Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

23 Mei 2023

INOVASI BELAJAR KREATIF MELALUI MEDIA POP UP MESSAGE ABAD 21: UPAYA PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF SIWA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

 INOVASI BELAJAR KREATIF MELALUI MEDIA POP UP MESSAGE ABAD 21:  UPAYA PENINGKATAN BERPIKIR KREATIF SIWA  DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Ridwan1

1Guru SMP Negeri 3 Panga

 

ABSTRAK

 

Pembelajaran abad ke-21 ditekankan pada keterampilan berpikir tingakat tinggi pada domain analisis, evaluasi dan mengkreasi. Keterampilan tersebut diperoleh melalui empat kompetensi inti “The 4Cs”- communication, collaboration, critical thinking, dan creativity. Kompetensi-kompetensi tersebut penting disinergikan dalam konteks learning to know, lerning to do, learning to be dan learning to live together. Guru hendaknya mampu memberikan pembelajaran bermakna, berpusat pada siswa, dan mendorong berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan bagian penting dalam pembelajaran menghasilkan gagasan, berpikir fleksibel, orisinil, elaborasi dan perumusan kembali. Namun kenyataannya, pembelajaran masih berpusat pada guru yang berdampak terhadap rendahnya tingkat berpikir kreatif siswa. Pra-tindakan menunjukkan bahwa indikator berpikir kreatif pada katagori 10.33%-20% (sangat kurang). Media pop up dengan ciri khususnya media gambar tiga dimensi yang luwes dan menarik, ketika dilipat gambar tertutup, ketika dibuka gambar berdiri tegak seperti miniatur. Media ini menstimuli berpikir kreatifitas siswa dalam pembelajaran. Rumusan masalah apakah penggunaan media pop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa? Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 2 siklus. Fokus penelitian adalah observasi dalam pembelajaran. Hasil observasi penelitian ini menemukan bahwa penggunaan media pop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan mencapai 85.52% rata-rata indicator katagori sangat baik.

 

Kata kunci:  Berpikir kreatif, Media pop up, Pembelajaran abad 21

 

 

ABSTRACT

 

21st century learning emphasizes high level thinking skills in the domain of analysis, evaluation and creation. These skills are obtained through four core competencies "The 4Cs" - communication, collaboration, critical thinking, and creativity. These competencies are important to be synergized in the context of learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together. Teachers should be able to provide meaningful learning, student-centered, and encourage creative thinking. Creative thinking is an important part of learning to generate ideas, think flexibly, original, elaborate and reformulate. But in reality, learning is still teacher-centered which has an impact on students' low levels of creative thinking. Pre-action shows that the indicator of creative thinking in the category is 10.33% -20% (very less). Media pop up with special features, especially flexible and attractive three-dimensional media images, when folded closed images, when opened images stand tall like a miniature. This media stimulates students' creative thinking in learning. Formulation of the problem whether the use of pop up media can improve students' creative thinking? This type of research is classroom action research carried out in 2 cycles. The focus of research is observation in learning. The results of this research observation found that the use of pop up media can increase students' creative thinking significantly reaching 85.52%. The average category indicator is very good.

 

Keywords: Creative thinking, media pop up, 21st century learning

 


1. Pendahuluan

Tantangan pembelajaran abad 21 menuntut siswa mampu berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tertinggi adalah berpikir kreatif. Berpikir kreatif menjadi modal kunci siswa mampu bersanding dan bersanding di era revolusi industri 4.0. Berpikir kreatif menjadi pokok pembahasan karena berpikir kreatif merupakan kemampuan menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan baru, membuat sudut pandang baru dan membangkitkan ide baru (Asmani, 2010). Berpikir kreatif dapat dilihat dari lima indikator, yaitu; berpikir lancar, luwes, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi. Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat ditingkatkan melalui berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran paling merangsang berpikir kreatif siswa adalah ­pop up. Media pop up berupa pesan timbul berlipat, ketika dibuka akan bermunculan dan mempunyai bagian dapat bergerak atau memiliki unsur tiga dimensi serta memberikan visualisasi pesan lebih menarik dan tampilan gambar dapat bergerak ketika halamannya dibuka (Dzuanda, 2011).

Media pop up penulis andalkan sebegai media unggulan meningkatakan berpikir kreatif siswa dalam berkolaborasi, merancang, membuat dan menggunakannya dalam pembelajaran. Media ini sebagai salah satu solusi dari tantangan pembelajaran abad 21 menemukan cara meningkatkan keterampilan siswa berpikir kreatif. Menjawab tuntutan abad 21 dengan mempersiapkan siswa mencapai indikator keberhasilan pembelajarannya pada kemampuan berpikir kreatif sebagai modal dasar kemamampuan berkomunikasi, menggunakan informasi dalam pemecahan masalah, mampu beradaptasi, berkreasi dan menggunakan teknologi dengan baik di era revolusi industri 4.0.

Sebuah studi menunjukkan keprihatinan tamatan sekolah menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang berkompeten dibidang komunikasi oral maupun tertulis, berpikir kritis dan mengatasi masalah, etika bekerja dan profesional, bekerja secara tim dan berkolaborasi, bekerja dalam kelompok yang berbeda, menggunakan teknologi, dan manajemen projek kepemimpinan (Trilling dan Fadel, 2009). Keterampilan hidup abad 21 diperlukan siswa atas dasar empat pilar pembelajaran, yaitu: pertama way of thinking mencakup kreativitas, inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan, kedua way of working mencakup keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi dan bekerjasama, ketiga tools for working mencakup kesadaran sebagai warga negara global maupun lokal, dan keempat skills for living in the world mencakup keterampilan literasi informasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan belajar dan bekerja melalui jaringan sosial digital (Griffin et al., 2012).

Keterampilan abad 21 disinergikan dalam konteks pembelajaran learning to know belajar untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan, lerning to do belajar agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat, learning to be belajar untuk memiliki keterampilan akademik dan kognitif pribadi berkualitas dan beridentitas, dan learning to live together belajar bekerja secara kooperatif (Delors, 2013). Penekanan pembelajaran di era revolusi industri 4.0 semua individu perlu belajar berkarya, memerlukan pengetahuan, keterampilan, berpikir kreatif dan adaptif, mampu menghadapi atau mengatasi masalah, dan belajar untuk berkolaborasi memberikan kesempatan bagi siswa terlibat aktif dalam diskusi dan pencapaian berpikir kreatif.

Harapan utama keberhasilan siswa di era revolusi industri 4.0 memiliki keterampilan berpikir kreatif dengan penuh semangat berkreasi. Berpikir kreatif terlatih melalui kegiatan pembelajaran dengan pembiasaan berpikir di luar kebiasaan, melibatkan cara berpikir yang baru, memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide dan solusi baru, mengajukan pertanyaan yang tidak lazim, mengajukan dugaan jawaban bervariasi, berinovasi dan berkreasi. Namun data observasi pra-tindakan tentang tingkat berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional di SMPN 3 Panga rata-rata 6.90% berada pada kagori sangat kurang.

Pembelajaran pada umumnya di kelas menggunakan pola konvensional. Oleh karena itu penggunaan media pop up penulis angkat dalam tulisan ini sebagai solusi reformasi pembelajaran di kelas, mengingat penerapannya tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan banyak biaya, namun manfaatnya dapat mendorong dan meningkatkan berpikir kreatif siswa. Pop up penulis jadikan sebagai media yang dapat mendorong siswa berpikir kreatif, mengatualisasi diri, menghargai diri, mengeksistensikan dirinya dalam setiap kegiatan pembelajaran penuh imajinasi, daya kreasi dan percaya diri.

Studi tentang upaya peningkatan berpikir kreatif siswa sangat penting dilakukan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Pembelajaran IPS pada dasarnya lebih difokuskan pada ranah afektif dilakukan secara terpadu dengan ranah psikomotor dan cognitif (Sapriana, 2009). Mengingat penekanan pembelajaran IPS lebih difokuskan pada ranah afektif, maka menurut penulis upaya peningkatan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPS sangat mendesak untuk segera dilakukan penelitian, karena berpikir kreatif merupakan suatu proses pengembangan diri dengan segala kemampuan dari dalam diri siswa untuk menjadi kreatif dan penuh percaya diri dalam pembelajaran dan dalam kehidupan sehari-hari di era revolusi industri 4.0.

Berbagai studi tentang media pembelajaran meningkatkan berpikir kreatif siswa telah menarik perhatian banyak peneliti mengkaji dari berbagai aspek dikelompokkan dalam 3 kelompok utama, yaitu: (1) Keterampilan dan kreatifitas siswa abad 21. (2) Media pembelajaran di era revolusi industri 4.0. (3) Peningkatan berpikir kreatif melalui media pembelajaran.

Pertama studi tentang keterampilan dan kreatifitas siswa abad 21, antara lain: Pembelajaran berbasis permainan melatih bakat siswa dalam memenuhi kebutuhan hidup abad 21 (Zambo, 2009). Pentingnya percaya diri dan semangat berpikir kreatif menuju kemanjuran diri siswa berdasarkan visi abad 21 (Ait et al., 2015) Keterampilan abad 21 sebagai modal bersaing dalam era digital (Dass, 2014). Hubungan antara keterampilan abad 21 dan keterampilan digital, sebuah tinjauan literatur yang sistematis (Laar, et al., 2017).

Kedua studi media pembelajaran di era revolusi industri 4.0, antara lain: Keterampilan belajar berbasis digital, bermain peran dalam game online, sebuah tinjuan komprehensif dari tahun 2010-2016 (Sourmelis et al., 2017). Kajian ketertarikan generasi muda belajar berbasis game (Qian dan Clark, 2016). Studi di Italia belajar berbasis digital menarik minat generasi muda melalui game puzzle food (Palumbo et al., 2019). Kajian keterampilan digital generasi pekerja professional abad 21 (Laar, et al., 2018). Belajar di jaringan digital, sebuah penilaian novel tentang keterampilan siswa abad 21 (Siddiq, et al., 2017). Menulis dengan sosial media abad 21 di kelas sebagai sebuah literasi baru, genre, dan praktik menulis (Elola, 2017). Ketiga studi peningkatan berpikir kreatif melalui media pembelajaran, yaitu kajian menulis dan memajang karya di dinding melatih berpikir kreatif sebagai wujud mendukung pembelajaran abad 21 (Annamary et al., 2016). Membina keterampilan abad 21 melalui inkuiri dan literasi ilmiah (Turiman, et al., 2012)

Guru dituntut menemukan cara membantu semua siswa belajar secara efektif. Strategi pembelajaran kolaboratif. Mengasah keterampilan abad 21 dengan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi mutakhir, dapat berkomunikasi secara efektif, berinovasi dan berkreasi. Siswa harus dilatih menerapkan pengetahuan baru dalam berbagai konteks, adaptasi dan integrasi pengetahuan baru dan berkreasi (Rizal, 2017). Di antara ragam kompetensi dan keterampilan diharapkan berkembang pada siswa abad 21 berupa keterampilan personalisasi, kolaborasi, komunikasi, inkuiri, inovasi dan content creation (Daryanto, 2009). Elemen tersebut merupakan kunci pembelajaran di era revolusi industri 4.0 membutuhkan keterampilan personal (memiliki inisiatif, keuletan, tanggung jawab, berani mengambil resiko, dan kreatif), keterampilan sosial (bekerja dalam tim, memiliki jejaring, memiliki empati dan rasa belas kasih), serta keterampilan belajar (mengelola, mengorganisir, keterampilan metakognitif, dan tidak mudah patah semangat atau merubah persepsi/sudut pandang dalam menghadapi kegagalan).

Dari berbagai studi tersebut belum mampu mengupas secara tajam tentang peningkatan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media pop up di era revolusi digital 4.0 dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini mengisi bagian yang belum menjadi fokus studi sebelumnya, maka penulis melakukan PTK dengan judul “Upaya Peningkatan Berpikir Kreatif Siswa abad 21 Melalui Media Pop Up”.

 

 

 

A.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah, yaitu: Bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa di era revolusi industri 4.0 melalui media Pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga.

 

B.     Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan PTK ini adalah ingin mengetahui peningkatan berpikir kreatif siswa di era revolusi industri 4.0 melalui media pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga.

 

C.    Manfaat

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan PTK tersebut di atas, maka PTK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran IPS secara teoritis maupun praktis.

1.    Secara teoritis

a.    Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah media pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS.

b.    Memberikan wawasan dan berpikir ilmiah kepada peneliti khususnya dan berbagai pihak lain pada umumnya yang selanjutnya menindaklanjuti penelitian ini berdasarkan temuan-temuan terbaru.

2.    Secara Praktis

a.    Bagi guru

Guru dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran dan membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi di era revolusi industri 4.0 dengan keterampilan menggunakan media pop up abad 21 dalam pembelajaran IPS.

 

 

 

b.    Bagi siswa

Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar IPS yang menarik, meningkatkan berpikir kreatif di era revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran berupa; berpikir lancar, lues, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi dalam mengikuti pembelajaran.

c.    Bagi sekolah

Sekolah dapat mencetak genarasi penerus yang handal mampu berpikir kreatif, memberikan sumbangan pemikiran dan kreatifitas pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas layanan proses pembelajaran dan hasil pembelajaran.

 

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) bertujuan untuk memperbaiki program pembelajaran di kelas. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan dalam mendesain pembelajaran IPS yang tepat yang dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Berkaitan dengan penelitian tindakan dapat menggunakan empat komponen pokok penelitian tindakan yang menunjukkan langkah yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), (4) refleksi (reflecting). Data dikumpulkan dengan observasi tindakan dan dianalisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian, dan verifikasi. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Subjek dalam penelitian ini adalah populasi seluruh siswa kelas VII SMPN 3 Panga Aceh Jaya. Pemilihan subjek penelitian atas pertimbangan kondisi siswa baru dalam masa peralihan dari kanak-kanak menuju remaja awal, pada pase ini kondisi berpikir kreatif siswa masih labil, baru menyesuaikan diri dengan kelompok-kelompok belajar, menyesuaikan diri dengan materi pembelajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan pentingnya siswa mengalami pembelajaran menggunakan media Pop up untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa. Adapun kriteria subjek penelitian ini, yaitu: (1) Siswa rata-rata rendah tingkat berpikir kreatif dalam pembelajaran; (2) Siswa pada umumnya mengikuti model pembelajaran konvensional setiap harinya; (3) Siswa yang rata-rata rendah motivasi belajar; (4) Siswa jarang mengikuti model pembelajaran kooperatif; dan (5) Siswa yang belum pernah mengikuti pembelajaran mengunakan media pop up message.

Untuk memperoleh data atau informasi yang representatif penulis menggunakan teknik observasi. Observasi merupakan kegiatan mengamati untuk mengenali, merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan terencana maupun akibat sampingannya (Moleong, 2017). Penulis menggunakan strategi observasi partisipan sehingga siswa dan penilai sama-sama melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Observasi ini dilakukan untuk mengamati siswa apakah menunjukkan keterampilan berpikir kreatif atau tidak selama proses pembelajaran. Adapun indikator berpikir kreatif yang diamati, yaitu: (1) berpikir lancar, (2) lues, (3) orisinil, (4) elaborasi, dan (5) re-defenisi.

Teknik analisis data yang digunakan meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification) (Azwar, 2012). Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan rumus:

P =                       

Keterangan. P = Persentase, f = Frekuensi (banyaknya aktivitas yang muncul) dan N = Jumlah aktivitas keseluruhan (Sugiono, 2012)

Hasil rata-rata pengamatan aktivitas guru dan siswa yang diperoleh dibahasakan dengan kriteria (1) 81%-100%      = sangat baik; (2) 61%-80% = baik; (3) 41%-60% = cukup baik; (4) 21%-40% = kurang baik; dan (5) 0%-20% = sangat kurang (Azwar, 2012). Adapun kriteria rentangan adalah pengelolaan pembelajaran menggunakan media Pop up dikatakan efektif apabila kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran baik, dan aktivitas siswa mengalami peningkatan berpikir kreatif dalam mengikuti pembelajaran IPS.

Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dikatakan efektif apabila guru mampu mengelola pembelajaran menggunakan media Pop up dan indikator berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan di atas 75%.

 

A.  Studi Relevan

Studi relevan tentang media ­Pop up hasil penelitian publikasi lima tahun terakhir yang penulis sitasi, antara lain: (1) penggunaan media ilustrasi pop up sejarah dalam pembelajaran IPS, (2) buku pop up untuk pembelajaran bercerita siswa, dan (3) pembuatan ilustrasi buku pop up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang.

Pertama studi penggunaan media ilustrasi pop up sejarah dalam pembelajaran IPS di SD Negeri Batusari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menemukan hasil bahwa siswa kelas IV SDN Batursari sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran IPS, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan siswa saling berdiskusi membahas visual pesan visual yang ada dalam media pop up. Media ilustrasi pop up sangat membantu guru dalam pembelajaran IPS, hal ini terlihat siswa lebih mudah untuk memahami materi IPS dengan melihat ilustrasi yang ada dalam materi (Purmitasari dan Eka, 2017).

Kedua studi menggunakan buku pop up untuk pembelajaran bercerita siswa sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan atau research and development (R & D) dengan mengacu pada model pengembangan ADDIE (analysis, design, develop, implement, evaluate). Subjek penelitian terdiri dari 38 siswa kelas tiga SDN Jati 03 Pagi Pulogadung Jakarta Timur. Hasil penelitian menemukan bahawa, buku pop up pada evaluasi satu-satu oleh ahli memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar 93,26%. Pada tahapan uji coba lapangan memperoleh rata-rata keseluruhan sebesar 99,46%. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pengembangan buku pop up untuk pembelajaran bercerita memperoleh kriteria sangat baik (Fadilla dan Lestari, 2016).

Ketiga studi pembuatan ilustrasi buku pop up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang pada anak usia dini. Studi ini menggunakan metode berkarya dan telah menghasilkan dua buku karya ilustrasi, yaitu; (1) ilustrasi buku pop up kombinasi yang terdiri dari 26 gambar ilustrasi dan pop up binatang yang diurutkan sesuai urutan abjad. (2) ilustrasi buku pop up volvelle or wheel terbagi menjadi empat seri, yaitu; (a) seri binatang air, (b) seri binatang bersayap, (c) seri binatang urban, dan (d) seri binatang liar (Firzad, 2015).

Dari berbagai hasil penelitian di atas, belum mampu mengupas secara tajam tentang peningkatan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media Pop up di era revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu penelitian ini mengisi bagian yang belum menjadi fokus penelitian sebelumnya. Fokus penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan berpikir kreatif siswa abad 21 menggunakan media Pop up di era revolusi industri 4.0.

Jabaran fokus penelitian ini, yaitu: (1) mengkaji bagaimana peningkatan berpikir kreatif siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS (2) penelitian menekankan pada proses pembelajaran, (3) pembelajaran menggunakan media pop up message, (4) menggunakan observasi indikator berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran, (5) menggunakan angket pengukur lima indikator berpikir kreatif siswa, yaitu; berpikir lancar, lues, orisinil, elaborasi, dan re-defenisi, (6) mendigitalisasi laporan karya kreatif siswa berupa ­pop up message, dan (7) mengaploud karya kreatif siswa berupa ­Pop up di media sosial untuk akses tanpa batas di era revolusi digital 4.0.

 

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Observasi Pra-tindakan

Table 1. Hasil observasi pra-tindakan

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Persentase

1.

Siswa berpikir lancar

10.34%

2.

Siswa berpikir luwes

6.90%

3.

Siswa berpikir orisinil 

3.45%

4.

Siswa berpikir terperinci

13.79%

5.

Siswa berpikir re-definisi

0%

(Sumber: Hasil observasi pra-tindakan)

Berdasarkan hasil observasi pra-tindakan dapat dikatagorikan bahwa berpikir kreatif siswa hanya mencapai rentang (0%-20%) katagori berpikir kreatif sangat kurang, bahkan indikator siswa mampu merumuskan kembali (re-definisi) dalam pembelajaran hanya berada pada 0%. Hasil observasi ini menggambarkan beberapa poin penting, yaitu: (1) menjadi tolak ukur kelemahan pendekatan konvensional selama ini diterpakan; (2) sangat sempit memberikan akses siswa berpikir kreatif, (3) pembelajaran tanpa media perangsang berpikir kreatif tidak efektif; dan (4) belajar klasikal mencatat dan mendengar penjelasan guru semata gagal membangun siswa berpikir kreatif.

 

B.  Kerangka Berpikir

Berdasarkan permasalahan utama dalam pembelajaran dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran sangat memerlukan media yang menarik. Media pembelajaran paling efektif dan efesien dibutuhkan guru berupa benda tiruan, gambar atau ilustrasi, mudah dibuat, mudah dibawa dan mudah digunakan. Media pembelajaran dirasa paling sesuai dengan keinginan guru dan siswa tersebut menurut interprestasi penulis adalah media pop up message. Media Pop up memiliki keunikan dan daya tarik pada bentuk lipatan di dalamnya terdapat display pesan berupa tulisan, gambar tiga dimensi dan buku kecil yang telah disusun dan dapat digerakkan. Media Pop up menjadi fokus pembahasan penelitian ini dalam perspektif upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa abad 21 era revolusi industri 4.0.

Kegiatan pembelajaran efektif mampu meningkatkan berpikir kreatif siswa tidak dapat terlepas dari penggunaan media belajar. Media belajar merupakan faktor penting dalam pembelajaran, karena media mejadi sarana mempermudah penyampaian dan penyajian informasi dalam interaksi guru dengan siswa (Arsyad, 2013). Media pembelajaran mempengaruhi minat belajar siswa. Oleh kerena itu, penggunaan media disesuaikan dengan bakat dan minat siswa, materi pembelajaran, sarana prasarana serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai (Djamarah, 2014).

Pembelajaran abad 21 menuntut berkembangnya keterampilan berpikir kreatif siswa berupa kemampuan berpikir lancar, luwes, pleksibel, orisinil, terperinci dan re-defenisi. Siswa berpikir kreatif dapat dilihat wujudnya melalui kemampuan menyatukan sesuatu yang sudah ada dan dapat menemukan gagasan baru atau benda baru yang berguna untuk semua orang. Oleh karena itu, pembelajaran harus mengaktifkan siswa bukan hanya berpikir konvergen yang menghasilkan satu jawaban saja, tetapi pembelajaran diarahkan pada pembiasaan siswa berpikir devergen menghasilkan rangkaian jawaban bervariasi (Zuchdi, 2010). Namun kenyataannya pembelajaran di lapangan masih menggunakan pola-pola konvensional yang kurang mengaktifkan siswa berpikir kreatif.

Mempertimbangkan kelemahan pembelajaran secara konvensional yang komunikasinya satu arah, situasi belajar terpusat pada guru, mengajar untuk memberikan informasi secara lisan kepada siswa, dan tidak adanya usaha mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif siswa secara aktif (Aqib dan Murtadlo, 2016). Oleh karena itu, semakin memperkuat alasan penulis menginterpretasikan bahwa meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran menjadi bagian terpenting di era revolusi industri 4.0, karena kreativitas merupakan kemampuan menciptakan sesuatu, melihat hubungan baru antar unsur dapat diterapkan dalam pemecahan masalah harus dibiasakan melalui kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berpusat pada siswa, menggunakan media yang menarik dan merangsang berpikir kreatif siswa sebagai solusi persiapan generasi kreatif abad 21 di era revolusi industri 4.0.

Selanjutnya harus menjadi perhatian guru adalah kelemahan sebagian siswa keterampilan berpikir kreatif rendah, mereka terus menerus merasa selalu kalah bersaing, takut untuk mencoba, merasa selalu ada yang salah dan kurang. Oleh karena itu, tugas sekolah dan guru bukan hanya sekedar mengajarkan materi kepada siswa, tetapi strategi membiasakan dan mendorong siswa mampu mengatualisasi diri dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan berpikir kreatif sangat diperlukan. Permasalahan utama guru jarang menggunakan media yang merangsang berpikir kreatif siswa dapat diatasi dengan inovasi media pembelajaran yang menarik dan mendorong siswa berpikir kreatif, karena media pembelajaran merupakan alat bantu yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar (Arsyad, 2013).

Media Pop up penulis jadikan sebagai solusi sarana mengasah berpikir kreatif siswa dalam merancang dan dipersiapkan bersama mulai dari membuat dan menggunakannya dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Pop up merupakan jenis media timbul berupa buku atau kartu yang di dalamnya terdapat lipatan gambar yang dipotong dan pesan tersebut bermunculan membentuk lapisan tiga dimensi ketika dibuka. Media Pop up memiliki keunggulan dapat membuat siswa berpikir kreatif, lebih aktif, menarik minat belajar, dan mandiri (Febrianto et al., 2014).

Pop up dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran yang mampu membangkitkan imajinasi siswa yang praktis baik dalam penggunaan maupun pembuatan, hanya perlu membuat pola gambar pada kertas, setelah itu digunting dan ditempelkan pada karton. Pola gambar dapat dibuat sesuka hati atau disesuaikan dengan kreatifitas siswa. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, memperkuat asumsi penulis melakukan PTK dan hasilkan sebuah inovasi pembelajaran penggunaan media Pop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPS.

 

3.2 Hasil Observasi Siklus I

Hasil observasi pasca perlakuan siklus I berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:

 

Table 2. Hasil observasi siklus I

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Persentase

1.

Siswa berpikir lancer

75.86%

2.

Siswa berpikir luwes

65.52%

3.

Siswa berpikir orisinil 

55.17%

4.

Siswa berpikir terperinci

86.21%

5.

Siswa berpikir re-definisi

44.83%

(Sumber: Hasil observasi pasca tindakan siklus I)

Berdasarkan data hasil pengamatan aktivitas siswa petemuan pertama dalam pembelajaran menggunakan media Pop up pada siklus 1 diperoleh hasil indikator siswa berpikir lancar, berpikir luwes dan berpikir terperinci mencapai rentang (41%-60%) katagori cukup baik. Kemampuan berpikir orisinil dan re-definisi berada pada rentang (21%-40%) katagori kurang baik. Namun telah mengalami peningkatan 10.2% rata-rata indikator dibandingkan dengan pra-tindakan. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus 1 diperoleh data dari indikator berpikir terperinci mencapai rentang (61%-80%) katagori baik. Indikator berpikir re-defenisi berda pada rentang (41%-60%) katagori cukup baik.

 

3.3 Hasil Observasi Siklus II

Hasil observasi pasca perlakuan siklus II berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:

 

Table 3. Hasil observasi siklus II

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Persentase

1.

Siswa berpikir lancer

93.10%

2.

Siswa berpikir luwes

86.21%

3.

Siswa berpikir orisinil 

79.31%

4.

Siswa berpikir terperinci

93.10%

5.

Siswa berpikir re-definisi

75.86%

(Sumber: Hasil observasi pasca tindakan siklus II)

Berdasarkana data hasil pengamatan aktivitas siswa di atas diperoleh data bahwa indikator berpikir lancer, luwes, dan terperinci mencapai rentang (81%-100%) katagori sangat baik. Indikator siswa berpikir orisinil berada pada rentang (61%-80%) katagori baik. Indikator berpikir re-defenisi belum mencapai kreteria karena masih berada pada rentang (41%-60%) katagori cukup baik. Pertemuan kedua diperoleh data bahwa indikator siwa berpikir lancar, berpikir luwes, dan terperinci mencapai rentang (81%-100%) katagori sangat baik. Indikator berpikir orisinil dan re-definisi berada pada rentang (61%-80%) katagori baik.

 

3.3 Perbandingan Hasil Observasi Antar Siklus

Perbandingan hasil observasi pasca perlakuan siklus I dan II berdasarkan lima indikator dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:

 

Table 4. Perbandingan hasil observasi siklus I dan II

No.

Indikator Berpikir Kreatif

Siklus I

Siklus 2

1.

Siswa berpikir lancer

75.86%

93.10%

2.

Siswa berpikir luwes

65.52%

86.21%

3.

Siswa berpikir orisinil 

55.17%

79.31%

4.

Siswa berpikir terperinci

86.21%

93.10%

5.

Siswa berpikir re-definisi

44.83%

75.86%

(Sumber: Hasil observasi pasca tindakan siklus I dan II)

Berdasarkan data hasil observasi pasca tindakan siklus I dan II dapat dicermati bahwa peningkatan tingkat berpikir kreatif siswa siklus II mencapai 85.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (81%-100%) katagori sangat baik. Dibandingkan pada siklus I mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (61%-80%) katagori baik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pra-tindakan hanya dapat mengaktifkan keterampilan mendengar saja, sangat sempit akses bagi siswa berpikir kreatif. Penggunaan media Pop up dalam pembelajaran dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan

Perbandingan tingkat berpikir kreatif siswa pra-tindakan dengan siklus I dan II dalam penelitian ini terlihat sangat signifikan.

Gbr. 1 Perbandingan berpikir kreatif siswa pra-tindakan, siklus 1 dan siklus 2

 

 

Perbandingan berpikir kreatif siawa mengalami peningkatan secara signifikan mjulai dari siklus I mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (61%-80%) katagori baik dibandingkan dengan capaian pra-tindakan hanya mencapai 6.90% berada pada katagori sangat kurang. Signifikansi peningkatan berpikir kreatif siswa menunjukkan bahwa, pembelajaran konvensional hanya mencapai rata-rata 2 orang siswa dari 29 sampel tiap indikator. Sedangkan dalam siklus I peembelajaran menggunakan media Pop up mencapai rata-rata 19 orang siswa tiap indikator. Siklus II meningkat berpikir kreatif siswa mencapai rata-rata 25 orang siswa tiap indikator.

Nilai probability (P) dan signifikansi statistik: Nilai P two-tailed sama 0.0004.   Dengan kriteria konvensional, perbedaan ini dianggap sangat signifikan secara statistik. Interval Berpikir: Rerata Berpikir kreatif siswa SIKLUS 2 dikurangi Berpikir kreatif siswa SIKLUS 1 sama -26.0707. 95% interval berpikir dari perbedaan ini: Dari -40.0042 ke -12,1371. Nilai menengah digunakan dalam perhitungan:   t = 3.7454.   df = 58.  Standar error perbedaan = 6.961

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa bahwa penggunan media Ppop up dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan mencapai 85.52% (katagori sangat baik) rata-rata 25 siswa dari 29 siswa pada materi kegiatan pokok ekonomi masyarakat produksi, distribusi dan konsumsi mata pelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 3 Panga Aceh Jaya.

 

 

4. Kesimpulan

Berdasrkan hasil penelitian tindakan kelas upaya peningkatan berpikir kreatif siswa melalui media pop up menemukan beberapa poin penting, yaitu:

1.    Berpikir kreatif siswa pada siklus I mengalami peningkatan mencapai 65.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (61%-80%) katagori baik dibandingkan dengan capaian pra-tindakan hanya mencapai 6.90% berada pada katagori sangat kurang.

2.    Peningkatan berpikir kreatif siswa siklus II mencapai 85.52% rata-rata indikator berada pada posisi rentang (81%-100%) katagori sangat baik.

3.    Pembelajaran pra-tindakan (konvensional) hanya dapat mengaktifkan keterampilan mendengar saja, sangat sempit akses bagi siswa berpikir kreatif.

4.    Penggunaan media Pop up dalam pembelajaran dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa secara signifikan.

 

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini penulis menyarankan beberapa hal penting sebagai berikut.

1.      Bagi guru disarankan dapat mengatasi permasalahan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran konvensional dengan wawasan dan keterampilan menggunakan media pop up message.

2.      Bagi siswa disarankan berpartisipasi aktif, mengerahkan segala kemampuan berpikir kreatif, mandiri dan optimis dalam pembelajaran, menghilangkan rasa takut salah, ragu-ragu dan rasa malu mencoba hal baru.

3.      Bagi sekolah disarankan selalu berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran dengan konsisten menghargai partisipasi aktif menggunakan keterampilan berpikir kreatif bukan hanya prestasi siswa yang diberi penghargaan.

4.      Bagi peneliti lanjutan untuk mempertajam peningkatan berpikir kreatif siswa yang rendah motivasi dalam pembeajaran.

 

 

5. Refernce

Ait, K., Rannikmäe, M., Soobard, R., Reiska, P., & Holbrook, J. (2015). Students’ self-efficacy and values based on a 21st century vision of scientific literacy - a pilot study, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 177, 491-495.

Anitah, S. (2011). Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.

Annamary, L., Consalvo., & Ann D. D. (2016). Writing on the walls: Supporting 21st century thinking in the material classroom, Teaching and Teacher Education. 60, 54-65.

Anne-Liisa, L. Grant, G., & Golnaraghi, G. (2017). Closing the 21st-century knowledge gap: Reconceptualizing teaching and learning to transform business education, Journal of Transformative Education. 16 (3), 197-219.

Aqib, Z. & Murtadlo, A. (2016). Kumpulan Metode Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Arikunto, S. (2011). Penelitian Tindakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Aditya Media.

Arsyad, A. (2013). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Asmani, J. M. (2014). 7 Tips Aplikasi PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Yogyakarta: DIVA Press.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barry, M. (2012). What skills will you need to succeed in the future? Phoenix Forward (online). Tempe, AZ, University of Phoenix.

Boggs, G. L. (2015). Listening to 21st century literacies: Prehistory of writing in an academic discipline, Linguistics and Education. 29, 15-31.

Cagle, L. E. (2014). Book review: Digital literacy for technical communication, Journal of Business and Technical Communication. 28 (2), 259-263.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kratif dan Inovatif. Jakarta: Buku yang cerdas dan mencerdaskan.

Dass, R. (2014). Literature and the 21st century learner, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 123, 289-298.

Delors, J. (2013). The treasure within: learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be. What is the value of that treasure 15 years after its publication? International Review of Education. 59 (3), 319-330.

Djamarah, S. B. (2014). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Donovan, L., Green, T. D., & Mason, C. (2014). Examining the 21st century classroom: Developing an innovation configuration map, Journal of Educational Computing Research. 50 (2), 161-178.

Dzuanda. (2011). Design pop up child book puppet figures series Gatotkaca. Jurnal Library ITS.

Elola, I & Oskoz, A. (2017). Writing with 21st century social tools in the L2 classroom: New literacies, genres, and writing practices, Journal of Second Language Writing. 36, 52-60.

Fadilla, R. N & Lestari, I. (2016). Buku pop-up untuk pembelajaran bercerita siswa sekolah dasar. Perspektif Ilmu Pendidikan. 30 (1), 21-30.

Febrianto, M. F. M., Setiadarma, W., Ariyanto, H. (2014). Penerapan media dalam bentuk pop up book pada pembelajaran unsur-unsur rupa untuk siswa kelas 2 SDNU Kanjeng Sepuh Sedayu Gresik. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 2 (3), 146-153.

Firzad, E. B. A. (2015). Pembuatan ilustrasi buku pop-up sebagai media pengenalan huruf dan nama-nama binatang pada anak usia dini. Eduarts: Journal of Arts Education. 4 (1), 56-67.

Gloria, L. B. (2016). Literate lives matter: Black reading, writing, speaking, and listening in the 21st century, Literacy Research: Theory, Method, and Practice. 65 (1), 141-151.

Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). The Changing Role of Education and Schools. Assessment and Teaching of 21st Century Skills. 1-16.

Krause, M. B. (2013). “A Series of unfortunate events”: The repercussions of print-literacy as the only literacy for talented boys, Gifted Child Today. 36 (4), 236-245.

Laar, E. F., Alexander, J. A. M., Deursen, A. G. M., & Dijk, J. H. (2018). 21st-century digital skills instrument aimed at working professionals: Conceptual development and empirical validation, Telematics and Informatics. 35 (8), 2184-2200.

Laar, E., Alexander J. A. M., Deursen, A. G. M., Haan, D. J. (2017). The relation between 21st-century skills and digital skills: A systematic literature review, Computers in Human Behavior. 72, 577-588.

Leontaris, J & Spencer, T. (2011). Book review: New media and public relations, teaching new literacies in grades K-3: Resources for 21st-century classrooms, teaching new literacies in grades 4–6: Resources for 21st-century classrooms, E-Learning and Digital Media. 8 (4), 433-439.

Lundy, A. P & Stephens, A. E. (2015). Beyond the literal: Teaching visual literacy in the 21st century classroom, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 174, 1057-1060.

Made, W. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

McBride, M. F. (2012). Reconsidering information literacy in the 21st century: The redesign of an information literacy class, Journal of Educational Technology Systems. 40 (3), 287-300.

McNicol, S. (2014). Modelling information literacy for classrooms of the future, Journal of Librarianship and Information Science. 47 (4), 303-313.

Moleong, L. J.  (2017).  Metodologi Penelitian Kualitatif.  Bandung:  Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya.

Nur, M. A., Rustono, W. S. & Lidinillah, D. A. M. (2017). Pengembangan media pop up book pada pembelajaran IPS tentang kerajaan dan peninggalan sejarah Islam di Indonesia di kelas v sekolah dasar. Pedadidaktika Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pedidikan Guru Sekolah Dasar. 4 (2).

Palumbo, R., Adinolfi, P., Annarumma, C., Catinello, G., & Manna, R. (2019). Unravelling the food literacy puzzle: Evidence from Italy, Food Policy, In press, corrected proof. 3.

Pawlowsky, S & Ryan, T. G. (2016) The 21st-century school library: Perpetual change or evolution? International Journal of Educational Reform. 25 (1), 38-55.

Purmitasari, Y. D. & Eka. J. P. (2017). Penggunaan media ilustrasi pop-up sejarah dalam pembelajaran IPS di SD Negeri Batusari. Khazanah Pendidikan: Jurnal Ilmiah Kependidikan. 10 (2).

Qian, M & Clark, K. R. (2016). Game-based Learning and 21st century skills: A review of recent research, Computers in Human Behavior. 63, 50-58.

Rizal, R. (2017). Mengajar Cara Berpikir, Meraih Ketrampilan Abad 21. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UMS. 34, 390-406.

Rutkowski, D., Rutkowski, L., & Sparks, J. (2011). Information and communications technologies support for 21st-century teaching: An international analysis, Journal of School Leadership. 21 (2), 190-215.

Safitri, N. N. (2014). Pengembangan media pop up book untuk keterampilan menulis narasi siswa tunarungu kelas IV. Jurnal Pendidikan Khusus. 4 (1).

Sanjaya, W. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sapriana. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Rosda.

Siddiq, F., Gochyyev, P., & Wilson, M. (2017). Learning in digital networks-ICT literacy: A novel assessment of students' 21st century skills, Computers & Education. 109, 11-37.

Snow, C. E. (2018). Simple and not-so-simple views of reading, Remedial and Special Education. 39 (5), 313-316.

Sourmelis, T., Ioannou, A., & Zaphiris, P. (2017). Massively multiplayer online role playing games (MMORPGS) and the 21st century skills: A comprehensive research review from 2010 to 2016, Computers in Human Behavior. 67, 41-48.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2016). Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco, CA: John Wiley & Sons.

Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., & Osman, K. (2012). Fostering the 21st century skills through scientific literacy and science process skills, Procedia - Social and Behavioral Sciences. 59, 110-116.

Uhktinasari, F., Mosik, S. (2017). Pop-up sebagai media pembelajaran fisika materi alat-alat optik untuk siswa sekolah menengah atas. Unnes Physics Education Journal. 6 (2), 1-6.

Wagner, W. (2010). Diversification at financial institutions and systemic crises. Journal of Financial Intermediation, 19 (3), 373-386.

West, J. A. (2019). Using new literacies theory as a lens for analyzing technology-mediated literacy classrooms, E-Learning and Digital Media. 16 (2), 151-173.

Zambo, D. (2009). Gifted students in the 21st century: Using vygotsky's theory to meet their literacy and content area needs, Gifted Education International, 25 (3), 270-280.

Zuchdi, D. (2010). Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.

 

20 Mei 2023

Pemetaan Aset/Kekuatan/Sumber Daya Daerah Penunjang Kegiatan Sekolah Tugas 3.2.a.9. Aksi Nyata - Modul 3.2

 


Ruang lingkup guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di dalam kelas. Semua potensi kelas maupun lingkungan sekolah dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Langkah kecil perubahan yang dilakukan oleh seorang guru dengan melibatkan murid akan memberikan dampak positif bagi perkembangan murid. Ada 7 asset yang dapat digunakan dalam mengembangkan komunitas antara lain: modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan, modal finansial, modal politik, dan modal agama dan budaya.

Aksi nyata ini berdasarkan pada prakarsa perubahan dengan tahapan BAGJA pada tugas koneksi antar materi, dan prakarsa saya membuat kelas yang nyaman dan menyenangkan. Karena selama ini kondisi kelas kurang menarik. Aksi nyata diawali dengan menanyakan kepada siswa kelas impian mereka dan bagaimana mewujudkannya. mengajak siswa untuk mendata modal yang dimiliki kelas yang dapat digunakan sebagai bahan pajangan/hiasan, pembagian tugas serta eksekusi kegiatan. Eksekusi dilakukan bersama-sama sesuai dengan pembagian tugasnya. Setelah selesai dihias, kelas menjadi indah, bersih dan menyenangkan. Tak lupa dibuat kesepakatan kelas untuk menjaga hiasan/pajangan, kebersihan dan keindahan kelas.

Tujuan
1. Mendorong agar murid cinta membaca
2. Menciptakan kerjasama antar murid di kelas dengan cara saling bertukar buku
3. Memberi motivasi pada murid untuk mengenal Literasi yang lebih luas

Perasaan mengeksekusi prakarsa perubahan sangat antusias, bersemangat, dan tertantang. Bekerja keras bersama dengan siswa, memanfaatkan modal apa saja yang ada di kelas, merancang rencana dan kemudian mewujudkannya adalah hal yang menantang. Setelah selesai melakukan eksekusi, maka tampak perubahan kelas yang sangat signifikan. Kelas yang sebelumnya kurang menarik, sekarang mempunyai wajah baru yang menarik. Hal ini membuat saya dan murid murid senang dan puas akan jerih payah yang telah dilakukan bersama-sama.

Alur Perubahan (BAGJA)
1. Buat Pertanyaan:
a. Bagaimana cara memotivasi murid agar menyukai kegiatan membaca dan meningkatkan keterampilan murid dalam berliterasi2.
2. Ambil Pelajaran:
a. Murid-murid sudah terbiasa membaca 10 menit sebelum pembelajaran di kelas dimulai
b. Murid-murid senang jika diminta menceritakan kembali buku yang telah mereka baca
3. Gali Mimpi:
a. Setiap murid bisa memiliki kebiasaan membaca
b. Selain menyukai membaca, murid-murid diharapkan mau berbagi dengan cara meminjamkan buku yang mereka miliki
4. Jabarkan Rencana
a. Kelas memiliki satu sudut untuk kegiatan membaca, berisi lemari atau tempat untuk menyimpan buku
b. Setelah bel masuk jam pelajaran murid melakukan pembiasaan dengan membaca doa dan membaca buku selama 10 menit
c. Guru yang pertama mengajar bisa secara acak menunjuk satu murid untuk menceritakan kembali buku yang telah mereka baca
d. Pengawasan pelaksanaan program kegiatan diawasi oleh walikelas
e. Ada satu buku administrasi yang dipegang seksi perpustakaan kelas yang mencatat kegiatan membaca di kelas
5. Atur Eksekusi
Penanggung jawab dan pengarah adalah Wali kelas.
Semua murid di kelas harus terlibat secara aktif dan bertanggung jawab. Program membaca bisa dilakukan juga saat ada waktu luang pergantian antara jam pelajaran atau ada guru yang tidak masuk dan tugas sudah dikerjakan tapi waktu masih tersisa.

 

Dari aksinyata ini, menunjukkan bahwa untuk mewujudkan sebuah ide atau gagasan kita tidak boleh berpikir menggunakan pendekatan berbasis kekurangan. Karena kita hanya akan menguliti kekurangan sendiri dan bahkan akan mempengaruhi keputusan dalam mengesekusi kegiatan. Namun kita harus berpikir menggunakan pendekatan berbasis aset, sehingga akan muncul kekuatan positif yang membawa ide-ide kreatif dan inovatif. Dalam hal ini aksi nyata yang hanya dalam lingkup kelas, maka aset yang dimaksimalkan adalah modal manusia yaitu siswa dan guru, Modal fisik yaitu gambar hasil karya dan foto kegiatan siswa, serta finansial berupa kas kelas untuk belanja kebutuhan dekorasi kelas. Dengan bergotong royong serta memaksimalkan semua aset, maka kita akan dapat mewujudkan ide atau mimpi kita. Penggunakan pendekatan berbasis aset harus dilakukan secara sadar karena hal ini berhubungan dengan mindset seseorang. Sehingga perlu latihan atau praktek agar menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter.

Menurut saya aksi nyata ini telah menerapkan pendekatan berbasis aset dan hasilnya terbilang sukses. Maka dari itu saya sebagai guru harus tetap menerapkannya agar mindsetnya berbasis aset. Tidak hanya pandangan tersebut digunakan saat ada tugas saja, namun juga dalam segala hal. Untuk melatih ketrampilan ini saya akan mempraktikkan atau menerapkannya dalam lingkup yang lebih luas misalnya sekolah.









 

 

Analisis BAGJA Konteks Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya Tugas 3.2.a.6. Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.2

 

1.     Kira-kira apakah visi dari sekolah tempat guru dalam video tersebut mengabdi?

“Terciptanya peserta didik berimtaq, beriptek, mandiri, kreatif, peduli lingkungan dan berkarakter pelajar Pancasila”

2.     Apakah prakarsa perubahan yang akan dilakukan oleh guru dalam tayangan video?

Membuat ruang kelas menjadi penyemangat belajar

3.     Apakah Pertanyaan Utama dari kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam tayangan video tersebut?

Bagaimana cara menentukan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar

4.     Kegiatan/tindakan apa yang dilakukan oleh guru dalam tayangan video yang menggambarkan tahapan:

 

a.      B “Buat Pertanyaan”

Bagaimana cara menentukan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar

b.     A “Ambil Pelajaran”

Berkunjung ke kelas lain untuk melihat apa saja yang disukai dari kelas lain, melakukan observasi dan wawancara dengan kelas pembanding

c.      G “Gali Mimpi”

Siswa di intruksikan memejam mata merenung kelas yang mereka dambakan, kemudian siswa dipersilahkan menggambarkan kelas impian masing-masing.

d.     J “Jabarkan Rencana”

Membagikan kelompok kerja dan jadwal pelaksanaan pembuatan perubahan kelas biasa menjadi kelas impian.

e.      A “Atus Eksekusi”

Masing-masing kelompok melaksanakan tugas sesuai jadwal dan kesepakatan bersama mewujutkan kelas impian.

  1. Apa peran pemimpin yang tergambar dalam tayangan video?

    Rangkaian kegiatan Bagaimana seorang guru menerapkan BAGJA di dalam kelasnya dengan memanfaatkan aset yang ada juga terlihat dengan jelas mulai dari bagian “B” Buat pertanyaan utama “A” ambil pelajaran “G” gali mimpi “J” jabarkan rencana dan “A” atur eksekusi. Melihat inspirasi ini, ternyata melakukan sebuah perubahan bisa dimulai dari hal sederhana dengan sesuatu yang sudah kita miliki dan mengoptimalkan semua aset yang sudah ada membuat sesuatu menjadi prakarsa perubahannya.

    2.     Apa saja modal utama yang dimanfaatkan oleh pemimpin pembelajaran dalan tayangan video? lalu bagaimana pemanfataannya?

    Aset atau kekuatan yang dimiliki di sekitar bisa menjadi modal melakukan sebuah perubahan dengan mengelola aset atau kekuatan yang sudah kita miliki. Mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar dari apa yang sudah ada. Melakukan perubahan dari apa yang bisa dilakukan dalam kelas. Ruang kelas menjadi begitu banyak foto dan tata ruang yang bagus serta menyenangkan melaksanakan pembelajaran.


19 Mei 2023

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya Tugas 3.2.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 3.2


1. Bagaimana Anda bisa mengimplementasikannya di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.

Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, menghubungkan materi modul ini dengan modul-modul sebelumnya ternyatak cukup singkron. Sekolah sebagai ekosistem titik fokus pada tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur tidak hidup dalam lingkungan sekolah. Sekolah merupakan sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik dan abiotic. Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis.

Ekosistem sekolah membutuhkan keterlibatan aktif antara murid, kepala sekolah, guru, staf, pengawas sekolah, orang tua dan masyarakat sekitar sekolah. Sedangkan faktor abiotik juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran berupa keuangan dan sarana dan prasarana termasuk media pembelajaran dan teknologi informasi komunikasi.

Kekuatan atau potensi sumber daya yang ada di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat mengimpelementasikan kekuatan tersebut melalui konsep 7 modal utama yang terdapat di sekolah, yakni 1) modal manusia, 2) modal fisik, 3) modal sosial, 4) modal finansial, 5) modal politik, 6) modal lingkungan/alam, 7) modal agama dan budaya.

 

2. Jelaskan dan berikan contoh bagaimana hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas.

Satu diantara contoh pengelolaan modal lingkungan dipadu dengan modal fisik berkorelasi dengan peningkatan pembelajaran murid. Lingkungan sekolah kondusif dari segi sosial maupun politik dapat menciptakan pembelajaran aman, nyaman, menyenangkan dan berpihak pada murid. Sumber daya ini sebagai aset sekolah dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berikutnya modal sosial melalui kerjasama dengan MGMP sekolah maupun MGMP antar sekolah untuk meningkatkan kompetensi guru. Kerjasama dengan Puskesmas untuk meningkatkan mutu kesehatan di sekolah.  Modal fisik adalah bangunan dan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkkan sesuai dengan bentuk dan pemanfaatanya, misalnya gedung utama, sarana prasarana pendukung di sekolah. Modal lingkungan/alam yang ada disekitar sekolah adalah sumber daya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, seperti memanfaatkan lingkungan menjadi area apotik hidup, green house dan tempa sumber belajar tentang obat dan pemanfaatannya.

 

3. Berikan beberapa contoh bagaimana materi ini juga berhubungan dengan modul lainnya yang Anda dapatkan sebelumnya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.

Materi modul ini bagai ujung tombak dari modul sebelumnya terdapat Ki Hadjar Dewantara melalui filosiofinya bahwa pendidikan “kegiatan menuntun segala kekuatan kodrat pada anak-anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan setingi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.” Pemanfaatan asset kekuatan guru dan murid sehingga guru sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat melakukan proses pembelajaran menyenangkan, dan berpihak pada murid, karena murid bukanlah kertas kosong, namun setiap murid memiliki potensi yang berbeda-beda, dan tugas kita sebagai guru hanya menuntun dan menebalkan potensi sudah mereka miliki.

Guru sebagai pendidik merupakan salah satu dari 7 modal utama, yaitu modal manusia. Guru sebagai pemimpin pembelajaran nilai dan peran yang sangat penting dalam pembelajarn di kelas sehingga nilai-nilai mandiri, kolaboratif, reflektif, inovatif dan berpihak pada murid harus dijadikan landasan dalam terciptanya pebelajar yang sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dan guru juga dapat berperan dalam membangun sinergi di lingkungan sekolah sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, serta mewujudkan kepemimpinan murid, dengan nilai dan peran guru secara aktif, maka akan menciptakan generasi unggu dengan memanfaatan modal utama untuk menggali potensi murid-muridnya.

Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memilki visi guru penggerak yang berbasis IA (Inkuiri Apresiatif) melalui alur BAGJA. Pada konsep terebut dapat juga digunakan sebagai pengelolaan sumber daya yang ada disekolah. Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, landasan berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu, masa kini, maupun masa depan.

4. Ceritakan pula bagaimana hubungan antara sebelum dan sesudah Anda mengikuti modul ini, serta pemikiran apa yang sudah berubah di diri Anda setelah Anda mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini.

Setelah mempelajari modul ini ternyata Pengelolaan 7 modal utama oleh pemimpin pembelajaran sebagai aset/kekuatan kemajuan sekolah. Pemimpin pembelajaran juga harus dapat memanfaatkan pendekatan berfikir dalam pengelolaan asset, diantaranya Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) akan melihat dengan cara pandang negatif. memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja, dan Pendekatan Berbasis Aset (Asset-Based Thinking) adalah memusatkan pikiran pada kekuatan positif, pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.