INOVASI BELAJAR KREATIF MELALUI MEDIA POP UP MESSAGE ABAD
21: UPAYA PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF
SIWA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Ridwan1
1Guru SMP Negeri 3 Panga
ABSTRAK
Pembelajaran abad ke-21 ditekankan pada keterampilan
berpikir tingakat tinggi pada domain analisis, evaluasi dan mengkreasi.
Keterampilan tersebut diperoleh melalui empat kompetensi inti “The 4Cs”- communication, collaboration, critical
thinking, dan creativity.
Kompetensi-kompetensi tersebut penting disinergikan dalam konteks learning to know, lerning to do, learning to
be dan learning to live together. Guru hendaknya mampu memberikan
pembelajaran bermakna, berpusat pada siswa, dan mendorong berpikir kreatif. Berpikir
kreatif merupakan bagian penting dalam pembelajaran menghasilkan gagasan, berpikir
fleksibel, orisinil, elaborasi dan perumusan kembali. Namun kenyataannya, pembelajaran masih
berpusat pada guru yang berdampak terhadap rendahnya
tingkat berpikir kreatif siswa. Pra-tindakan menunjukkan bahwa indikator berpikir kreatif pada katagori 10.33%-20%
(sangat kurang). Media pop up dengan ciri khususnya media gambar tiga dimensi yang luwes
dan menarik, ketika dilipat gambar tertutup, ketika dibuka gambar berdiri tegak
seperti miniatur. Media ini menstimuli berpikir kreatifitas siswa dalam
pembelajaran. Rumusan
masalah apakah penggunaan media pop up dapat
meningkatkan berpikir kreatif siswa? Jenis penelitian adalah penelitian
tindakan kelas dilaksanakan dalam 2 siklus. Fokus penelitian adalah observasi
dalam pembelajaran. Hasil observasi penelitian ini menemukan bahwa penggunaan
media pop up dapat meningkatkan berpikir
kreatif siswa secara signifikan mencapai
85.52% rata-rata indicator katagori
sangat baik.
Kata kunci: Berpikir kreatif, Media pop up, Pembelajaran
abad 21
ABSTRACT
21st century learning emphasizes
high level thinking skills in the domain of analysis, evaluation and creation.
These skills are obtained through four core competencies "The 4Cs" -
communication, collaboration, critical thinking, and creativity. These
competencies are important to be synergized in the context of learning to know,
learning to do, learning to be and learning to live together. Teachers should
be able to provide meaningful learning, student-centered, and encourage
creative thinking. Creative thinking is an important part of learning to
generate ideas, think flexibly, original, elaborate and reformulate. But in
reality, learning is still teacher-centered which has an impact on students'
low levels of creative thinking. Pre-action shows that the indicator of
creative thinking in the category is 10.33% -20% (very less). Media pop up with
special features, especially flexible and attractive three-dimensional media
images, when folded closed images, when opened images stand tall like a
miniature. This media stimulates students' creative thinking in learning. Formulation
of the problem whether the use of pop up media can improve students' creative
thinking? This type of research is classroom action research carried out in 2
cycles. The focus of research is observation in learning. The results of this
research observation found that the use of pop up media can increase students'
creative thinking significantly reaching 85.52%. The average category indicator
is very good.
Keywords: Creative thinking, media pop up, 21st century learning
1. Pendahuluan
Tantangan pembelajaran abad 21 menuntut
siswa mampu berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tertinggi adalah
berpikir kreatif. Berpikir kreatif menjadi modal kunci siswa mampu bersanding
dan bersanding di era revolusi industri 4.0. Berpikir kreatif menjadi pokok pembahasan karena
berpikir kreatif merupakan kemampuan menghidupkan imajinasi, mengungkapkan
kemungkinan baru, membuat sudut pandang baru dan membangkitkan ide baru
(Asmani, 2010). Berpikir
kreatif dapat dilihat dari lima indikator, yaitu; berpikir lancar, luwes, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi.
Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat ditingkatkan melalui berbagai media
pembelajaran. Media pembelajaran paling merangsang berpikir kreatif siswa
adalah pop up. Media pop up berupa pesan timbul berlipat, ketika dibuka
akan bermunculan dan mempunyai bagian dapat bergerak atau memiliki unsur tiga
dimensi serta memberikan visualisasi pesan lebih menarik dan tampilan gambar
dapat bergerak ketika halamannya dibuka (Dzuanda, 2011).
Media pop up penulis andalkan sebegai media unggulan meningkatakan
berpikir kreatif siswa dalam berkolaborasi, merancang, membuat dan
menggunakannya dalam pembelajaran. Media ini sebagai salah satu solusi dari
tantangan pembelajaran abad 21 menemukan cara meningkatkan keterampilan siswa berpikir
kreatif. Menjawab tuntutan abad 21 dengan mempersiapkan siswa mencapai
indikator keberhasilan pembelajarannya pada kemampuan berpikir kreatif sebagai
modal dasar kemamampuan berkomunikasi, menggunakan informasi dalam pemecahan
masalah, mampu beradaptasi, berkreasi dan menggunakan teknologi dengan baik di
era revolusi industri 4.0.
Sebuah studi menunjukkan keprihatinan
tamatan sekolah menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang
berkompeten dibidang komunikasi oral maupun tertulis, berpikir kritis dan
mengatasi masalah, etika bekerja dan profesional, bekerja secara tim dan
berkolaborasi, bekerja dalam kelompok yang berbeda, menggunakan teknologi, dan
manajemen projek kepemimpinan (Trilling dan Fadel, 2009). Keterampilan hidup
abad 21 diperlukan siswa atas dasar empat pilar pembelajaran, yaitu: pertama way of thinking mencakup kreativitas,
inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan, kedua way of working mencakup keterampilan
berkomunikasi, berkolaborasi dan bekerjasama, ketiga tools for working mencakup kesadaran sebagai warga negara global
maupun lokal, dan keempat skills for
living in the world mencakup keterampilan literasi informasi, penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan belajar dan bekerja melalui
jaringan sosial digital (Griffin et al., 2012).
Keterampilan abad 21 disinergikan dalam
konteks pembelajaran learning to know
belajar untuk
memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan, lerning to do belajar agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat, learning to be belajar untuk memiliki keterampilan akademik dan kognitif
pribadi berkualitas dan beridentitas, dan learning
to live together belajar bekerja secara kooperatif (Delors, 2013).
Penekanan pembelajaran di era revolusi industri 4.0 semua individu perlu
belajar berkarya, memerlukan pengetahuan, keterampilan, berpikir kreatif dan
adaptif, mampu menghadapi atau mengatasi masalah, dan belajar untuk
berkolaborasi memberikan kesempatan bagi siswa terlibat aktif dalam diskusi dan
pencapaian berpikir kreatif.
Harapan utama keberhasilan siswa di era
revolusi industri 4.0 memiliki keterampilan berpikir kreatif dengan penuh
semangat berkreasi. Berpikir kreatif terlatih melalui kegiatan pembelajaran
dengan pembiasaan berpikir di luar kebiasaan, melibatkan cara berpikir yang
baru, memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide dan solusi baru,
mengajukan pertanyaan yang tidak lazim, mengajukan dugaan jawaban bervariasi,
berinovasi dan berkreasi. Namun data observasi pra-tindakan tentang
tingkat berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional di SMPN 3 Panga rata-rata
6.90% berada pada kagori sangat kurang.
Pembelajaran pada
umumnya di kelas menggunakan pola konvensional. Oleh karena itu penggunaan
media pop up penulis angkat dalam
tulisan ini sebagai solusi reformasi pembelajaran di kelas, mengingat
penerapannya tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan banyak biaya, namun
manfaatnya dapat mendorong dan meningkatkan berpikir kreatif siswa. Pop up penulis jadikan sebagai media yang dapat mendorong siswa
berpikir kreatif, mengatualisasi diri, menghargai diri, mengeksistensikan
dirinya dalam setiap kegiatan pembelajaran penuh imajinasi, daya kreasi dan
percaya diri.
Studi tentang upaya peningkatan berpikir kreatif siswa sangat penting dilakukan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial
(IPS). Pembelajaran IPS pada dasarnya lebih difokuskan pada ranah afektif
dilakukan secara terpadu dengan ranah psikomotor dan cognitif (Sapriana, 2009). Mengingat
penekanan pembelajaran IPS lebih difokuskan pada ranah afektif, maka menurut
penulis upaya peningkatan berpikir
kreatif siswa dalam pembelajaran IPS sangat mendesak untuk segera dilakukan penelitian, karena berpikir
kreatif merupakan
suatu proses pengembangan diri dengan segala kemampuan dari dalam diri siswa untuk menjadi kreatif dan penuh percaya diri
dalam pembelajaran dan dalam kehidupan sehari-hari di era revolusi industri
4.0.
Berbagai studi tentang media pembelajaran meningkatkan berpikir kreatif siswa telah menarik perhatian banyak peneliti
mengkaji dari berbagai aspek dikelompokkan dalam 3 kelompok utama, yaitu: (1) Keterampilan dan
kreatifitas siswa abad 21. (2) Media pembelajaran di era revolusi industri 4.0.
(3) Peningkatan berpikir kreatif melalui media pembelajaran.
Pertama
studi tentang keterampilan dan kreatifitas siswa abad 21, antara lain: Pembelajaran
berbasis permainan melatih bakat siswa dalam memenuhi kebutuhan hidup abad 21
(Zambo, 2009). Pentingnya percaya diri dan semangat berpikir kreatif menuju
kemanjuran diri siswa berdasarkan visi abad 21 (Ait et al., 2015) Keterampilan abad 21 sebagai modal bersaing dalam era
digital (Dass, 2014). Hubungan antara keterampilan abad 21 dan
keterampilan digital, sebuah tinjauan literatur yang sistematis (Laar, et al.,
2017).
Kedua studi media
pembelajaran di era revolusi industri 4.0, antara lain: Keterampilan
belajar berbasis digital, bermain peran dalam game online, sebuah tinjuan
komprehensif dari tahun 2010-2016 (Sourmelis et al., 2017). Kajian ketertarikan
generasi muda belajar berbasis game (Qian dan Clark, 2016). Studi di Italia
belajar berbasis digital menarik minat generasi muda melalui game puzzle food (Palumbo et al., 2019).
Kajian keterampilan digital generasi pekerja professional abad 21 (Laar, et
al., 2018). Belajar di jaringan digital, sebuah penilaian novel tentang
keterampilan siswa abad 21 (Siddiq, et al., 2017). Menulis dengan sosial media
abad 21 di kelas sebagai sebuah literasi baru, genre, dan praktik menulis
(Elola, 2017). Ketiga studi peningkatan berpikir kreatif melalui media pembelajaran, yaitu kajian menulis
dan memajang karya di dinding melatih berpikir kreatif sebagai wujud mendukung
pembelajaran abad 21 (Annamary et al., 2016). Membina keterampilan abad 21
melalui inkuiri dan literasi ilmiah (Turiman, et al., 2012)
Guru dituntut menemukan cara membantu semua siswa belajar secara efektif.
Strategi pembelajaran kolaboratif. Mengasah keterampilan abad 21 dengan
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, mampu beradaptasi dengan perkembangan
teknologi mutakhir, dapat berkomunikasi secara efektif, berinovasi dan
berkreasi. Siswa harus dilatih menerapkan pengetahuan baru dalam berbagai
konteks, adaptasi dan integrasi pengetahuan baru dan berkreasi (Rizal, 2017).
Di antara ragam kompetensi dan keterampilan diharapkan berkembang pada siswa
abad 21 berupa keterampilan personalisasi, kolaborasi, komunikasi, inkuiri,
inovasi dan content creation
(Daryanto, 2009). Elemen tersebut merupakan kunci pembelajaran di era revolusi
industri 4.0 membutuhkan keterampilan personal (memiliki inisiatif, keuletan,
tanggung jawab, berani mengambil resiko, dan kreatif), keterampilan sosial
(bekerja dalam tim, memiliki jejaring, memiliki empati dan rasa belas kasih),
serta keterampilan belajar (mengelola, mengorganisir, keterampilan
metakognitif, dan tidak mudah patah semangat atau merubah persepsi/sudut
pandang dalam menghadapi kegagalan).
Dari berbagai studi tersebut belum mampu mengupas secara tajam tentang peningkatan
berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media pop up di era revolusi digital 4.0 dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini mengisi bagian yang belum
menjadi fokus studi sebelumnya, maka
penulis melakukan PTK dengan judul “Upaya Peningkatan Berpikir Kreatif Siswa abad
21 Melalui Media Pop Up”.
A.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu
masalah, yaitu: Bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa di era revolusi
industri 4.0 melalui media Pop up abad
21 dalam pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga.
B.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan PTK ini adalah
ingin mengetahui peningkatan berpikir kreatif siswa di era revolusi industri
4.0 melalui media pop up abad 21
dalam pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga.
C.
Manfaat
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan PTK tersebut di atas, maka PTK ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan kualitas
pembelajaran IPS secara teoritis maupun praktis.
1.
Secara teoritis
a.
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah media
pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS.
b.
Memberikan wawasan dan berpikir ilmiah kepada peneliti
khususnya dan berbagai pihak lain pada umumnya yang selanjutnya menindaklanjuti
penelitian ini berdasarkan temuan-temuan terbaru.
2.
Secara Praktis
a.
Bagi guru
Guru dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran dan
membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi di era revolusi
industri 4.0 dengan keterampilan menggunakan
media pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS.
b.
Bagi siswa
Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar
IPS yang menarik, meningkatkan berpikir kreatif di era revolusi industri 4.0
dalam pembelajaran berupa; berpikir lancar, lues, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi dalam mengikuti pembelajaran.
c.
Bagi sekolah
Sekolah dapat mencetak genarasi penerus yang handal mampu berpikir
kreatif, memberikan sumbangan pemikiran dan kreatifitas pembelajaran dalam
upaya meningkatkan kualitas layanan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom
action research) bertujuan untuk memperbaiki program pembelajaran di kelas. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan dalam mendesain pembelajaran
IPS yang tepat yang dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual. Berkaitan dengan penelitian tindakan dapat
menggunakan empat
komponen pokok penelitian tindakan yang menunjukkan langkah yaitu: (1) perencanaan
(planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing),
(4) refleksi (reflecting). Data dikumpulkan dengan observasi
tindakan dan dianalisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian, dan verifikasi. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema
dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Subjek dalam penelitian ini adalah populasi seluruh siswa kelas VII SMPN 3 Panga Aceh Jaya. Pemilihan
subjek penelitian atas pertimbangan kondisi siswa baru dalam masa peralihan
dari kanak-kanak menuju remaja awal, pada pase ini kondisi berpikir kreatif
siswa masih labil, baru menyesuaikan diri dengan kelompok-kelompok belajar,
menyesuaikan diri dengan materi pembelajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP), dan pentingnya siswa mengalami pembelajaran menggunakan media Pop up untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa. Adapun kriteria subjek
penelitian ini, yaitu: (1) Siswa rata-rata rendah tingkat berpikir
kreatif dalam pembelajaran; (2)
Siswa pada umumnya mengikuti model pembelajaran konvensional setiap harinya;
(3) Siswa yang rata-rata
rendah motivasi belajar; (4) Siswa jarang mengikuti model pembelajaran
kooperatif; dan (5) Siswa yang belum pernah mengikuti pembelajaran
mengunakan media pop up message.
Untuk memperoleh data atau informasi yang representatif penulis menggunakan
teknik observasi. Observasi merupakan kegiatan mengamati untuk mengenali,
merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang
dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan terencana
maupun akibat sampingannya (Moleong, 2017). Penulis menggunakan strategi
observasi partisipan sehingga siswa dan penilai sama-sama melakukan kegiatan
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Observasi ini dilakukan untuk
mengamati siswa apakah menunjukkan keterampilan berpikir kreatif atau tidak
selama proses pembelajaran. Adapun indikator berpikir kreatif yang diamati,
yaitu: (1) berpikir lancar, (2) lues, (3) orisinil, (4)
elaborasi, dan (5) re-defenisi.
Teknik
analisis data yang digunakan meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification) (Azwar, 2012). Data yang diperoleh akan diolah dan
dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan rumus:
P =
Keterangan. P = Persentase, f =
Frekuensi (banyaknya aktivitas yang muncul) dan N = Jumlah aktivitas keseluruhan (Sugiono, 2012)
Hasil rata-rata pengamatan aktivitas guru dan siswa yang diperoleh dibahasakan dengan kriteria (1) 81%-100% = sangat baik; (2) 61%-80% = baik; (3) 41%-60% = cukup baik; (4) 21%-40% = kurang baik; dan (5) 0%-20% = sangat kurang (Azwar, 2012). Adapun kriteria
rentangan adalah pengelolaan pembelajaran menggunakan media Pop up dikatakan efektif apabila kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran baik,
dan aktivitas siswa mengalami peningkatan berpikir kreatif dalam mengikuti pembelajaran IPS.
Kriteria keberhasilan penelitian
tindakan kelas ini dikatakan efektif apabila guru mampu mengelola pembelajaran
menggunakan media Pop up dan indikator berpikir kreatif siswa mengalami
peningkatan di atas 75%.
A. Studi Relevan
Studi relevan tentang media Pop up hasil
penelitian publikasi lima tahun terakhir yang penulis sitasi, antara lain: (1)
penggunaan media ilustrasi pop up
sejarah dalam pembelajaran IPS, (2) buku pop up untuk pembelajaran bercerita
siswa, dan (3)
pembuatan ilustrasi buku pop up
sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang.
Pertama studi penggunaan media ilustrasi pop up sejarah dalam pembelajaran IPS di SD Negeri Batusari.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menemukan hasil bahwa siswa
kelas IV SDN Batursari sangat antusias
dalam mengikuti pembelajaran IPS, siswa
dibentuk dalam kelompok-kelompok
kecil dan siswa saling
berdiskusi membahas visual pesan visual yang ada
dalam media pop up. Media ilustrasi
pop up sangat membantu guru dalam pembelajaran IPS, hal ini terlihat siswa
lebih mudah untuk memahami materi IPS dengan
melihat ilustrasi yang
ada
dalam materi (Purmitasari dan Eka, 2017).
Kedua studi menggunakan buku pop up
untuk pembelajaran bercerita siswa sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan
metode pengembangan atau research and
development (R & D) dengan mengacu pada model pengembangan ADDIE (analysis, design, develop, implement, evaluate). Subjek penelitian terdiri dari 38 siswa kelas tiga SDN Jati 03 Pagi Pulogadung Jakarta Timur. Hasil penelitian menemukan bahawa, buku pop
up pada evaluasi satu-satu oleh ahli memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar
93,26%. Pada tahapan
uji coba lapangan memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar
99,46%. Dari hasil ini menunjukkan bahwa
pengembangan buku pop up untuk
pembelajaran bercerita memperoleh kriteria sangat baik (Fadilla dan Lestari,
2016).
Ketiga studi pembuatan ilustrasi buku pop
up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang pada anak usia
dini. Studi ini menggunakan metode berkarya dan telah menghasilkan dua buku
karya ilustrasi, yaitu; (1) ilustrasi buku pop up kombinasi yang terdiri dari 26 gambar ilustrasi
dan
pop up binatang yang diurutkan sesuai urutan abjad. (2)
ilustrasi buku pop up volvelle or
wheel terbagi menjadi empat seri, yaitu; (a) seri
binatang air, (b) seri binatang bersayap, (c) seri binatang urban, dan (d) seri binatang liar
(Firzad, 2015).
Dari
berbagai hasil penelitian di
atas, belum mampu mengupas secara
tajam tentang peningkatan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media Pop up di era revolusi industri 4.0
dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu penelitian ini mengisi bagian yang belum menjadi fokus penelitian sebelumnya. Fokus
penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan berpikir kreatif siswa abad 21
menggunakan media Pop up di era
revolusi industri 4.0.
Jabaran fokus penelitian ini,
yaitu: (1) mengkaji bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS (2) penelitian menekankan pada proses pembelajaran, (3)
pembelajaran menggunakan media pop up
message, (4) menggunakan observasi indikator berpikir kreatif siswa
dalam pembelajaran, (5) menggunakan angket pengukur lima indikator berpikir
kreatif siswa, yaitu; berpikir
lancar, lues, orisinil, elaborasi,
dan re-defenisi, (6) mendigitalisasi laporan karya kreatif siswa berupa pop up message, dan (7) mengaploud karya
kreatif siswa berupa Pop up di media
sosial untuk akses tanpa batas di era revolusi digital 4.0.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
Observasi Pra-tindakan
Table
1. Hasil observasi pra-tindakan
No.
|
Indikator Berpikir Kreatif
|
Persentase
|
1.
|
Siswa berpikir lancar
|
10.34%
|
2.
|
Siswa berpikir luwes
|
6.90%
|
3.
|
Siswa berpikir orisinil
|
3.45%
|
4.
|
Siswa berpikir terperinci
|
13.79%
|
5.
|
Siswa berpikir re-definisi
|
0%
|
(Sumber: Hasil
observasi pra-tindakan)
|
Berdasarkan hasil observasi
pra-tindakan dapat dikatagorikan bahwa berpikir kreatif siswa hanya mencapai
rentang (0%-20%) katagori berpikir kreatif sangat kurang, bahkan indikator
siswa mampu merumuskan kembali (re-definisi) dalam pembelajaran hanya berada pada 0%. Hasil observasi ini
menggambarkan beberapa poin penting, yaitu: (1) menjadi tolak ukur
kelemahan pendekatan konvensional
selama ini diterpakan; (2) sangat sempit memberikan akses siswa berpikir kreatif,
(3) pembelajaran tanpa media perangsang berpikir kreatif tidak efektif; dan (4)
belajar
klasikal mencatat dan mendengar penjelasan guru semata gagal membangun siswa berpikir kreatif.
B.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan permasalahan utama dalam pembelajaran dapat
dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran sangat memerlukan media yang menarik.
Media pembelajaran paling efektif dan efesien dibutuhkan guru berupa benda
tiruan, gambar atau ilustrasi, mudah dibuat, mudah dibawa dan mudah digunakan.
Media pembelajaran dirasa paling sesuai dengan keinginan guru dan siswa
tersebut menurut interprestasi penulis adalah media pop up message. Media Pop up memiliki
keunikan dan daya tarik pada bentuk lipatan di dalamnya terdapat display pesan
berupa tulisan, gambar tiga dimensi dan buku kecil yang telah disusun dan dapat
digerakkan. Media Pop up menjadi
fokus pembahasan penelitian ini dalam perspektif upaya peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa abad 21 era revolusi industri 4.0.
Kegiatan pembelajaran efektif mampu meningkatkan
berpikir kreatif siswa tidak dapat terlepas dari penggunaan media belajar.
Media belajar merupakan faktor penting dalam pembelajaran, karena media mejadi
sarana mempermudah penyampaian dan penyajian informasi dalam interaksi guru
dengan siswa (Arsyad, 2013). Media pembelajaran mempengaruhi minat belajar
siswa. Oleh kerena itu, penggunaan media disesuaikan dengan bakat dan minat
siswa, materi pembelajaran, sarana prasarana serta tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai (Djamarah, 2014).
Pembelajaran abad 21 menuntut berkembangnya keterampilan
berpikir kreatif siswa berupa kemampuan berpikir lancar, luwes, pleksibel,
orisinil, terperinci dan re-defenisi. Siswa berpikir kreatif dapat dilihat
wujudnya melalui kemampuan menyatukan sesuatu yang sudah ada dan dapat
menemukan gagasan baru atau benda baru yang berguna untuk semua orang. Oleh
karena itu, pembelajaran harus mengaktifkan siswa bukan hanya berpikir konvergen yang menghasilkan satu jawaban
saja, tetapi pembelajaran diarahkan pada pembiasaan siswa berpikir devergen menghasilkan rangkaian jawaban
bervariasi (Zuchdi, 2010). Namun kenyataannya pembelajaran di lapangan masih
menggunakan pola-pola konvensional yang kurang mengaktifkan siswa berpikir
kreatif.
Mempertimbangkan
kelemahan pembelajaran secara konvensional yang komunikasinya satu arah, situasi belajar terpusat pada guru, mengajar
untuk memberikan informasi secara
lisan kepada siswa, dan tidak adanya usaha mengembangkan
ketrampilan berpikir kreatif siswa secara aktif
(Aqib dan Murtadlo, 2016).
Oleh karena itu, semakin memperkuat alasan penulis menginterpretasikan bahwa meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran menjadi bagian terpenting di era revolusi
industri 4.0, karena kreativitas merupakan kemampuan menciptakan sesuatu,
melihat hubungan baru antar unsur dapat diterapkan dalam pemecahan masalah
harus dibiasakan melalui kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berpusat pada
siswa, menggunakan media yang menarik dan merangsang berpikir kreatif siswa
sebagai solusi persiapan generasi kreatif abad 21 di era revolusi industri 4.0.
Selanjutnya
harus menjadi perhatian guru adalah kelemahan sebagian siswa keterampilan berpikir kreatif rendah, mereka terus menerus merasa selalu kalah bersaing, takut untuk mencoba, merasa
selalu ada yang salah dan kurang. Oleh karena itu, tugas
sekolah dan guru bukan hanya sekedar mengajarkan materi kepada siswa, tetapi
strategi membiasakan dan mendorong siswa mampu mengatualisasi diri dalam setiap
kegiatan pembelajaran dengan berpikir kreatif sangat diperlukan. Permasalahan utama guru jarang
menggunakan media yang merangsang berpikir kreatif siswa dapat diatasi dengan
inovasi media pembelajaran yang menarik dan mendorong siswa berpikir kreatif,
karena media pembelajaran merupakan alat bantu yang turut mempengaruhi iklim,
kondisi, dan lingkungan belajar (Arsyad, 2013).
Media Pop up penulis
jadikan sebagai solusi sarana mengasah berpikir kreatif siswa dalam merancang
dan dipersiapkan bersama mulai dari membuat dan menggunakannya dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Pop up merupakan jenis media timbul
berupa buku atau kartu yang di dalamnya terdapat lipatan gambar yang dipotong
dan pesan tersebut bermunculan membentuk lapisan tiga dimensi ketika dibuka. Media Pop
up memiliki keunggulan dapat membuat siswa berpikir kreatif, lebih
aktif,
menarik minat belajar, dan mandiri (Febrianto et al., 2014).
Pop up dapat digunakan sebagai
alternatif media pembelajaran yang mampu membangkitkan imajinasi siswa yang
praktis baik dalam penggunaan maupun pembuatan, hanya perlu membuat pola gambar
pada kertas, setelah itu digunting dan ditempelkan pada karton. Pola gambar
dapat dibuat sesuka hati atau disesuaikan dengan kreatifitas siswa. Berdasarkan
latar belakang dan permasalahan di atas, memperkuat asumsi penulis melakukan
PTK dan hasilkan sebuah inovasi pembelajaran penggunaan media Pop up dapat meningkatkan berpikir
kreatif siswa dalam pembelajaran IPS.
3.2 Hasil
Observasi Siklus I
Hasil observasi pasca
perlakuan siklus I berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada
tabel 2 di bawah ini:
Table
2. Hasil observasi siklus I
No.
|
Indikator Berpikir Kreatif
|
Persentase
|
1.
|
Siswa berpikir lancer
|
75.86%
|
2.
|
Siswa berpikir luwes
|
65.52%
|
3.
|
Siswa berpikir orisinil
|
55.17%
|
4.
|
Siswa berpikir terperinci
|
86.21%
|
5.
|
Siswa berpikir re-definisi
|
44.83%
|
(Sumber: Hasil
observasi pasca tindakan siklus I)
|
Berdasarkan
data hasil pengamatan aktivitas siswa petemuan pertama dalam pembelajaran
menggunakan media Pop up pada siklus
1 diperoleh hasil indikator siswa berpikir lancar, berpikir luwes dan
berpikir terperinci mencapai rentang (41%-60%) katagori cukup baik. Kemampuan
berpikir orisinil dan re-definisi berada pada rentang (21%-40%) katagori kurang
baik. Namun telah mengalami peningkatan 10.2% rata-rata indikator dibandingkan
dengan pra-tindakan. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus 1 diperoleh data dari indikator berpikir terperinci mencapai rentang (61%-80%) katagori baik. Indikator
berpikir re-defenisi berda pada rentang (41%-60%) katagori cukup baik.
3.3 Hasil
Observasi Siklus II
Hasil observasi pasca
perlakuan siklus II berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada
tabel 3 di bawah ini:
Table
3. Hasil observasi siklus II
No.
|
Indikator Berpikir Kreatif
|
Persentase
|
1.
|
Siswa berpikir lancer
|
93.10%
|
2.
|
Siswa berpikir luwes
|
86.21%
|
3.
|
Siswa berpikir orisinil
|
79.31%
|
4.
|
Siswa berpikir terperinci
|
93.10%
|
5.
|
Siswa berpikir re-definisi
|
75.86%
|
(Sumber: Hasil
observasi pasca tindakan siklus II)
|
Berdasarkana data
hasil pengamatan aktivitas siswa di atas diperoleh data bahwa indikator berpikir
lancer, luwes, dan terperinci mencapai rentang (81%-100%) katagori sangat baik.
Indikator siswa berpikir orisinil
berada pada rentang (61%-80%) katagori baik. Indikator berpikir re-defenisi
belum mencapai kreteria karena masih berada pada rentang (41%-60%) katagori
cukup baik. Pertemuan kedua diperoleh data bahwa indikator siwa berpikir lancar,
berpikir luwes, dan terperinci mencapai rentang (81%-100%) katagori sangat
baik. Indikator berpikir orisinil dan re-definisi berada pada rentang (61%-80%)
katagori baik.
3.3 Perbandingan
Hasil Observasi Antar Siklus
Perbandingan
hasil observasi pasca perlakuan siklus I dan II berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:
Table
4. Perbandingan hasil observasi siklus I dan II
No.
|
Indikator Berpikir Kreatif
|
Siklus I
|
Siklus 2
|
1.
|
Siswa berpikir lancer
|
75.86%
|
93.10%
|
2.
|
Siswa berpikir luwes
|
65.52%
|
86.21%
|
3.
|
Siswa berpikir orisinil
|
55.17%
|
79.31%
|
4.
|
Siswa berpikir terperinci
|
86.21%
|
93.10%
|
5.
|
Siswa berpikir re-definisi
|
44.83%
|
75.86%
|
(Sumber: Hasil
observasi pasca tindakan siklus I dan II)
|
Berdasarkan data hasil observasi
pasca tindakan siklus I dan II dapat dicermati bahwa peningkatan tingkat
berpikir kreatif siswa siklus II
mencapai 85.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (81%-100%)
katagori sangat baik. Dibandingkan pada siklus I mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang
(61%-80%) katagori baik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pra-tindakan hanya dapat mengaktifkan
keterampilan mendengar saja, sangat sempit akses bagi siswa berpikir kreatif. Penggunaan media Pop up dalam pembelajaran dapat
meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan
Perbandingan
tingkat berpikir kreatif siswa pra-tindakan
dengan
siklus I dan II dalam penelitian ini terlihat sangat signifikan.
|
Gbr. 1 Perbandingan berpikir kreatif siswa pra-tindakan, siklus 1 dan siklus 2
|
Perbandingan
berpikir kreatif siawa mengalami peningkatan secara signifikan mjulai dari
siklus I mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang
(61%-80%) katagori baik dibandingkan dengan capaian pra-tindakan hanya mencapai
6.90% berada pada katagori sangat kurang. Signifikansi peningkatan berpikir kreatif siswa menunjukkan bahwa, pembelajaran
konvensional hanya mencapai rata-rata 2 orang siswa dari 29 sampel tiap
indikator. Sedangkan dalam siklus I peembelajaran menggunakan media Pop up mencapai rata-rata 19 orang siswa
tiap indikator. Siklus II meningkat berpikir kreatif siswa mencapai rata-rata
25 orang siswa tiap indikator.
Nilai probability
(P) dan signifikansi statistik: Nilai P two-tailed sama 0.0004. Dengan kriteria konvensional, perbedaan ini
dianggap sangat signifikan secara statistik. Interval Berpikir: Rerata Berpikir
kreatif siswa SIKLUS 2 dikurangi Berpikir kreatif siswa SIKLUS 1 sama -26.0707.
95% interval berpikir dari perbedaan ini: Dari -40.0042 ke -12,1371. Nilai
menengah digunakan dalam perhitungan: t
= 3.7454. df = 58. Standar error perbedaan = 6.961
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat
disimpulkan bahwa bahwa penggunan media Ppop
up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan mencapai 85.52% (katagori sangat baik)
rata-rata 25 siswa dari 29 siswa pada materi kegiatan pokok ekonomi
masyarakat produksi, distribusi dan konsumsi mata pelajaran IPS kelas VII SMP
Negeri 3 Panga Aceh Jaya.
4. Kesimpulan
Berdasrkan hasil penelitian tindakan kelas
upaya peningkatan berpikir
kreatif siswa melalui media pop up menemukan beberapa poin penting,
yaitu:
1.
Berpikir kreatif siswa pada siklus
I mengalami peningkatan mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi
rentang (61%-80%) katagori baik dibandingkan dengan capaian pra-tindakan hanya
mencapai 6.90% berada pada katagori sangat kurang.
2.
Peningkatan berpikir
kreatif siswa siklus II mencapai 85.52% rata-rata indikator berada pada posisi
rentang (81%-100%) katagori sangat baik.
3.
Pembelajaran pra-tindakan (konvensional) hanya dapat mengaktifkan keterampilan mendengar
saja, sangat sempit akses bagi siswa berpikir kreatif.
4.
Penggunaan media Pop up dalam pembelajaran dapat
meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan.
Berdasarkan
hasil penelitian tindakan kelas ini penulis menyarankan beberapa hal penting
sebagai berikut.
1.
Bagi guru disarankan dapat mengatasi permasalahan
berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran konvensional dengan wawasan dan
keterampilan menggunakan
media pop up message.
2.
Bagi siswa disarankan berpartisipasi aktif, mengerahkan
segala kemampuan berpikir kreatif, mandiri dan optimis dalam pembelajaran, menghilangkan
rasa takut salah, ragu-ragu dan rasa malu mencoba hal baru.
3.
Bagi sekolah disarankan selalu berupaya meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan konsisten menghargai partisipasi aktif menggunakan
keterampilan berpikir kreatif bukan hanya prestasi siswa yang diberi
penghargaan.
4.
Bagi peneliti lanjutan untuk mempertajam peningkatan
berpikir kreatif siswa yang rendah motivasi dalam pembeajaran.
5. Refernce
Ait, K., Rannikmäe, M., Soobard, R., Reiska, P., &
Holbrook, J. (2015). Students’ self-efficacy and values based on a 21st century
vision of scientific literacy - a pilot study, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 177, 491-495.
Anitah,
S. (2011). Media Pembelajaran.
Surakarta: UNS Press.
Annamary, L., Consalvo., & Ann D. D. (2016).
Writing on the walls: Supporting 21st century thinking in the material
classroom, Teaching and Teacher Education.
60, 54-65.
Anne-Liisa, L. Grant, G., & Golnaraghi, G. (2017).
Closing the 21st-century knowledge gap: Reconceptualizing teaching and learning
to transform business education, Journal
of Transformative Education. 16 (3), 197-219.
Aqib, Z. & Murtadlo, A. (2016). Kumpulan Metode
Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani
Sejahtera.
Arikunto, S. (2011). Penelitian Tindakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Aditya Media.
Arsyad, A. (2013). Media
Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asmani, J. M. (2014). 7 Tips Aplikasi PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Yogyakarta: DIVA Press.
Azwar, S. (2012). Penyusunan
Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barry, M. (2012). What
skills will you need to succeed in the future? Phoenix Forward (online).
Tempe, AZ, University of Phoenix.
Boggs, G. L. (2015). Listening to 21st century
literacies: Prehistory of writing in an academic discipline, Linguistics and Education. 29, 15-31.
Cagle, L. E. (2014). Book review: Digital literacy for
technical communication, Journal of
Business and Technical Communication. 28 (2), 259-263.
Dass, R. (2014). Literature and the 21st century
learner, Procedia - Social and Behavioral
Sciences. 123, 289-298.
Delors, J. (2013). The treasure within: learning to
know, learning to do, learning to live together and learning to be. What is the
value of that treasure 15 years after its publication? International Review of Education. 59 (3), 319-330.
Djamarah, S. B. (2014). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Donovan, L., Green, T. D., & Mason, C. (2014).
Examining the 21st century classroom: Developing an innovation configuration
map, Journal of Educational Computing
Research. 50 (2), 161-178.
Dzuanda. (2011). Design pop up child book puppet
figures series Gatotkaca. Jurnal Library
ITS.
Elola, I & Oskoz, A. (2017). Writing with 21st
century social tools in the L2 classroom: New literacies, genres, and writing
practices, Journal of Second Language
Writing. 36, 52-60.
Fadilla, R. N & Lestari, I. (2016). Buku pop-up untuk pembelajaran bercerita siswa sekolah dasar. Perspektif Ilmu Pendidikan. 30 (1),
21-30.
Febrianto, M. F. M., Setiadarma, W., Ariyanto, H. (2014). Penerapan media dalam bentuk pop up book pada pembelajaran unsur-unsur rupa untuk siswa kelas 2 SDNU Kanjeng Sepuh Sedayu Gresik. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 2 (3),
146-153.
Firzad, E. B. A. (2015). Pembuatan
ilustrasi buku pop-up sebagai media
pengenalan huruf dan nama-nama binatang pada anak usia dini. Eduarts: Journal of Arts Education. 4
(1), 56-67.
Gloria, L. B. (2016). Literate lives matter: Black
reading, writing, speaking, and listening in the 21st century, Literacy Research: Theory, Method, and
Practice. 65 (1), 141-151.
Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). The
Changing Role of Education and Schools. Assessment
and Teaching of 21st Century Skills. 1-16.
Krause, M. B. (2013). “A Series of unfortunate
events”: The repercussions of print-literacy as the only literacy for talented
boys, Gifted Child Today. 36 (4),
236-245.
Laar, E. F., Alexander, J. A. M., Deursen, A. G. M.,
& Dijk, J. H. (2018). 21st-century digital skills instrument aimed at
working professionals: Conceptual development and empirical validation, Telematics and Informatics. 35 (8),
2184-2200.
Laar, E., Alexander J. A. M., Deursen, A. G. M., Haan,
D. J. (2017). The relation between 21st-century skills and digital skills: A
systematic literature review, Computers
in Human Behavior. 72, 577-588.
Leontaris, J & Spencer, T. (2011). Book review:
New media and public relations, teaching new literacies in grades K-3:
Resources for 21st-century classrooms, teaching new literacies in grades 4–6:
Resources for 21st-century classrooms, E-Learning
and Digital Media. 8 (4), 433-439.
Lundy, A. P & Stephens, A. E. (2015). Beyond the
literal: Teaching visual literacy in the 21st century classroom, Procedia - Social and Behavioral Sciences.
174, 1057-1060.
Made, W. (2011). Strategi
Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
McBride, M. F. (2012). Reconsidering information
literacy in the 21st century: The redesign of an information literacy class, Journal of Educational Technology Systems.
40 (3), 287-300.
McNicol, S. (2014). Modelling information literacy for
classrooms of the future, Journal of
Librarianship and Information Science. 47 (4), 303-313.
Moleong, L. J.
(2017). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya.
Nur, M. A., Rustono, W. S. & Lidinillah, D. A. M.
(2017). Pengembangan media pop up book pada pembelajaran IPS tentang kerajaan
dan peninggalan sejarah Islam di Indonesia di kelas v sekolah dasar. Pedadidaktika Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pedidikan Guru Sekolah Dasar. 4 (2).
Palumbo, R., Adinolfi, P., Annarumma, C., Catinello,
G., & Manna, R. (2019). Unravelling the food literacy puzzle: Evidence from
Italy, Food Policy, In press, corrected
proof. 3.
Pawlowsky, S & Ryan, T. G. (2016) The 21st-century
school library: Perpetual change or evolution? International Journal of Educational Reform. 25 (1), 38-55.
Purmitasari, Y. D. & Eka. J. P. (2017). Penggunaan
media ilustrasi pop-up sejarah dalam pembelajaran IPS di SD Negeri Batusari. Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah
Kependidikan. 10 (2).
Qian, M & Clark, K. R. (2016). Game-based Learning
and 21st century skills: A review of recent research, Computers in Human Behavior. 63, 50-58.
Rizal, R. (2017). Mengajar Cara Berpikir, Meraih
Ketrampilan Abad 21. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UMS. 34,
390-406.
Rutkowski, D., Rutkowski, L., & Sparks, J. (2011).
Information and communications technologies support for 21st-century teaching:
An international analysis, Journal of
School Leadership. 21 (2), 190-215.
Safitri, N. N. (2014). Pengembangan media pop up book
untuk keterampilan menulis narasi siswa tunarungu kelas IV. Jurnal Pendidikan Khusus. 4 (1).
Sanjaya, W. (2009). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sapriana.
(2009). Pendidikan IPS. Bandung: Rosda.
Siddiq, F., Gochyyev, P., & Wilson, M. (2017).
Learning in digital networks-ICT literacy: A novel assessment of students' 21st
century skills, Computers & Education.
109, 11-37.
Snow, C. E. (2018). Simple and not-so-simple views of
reading, Remedial and Special Education.
39 (5), 313-316.
Sourmelis, T., Ioannou, A., & Zaphiris, P. (2017).
Massively multiplayer online role playing games (MMORPGS) and the 21st century
skills: A comprehensive research review from 2010 to 2016, Computers in Human Behavior. 67, 41-48.
Sugiyono. (2010). Metode
penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.
(2012). Metode Penelitian
Kombinasi: Mixed Methods.
Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. (2016). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in
Our Times. San Francisco, CA: John Wiley & Sons.
Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., & Osman, K.
(2012). Fostering the 21st century skills through scientific literacy and
science process skills, Procedia - Social
and Behavioral Sciences. 59, 110-116.
Uhktinasari, F., Mosik, S. (2017). Pop-up sebagai media pembelajaran fisika materi alat-alat optik untuk siswa
sekolah menengah atas. Unnes Physics
Education Journal. 6 (2), 1-6.
Wagner, W. (2010). Diversification at financial
institutions and systemic crises. Journal of Financial Intermediation, 19 (3),
373-386.
West, J. A. (2019). Using new literacies theory as a
lens for analyzing technology-mediated literacy classrooms, E-Learning and Digital Media. 16 (2),
151-173.
Zambo, D. (2009). Gifted students in the 21st century:
Using vygotsky's theory to meet their literacy and content area needs, Gifted Education International, 25 (3),
270-280.
Zuchdi, D. (2010). Humanisasi
Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.