Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

31 Mei 2023

Urgensi Kepemimpinan Murid Sebagai Pencegahan Krisis Kepemimpinan Generasi; Alasis Kritis Koneksi Antar Materi Modul 3.3


Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Koneksi antar materi mengaitkan modul-modul sebelumnya dalam tulisan reflektif ini.

1.     Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini?

Perasaan saya setelah mempelajari materi pengelolaan program berdampak positif pada murid, saya semakin memahami tugas guru adalah memfasilitasi, membimbing dan menuntun murid agar mereka mampu menjadi pememimpin diri dalam proses belajarnya sendiri sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Semakin percaya diri untuk melakukan kegiatan pembelajaran  berpusat pada murid untuk menguatkan kepemimpinan murid (student agency).

Modul ini sangat menari bagi saya mengaitkan penguatan Profil Pelajar Pancasila. Fokus guru menjadi fasilitator yang mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, merumuskan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi, mengkomunikasikan pemahaman mereka dengan baik.

Guru memfasilitasi murid dengan sadar dan terencana menguatkan kepemimpinan murid (student agency) dengan memberikan ruang dan melibatkan murid dalam memberikan suara (voice), pilihan (choice) dan kepemilikan (ownership) murid. Memberdayakan murid saat program sekolah direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi sehingga terwujudnya lingkungan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

Guru penggerak menyadari murid sebagai mitra bagi guru dalam pembelajaran, mengupayakan terwujudnya lingkungan sekolah mendukung tumbuhnya murid-murid mampu menjadi pemimpin dalam proses pembelajarannya sendiri dan menerapkan konsep kepemimpinan murid dalam penguatan Profil Pelajar Pancasila.

2.     Apa intisari yang Anda dapatkan dari modul ini?

Intisari modul ini unrgensinya kepemimpinan murid (student agency) dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Fokus modul ini murid diarahkan menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership). Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.

Penekanan modul ini tagihantTugas guru menyediakan lingkungan menumbuhkan suasana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dari apa yang mereka pikirkan, semangat yang mereka tetapkan, dan kepemilikan mereka melaksanakan dan bagaimana mereka merefleksikan tindakannya yang terdidik.

Guru memfasilitasi lingkungan belajar menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik; Menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, Memfasilitasi keterampilan berinteraksi sosial secara positif, Menumbuhkan keterampilan dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademik, Memfasiitasi penerimaan dan pemahaman kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya,

Guru membuka wawasan menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan, Menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri, Menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.

3.     Apa keterkaitan yang dapat Anda lihat antara Modul ini dengan modul-modul sebelumnya?

Keterkaitan antar modul dapat di jabarkan bahawa pengelolaan program sekolah tentunya harus berdampak pada murid. Dimulai dengan melakukan langkah-langkah berupa merancang dan mengelola program sekolah secara cermat dan tepat. Keterkaitan modul ini dengan modul-modul sebelumnya saling mendukung dan melengkapi dalam proses pembelajaran berpihak pada murid.

Keterkaitan modul ini dengan modul 1.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara. Guru mempunyai peran strategis untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sehingga mereka dapat bahagia dan selamat sebagai individu masyarakat. Adapun dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid hendaknya melibatkan murid dan memperhatikan pengembangan potensi atau kodrat murid. Dalam modul ini juga dibahas bahwa murid adalah pribadi yang unik dan utuh, sehingga guru sebaiknya dapat menuntun murid sesuai dengan kodratnya.

Berikutnya keterkaitan modul ini dengan modul 1.2 Nilai dan peran guru penggerak. Nilai-nilai dari seorang guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak hanya cukup sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, namun juga memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.

Selanjutnya keterkaitan modul ini dengan modul 1.3 Visi guru penggerak. Guru harus memiliki visi yang mengarah kepada perubahan, baik perubahan di kelas atau perubahan di sekolah. Untuk mencapai perubahan tersebut guru perlu mengenal pendekatan manajemen perubahan. Manajemen pendekatan perubahan disebut Inkuiri Apresiatif (IA). Dalam merencanakan dan mengelola program yang berdampak pada murid dilakukan dengan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif model BAGJA, dengan terlebih dahulu memetakan aset atau sumber daya sekolah, dan mengembangkan aset atau potensi yang bisa dikembangkan untuk merencanakan program sekolah yang berdampak pada murid.

Berikutnya kaitan dengan modul 1.4. Budaya Positif. Lingkungan yang mendukung perkembangan potensi, minat dan profil belajar murid terutama kekuatan kodrat pada anak-anak. Ibarat petani, guru hendaknya dapat mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan mengembangkan budaya positif agar anak-anak dapat tumbuh sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman dan mendukung program yang berdampak pada murid.

Kepemimpinan murid sangat relevan dengan modul 2.1 Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Guru dapat menggunakan pembelajaran berdiferensiasi untuk memberikan layanan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi ini merupakan solusi atas beragamnya karakteristik dan kecerdasan murid. Sebelum merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru hendaknya melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar, minat dan profil belajar murid. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aset atau kekuatan yang dimiliki oleh murid.



Kaitan modul ini dengan modul 2.2 Pembelajaran emosional dan sosial. Guru dilatih dan diasah untuk mampu mengembangkan kompetensi sosial pada diri murid. Teknik kesadaran diri (mindfulness) menjadi strategi pengembangan lima kompetensi sosial emosional yang didasarkan pada program yang berpihak pada murid dan mewujudkan merdeka belajar dan budaya positif di sekolah.

Modul ini juga singkron dengan modul 2.3, Coaching untuk supervisi akademik. Coaching sebagai teknik atau strategi seorang pemimpin pembelajaran untuk menuntun anak dan menggali potensi yang dimiliki oleh anak. Coaching juga memberikan keleluasaan anak-anak berkembang dan menggali proses berpikir. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid, menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya.

Modul ini juga sesuai dengan harapan modul 3.1 Pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin.  Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan secara bijak, yaitu keputusan yang berpihak pada murid. Dasar, prinsip, paradigma atau nilai dalam pengambilan keputusan harus konsisten, terutama berkaitan dengan dilema etika atau bujukan moral.



Kepemimbinna murid dapat disandingkan dengan modul 3.2 Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.  Guru sebagai pemimpin pembelajaran maupun pengelola program sekolah harus dapat memetakan dan mengidentifikasi aset-aset yang ada di sekolah, baik aset fisik maupun non fisik. Pendekatan berbasis aset/kekuatan (asset based thinking) akan lebih dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah sebagai komunitas belajar, dibandingkan dengan pendekatan berbasis masalah/kekurangan (deficit based thinking). Paradigma berpikir harus melihat sisi positif yang dimiliki oleh sekolah. Dengan berfokus pada aset yang dimiliki, maka pengelolaan program yang berdampak pada murid dapat terencana dengan baik.

Karena ruh dari semua modul berpihak pada murid, maka fokus modul 3.3 pun membahas tentang pentingnya pengelolaan program yang berdampak positif pada murid. Pengembangan sekolah dengan memanfaatkan 7 aset atau modal yang dimiliki sekolah. Modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, modal agama dan budaya. Dengan mengetahui modal atau sumber daya yang ada di sekolah, maka sebagai pemimpin guru harus bisa memetakan 7 aset tersebut dan mengoptimalkan pengelolaannya untuk peningkatan pembelajaran di sekolah.

4.     Setelah melihat keterkaitan antara modul ini dengan modul-modul lainnya jelaskanlah perspektif Anda tentang program yang berdampak positif pada murid. Bagaimana seharusnya program-program atau kegiatan sekolah harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar program-program tersebut dapat berdampak positif pada murid?

Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif, dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain.

Program yang berdampak positif pada murid adalah inisiasi dan dan pengelolaan sekolah yang melibatkan kepemimpinan murid (student agency) dengan memberikan ruang dan mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan. Akhirnya terwujudkan rasa bahagia dan sejahtera (well-being) dan budaya positif di sekolah. Kodrat anak memiliki ragam potensi dan bakat dapat tergali dan dituntun menuju kepada kebahagian setinggi-tingginya. Mengenali program atau kegiatan sekolah dengan perencanaan, pelaksanaan dan refleksi evaluasi dilakukan secara kolaboratif dan memberdayakan aset/kekuatan sumber daya yang dimiliki sekolah. Akhirnya dampak positif pada murid sebagaimana yang diharapkan terpenuhi secara menyeluruh.

Perencanaan program dilaksanakan secara kolaboratif berdasarkan kebutuhan murid dengan mewujudkan lingkungan karakteristik yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid didukung sumber daya, aset, modal, potensi, kekuatan yang dimiliki sekolah melalui prakarsa perubahan dengan paradigma inkuiri apresiatif BAGJA, memberikan ruang murid pada suara, pilihan dan kepemilikan.



Pelaksanaan program atau kegiatan ini memberdayakan murid untuk menjadi pemimpin dalam proses belajarnya sendiri. Murid mampu mempromosikan suara, pilihan, kepemilikan sendiri melalui proses yang memerdekakan sehingga murid mampu menjadi agen perubahan dan guru menjadi mitra belajar murid dengan menuntun dan memberikan umpan balik (feedback) atas capaian perkembangan belajar murid.

Evaluasi terhadap program atau kegiatan ini maka guru dan murid berkolaboratif melakukan penilaian, refleksi evaluasi secara menyeluruh, sistematism, berkala dan berkelanjutan untuk mengukur seberapa efektif dampak positif yang diharapkan muncul. Kegiatan reflektif evaluasi untuk mengetahui apakah program atau kegiatan sudah efektif memenuhi tujuan yang diharapkan dan apakah program atau kegiatan telah mampu menumbuhkembangkan kepemimpian murid (suara, pilihan, kepemilikan).

Ketika murid menunjukkan agency dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah  mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup.


29 Mei 2023

LAYANAN 14 INOVASI Sekolah Afirmasi Ujung Negeri Aceh Jaya; Seputar Informasi, Pengaduan dan Diskusi

 KEMUDAHAN MENDAPATKAN INFORMASI LAYANAN INOVASI

Layanan informasi, pengaduan dan diskusi inovasi pembelajaran, kepemimpinan murid, wirausaha madiri, kreasi, dan apresiasi.


1.       Narna Lengkap             : Ridwan, S.Pd.I., MA., M.Pd

2.       Tempat/Tanggal Lahir  : Cot Trap, 27 Januari 1982

8.         Nama Sekolah             : SMP Negeri 3 Panga

9.         Alamat Sekolah           : Desa Polo Ie Kec. Panga Aceh Jaya

10.    Alamat Rumah             : Desa Cot Trap Kec. Teunom Aceh Jaya

11.    Nomor Telepon/HP       : 082331676727

12.     Alamat pos-el (e-mail) : ridwanteunom@gmail.com

13.     Pendidikan Terakhir     : S2

14.   Akun Medsos               :

1.       Youtube:  Ridwan MA Net Media

https://www.youtube.com/channel/UCteaozeZpaX6cHFdh7psOXw

2.       Face book: Ridwan MA Aceh Jaya

https://web.facebook.com/profile.php?id=100010530198490

3.       Instagram: ridwan_ma_net_media

https://www.instagram.com/ridwan_ma_net_media/

4.       Twiter: @Ridwan_MA_MPd

https://twitter.com/Ridwan_MA_MPd?t=v211kZvglQQ8vPzjcYhmXg&s=09

5.       Tiktok:  @ridwanmaacehjaya

https://www.tiktok.com/@ridwanmaacehjaya?_t=8ciGVFZlqEr&_r=1


1. Inovasi belajar kreatif melalui media pop up message abad 21upaya peningkatan berpikir kreatif siwa di era revolusi industri 4.0

Tujuan inovasi belajar kreatif melalui media pop up message abad 21 upaya peningkatan berpikir kreatif siwa di era revolusi industri 4.0, mempertimbangkan kelemahan pembelajaran secara konvensional yang komunikasinya satu arah, situasi belajar terpusat pada guru, mengajar untuk memberikan informasi secara lisan kepada siswa, dan tidak adanya usaha mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif siswa secara aktif.


Klik gambar atau Link ini lihat selengkapnya 
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBCpvM8CBd0K8lV6irrYh6jG


2. Inovasi Usaha Mandiri Budidaya Walet Solusi Bos Kecil Sekolah Afirmasi

Sukses budidaya walet; sekolah afirmasi di ujung negeri Aceh santun yatim dan dongkrak berbagai kegiatan sekolah. Kami membedah bagian atas kamar kecil kepala sekolah, bagian atas dapur kantor guru dan kamar kecil guru bagian atasnya menjadi ruang void, ruang inap dengan setingan LMB dari kaca fentilasi, LAR terhubung antara kamar kecil kepala sekolah, dapur dan kamar kecil dewan guru. Alhamdulillah, telah membuahkan hasil panen setiap bulannya. Kami berinisiatif membangun tempat usaha sekolah mandiri di bidang budidaya sarang Burung Walet, mengingat di area sekolah memiliki populasi Walet yang sangat potensial, sehingga kami bangun koperasi dan bekerja sama dengan Komite sekolah. Usaha sarang walet hasil nya sangat menjanjikan, dan hasil produksi sarang burung walet putih di SMP Negeri 3 Panga membantu kegiatan sekolah. Kami merenovasi dapur guru menjadi Rumah Burung Walet layak huni, Alhamdulillah sudah bisa dipanen setiap bulannya. 


Klik gambar atau Link ini lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBCZb_rh1958V-Y_ZzCokd6O

3. Inovasi "KLINIK BAPERAN" Kelompok Peserta Didik Belajar Bermain Peran

Tujuan inovasi ini membawa siswa mengikuti lomba ke tingkat nasional. Dibukanya inovasi “Klinik Baperan” sebagai payung kegiatan peserta didik mengisis lomba bergengsi berbagai festival nasional film pendek. Film demi film diselesaikan. Hal tidak terduga terjadi, meskipun tidak begitu populer di daerah, namun banjir apresiasi dari para netizen luar negeri. Sehingga semulanya keinginan menjadi juara dalam perfileman pendek kini yang penting siswa belajar bermain peran dengan baik sesuai peran dan kemampuannya. Persoalan kalah menang itu sudah menjadi tidak penting, yang terpenting berkontribusi, berkolaborasi berkreasi dan memberikan inspirasi bagi banyak orang.

Klik gambar atau Link ini lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBBuXdLPINobhaV9JUZw8BUu


4. Inovesi "KAB MISES" Kelompok Asah Bakat Minat Siswa Sukses

Tujuan inovasi ini menggali potensi siswa, karena biasanya bakat seseorang itu sudah mulai nampak sejak kecil. Mengingat prestasi itu bukan hanya di bidang akademik saja, maka bakat non akademik yang dimiliki siswa perlu dibina dan dikembangkan melalui payung kegiatan yang tepat menjadi sebuah prestasi. Satu diatara cara memfasilitasi bakat dan minat siswa untuk lebih kreatif dalam mengembangkan bakat dan talenta yang ia miliki, semakin percaya diri untuk mengeksplor menunjukkan penampilan terbaiknya.


Klik gambar atau link Lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBAxIFfYT2vYdl4BfvVK6La5



5. Inovasi "SAFA" Smart and Familiar Appreciation (Apresiasi Cerdas dan Akrab)

Sebuah inspirasi dari kisah Bapak Camat Panga Mawardi Bersama Rombongan Ke Sekolah afirmasi Memberikan Apresiasi Hardikda ke-60 kepada guru terpencil berinovasi nasional. "Silahkan berkarya menembus angkasa tetapi yang membuat kita bermakna adalah ketika kita membumi". Sebutnya. Beliau memberikan perhatian dan apresiasi kepada guru di hari Hardikda ke-60. Pada  hari itu juga Allah mebayar lunas ia menjadi dikenal di kalangan netizens luar negeri 30 menit postingan mendapat komentar sajungan, pujian dan apresiasi mencapai 45 orang lebih, dan komentar positif dari masyarakat luar negeri dari berbagai negara terus mengalir cukup deras. Jangan takut atau merasa rendah memberikan penghargaan kepada orang lain, karena Allah sudah menyiapkan hadiah terbaik untuk kita sebelum kita memberikan hadiah orang lain.


Klik gambar atau link lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBBlUPnHiNDyapKKsIaxu48c

6. Inovasi "SOP KEPITING" Sistim Organisasi Pemberdayaan Kepemimpinan Murid Kelas Tinggi

Kepemimpinan murid (student agency) itu dekat dengan seni, teknik, atau metode memimpin suatu kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pemberdayaan kepemimpinan murid di sini bukan sekedar menjadi ketua atau pengurus organisasi, tetapi pemberdayaan lebih mengakar pada penguatan kemampuan murid dalam mengambil tanggung jawab dan manajemen diri dalam pembelajaran memainkan peran aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar segala hal di sekolah.



7. Inovasi "KAK ROS" Kegiatan Asah Kreasi Raja/Ratu Orientasi Sekolah

"KAK ROS" Kami rancang serangkaian kegiatan Pemilihan Raja/Ratu Orientasi Sekolah dalam kemasan joyful learning sebagai satu diantara solusi mengatasi/menghilangkan trauma belajar pasca libur panjang pada anak. Kami membakar kembali semangat belajar siswa sekolah afirmasi layaknya anak lainnya. Selaku guru pembina penyelenggara kegiatan mengaku haru bersama Mila Hayati, Wina Sarfiani, Zulkarina, Nadia dan panitia lainnya. Tidak mapu membendung rasa bahagia kegiatan berpose penuh ceria bersama Ratu Orientasi Sekolah peringkat pertama Cut Rita Ardila, Peringkat 2 Hasnia Ulfa, Peringkat 3 Bahratul Nafis, peringkat Harapan Satu Putri Yulia Amelianda, dan Harapan Dua Maisuri.


8. Inovasi "PANKAS TUMIS TERASI" Pemanfaatan Bahan Bekas Tunjang Modifikasi Literasi

Pada mulanya inivasi ini kegiatan membaca menggali sumber informasi dan pengetahuan. Uniknya payung kegiatan ini bewujud karya nyata dari membaca mebuahkan imajinasi, inspirasi dan menjadikan siswa kreatif. Sebut saja para siswa difasilitasi membedah kelas dari gudang, membuat berbagai keterampilan yang menggunakan bahan 3 m, Mudah didapat, Murah, Menghasilkan ada  gantungan Kunci dari kain Planel, Aneka keterampilan dari kertas  koran bekas dijadikan karya pajang menjadi karya mngkomunikasi informasi dengan kreatif dan menjadi media serta menjadi sumber belajar.  


Klik gambara atau link lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBAyMqbgkBF8-f1ofAFlS94a

9.  Inovasi "SEBER APLIKASI" Sehat Bersama Apotik Lingkungan Siswa

Guru inovatif siswa kreatif: Sederhana tetapi butuh waktu setiap hari latihannya. Mungkin bagi guru hari ini terlihat biasa saja tetapi ketika kita mulai lupa, tubuh tak kuat lagi bekerja. Para siswa kita berdiri tegap mengingat kuat bercerita dan menjadi senjata paling berharga untuk mereka menaklukkan dunianya. Kami dari sekolah afirmasi membakar semangat siswa dan mempertontonkan pada dunia kegiatan pembelajaran Hidroponik field trip semangat kreatifitas siawa berkarya di era milenial serba modern. Para siswa belajar di lapangan sambil berkompetisi, panulis laporan terbaik di berikan langsung piagam penghargaan di lapangan. Ini kami lakukan untuk sentuhan berbeda dan istimewa untuk membelai imajinasi siswa tumbuh baik dan berkembang sempurna. Pembelajaran lapangan ini kami lakukan dengan harapan siswa kami bisa berpikir kreatif untuk mampu bersaing dan bersanding di dunia serba modern. Sekolah boleh terpencil tetapi pembelajaran jangan mau tertinggal.




10.  Inovasi "KUPUJA" Kreasi Untuk Pembelajaran Unjuk Kerja

Praktik Pembelajaran Unjuk Kerja Berbasis Projects Sekolah Afirmasi Ujung Negeri Aceh Jaya. Mimpi kami nyata walaupun dari sekolah desa. Pelayanan terbaik memberikan pengalaman belajar layaknya anak kota dari berbagai belahan dunia. Pembelajaran Berdiferensiasi projects bertujuan mendorong siswa untuk belajar kelompok atau berkolaborasi di luar pengajaran di kelas. Mendorong siswa untuk lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan nyata. Membiasakan siswa untuk menganalisis atau meneliti sejak dini. Meningkatkan berpikir kritis, kreativitas, dan kemandirian. 



11.  Inovasi "SLEO.Com" Students Learning of Conservation Modern (siswa belajar konservasi modern)

Inovasi ini menjadi payung kegiatan mengikuti setiap kegiatan relaes tukik penyu jenis lekang ke habitatnya di lembaga konservasi penyu Aroen Meubanja Panga, Aceh Jaya. Syuting film baru bertajuk Come back to school. Film ini sepenuhnya syuting di lokasi konservasi penyu Aroen Meubanja. Menceritakan tentang anak nelayan yang putus sekolah numun cinta dan peduli satwa penyu akhirnya memperoleh bantuan biaya an bersekolah kembali. Cuplikan film baru sekolah afirmasi belajar konservasi penyu bekerja sama dengan Badan Konservasi Penyu Aceh Aroen Meubanja. Pembuatan film kali ini terbilang lebih seru gandeng ahli konservasi penyu Dedi Penyu dan teman-teman tim ahli bersama 3 aktor film festival Nasional diri SMP Negeri 3 Panga, satu aktor dari MIN 10 Aceh Jaya, 1 aktor pendatang baru dari RA Teunom dan 1 orang guru inovatif dari SMP Negeri 3 Panga. 


Klik gambar atau link lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBAe9-xTUCTgNGyJUghNVpXi

12.  Inovasi "GERAK LABA" Gerakan Asah Kreasi Literasi Budaya

Inovasi ini menjadi payung kegiatan kebudayaan, satu diantaranya memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia. kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi hak-hak populasi masyarakat adat dunia. Acara ini juga mengakui pencapaian dan sumbangan yang masyarakat adat buat untuk memperbaiki isu-isu dunia, seperti perlindungan lingkungan. Permainan Patok Lele adalah permainan tradisional nusantara. Permainan ini dimainkan untuk mengisi waktu senggang, atau dipertandingkan. Sifat permainan ini edukatif, rekreatif, dan kompetitif. Sekolah afirmasi mengangkat permainan ini dalam rangka memperingati hari masyarakat adat bertepatan dengan hari Asyura. Usai perlombaan para siswa dapat menikmati bubur asyura. Acara ini dibuka langsung oleh Bapak Camat Kecamatan Panga setelah upacara dan penganugerahan aktor film pendek festival Nasional berbahasa daerah di SMP Negeri 3 Panga Aceh Jaya. Dihadiri oleh rekan-rekan jurnalis.



13.  Inovasi Brilliant Smart "BIBI" Bijak Berani Cerdas yang Brilian 

Setiap tahunnya mengadakan perlombaan di sekolah, adu kecerdasan, ketangkasan dalam menyelesaikan berbagai bentuk soal, permainan, penggunaan alat/media, susun kata, susun angka, penggunaan IT di kemas dalam sebuah acara baik untuk siswa SMP dan bahkan diadakan untuk jenjang SD/MI Se-Kecamatan Panga

Klik gambar atau link Lihat selengkapnya
https://youtube.com/playlist?list=PL2decLmoLGBDdCgEtU1q6rC6APYRlW7Br

14. Inovasi "JEUMPA SATU" Jemput Siswa Sampai Kepintu 

Inivasi ini digagas untuk meningkatkan jumlah siswa baru, mengingat daya dukung sekolah yang terbatas, jumlah calon siswa barupun terbatas ditambah dengan beroperasinya sekolah sejenjang yang berdekatan. Sistim menunggu bola sudah tidak berlaku, maka sistim jemput bolah jadi solusi jitu. Jempa Satu menjadi payung kegiatan dimulai dari serangkaian kegiatan perlombaan di sekolah untuk sekolah pendukung, pembagian brosur, sosialisasi ke sekolah dan di finising dengan jemout siswa sampai ke puntu-pintu rumah calon siswa baru berbasis undangan dan temu ramah langsung dengan orang tua wali.  


Klik link atau gambar Lihat selengkapnya
https://www.youtube.com/watch?v=D1acclvbRhM&list=PL2decLmoLGBBQrmJUQsU16uOOjHEEe6gu&index=1

























23 Mei 2023

INOVASI BELAJAR KREATIF MELALUI MEDIA POP UP MESSAGE ABAD 21: UPAYA PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF SIWA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

 INOVASI BELAJAR KREATIF MELALUI MEDIA POP UP MESSAGE ABAD 21:  UPAYA PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF SIWA  DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Ridwan1

1Guru SMP Negeri 3 Panga

 

ABSTRAK

 

Pembelajaran abad ke-21 ditekankan pada keterampilan berpikir tingakat tinggi pada domain analisis, evaluasi dan mengkreasi. Keterampilan tersebut diperoleh melalui empat kompetensi inti “The 4Cs”- communication, collaboration, critical thinking, dan creativity. Kompetensi-kompetensi tersebut penting disinergikan dalam konteks learning to know, lerning to do, learning to be dan learning to live together. Guru hendaknya mampu memberikan pembelajaran bermakna, berpusat pada siswa, dan mendorong berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan bagian penting dalam pembelajaran menghasilkan gagasan, berpikir fleksibel, orisinil, elaborasi dan perumusan kembali. Namun kenyataannya, pembelajaran masih berpusat pada guru yang berdampak terhadap rendahnya tingkat berpikir kreatif siswa. Pra-tindakan menunjukkan bahwa indikator berpikir kreatif pada katagori 10.33%-20% (sangat kurang). Media pop up dengan ciri khususnya media gambar tiga dimensi yang luwes dan menarik, ketika dilipat gambar tertutup, ketika dibuka gambar berdiri tegak seperti miniatur. Media ini menstimuli berpikir kreatifitas siswa dalam pembelajaran. Rumusan masalah apakah penggunaan media pop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa? Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 2 siklus. Fokus penelitian adalah observasi dalam pembelajaran. Hasil observasi penelitian ini menemukan bahwa penggunaan media pop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan mencapai 85.52% rata-rata indicator katagori sangat baik.

 

Kata kunci:  Berpikir kreatif, Media pop up, Pembelajaran abad 21

 

 

ABSTRACT

 

21st century learning emphasizes high level thinking skills in the domain of analysis, evaluation and creation. These skills are obtained through four core competencies "The 4Cs" - communication, collaboration, critical thinking, and creativity. These competencies are important to be synergized in the context of learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together. Teachers should be able to provide meaningful learning, student-centered, and encourage creative thinking. Creative thinking is an important part of learning to generate ideas, think flexibly, original, elaborate and reformulate. But in reality, learning is still teacher-centered which has an impact on students' low levels of creative thinking. Pre-action shows that the indicator of creative thinking in the category is 10.33% -20% (very less). Media pop up with special features, especially flexible and attractive three-dimensional media images, when folded closed images, when opened images stand tall like a miniature. This media stimulates students' creative thinking in learning. Formulation of the problem whether the use of pop up media can improve students' creative thinking? This type of research is classroom action research carried out in 2 cycles. The focus of research is observation in learning. The results of this research observation found that the use of pop up media can increase students' creative thinking significantly reaching 85.52%. The average category indicator is very good.

 

Keywords: Creative thinking, media pop up, 21st century learning

 


1. Pendahuluan

Tantangan pembelajaran abad 21 menuntut siswa mampu berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tertinggi adalah berpikir kreatif. Berpikir kreatif menjadi modal kunci siswa mampu bersanding dan bersanding di era revolusi industri 4.0. Berpikir kreatif menjadi pokok pembahasan karena berpikir kreatif merupakan kemampuan menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan baru, membuat sudut pandang baru dan membangkitkan ide baru (Asmani, 2010). Berpikir kreatif dapat dilihat dari lima indikator, yaitu; berpikir lancar, luwes, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi. Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat ditingkatkan melalui berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran paling merangsang berpikir kreatif siswa adalah ­pop up. Media pop up berupa pesan timbul berlipat, ketika dibuka akan bermunculan dan mempunyai bagian dapat bergerak atau memiliki unsur tiga dimensi serta memberikan visualisasi pesan lebih menarik dan tampilan gambar dapat bergerak ketika halamannya dibuka (Dzuanda, 2011).

Media pop up penulis andalkan sebegai media unggulan meningkatakan berpikir kreatif siswa dalam berkolaborasi, merancang, membuat dan menggunakannya dalam pembelajaran. Media ini sebagai salah satu solusi dari tantangan pembelajaran abad 21 menemukan cara meningkatkan keterampilan siswa berpikir kreatif. Menjawab tuntutan abad 21 dengan mempersiapkan siswa mencapai indikator keberhasilan pembelajarannya pada kemampuan berpikir kreatif sebagai modal dasar kemamampuan berkomunikasi, menggunakan informasi dalam pemecahan masalah, mampu beradaptasi, berkreasi dan menggunakan teknologi dengan baik di era revolusi industri 4.0.

Sebuah studi menunjukkan keprihatinan tamatan sekolah menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang berkompeten dibidang komunikasi oral maupun tertulis, berpikir kritis dan mengatasi masalah, etika bekerja dan profesional, bekerja secara tim dan berkolaborasi, bekerja dalam kelompok yang berbeda, menggunakan teknologi, dan manajemen projek kepemimpinan (Trilling dan Fadel, 2009). Keterampilan hidup abad 21 diperlukan siswa atas dasar empat pilar pembelajaran, yaitu: pertama way of thinking mencakup kreativitas, inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan, kedua way of working mencakup keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi dan bekerjasama, ketiga tools for working mencakup kesadaran sebagai warga negara global maupun lokal, dan keempat skills for living in the world mencakup keterampilan literasi informasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan belajar dan bekerja melalui jaringan sosial digital (Griffin et al., 2012).

Keterampilan abad 21 disinergikan dalam konteks pembelajaran learning to know belajar untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan, lerning to do belajar agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat, learning to be belajar untuk memiliki keterampilan akademik dan kognitif pribadi berkualitas dan beridentitas, dan learning to live together belajar bekerja secara kooperatif (Delors, 2013). Penekanan pembelajaran di era revolusi industri 4.0 semua individu perlu belajar berkarya, memerlukan pengetahuan, keterampilan, berpikir kreatif dan adaptif, mampu menghadapi atau mengatasi masalah, dan belajar untuk berkolaborasi memberikan kesempatan bagi siswa terlibat aktif dalam diskusi dan pencapaian berpikir kreatif.

Harapan utama keberhasilan siswa di era revolusi industri 4.0 memiliki keterampilan berpikir kreatif dengan penuh semangat berkreasi. Berpikir kreatif terlatih melalui kegiatan pembelajaran dengan pembiasaan berpikir di luar kebiasaan, melibatkan cara berpikir yang baru, memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide dan solusi baru, mengajukan pertanyaan yang tidak lazim, mengajukan dugaan jawaban bervariasi, berinovasi dan berkreasi. Namun data observasi pra-tindakan tentang tingkat berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional di SMPN 3 Panga rata-rata 6.90% berada pada kagori sangat kurang.

Pembelajaran pada umumnya di kelas menggunakan pola konvensional. Oleh karena itu penggunaan media pop up penulis angkat dalam tulisan ini sebagai solusi reformasi pembelajaran di kelas, mengingat penerapannya tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan banyak biaya, namun manfaatnya dapat mendorong dan meningkatkan berpikir kreatif siswa. Pop up penulis jadikan sebagai media yang dapat mendorong siswa berpikir kreatif, mengatualisasi diri, menghargai diri, mengeksistensikan dirinya dalam setiap kegiatan pembelajaran penuh imajinasi, daya kreasi dan percaya diri.

Studi tentang upaya peningkatan berpikir kreatif siswa sangat penting dilakukan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Pembelajaran IPS pada dasarnya lebih difokuskan pada ranah afektif dilakukan secara terpadu dengan ranah psikomotor dan cognitif (Sapriana, 2009). Mengingat penekanan pembelajaran IPS lebih difokuskan pada ranah afektif, maka menurut penulis upaya peningkatan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPS sangat mendesak untuk segera dilakukan penelitian, karena berpikir kreatif merupakan suatu proses pengembangan diri dengan segala kemampuan dari dalam diri siswa untuk menjadi kreatif dan penuh percaya diri dalam pembelajaran dan dalam kehidupan sehari-hari di era revolusi industri 4.0.

Berbagai studi tentang media pembelajaran meningkatkan berpikir kreatif siswa telah menarik perhatian banyak peneliti mengkaji dari berbagai aspek dikelompokkan dalam 3 kelompok utama, yaitu: (1) Keterampilan dan kreatifitas siswa abad 21. (2) Media pembelajaran di era revolusi industri 4.0. (3) Peningkatan berpikir kreatif melalui media pembelajaran.

Pertama studi tentang keterampilan dan kreatifitas siswa abad 21, antara lain: Pembelajaran berbasis permainan melatih bakat siswa dalam memenuhi kebutuhan hidup abad 21 (Zambo, 2009). Pentingnya percaya diri dan semangat berpikir kreatif menuju kemanjuran diri siswa berdasarkan visi abad 21 (Ait et al., 2015) Keterampilan abad 21 sebagai modal bersaing dalam era digital (Dass, 2014). Hubungan antara keterampilan abad 21 dan keterampilan digital, sebuah tinjauan literatur yang sistematis (Laar, et al., 2017).

Kedua studi media pembelajaran di era revolusi industri 4.0, antara lain: Keterampilan belajar berbasis digital, bermain peran dalam game online, sebuah tinjuan komprehensif dari tahun 2010-2016 (Sourmelis et al., 2017). Kajian ketertarikan generasi muda belajar berbasis game (Qian dan Clark, 2016). Studi di Italia belajar berbasis digital menarik minat generasi muda melalui game puzzle food (Palumbo et al., 2019). Kajian keterampilan digital generasi pekerja professional abad 21 (Laar, et al., 2018). Belajar di jaringan digital, sebuah penilaian novel tentang keterampilan siswa abad 21 (Siddiq, et al., 2017). Menulis dengan sosial media abad 21 di kelas sebagai sebuah literasi baru, genre, dan praktik menulis (Elola, 2017). Ketiga studi peningkatan berpikir kreatif melalui media pembelajaran, yaitu kajian menulis dan memajang karya di dinding melatih berpikir kreatif sebagai wujud mendukung pembelajaran abad 21 (Annamary et al., 2016). Membina keterampilan abad 21 melalui inkuiri dan literasi ilmiah (Turiman, et al., 2012)

Guru dituntut menemukan cara membantu semua siswa belajar secara efektif. Strategi pembelajaran kolaboratif. Mengasah keterampilan abad 21 dengan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi mutakhir, dapat berkomunikasi secara efektif, berinovasi dan berkreasi. Siswa harus dilatih menerapkan pengetahuan baru dalam berbagai konteks, adaptasi dan integrasi pengetahuan baru dan berkreasi (Rizal, 2017). Di antara ragam kompetensi dan keterampilan diharapkan berkembang pada siswa abad 21 berupa keterampilan personalisasi, kolaborasi, komunikasi, inkuiri, inovasi dan content creation (Daryanto, 2009). Elemen tersebut merupakan kunci pembelajaran di era revolusi industri 4.0 membutuhkan keterampilan personal (memiliki inisiatif, keuletan, tanggung jawab, berani mengambil resiko, dan kreatif), keterampilan sosial (bekerja dalam tim, memiliki jejaring, memiliki empati dan rasa belas kasih), serta keterampilan belajar (mengelola, mengorganisir, keterampilan metakognitif, dan tidak mudah patah semangat atau merubah persepsi/sudut pandang dalam menghadapi kegagalan).

Dari berbagai studi tersebut belum mampu mengupas secara tajam tentang peningkatan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media pop up di era revolusi digital 4.0 dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini mengisi bagian yang belum menjadi fokus studi sebelumnya, maka penulis melakukan PTK dengan judul “Upaya Peningkatan Berpikir Kreatif Siswa abad 21 Melalui Media Pop Up”.

 

 

 

A.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah, yaitu: Bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa di era revolusi industri 4.0 melalui media Pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga.

 

B.     Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan PTK ini adalah ingin mengetahui peningkatan berpikir kreatif siswa di era revolusi industri 4.0 melalui media pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga.

 

C.    Manfaat

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan PTK tersebut di atas, maka PTK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran IPS secara teoritis maupun praktis.

1.    Secara teoritis

a.    Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah media pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS.

b.    Memberikan wawasan dan berpikir ilmiah kepada peneliti khususnya dan berbagai pihak lain pada umumnya yang selanjutnya menindaklanjuti penelitian ini berdasarkan temuan-temuan terbaru.

2.    Secara Praktis

a.    Bagi guru

Guru dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran dan membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi di era revolusi industri 4.0 dengan keterampilan menggunakan media pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS.

 

 

 

b.    Bagi siswa

Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar IPS yang menarik, meningkatkan berpikir kreatif di era revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran berupa; berpikir lancar, lues, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi dalam mengikuti pembelajaran.

c.    Bagi sekolah

Sekolah dapat mencetak genarasi penerus yang handal mampu berpikir kreatif, memberikan sumbangan pemikiran dan kreatifitas pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas layanan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran.

 

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) bertujuan untuk memperbaiki program pembelajaran di kelas. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan dalam mendesain pembelajaran IPS yang tepat yang dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Berkaitan dengan penelitian tindakan dapat menggunakan empat komponen pokok penelitian tindakan yang menunjukkan langkah yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), (4) refleksi (reflecting). Data dikumpulkan dengan observasi tindakan dan dianalisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian, dan verifikasi. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Subjek dalam penelitian ini adalah populasi seluruh siswa kelas VII SMPN 3 Panga Aceh Jaya. Pemilihan subjek penelitian atas pertimbangan kondisi siswa baru dalam masa peralihan dari kanak-kanak menuju remaja awal, pada pase ini kondisi berpikir kreatif siswa masih labil, baru menyesuaikan diri dengan kelompok-kelompok belajar, menyesuaikan diri dengan materi pembelajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan pentingnya siswa mengalami pembelajaran menggunakan media Pop up untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa. Adapun kriteria subjek penelitian ini, yaitu: (1) Siswa rata-rata rendah tingkat berpikir kreatif dalam pembelajaran; (2) Siswa pada umumnya mengikuti model pembelajaran konvensional setiap harinya; (3) Siswa yang rata-rata rendah motivasi belajar; (4) Siswa jarang mengikuti model pembelajaran kooperatif; dan (5) Siswa yang belum pernah mengikuti pembelajaran mengunakan media pop up message.

Untuk memperoleh data atau informasi yang representatif penulis menggunakan teknik observasi. Observasi merupakan kegiatan mengamati untuk mengenali, merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan terencana maupun akibat sampingannya (Moleong, 2017). Penulis menggunakan strategi observasi partisipan sehingga siswa dan penilai sama-sama melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Observasi ini dilakukan untuk mengamati siswa apakah menunjukkan keterampilan berpikir kreatif atau tidak selama proses pembelajaran. Adapun indikator berpikir kreatif yang diamati, yaitu: (1) berpikir lancar, (2) lues, (3) orisinil, (4) elaborasi, dan (5) re-defenisi.

Teknik analisis data yang digunakan meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification) (Azwar, 2012). Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan rumus:

P =                       

Keterangan. P = Persentase, f = Frekuensi (banyaknya aktivitas yang muncul) dan N = Jumlah aktivitas keseluruhan (Sugiono, 2012)

Hasil rata-rata pengamatan aktivitas guru dan siswa yang diperoleh dibahasakan dengan kriteria (1) 81%-100%      = sangat baik; (2) 61%-80% = baik; (3) 41%-60% = cukup baik; (4) 21%-40% = kurang baik; dan (5) 0%-20% = sangat kurang (Azwar, 2012). Adapun kriteria rentangan adalah pengelolaan pembelajaran menggunakan media Pop up dikatakan efektif apabila kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran baik, dan aktivitas siswa mengalami peningkatan berpikir kreatif dalam mengikuti pembelajaran IPS.

Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dikatakan efektif apabila guru mampu mengelola pembelajaran menggunakan media Pop up dan indikator berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan di atas 75%.

 

A.  Studi Relevan

Studi relevan tentang media ­Pop up hasil penelitian publikasi lima tahun terakhir yang penulis sitasi, antara lain: (1) penggunaan media ilustrasi pop up sejarah dalam pembelajaran IPS, (2) buku pop up untuk pembelajaran bercerita siswa, dan (3) pembuatan ilustrasi buku pop up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang.

Pertama studi penggunaan media ilustrasi pop up sejarah dalam pembelajaran IPS di SD Negeri Batusari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menemukan hasil bahwa siswa kelas IV SDN Batursari sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran IPS, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan siswa saling berdiskusi membahas visual pesan visual yang ada dalam media pop up. Media ilustrasi pop up sangat membantu guru dalam pembelajaran IPS, hal ini terlihat siswa lebih mudah untuk memahami materi IPS dengan melihat ilustrasi yang ada dalam materi (Purmitasari dan Eka, 2017).

Kedua studi menggunakan buku pop up untuk pembelajaran bercerita siswa sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan atau research and development (R & D) dengan mengacu pada model pengembangan ADDIE (analysis, design, develop, implement, evaluate). Subjek penelitian terdiri dari 38 siswa kelas tiga SDN Jati 03 Pagi Pulogadung Jakarta Timur. Hasil penelitian menemukan bahawa, buku pop up pada evaluasi satu-satu oleh ahli memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar 93,26%. Pada tahapan uji coba lapangan memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar 99,46%. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pengembangan buku pop up untuk pembelajaran bercerita memperoleh kriteria sangat baik (Fadilla dan Lestari, 2016).

Ketiga studi pembuatan ilustrasi buku pop up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang pada anak usia dini. Studi ini menggunakan metode berkarya dan telah menghasilkan dua buku karya ilustrasi, yaitu; (1) ilustrasi buku pop up kombinasi yang terdiri dari 26 gambar ilustrasi dan pop up binatang yang diurutkan sesuai urutan abjad. (2) ilustrasi buku pop up volvelle or wheel terbagi menjadi empat seri, yaitu; (a) seri binatang air, (b) seri binatang bersayap, (c) seri binatang urban, dan (d) seri binatang liar (Firzad, 2015).

Dari berbagai hasil penelitian di atas, belum mampu mengupas secara tajam tentang peningkatan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media Pop up di era revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu penelitian ini mengisi bagian yang belum menjadi fokus penelitian sebelumnya. Fokus penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media Pop up di era revolusi industri 4.0.

Jabaran fokus penelitian ini, yaitu: (1) mengkaji bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS (2) penelitian menekankan pada proses pembelajaran, (3) pembelajaran menggunakan media pop up message, (4) menggunakan observasi indikator berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran, (5) menggunakan angket pengukur lima indikator berpikir kreatif siswa, yaitu; berpikir lancar, lues, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi, (6) mendigitalisasi laporan karya kreatif siswa berupa ­pop up message, dan (7) mengaploud karya kreatif siswa berupa ­Pop up di media sosial untuk akses tanpa batas di era revolusi digital 4.0.

 

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Observasi Pra-tindakan

Table 1. Hasil observasi pra-tindakan

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Persentase

1.

Siswa berpikir lancar

10.34%

2.

Siswa berpikir luwes

6.90%

3.

Siswa berpikir orisinil 

3.45%

4.

Siswa berpikir terperinci

13.79%

5.

Siswa berpikir re-definisi

0%

(Sumber: Hasil observasi pra-tindakan)

Berdasarkan hasil observasi pra-tindakan dapat dikatagorikan bahwa berpikir kreatif siswa hanya mencapai rentang (0%-20%) katagori berpikir kreatif sangat kurang, bahkan indikator siswa mampu merumuskan kembali (re-definisi) dalam pembelajaran hanya berada pada 0%. Hasil observasi ini menggambarkan beberapa poin penting, yaitu: (1) menjadi tolak ukur kelemahan pendekatan konvensional selama ini diterpakan; (2) sangat sempit memberikan akses siswa berpikir kreatif, (3) pembelajaran tanpa media perangsang berpikir kreatif tidak efektif; dan (4) belajar klasikal mencatat dan mendengar penjelasan guru semata gagal membangun siswa berpikir kreatif.

 

B.  Kerangka Berpikir

Berdasarkan permasalahan utama dalam pembelajaran dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran sangat memerlukan media yang menarik. Media pembelajaran paling efektif dan efesien dibutuhkan guru berupa benda tiruan, gambar atau ilustrasi, mudah dibuat, mudah dibawa dan mudah digunakan. Media pembelajaran dirasa paling sesuai dengan keinginan guru dan siswa tersebut menurut interprestasi penulis adalah media pop up message. Media Pop up memiliki keunikan dan daya tarik pada bentuk lipatan di dalamnya terdapat display pesan berupa tulisan, gambar tiga dimensi dan buku kecil yang telah disusun dan dapat digerakkan. Media Pop up menjadi fokus pembahasan penelitian ini dalam perspektif upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa abad 21 era revolusi industri 4.0.

Kegiatan pembelajaran efektif mampu meningkatkan berpikir kreatif siswa tidak dapat terlepas dari penggunaan media belajar. Media belajar merupakan faktor penting dalam pembelajaran, karena media mejadi sarana mempermudah penyampaian dan penyajian informasi dalam interaksi guru dengan siswa (Arsyad, 2013). Media pembelajaran mempengaruhi minat belajar siswa. Oleh kerena itu, penggunaan media disesuaikan dengan bakat dan minat siswa, materi pembelajaran, sarana prasarana serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai (Djamarah, 2014).

Pembelajaran abad 21 menuntut berkembangnya keterampilan berpikir kreatif siswa berupa kemampuan berpikir lancar, luwes, pleksibel, orisinil, terperinci dan re-defenisi. Siswa berpikir kreatif dapat dilihat wujudnya melalui kemampuan menyatukan sesuatu yang sudah ada dan dapat menemukan gagasan baru atau benda baru yang berguna untuk semua orang. Oleh karena itu, pembelajaran harus mengaktifkan siswa bukan hanya berpikir konvergen yang menghasilkan satu jawaban saja, tetapi pembelajaran diarahkan pada pembiasaan siswa berpikir devergen menghasilkan rangkaian jawaban bervariasi (Zuchdi, 2010). Namun kenyataannya pembelajaran di lapangan masih menggunakan pola-pola konvensional yang kurang mengaktifkan siswa berpikir kreatif.

Mempertimbangkan kelemahan pembelajaran secara konvensional yang komunikasinya satu arah, situasi belajar terpusat pada guru, mengajar untuk memberikan informasi secara lisan kepada siswa, dan tidak adanya usaha mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif siswa secara aktif (Aqib dan Murtadlo, 2016). Oleh karena itu, semakin memperkuat alasan penulis menginterpretasikan bahwa meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran menjadi bagian terpenting di era revolusi industri 4.0, karena kreativitas merupakan kemampuan menciptakan sesuatu, melihat hubungan baru antar unsur dapat diterapkan dalam pemecahan masalah harus dibiasakan melalui kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berpusat pada siswa, menggunakan media yang menarik dan merangsang berpikir kreatif siswa sebagai solusi persiapan generasi kreatif abad 21 di era revolusi industri 4.0.

Selanjutnya harus menjadi perhatian guru adalah kelemahan sebagian siswa keterampilan berpikir kreatif rendah, mereka terus menerus merasa selalu kalah bersaing, takut untuk mencoba, merasa selalu ada yang salah dan kurang. Oleh karena itu, tugas sekolah dan guru bukan hanya sekedar mengajarkan materi kepada siswa, tetapi strategi membiasakan dan mendorong siswa mampu mengatualisasi diri dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan berpikir kreatif sangat diperlukan. Permasalahan utama guru jarang menggunakan media yang merangsang berpikir kreatif siswa dapat diatasi dengan inovasi media pembelajaran yang menarik dan mendorong siswa berpikir kreatif, karena media pembelajaran merupakan alat bantu yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar (Arsyad, 2013).

Media Pop up penulis jadikan sebagai solusi sarana mengasah berpikir kreatif siswa dalam merancang dan dipersiapkan bersama mulai dari membuat dan menggunakannya dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Pop up merupakan jenis media timbul berupa buku atau kartu yang di dalamnya terdapat lipatan gambar yang dipotong dan pesan tersebut bermunculan membentuk lapisan tiga dimensi ketika dibuka. Media Pop up memiliki keunggulan dapat membuat siswa berpikir kreatif, lebih aktif, menarik minat belajar, dan mandiri (Febrianto et al., 2014).

Pop up dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran yang mampu membangkitkan imajinasi siswa yang praktis baik dalam penggunaan maupun pembuatan, hanya perlu membuat pola gambar pada kertas, setelah itu digunting dan ditempelkan pada karton. Pola gambar dapat dibuat sesuka hati atau disesuaikan dengan kreatifitas siswa. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, memperkuat asumsi penulis melakukan PTK dan hasilkan sebuah inovasi pembelajaran penggunaan media Pop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPS.

 

3.2 Hasil Observasi Siklus I

Hasil observasi pasca perlakuan siklus I berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:

 

Table 2. Hasil observasi siklus I

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Persentase

1.

Siswa berpikir lancer

75.86%

2.

Siswa berpikir luwes

65.52%

3.

Siswa berpikir orisinil 

55.17%

4.

Siswa berpikir terperinci

86.21%

5.

Siswa berpikir re-definisi

44.83%

(Sumber: Hasil observasi pasca tindakan siklus I)

Berdasarkan data hasil pengamatan aktivitas siswa petemuan pertama dalam pembelajaran menggunakan media Pop up pada siklus 1 diperoleh hasil indikator siswa berpikir lancar, berpikir luwes dan berpikir terperinci mencapai rentang (41%-60%) katagori cukup baik. Kemampuan berpikir orisinil dan re-definisi berada pada rentang (21%-40%) katagori kurang baik. Namun telah mengalami peningkatan 10.2% rata-rata indikator dibandingkan dengan pra-tindakan. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus 1 diperoleh data dari indikator berpikir terperinci mencapai rentang (61%-80%) katagori baik. Indikator berpikir re-defenisi berda pada rentang (41%-60%) katagori cukup baik.

 

3.3 Hasil Observasi Siklus II

Hasil observasi pasca perlakuan siklus II berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:

 

Table 3. Hasil observasi siklus II

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Persentase

1.

Siswa berpikir lancer

93.10%

2.

Siswa berpikir luwes

86.21%

3.

Siswa berpikir orisinil 

79.31%

4.

Siswa berpikir terperinci

93.10%

5.

Siswa berpikir re-definisi

75.86%

(Sumber: Hasil observasi pasca tindakan siklus II)

Berdasarkana data hasil pengamatan aktivitas siswa di atas diperoleh data bahwa indikator berpikir lancer, luwes, dan terperinci mencapai rentang (81%-100%) katagori sangat baik. Indikator siswa berpikir orisinil berada pada rentang (61%-80%) katagori baik. Indikator berpikir re-defenisi belum mencapai kreteria karena masih berada pada rentang (41%-60%) katagori cukup baik. Pertemuan kedua diperoleh data bahwa indikator siwa berpikir lancar, berpikir luwes, dan terperinci mencapai rentang (81%-100%) katagori sangat baik. Indikator berpikir orisinil dan re-definisi berada pada rentang (61%-80%) katagori baik.

 

3.3 Perbandingan Hasil Observasi Antar Siklus

Perbandingan hasil observasi pasca perlakuan siklus I dan II berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:

 

Table 4. Perbandingan hasil observasi siklus I dan II

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Siklus I

Siklus 2

1.

Siswa berpikir lancer

75.86%

93.10%

2.

Siswa berpikir luwes

65.52%

86.21%

3.

Siswa berpikir orisinil 

55.17%

79.31%

4.

Siswa berpikir terperinci

86.21%

93.10%

5.

Siswa berpikir re-definisi

44.83%

75.86%

(Sumber: Hasil observasi pasca tindakan siklus I dan II)

Berdasarkan data hasil observasi pasca tindakan siklus I dan II dapat dicermati bahwa peningkatan tingkat berpikir kreatif siswa siklus II mencapai 85.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (81%-100%) katagori sangat baik. Dibandingkan pada siklus I mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (61%-80%) katagori baik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pra-tindakan hanya dapat mengaktifkan keterampilan mendengar saja, sangat sempit akses bagi siswa berpikir kreatif. Penggunaan media Pop up dalam pembelajaran dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan

Perbandingan tingkat berpikir kreatif siswa pra-tindakan dengan siklus I dan II dalam penelitian ini terlihat sangat signifikan.

Gbr. 1 Perbandingan berpikir kreatif siswa pra-tindakan, siklus 1 dan siklus 2

 

 

Perbandingan berpikir kreatif siawa mengalami peningkatan secara signifikan mjulai dari siklus I mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (61%-80%) katagori baik dibandingkan dengan capaian pra-tindakan hanya mencapai 6.90% berada pada katagori sangat kurang. Signifikansi peningkatan berpikir kreatif siswa menunjukkan bahwa, pembelajaran konvensional hanya mencapai rata-rata 2 orang siswa dari 29 sampel tiap indikator. Sedangkan dalam siklus I peembelajaran menggunakan media Pop up mencapai rata-rata 19 orang siswa tiap indikator. Siklus II meningkat berpikir kreatif siswa mencapai rata-rata 25 orang siswa tiap indikator.

Nilai probability (P) dan signifikansi statistik: Nilai P two-tailed sama 0.0004.   Dengan kriteria konvensional, perbedaan ini dianggap sangat signifikan secara statistik. Interval Berpikir: Rerata Berpikir kreatif siswa SIKLUS 2 dikurangi Berpikir kreatif siswa SIKLUS 1 sama -26.0707. 95% interval berpikir dari perbedaan ini: Dari -40.0042 ke -12,1371. Nilai menengah digunakan dalam perhitungan:   t = 3.7454.   df = 58.  Standar error perbedaan = 6.961

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa bahwa penggunan media Ppop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan mencapai 85.52% (katagori sangat baik) rata-rata 25 siswa dari 29 siswa pada materi kegiatan pokok ekonomi masyarakat produksi, distribusi dan konsumsi mata pelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga Aceh Jaya.

 

 

4. Kesimpulan

Berdasrkan hasil penelitian tindakan kelas upaya peningkatan berpikir kreatif siswa melalui media pop up menemukan beberapa poin penting, yaitu:

1.    Berpikir kreatif siswa pada siklus I mengalami peningkatan mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (61%-80%) katagori baik dibandingkan dengan capaian pra-tindakan hanya mencapai 6.90% berada pada katagori sangat kurang.

2.    Peningkatan berpikir kreatif siswa siklus II mencapai 85.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (81%-100%) katagori sangat baik.

3.    Pembelajaran pra-tindakan (konvensional) hanya dapat mengaktifkan keterampilan mendengar saja, sangat sempit akses bagi siswa berpikir kreatif.

4.    Penggunaan media Pop up dalam pembelajaran dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan.

 

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini penulis menyarankan beberapa hal penting sebagai berikut.

1.      Bagi guru disarankan dapat mengatasi permasalahan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran konvensional dengan wawasan dan keterampilan menggunakan media pop up message.

2.      Bagi siswa disarankan berpartisipasi aktif, mengerahkan segala kemampuan berpikir kreatif, mandiri dan optimis dalam pembelajaran, menghilangkan rasa takut salah, ragu-ragu dan rasa malu mencoba hal baru.

3.      Bagi sekolah disarankan selalu berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran dengan konsisten menghargai partisipasi aktif menggunakan keterampilan berpikir kreatif bukan hanya prestasi siswa yang diberi penghargaan.

4.      Bagi peneliti lanjutan untuk mempertajam peningkatan berpikir kreatif siswa yang rendah motivasi dalam pembeajaran.

 

 

5. Refernce

Ait, K., Rannikmäe, M., Soobard, R., Reiska, P., & Holbrook, J. (2015). Students’ self-efficacy and values based on a 21st century vision of scientific literacy - a pilot study, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 177, 491-495.

Anitah, S. (2011). Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.

Annamary, L., Consalvo., & Ann D. D. (2016). Writing on the walls: Supporting 21st century thinking in the material classroom, Teaching and Teacher Education. 60, 54-65.

Anne-Liisa, L. Grant, G., & Golnaraghi, G. (2017). Closing the 21st-century knowledge gap: Reconceptualizing teaching and learning to transform business education, Journal of Transformative Education. 16 (3), 197-219.

Aqib, Z. & Murtadlo, A. (2016). Kumpulan Metode Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Arikunto, S. (2011). Penelitian Tindakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Aditya Media.

Arsyad, A. (2013). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Asmani, J. M. (2014). 7 Tips Aplikasi PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Yogyakarta: DIVA Press.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barry, M. (2012). What skills will you need to succeed in the future? Phoenix Forward (online). Tempe, AZ, University of Phoenix.

Boggs, G. L. (2015). Listening to 21st century literacies: Prehistory of writing in an academic discipline, Linguistics and Education. 29, 15-31.

Cagle, L. E. (2014). Book review: Digital literacy for technical communication, Journal of Business and Technical Communication. 28 (2), 259-263.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kratif dan Inovatif. Jakarta: Buku yang cerdas dan mencerdaskan.

Dass, R. (2014). Literature and the 21st century learner, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 123, 289-298.

Delors, J. (2013). The treasure within: learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be. What is the value of that treasure 15 years after its publication? International Review of Education. 59 (3), 319-330.

Djamarah, S. B. (2014). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Donovan, L., Green, T. D., & Mason, C. (2014). Examining the 21st century classroom: Developing an innovation configuration map, Journal of Educational Computing Research. 50 (2), 161-178.

Dzuanda. (2011). Design pop up child book puppet figures series Gatotkaca. Jurnal Library ITS.

Elola, I & Oskoz, A. (2017). Writing with 21st century social tools in the L2 classroom: New literacies, genres, and writing practices, Journal of Second Language Writing. 36, 52-60.

Fadilla, R. N & Lestari, I. (2016). Buku pop-up untuk pembelajaran bercerita siswa sekolah dasar. Perspektif Ilmu Pendidikan. 30 (1), 21-30.

Febrianto, M. F. M., Setiadarma, W., Ariyanto, H. (2014). Penerapan media dalam bentuk pop up book pada pembelajaran unsur-unsur rupa untuk siswa kelas 2 SDNU Kanjeng Sepuh Sedayu Gresik. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 2 (3), 146-153.

Firzad, E. B. A. (2015). Pembuatan ilustrasi buku pop-up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang pada anak usia dini. Eduarts: Journal of Arts Education. 4 (1), 56-67.

Gloria, L. B. (2016). Literate lives matter: Black reading, writing, speaking, and listening in the 21st century, Literacy Research: Theory, Method, and Practice. 65 (1), 141-151.

Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). The Changing Role of Education and Schools. Assessment and Teaching of 21st Century Skills. 1-16.

Krause, M. B. (2013). “A Series of unfortunate events”: The repercussions of print-literacy as the only literacy for talented boys, Gifted Child Today. 36 (4), 236-245.

Laar, E. F., Alexander, J. A. M., Deursen, A. G. M., & Dijk, J. H. (2018). 21st-century digital skills instrument aimed at working professionals: Conceptual development and empirical validation, Telematics and Informatics. 35 (8), 2184-2200.

Laar, E., Alexander J. A. M., Deursen, A. G. M., Haan, D. J. (2017). The relation between 21st-century skills and digital skills: A systematic literature review, Computers in Human Behavior. 72, 577-588.

Leontaris, J & Spencer, T. (2011). Book review: New media and public relations, teaching new literacies in grades K-3: Resources for 21st-century classrooms, teaching new literacies in grades 4–6: Resources for 21st-century classrooms, E-Learning and Digital Media. 8 (4), 433-439.

Lundy, A. P & Stephens, A. E. (2015). Beyond the literal: Teaching visual literacy in the 21st century classroom, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 174, 1057-1060.

Made, W. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

McBride, M. F. (2012). Reconsidering information literacy in the 21st century: The redesign of an information literacy class, Journal of Educational Technology Systems. 40 (3), 287-300.

McNicol, S. (2014). Modelling information literacy for classrooms of the future, Journal of Librarianship and Information Science. 47 (4), 303-313.

Moleong, L. J.  (2017).  Metodologi Penelitian Kualitatif.  Bandung:  Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya.

Nur, M. A., Rustono, W. S. & Lidinillah, D. A. M. (2017). Pengembangan media pop up book pada pembelajaran IPS tentang kerajaan dan peninggalan sejarah Islam di Indonesia di kelas v sekolah dasar. Pedadidaktika Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pedidikan Guru Sekolah Dasar. 4 (2).

Palumbo, R., Adinolfi, P., Annarumma, C., Catinello, G., & Manna, R. (2019). Unravelling the food literacy puzzle: Evidence from Italy, Food Policy, In press, corrected proof. 3.

Pawlowsky, S & Ryan, T. G. (2016) The 21st-century school library: Perpetual change or evolution? International Journal of Educational Reform. 25 (1), 38-55.

Purmitasari, Y. D. & Eka. J. P. (2017). Penggunaan media ilustrasi pop-up sejarah dalam pembelajaran IPS di SD Negeri Batusari. Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah Kependidikan. 10 (2).

Qian, M & Clark, K. R. (2016). Game-based Learning and 21st century skills: A review of recent research, Computers in Human Behavior. 63, 50-58.

Rizal, R. (2017). Mengajar Cara Berpikir, Meraih Ketrampilan Abad 21. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UMS. 34, 390-406.

Rutkowski, D., Rutkowski, L., & Sparks, J. (2011). Information and communications technologies support for 21st-century teaching: An international analysis, Journal of School Leadership. 21 (2), 190-215.

Safitri, N. N. (2014). Pengembangan media pop up book untuk keterampilan menulis narasi siswa tunarungu kelas IV. Jurnal Pendidikan Khusus. 4 (1).

Sanjaya, W. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sapriana. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Rosda.

Siddiq, F., Gochyyev, P., & Wilson, M. (2017). Learning in digital networks-ICT literacy: A novel assessment of students' 21st century skills, Computers & Education. 109, 11-37.

Snow, C. E. (2018). Simple and not-so-simple views of reading, Remedial and Special Education. 39 (5), 313-316.

Sourmelis, T., Ioannou, A., & Zaphiris, P. (2017). Massively multiplayer online role playing games (MMORPGS) and the 21st century skills: A comprehensive research review from 2010 to 2016, Computers in Human Behavior. 67, 41-48.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2016). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco, CA: John Wiley & Sons.

Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., & Osman, K. (2012). Fostering the 21st century skills through scientific literacy and science process skills, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 59, 110-116.

Uhktinasari, F., Mosik, S. (2017). Pop-up sebagai media pembelajaran fisika materi alat-alat optik untuk siswa sekolah menengah atas. Unnes Physics Education Journal. 6 (2), 1-6.

Wagner, W. (2010). Diversification at financial institutions and systemic crises. Journal of Financial Intermediation, 19 (3), 373-386.

West, J. A. (2019). Using new literacies theory as a lens for analyzing technology-mediated literacy classrooms, E-Learning and Digital Media. 16 (2), 151-173.

Zambo, D. (2009). Gifted students in the 21st century: Using vygotsky's theory to meet their literacy and content area needs, Gifted Education International, 25 (3), 270-280.

Zuchdi, D. (2010). Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.