh peneitian yang dipaparkan dapat membantu guru, dan tenaga pendidik untuk mengajarkan bagaimana melakukan penelitian kepada siswanya.
Buku ini juga memaparkan strategi dan proses melakukan peneltitian tindakan kelas. Bagian awal pembaca diajak untuk memahami hakikat dan jenis penelitian tertera dalam (Bab 1). Pada bagian kedua buku ini menyajikan penelitian tindikan kelas untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis murid sekolah dasar dalam (Bab 2). Pada bagian ketiga buku ini berisi penelitian kualitatif teks bahasa surat kabar dalam (Bab 3). Proses kreatif dosen dalam menulis di surat kabar dalam (Bab 4). Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kemampuan membaca ibu rumah tangga dalam (Bab 5).  Kemampuan membaca dan menulis mahasiswa dalam ( Bab 6 & 7).
B.  Hakikat dan Jenis Penelitian
Hasil penelitian di Indonesia pada umumnya kurang menggembirakan walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Penelitian pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran yang dikomunikasikan melalui bahasa lisan. Seorang peneliti harus melihat penelitian dari segi pengetahuan ontologi (apa yang dipelajari), pengetahuan tentang epistimologi (bagaimana cara mempelajarinya), serta pengetahuan tentang aksiolosi (pembahasan atau manfaat penelitian). Fungsi pengetahuan ini adalah untuk mempelajari dan mencari perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.
Jenis penelitian diantaranya adalah penelitian survei (Kerlingger, 1973), penelitian eksperimen, expost facto, penelitian analisis konten (Kripendorf, 1980), penelitian kualitatif (Bogdan, 1984 ; Stratuss, 1987), penelitia tindakan (Mc Niff, 1992), penelitian kebijakan (Sukamto, 1995), dan lain lain. Dengan memahami paradigma acuan dan karakteristiknya, peneliti dapat menentukan jenis penelitian dan sesuai dengan masalah yangditeliti. Hal ini sangat penting sekali dicermati, karena berdasarakan pengamatan di lapangan banyak terdapat peneliti mengadakan penelitian yang tidak sesuai dengan bidang studi yang dikuasainya.

C.  Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian Tindakan Kelas  (PTK) (classroom action research) berkembang pesat di Kanada, Amerika, Inggris, dan Australia. Penelitian ini banyak mendapat perhatian dari para ahli, sebab jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Saat ini juga jenis-jenis penelitian PTK mulai digunakan dan diminati oleh mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, karena di samping pelaksanaannya relatif mudah, hasil dari PTK ini bisa dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu jenjang pendidikan. Sehingga melalui PTK ini banyak sekali masukan-masukan yang sangat bermanfaat untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Penelitian Tindakan Keals didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. PTK erat sekali dengan praktik-praktik pembelajaran yang sehari-hari dihadapi oleh guru. Misalnya jika ditemukan adanya penurunan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan tertentu, maka guru dapat melakukan PTK dengan berbagai tindakan berupa program pembelajaran. Dengan program yang dirancang, akhirnya guru dapat mengerti dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Melihat dari contoh uraian di atas, jelas sekali bahwa dalam PTK, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam pembelajaran. Selain itu PTK juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti  kegiatannya sendiri, guru akan memperoleh umpan balik menganai apa yang selama ini dilakukan, dan memberikan suatu pemikiran baru dalam pembelajaran. Melalui penelitian yang dilakukan lewat PTK, guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar mengajar dapat diterapkan dengan baik di kelas yang dia miliki? Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengambil teori yang ada untuk kepentingan proses dan produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal, dan fungsional. Melalui PTK ini guru juga dapat mengetahui apakah praktik-praktik pembelajran yang selama ini dilakukan memiliki efektifitas yang tinggi. 
Adapun tujuan dari PTK adalah, sebagai berikut :
1.    Memperbaiki praktik pembelajaran  yang dilakukan oleh guru.
2.    Terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses tindakan kelas berlangsung.
3.    Pengembangan ketrampilan guru berdasarkan persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya sendiri.

D.  Ketrampilan Membaca dan Menulis
Kemampuan menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan kemampuan itu, seseorang dapat mengungkapkan ide, pemikiran, perasaan dan kemampuannya kepada orang lain melalui tulisan. Mereka dapat berkomunikasi dengan orang yang diajak berkomunikasi. Dapat dikatakan bahwa moral, ilmu pengetahuan, dan teknologi sampai ke tingkat yang sekarang ini ada merupakan salah satu akibat dari adanya kemampuan menulis yang dimiliki manusia. Melihat besarnya  manfaat menulis bagi kehidupan manusia, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bagi perkembangan pemikiran maka sudah sewajarnya bahwa menulis dijadikan sebagai salah satu pelajaran pokok yang ada disetiap jenjang pendidikan di Indonesia.
Kemempuan menulis siswa harus diketahui sedini mungkin dari mulai dia berada pada jenjang pendidkikan sekolah dasar. Ide-ide yang dimiliki seorang anak kadang-kadang sulit dituangkan dalam bentuk tulisan, mereka kesulitan untuk mengekspresikannya dalam bentuk tertulis, maka perlu adanya dorongan dan motivasi agar mereka mampu dan mau untuk menuangkan ide dan gagasan mereka ke dalam bentuk tulisan.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri  tentang pelaksanaan penilaian siswa sekolah dasar menunjukkan bahwa masih perlu adanya peningkatan dari segi pengajar dalam menyampaikan pembelajaran mengenai menulis, agar siswa dapat lebih termotivasi untuk berani dan biasa mengungkapkan ide dan gagasan mereka ke dalam bentuk tulisan.
Ketrampilan menulis tidak hanya didukung oleh ketrampilan mengungkapka ide dan gagasan yang dimiliki, tetapi juga tergantung oleh tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai materi yang akan ditulis. Membaca merupakan salah satu contoh dari cara memperoleh informasi agar pengetahuan umum yangdidapat semakin luas. Ketrampilan menulis yang baik harus disertai oleh kemampuan untuk membaca yang baik pula.
Kebiasaan membaca masyarakat indonesia masih tergolong rendah, namun sampai saat ini program membaca yang diakui sebagai masalah nasional yang menyangkut hari depan bangsa Indonesia belum direalisasikan. Pentingnya kemampuan membaca itu juga seiring dengan kesiapan untuk memasuki era masyarakat informasi. Dalam kegiatan membaca menurut Tomasowa (dalam Wiryotinoyo, 1990 : 25) ada tiga tahap kebiasaan membaca, yaitu permulaan, tahap senang membaca, dan tahap biasa membaca. Kenyataannya sekarang para siswa ataupun masyarakat masih dalam tingkatan permulaan membaca. Buku ini juga menyajikan penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri tentang strategi penumbuhan kebiasaan membaca ibu rumah tangga sebagai pemerolehan informasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Uraian yang dipaparkan penulis dalam penelitian ini menyebutkan bahwa upaya penumbuhan tradisi membaca dalam keluarga dapat dilakukan dengan mengkondisikan kebiasaan membaca, menyediakan kebutuhan akan bacaan, penumbuhan keingintahuan, pemilihan bahan bacaan, dan adanya fasilitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan membaca.
Eratnya kaitan antara membaca dan menulis ini coba dituangkan penulis dalam bukunya yang mengambil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sendiri. Penelitian yang berjudul "Tradisi Membaca sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Mahasiswa Belajar Mandiri dalam Mata Kuliah Menulis". Sebahagian  besar mahasiswa dalam menulis masih mengandalkan  kemampuan sendiri tanpa disertai dengan kegiatan membaca tulisan orang lain, atau sumber referensi lainnya. Padahal untuk menulis sebuah karya yang berbobot diperlukan sumber yang memadai, yang tentunya dapat diperoleh melalui kegiatan, membaca tersebut. Jadi kaitan antara membaca dan menulis ini merupakan suatu syarat untuk membuat suatu penelitian baik Penelitian Tindakan Kelas, maupun penelitian penelitian yang lain.
Melalui buku ini diharapkan peningkatan ketrampilan menulis akan disertai dengan adanya peningkatan membaca yang cukup agar tulisan yang dihasilkan dapat berbobot dan mempunyai nilai manfaat yang tinggi.

E.  Kritik Terhadap Buku  "Penelitian Tindakan Kelas Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Classroom Action Research".
Buku ini banyak menjelaskan tentang beberapa jenis penelitian terutama Penelitian Tindakan Kelas. Penelitiaan Tindakan Kelas menurut buku ini merupakan suatu jenis penelitian yang mempunyai manfaat yang banyak terhadap pendidikan di Indonesia. Melalui PTK diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran setiap jenjang pendidikan. Buku ini lebih banyak memberikan contoh penelitian tindakan kelas daripada strategi untuk menyusun sebuah penelitian yang baik. Buku ini juga terlalu fokus pada masih rendahnya tingkat kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia, bukan fokus pada bagaimana seharusnya agar dapat menyusun suatu penelitian yang baik dan berkompeten.

F.   Gagasan Penting
Namun demikian buku ini telah memberikan gagasan penting dan penjelasan yang baik mengenai Penelitian Tindakan Kelas, sebagai jenis penelitian yang patut untuk terus dikembangkan karena manfaat yang diberikan dari adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk evaluasi pendidikan, terutama kegiatan pembelajaran. Buku ini mampu meyakinkan pembaca bahwa melalui PTK, pembelajaran yang tepat dapat ditemukan.

Buku ini juga memberikan pengertian bahwa diperlukan kemampuan menulis yang ditunjang dengan kemauan membaca, agar tulisan yang dihasilkan dapat berbobot. Buku ini juga telah memaparkan bagaimana strategi penyususnan PTK yang baik. Perbaikan yang dimulai dari pihak tenaga pendidik, serta dorongan dan motivasi dari tenaga pendidik kepada anak didiknya dapat memperbaiki kualitas pembelajaran srta minat baca tulis peserta didik.

Latarbelakang dan Rumusan Masalah CTL dam PBM IPS Kls X

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Proses Belajar Mengajar Mata Pelajaran IPS Kelas X Pada Pokok Bahasan Nilai dan Norma Sosial Di SMP Negeri 1

      A.      Latar Belakang Masalah
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sanjaya, 2006:2). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan proses dalam membangun manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia itu sendiri.
Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di sekolah yang menginginkan pembelajaran yang bisa menumbuhkan semangat siswa untuk belajar. Suatu pembelajaran tentunya juga mempunyai tujuan khusus yang hendak dicapai sesuai dengan target yang diinginkan. Dengan adanya tujuan ini akan menumbuhkan sikap yang akan menjadi pegangan guru dalam proses pembelajaran tersebut.
Proses belajar mengajar merupakan bagian terpenting dalam pendidikan, yang di dalamnya terdapat guru sebagai pengajar dan siswa yang sedang belajar. Sudjana (2009:43) menyatakan bahwa pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan suatu proses terjadinya interaksi guru dan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Proses belajar mengajar terjadi apabila terdapat interaksi antara siswa dan lingkungan belajar yang diatur guru untuk mencapai tujuan pengajaran.
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar. Sebagai pendidik, dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk menguasai berbagai macam model pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus bisa sejeli mungkin untuk menyesuaikan model pembelajaran dengan karakteristik materi pelajaran dan arah tujuan yang hendak dicapai dari pokok bahasan materi yang akan disampaikan. Sebab, penggunaan model pembelajaran yang tidak sesuai akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
SMP Negeri 1  sebagai sekolah yang menerapkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) mempunyai model pembelajaran yang berbeda dengan sekolah lain, di antaranya adalah model pembelajaran CTL. Secara umum pembelajaran IPS di SMP Negeri 1  masih monoton, di mana dalam kegiatan pembelajaran materi bersumber pada buku paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa), menyebabkan minimnya informasi dan pengetahuan siswa akan materi dalam pembelajaran. Berdasarkan pengamatan pada tanggal 17 April 2010 pada mata pelajaran IPS, dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran 65% menggunakan metode ceramah, 25% diskusi, dan 10% penugasan.
Dari prosentasi tersebut dapat dikatakan dalam proses belajar mengajar guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, dimana siswa cenderung pasif sehingga siswa terkesan hanya mendapatkan pengetahuan saja atau lebih bersifat kognitif. Pembelajaran terkesan hanya mengembangkan kemampuan siswa pada ranah kognitif saja, sedangkan ranah afektif dan psikomotorik kurang begitu diperhatikan dalam proses belajar mengajar.
Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam kegiatan belajar siswa. Model pembelajaran juga harus disesuaikan dengan keadaan peserta didik supaya bisa mengembangkan kemampuannya secara optimal, karena pemilihan model pembelajaran yang tidak sesuai akan mengakibatkan proses belajar mengajar tidak optimal.
Dalam pembelajaran IPS yang menyangkut materi-materi yang terjadi di masyarakat tentu tidak hanya sekedar teori yang disampaikan saja melainkan mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dengan melihat kenyataan fenomena sosial di sekitar masyarakat, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupannya sebagai angggota keluarga dan masyarakat.
Salah satu pendekatan atau model pembelajaran yang terkait dengan hal tersebut adalah model pembelajaran CTL. Menurut Nurhadi (dalam Muslich, 2009:41) mengemukakan pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam konteks CTL belajar bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, akan tetapi belajar merupakan suatu proses berpengalaman secara langsung.
Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotorik. Dengan membuat hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami konsep belajar. Dengan model pembelajaran CTL, siswa akan bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa semata.
Pendekatan CTL merupakan strategi yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Dengan siswa diajak bekerja dan mengalami, siswa akan mudah memahami konsep suatu materi dan nantinya siswa diharapkan dapat menggunakan daya nalarnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
Pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan suatu upaya yang harus diciptakan secara teratur untuk mewujudkan keberhasilan dari proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Keberhasilan model pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru dapat diketahui dengan adanya persepsi yang berasal dari siswa sebagai obyek dalam kegiatan belajar di kelas. Persepsi yang dimaksud adalah persepsi dari siswa itu sendiri baik itu persepsi yang bersifat positif maupun negatif.
Fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan dan pengambangan model pembelajaran CTL yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS, dan persepsi siswa mengenai model pembelajaran tersebut dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengambil penelitian ini dengan judul ”Model Pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) dalam Proses Belajar Mengajar Mata Pelajaran IPS Kelas X Pada Pokok Bahasan Nilai dan Norma Sosial di SMP Negeri

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana model pembelajaran CTL digunakan oleh guru IPS di SMP Negeri 1 ?
2.      Bagaimana guru mengembangkan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran IPS yang dilakukannya?
3.       Bagaimana persepsi siswa kelas X terhadap pembelajaran guru IPS yang menggunakan model pembelajaran CTL di SMP Negeri 1 ?

C.    Daftar Bacaan

1.        Ali, Muhammad. 2008. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
2.        Al-Maidany, Ahmad. 2010. Ilmu, dakwah dan Tarbiyyah. (http://www.purebase.org/ halaqah (14/01/2011).
3.        Anonim. 2008. Panduan Bimbingan, Penyusunan, Pelaksanaan Ujian, dan Penilaian Skripsi Mahasiswa. Semarang. Fakultas Ilmu Sosial UNNES.
4.        Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
5.        Miles dan Hubberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI PRESS.
6.        Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.Bogor: Ghalia Indonesia.
7.        Moleong, J Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
8.        Mulyasa, Enco. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
9.        Muslich, Mansur. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
10.    Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
11.    Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
12.    Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
13.    Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
14.    Sugiyanto. 2008. Modul PLPG (Model-Model Pembelajaran Inovatif). Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13.
15.    Suharto. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Yang Efektif.

17.    Usman, Husaini & Akbar, Purnomo S. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Latar Belakang dan Rumusan Masalah Penerapan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

 Penerapan Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas VII-A SMP N 1

      A.  Latar Belakang Masalah
Hudojo (2005) mengatakan peningkatan hasil belajar siswa tentunya tidak terlepas dari pengalaman belajar yang dialami oleh siswa sebagai suatu proses belajar. Proses belajar adalah suatu proses mendapatkan pengetahuan yang melibatkan pendidik dan para siswa di intitusi pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Proses belajar akan berjalan sebagaimana mestinya jika siswa ikut aktif dalam belajar. Pemilihan pengalaman belajar mengarah pada bagaimana mengaktifkan siswa dalam mempelajari materi matematika.
Pemilihan pengalaman belajar bagi siswa merupakan salah satu tugas guru sebagai fasilitator yang bertugas menyediakan lingkungan belajar bagi siswa. Ketidaksesuaian metode yang dipilih oleh guru dalam pembelajaran akan berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini terjadi di sekolah-sekolah, salah satunya SMP N 1, dari data perolehan nilai yang diberikan oleh salah seorang guru bidang studi matematika memperlihatkan bahwa persentase ketuntasan siswa hampir di setiap kelas kurang dari 70%. Data menunjukkan bahwa kelas VII-A yang terdiri dari 45 siswa, sekitar 64% (29 siswa dari 45 siswa) sudah tuntas belajar dengan nilai minimum 75 sedangkan 36% (16 siswa dari 45 siswa) sisanya tidak tuntas belajar.
Semiawan, 1985 (dalam Syadzili,dkk: 2012 ), pengembangan pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, banyak teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan pemberian tugas secara berkelompok. Problem Based Learning (PBL) pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok.
Menurut Saryantono (2013), Problem Based Learning (PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif, perilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran, guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri demokrasi dan proses ilmiah. Problem Based Learning (PBL) merupakan jawaban terhadap praktik pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat. Dengan demikian, pendekatan Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Santyasa (dalam Ghofur: 2013), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu proses belajar sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian yang melekat pada setiap tahap. Problem Based Learning (PBL) tidak disusun untuk membantu guru dalam menyampaikan banyak informasi tetapi guru sebagai penyaji masalah, pengaju pertanyaan, dan fasilitator.
Menurut Dasna (2007), PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

B.     Rumusan Masaalah
Adapun yang menjadi rumusan masaalah adalah:
1.      Bagaimana penerapan PBL di SMP...
2.      Bagaimana peningkatan hasi belajar siswa dengan penerapan PBL di SMP....

C.    Daftar Bacaan:

1.      Arends, Richard. 2007. Learning to Teach Seventh Editions. New York: The MC Graw-Hill Companies, Inc.
2.      Arikunto, Suharsimi. 2006a. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
3.      Arikunto, Suharsimi. 2006b. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
4.      Badan Standart Nasional Pendidikan (BNSP). 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta: BNSP.
5.      Dasna, I Wayan dan Sutrisno. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. tersedia di http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/ diakses pada tanggal 15 Juli 2013
6.      Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
7.      Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Surabaya: Usaha Nasional.
8.      Ghofur, Abd., 2010. Pembelajaran sastra berbasis masalah – problem based learning pada pembelajaran puisi. [Online]. tersedia di http://kampungtadris.wordpress.com/2010/01/09/ pembelajaran-sastra-berbasis-masalah-problem-based-learning-pada-pembelajaran-puisi/ diakses pada tanggal 20 April 2013
9.      Miles, Matthew B. and Huberman A. Michael (alih bahasa Tjetjep Rohendi Rohidi). 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
10.  Moleong, Lexy J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
11.  Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
12.  Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
13.  Saryantono, Buang. 2013. Pengaruh Model Problem Based Learning (Pbl) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. [online]. tersedia di http://lenterastkippgribl.blogspot.com/2013/02/pengaruh-model-problem-based-learning.html. diakses tanggal 20 April 2013.
14.  Setyosari, Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran (Teori dan Praktek). Malang: Elang Mas.
15.  Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya
16.  Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
17.  Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA.
18.  Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
19.  Syadzili, As’ad Furqon, dkk. 2012. Makalah Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran Fisika Pada Konsep Arus Listrik. [online]. tersedia di http://kumpulanmakalah474.blogspot.com/ di akses tanggal 20 April 2013.

20.  Wiyono, Bambang Budi. 2007. Metodologi Penelitian (Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Action Research). Malang: FIP UM.

Latar Belakang dan Rumusan Masalah Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa

Pembelajaran Berbasis PBL untuk Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa


A. Latar Belakang Masalah
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang beroroentasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga mahasiswa tidak saja mempelajari konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah. Oleh sebab itu, mahasiswa tidak saja harus memahami konsep dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Kegiatan pembelajaran ini dapat membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang berguna membantu mahasiswa untuk memahami permasalahan secara implicit, dan membantu belajar mengidentifikasi akar masalah. Gejala yang terjadi pada mahasiswa adalah “malas berpikir” mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa mengemukakan pendapat atau analisisnya terhadap pendapat tersebut. Bila keadaan ini berlangsung terus maka mahasiswa akan mengalami kesulitan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya. Oleh sebab itu, model PBL mungkin dapat menjadi salah satu solusi untuk mendorong mahasiswa berpikir  dan bekerja ketimbang menghafal.
Rendahnya partisipasi mahasiswa dalam aktifitas pembelajaran dan rendahnya hasil belajar sesuai dengan hasil observasi awal adalah karena kurang memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan dan kurang keberanian menyampaikan pendapat. Hal ini menyempitkan pola pikir tentang suatu pemahaman yang dipelajarinya. Komunikasi multi-arah baik antar mahasiswa dengan mahasiswa maupun dosen dengan mahasiswa menjadi terhambat, dengan sendirinya pula hasil belajar mahasiswa belum mencapai hasil yang maksimal.
Salah satu model pembelajaran yang merupakan model pembelajaran student centered adalah PBL atau pembelajaran berbasis masalah. Mahasiswa diberikan permasalahan pada awal pelaksanaan pembelajaran oleh dosen, selanjutnya selama pelaksanaan pembelajaran mahasiswa memecahkannya yang akhirnya mengintegrasikan pengetahuan kedalam bentuk laporan. Aktivitas belajar mahasiswa terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan demikian dikatakan bahwa yang diteliti tidak hanya produk (hasil) belajarnya tetapi juga prosesnya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas.
Masalah yang dihadapi dalam Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajiaan Makanan adalah kurang diterapkan pendekatan kontekstual dan mahasiswa kurang aktif dilibatkan untuk memahami dan mengidentifikasi konsep pengetahuan alat pengolahan dan penyajian makanan. Hal tersebut tidak sejalan dengan kemajuan perkembangan Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajiaan Makanan yang melaju dengan pesat menuntut dosen untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang lebih terarah pada penguasaan ilmu sebagai produk jadi dan keterampilan proses serta penerapannya dalam kegiatan mahasiswa.
Konsep mata kuliah Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajiaan Makanan merupakan konsep yang terdapat di masyarakat sehingga terus berkembang dan diaplikasikan kedalam kehidupan nyata, yang akhirnya konsep atau teori Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajiaan Makanan yang diperoleh menjadi kurang bermakna dan mudah terlupakan karena ketika pembahasan, penerapan dilapangan tidak dihubungkan dengan kondisi dan keadaan lingkungan mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari (pendekatan kontekstual) yang seharusnya dapat diperoleh pada saat belajar di kelas dan pengalaman dilapangan.
Proses pembelajaran Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajian Makanan yang dapat disadari manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Pokok bahasan Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajiaan Makanan merupakan salah satu konsep yang sangat esensial karena sangat berkaitan dengan proses pengenalan alat pengolahan makanan, tahapan penggolongan bahan makanan dan pemilihan bahan makanan serta berbagai pengelompokan jenis alat penyajian makanan. Tetapi dalam prakteknya masih mengalami kendala, mahasiswa masih kesulitan memahami pengetahuan alat pengolahan dan penyajiaan makanan. Metode dan pendekatan yang kurang tepat, kurang bervariasi, kurang bermakna dan kurang melibatkan mahasiswa.
Kesulitan mahasiswa memahami pembelajaran ini terbukti dari hasil tes ujian kompetensi dasar yang masih rendah. Lebih 70% belum dapat memaham konsep ini secara baik. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dicoba untuk melakukan pembaharuan dengan model pemecahan masalah pada mata kuliah Pengetahuan Alat Pengolahan dan Penyajiaan Makanan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan dosen dalam pembelajaran pengetahuan alat pengolahan dan penyajian makanan dengan pendekatan kontekstual.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan maslah adalah:
1.      Bagaimana penerapan PBL di SMP...
2.      Bagaimana peningkatan hasi belajar siswa dengan penerapan PBL di SMP....

C.      Daftar Bacaan:
1.        Alamaki, A. 1999. Current Trends in Technology Education in Finland. The Journal of Technology Studies. Available on: Digital Library and Archives.
2.        Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya.
3.        Bereiter, C., & Scardamalia, M. 1999. Process and Product in PBL Research. Toronto: University of Toronto.
4.        Bjorkquist, D. 1999. Learner-Centered Education in Technology. Dalam Technology Education in Prospect: Perceptions, Change, and the Survival of the Profession. The Journal of Technology Studies. Digital Library and Archives.
5.        Blumenfeld, P.C., E. Soloway, R.W. Marx, J.S. Krajcik, M. Guzdial, and A. Palincsar. 1991. Motivating Project-Based Learning: Sustaining the Doing, Supporting the Learning. Educational Psychologist.
6.        Felder , R.M. & Brent, R. 1996. Navigating the Bumpy Road to Student-Centered Instruction. College Teaching.
7.        Gaer, S. 1998. What is Project-Based Learning?
8.        Haller, C.R., Gallagher, V.J., & Weldon, T.L., Felder, R.M. 2000. Dynamics of Peer Education in Cooperative Learning Workgroups. Journal of Engineering Education, 89(3).
9.        Ismail. 2002. “Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction): Apa, Bagaimana, dan Contoh. Sub Pokok Bahasan Statistika”. Proceeding National Science Education Seminar State University of Malang.