Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

24 Oktober 2016

Anotasi Jurnal 6. Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar IPS

6.    Anotasi Jurnal
Penulis               : Agus Pujianto, Darsono, dan Pujiati
Th. Terbit, hal.     : 2012,1-11
Vol. No. Th.        : Vol 1, No 3 (2012)

A.Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengama-natkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Wajib belajar merupakan tanggungjawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, peme-rintah daerah dan masyarakat. Oleh karena itu berdasarkan amanat undang-undang tersebut pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Kondisi pembelajaran yang ada, dikelas peneliti mengajar yaitu kelas IX. A SMP Muhammadiyah 3 Metro.
Pada saat guru mengajar masih dijumpai sebagian besar siswa belum berani menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan beraturan terkait dengan pelajaran yangdi pelajari, siswa belum memberikan contoh-contoh atau argumentasi atas pendapat yang dia berikan sehingga dapat dipahami oleh orang lain, siswa belum mendengarkan pelajaran dengan pikiran terbuka, siswa belum menerima pandangan dan saran dari orang lain untuk mengembangkan ideide baru, siswa belum mencari dan memaparkan hubungan antara masalahyang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar siswa belum mampuuntuk berpikir kritis.
Hal diatas berdasarkan pernyataan Hassoubah (2004: 111-112) seseorangdikatakan sudah berpikir kritis apabila melakukan tindakan-tindakan sebagaiberikut:
1) Menghadapi tantangan demi tantangan dengan alasan dan contoh;
2) Memberikan contoh-contoh atau argumen-tasi yang berbeda dari yang sudah ada;
3) Menerima pandangan dan saran dari orang lain untuk mengembangkan ide idebaru;
4) Mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang didiskusikandengan masalah atau pengalaman lain yang relevan;
5) Menghubungkan masalah khusus yang menjadi subjek diskusi dengan prinsip yang lebih bersifat umum;
6) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan beraturan;
7) Memintaklarifikasi;
8) Meminta elaborasi;
9) Menanyakan sumber informasi;
10) Berusaha untuk memahami;
11) Mendengarkan dengan hati-hati;
12) Mendengarkan dengan pikiran terbuka;
13) Berbicara dengan bebas;
14) Bersikapsopan;
15) Mencari dan memberikan ide dan pilihan yang bervariasi.
Johnson (2007: 210-211) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah aktivitasmental sistematis yang dilakukan oleh orang orang yang toleran dengan pikiranterbuka untuk memper-luas pemahaman mereka. Pemikir kritis meneliti dengancermat proses berpikir mereka dan proses berpikir orang lain untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap. Mereka berusaha berpikir dengan beruurutan dan objektif serta menggunakan prasangka dan emosi pribadi dalam mencari keyakinan. Hasil penelitian  pendahuluan pada kelas IX. A di SMP Muhammadiyah 3
Metro pada ujian mid semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 untukmata pelajaran IPS bahwa sebagian besar siswa belum menguasai materipelajaran.

B. Landasan Teori
Hal diatas berdasarkan pernyataan Hassoubah (2004: 111-112) seseorang dikatakan sudah berpikir kritis apabila melakukan tindakan-tindakan sebagaiberikut:
1) Menghadapi tantangan demi tantangan dengan alasan dan contoh;
2) Memberikan contoh-contoh atau argumen-tasi yang berbeda dari yang sudah ada;
3) Menerima pandangan dan saran dari orang lain untuk mengembangkan ide idebaru;
4) Mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang didiskusikandengan masalah atau pengalaman lain yang relevan;
5) Menghubungkan masalah khusus yang menjadi subjek diskusi dengan prinsip yang lebih bersifat umum;
6) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan beraturan;
7) Memintaklarifikasi;
8) Meminta elaborasi;
9) Menanyakan sumber informasi;
 10) Berusaha untuk memahami;
11)  Mendengarkan dengan hati-hati;
12) Mendengarkan dengan pikiran terbuka;
13) Berbicara dengan bebas;
14)  Bersikapsopan;
15)  Mencari dan memberikan ide dan pilihan yang bervariasi.
Johnson (2007: 210-211) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah aktivitas mental sistematis yang dilakukan oleh orang orang yang toleran dengan pikiran terbuka untuk memperluas pemahaman mereka. Pemikir kritis meneliti dengancermat proses berpikir mereka dan proses berpikir orang lain untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap. Mereka berusaha berpikir dengan beruurutan dan objektif serta menggunakan prasangka dan emosi pribadi dalam mencari keyakinan.
Hasil penelitian  pendahuluan pada kelas IX. A di SMP Muhammadiyah 3Metro pada ujian mid semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 untuk mata pelajaran IPS bahwa sebagian besar siswa belum menguasai materipelajaran,
Para ahli Social Studies khususnya di Amerika Serikat dan Australia memilih pendekatan inkuiri yang lebih menekankan belajar secara individual sebagai alternatif untukmengembangkan kemampuan berpikir dalam belajar social studies..
Menurut Woolever dan Scott (1988: 18) Social Studies Education is the sum of allexperiences that have as a goal to teach students how to make and act on rational decisions, both as individual and as group members, based on knowledge derivedby the method of science and on personal values that have been systematically explored and clarified. Maksudnya Pendidikan IPS adalah bidang kajian yangberorientasi pada keseluruhan pengalaman yang mempunyai tujuan agar siswamempu mengambil keputusan rasional sebagai makhluk individu dan makhluksocial berdasrkan nilai nilai dari metode keilmuan yang menyeluruh danterklarifikasi.
Somantri (2001: 92) menjelaskan penger-tian IPS menurut versi pendidikan dasardan menengah, "Pendidikan IPS adalah penyeder-hanaan atau adaptasi dari disiplinilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yangdiorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan".
Pargito (2010: 7) menjelaskan pengertian Pendidikan IPS adalah suatukajian terpadu terhadap masalah masalah sosial yang dikemas secara sosial psikologis untuk tujuan pendidikan. Oleh karenanya pendidikan IPS merupakan sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu.Sehingga baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu ilmu sosialmaupun ilmu pendidikan tidak akan ditemukan adanya sub-sub disiplin pendidikan IPS
Menurut National Council For Social Studies (1987: 8-11) ada sepuluh tema- temaIPS yaitu :
(1) budaya,
 (2) waktu, kontinuitas dan perubahan, (3) orang, tempat danlingkungan,
(4) perkembangan individu dan identitas,
(5) individu, kelompok danlembaga,
(6) power, kewenangan dan pemerintah,
 (7) produksi, distribusi dankonsumsi,
(8) sains, tekhnologi dan masyarakat,
(9) global koneksi dan
(10) cita-citadan praktek kewarganegaraan.
Proses belajar mengajar tidak terlepas dari hasil belajar atau prestasi siswa sebagaipeserta didik. Prestasi belajar siswa yang tinggi menun-jukan berhasilnya kegiatanbelajar mengajar, dan sebaliknya prestasi belajar yang rendah menun-jukan bahwatujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar belum tercapai.
Berdasarkan pemaparan di atas Pembela-jaran Inkuiri dapat diterapkan untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi siswa. Sehingga menarik untuk ditelitimengenai hal yang berkaitan dengan Pembelajaran Inkuiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar IPS.
Tujuan dari penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
1. Untuk menerapkan pembelajaran inkuiri yang dapat meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa kelas IX.A SMP Muhammadiyah 3 Metro
2. Untuk menerapkan pembelajaran inkuiri yang dapat meningkatkankemampuan prestasi belajar IPS siswa kelas IX.A SMP Muhammadiyah 3Metro.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada siswa kelasIX. A SMP Muhammadiyah 3 Metro semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian tindakan didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan kinerja dengan tindakan dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya, serta memperbaiki kondisi dimana praktek
praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Wiriaatmadja (2008: 12) mengemukakan peneli-tian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan tersebut.
Pada intinya penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran dikelas yang dialami langung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedangbelajar.Adapun rancangan Penelitian yang dilakukan oleh peneliti di dalam penelitianini yaitu dengan tahapan langkah-langkah melalui persiklus, yang dimulai dari siklus 1 sampai pada siklus-siklus berikutnya. Kegiatan dalampersiklus meliputi (1) peren-canaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3)pengamatan (observing), (4) refleksi (reflecting).
Teknik pengumpulan data, data dikumpulkan melalui observasi, angket, dan testertulis.
1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan dengan tujuan mencari dan mencatat data tentang objek yang diteliti serta dampaknya dalam penelitian tindakan kelas.
Adapun observasi dilakukan dalam penelitian, untuk mencatat data adatidaknya perubahan perilaku peserta didik yang lebih bik dalam prosespembelajaran serta dampak dari tindakan yang dilakukan.

2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk memperjelas informasi yang dikumpulkan danuntuk mene-lusuri kembali jawaban siswa pada tes tertulis. Wawancaradilakukan dengan peserta didik ssetiap akhir tindakan, serta hasil pengamatan terhadap peserta didik untukperbaikan dalam tindakan berikutnya. Rambu-rambu wawancara dengan siswa menitik beratkan pada tanggapan dankesulitan kesulitan pesertsa didik selama kegiatan pembelajaran serta saran peserta didik terhadap pembelajaran berikutnya.

3. Catatan Lapangan .
Catatan lapangan dapat berupa catatan perilaku siswa maupun permasalahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaksanaan langkah berikutnya ataumasukan terhadap keberhasilan yang akan dicapai.

4. Tes
Tes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran inkuiri. Tes diberikan setiap akhir siklus. Analisis data tentang kemampuan berpikir kritis siswa dari lembar skala yangdisebarkan kepada siswa.
Instrumen skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala sikap bentuk Likert. Masing-masing butir pernyataan mempunyai empat pilihan jawaban. Butir lembar skala yang dibuat mengacu indikator kemampuan berpikir kritis.Analisis instrumen tes prestasi belajar, untuk menguji validitas instrumen tesprestasi belajar dilakukan dengan analisis butir soal yaitu dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing dengan skor total. Analisis validitas tes prestasi belajar dengan menggunakan program Anates. Suatu tes dikatakan mempunyai validitas yang baik apabila tes tersebut dapat mengukur tujuan yangtelah ditetapkan.
Setelah data dikatagorikan sesuai dengan jenis datanya selanjutaya divalidasi dengan menggunakan teknik :
a. Member chek yaitu meneliti kebenaran dan kesahihan data temuan dengan mengkonfirmasikan dengan sumber data lainnya. Dalam hal ini data atau informasimelalui diskusi dengan guru IPS setiap akhir suatu tindakan.
b. Trianggulasi yaitu proses mengecek atau meneliti kembali kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh peneliti dengan data lain dari observer. Triangulasi, dilakukan dengan memeriksa kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh peneliti dari hasil observasi, wawancara dan hasil tes. Validasi data dengan triangulasi dapat dilakukan dengan membandingkan hasil dari siswa dengan hasil dari kolaborator dan peneliti(guru). Tujuan dari triangulasi adalah untuk menyakinkan data dengan kepercayaan dan maksimal.
c. Exspert opinion yaitu meneliti kembali data atau informasi dari temuanpenelitian kepada para ahli yang profesional dalam bidangnya dalam hal inidikonsultasikan dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan araha nsehingga validasi data dapat dipertanggungjawabkan.
Tehnik pengolahan data penelitian tindakan kelas ini mengunakan analisis deskriptif dengan melihat perubahan per siklus, di mana dilakukan secara terus-menerus dari awalpenelitian tindakan hingga akhir penelitian. Analisis deskriptif memberikan intepretasisecara kontekstual terhadap kinerjaguru yang berupa kemampuan guru dalam prosespembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri.
Data penelitian yang telah terkumpul baik melalui observasi, lembar skalamaupun melalui hasil tes ditelaah oleh peneliti dan observer yaitu guru sebagai kolaborator. Proses penelaahan data diawali dengan transkripsi data hasil pengamatan, kemudian menganalisis memaknai, menerangkan dan menyimpulkan.Penelaahan data tersebut sejak awal data dikumpulkan sampai seluruh data penelitianterkumpul oleh peneliti.

D.  Hasil Penilitian Dan Pembahasan
Sintaks pembelajaran inkuiri yang digunakan pada siklus 3 seperti dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Langkah-langkah Kegiatan guru Kegiatan siswa
1. Guru memberikan penjelasan awal
2. Menjelaskan topik, tujuan danhasil belajar yang diharapkan
3. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukanoleh siswa
4. Guru menekankan kepada siswauntuk mempergunakan waktudengan sebaik-baiknya
5. Guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok sama dengan siklus 1dan 2
1)   Siswa memperhatikan penjelasan guru
2)   Siswa memahami topik, tujuandan hasil belajar yang diharapkan
3)   Menempatkan diri sesuai dengan kelompok


Murumuskan masalah
1. Guru merumuskan masalah untukbahan diskusi kepada masing-masing kelompok
2. Guru mengorganisasikankelompok agar lebih aktif dalampembelajara
3. Siswa mencatat masalah yang dirumuskan oleh guru.
Merumuskan hipotesis
1.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskanhipotesis
2.      Guru lebih intensif
1)   Siswa merumuskan hipotesis berdasar-kan rumusan masalah yang ada.
2)   Siswa bertanya kepada guru dalam mendampingi siswa untuk merumusakan hipotesis apabila ada masalah dalam merumuskan hipotesis
3.      Definisi istilah: konseptualisasi 1. Menjelaskan definisi istilah tentang rumusan maslah yangdiajukan
1)   Siswa memperhatikan penjelasan guru Mengumpulkan dan menganalisis data
2)   Guru memberikan kesempatankepada siswa untuk mengumpulkan dan menganalisisdata dari berbagai literatur
3)   Guru memotivasi siswa agar lebihberperan dalam memecahkan masalah
4)   Guru melakukan pendampinganlebih intensif saat pengumpulandan analisis data
Kegiatan siswa yaitu sebagai berikut.
1)      Siswa mengumpulkan dan mengana-lisis data dari berbagai literatur
2)      Siswa harus lebih aktif dalam mengumpulkan dan menganalisis data
3)      Siswa bertanya kepada guruapabila ada maslah dalam mengumpulkan dan menganalisis data
Menarik kesimpulan
1.    Memfasilitasi diskusi kelompok untuk memperoleh kesimpulan
2.    Memfasilitasi diskusi kelas
3.    Guru memberikan imbalan danpenguatan bagi kelompok yangbisa menyelesaikan tugasnya dengan baik
4.    Memfasilitasi pembuatan kesimpulan
1)      Melakukan diskusi kelompok untuk memperoleh kesimpulan
2)      Melakukan diskusi kelas, satu kelompok mempresentasikan hasilnya
3)      Siswa menerima imbalan-imbalan dan penguatan jika bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik
5.      Membuat kesimpulan
Berdasarkan data presentase kemampuan berfikir kritis siswa dapat dilihatkemampuan berfikir kritis siswa pada setiap siklus melalui lembar observasisebagai berikut:
1)      Anak-anak yang memiliki klasifikasi berfikir kritis sekali pada siklus 1sebanyak 4 %, pada siklus 2 sebanyak 15 % dan siklus 3 ada 22 %.
2)      Anak-anak yang memiliki klasifikasi kemampuan berfikir kritis, padasiklus 1 sebanyak 22 %, pada siklus 2 sebanyak 44 % dan siklus 3 ada 70%
3)      Anak-anak yang memiliki klasifikasi kemampuan berfikir cukup kritis,pada siklus 1 sebanyak 19 %, pada siklus 2 sebanyak 30 % dan siklus 3sebanyak 7 %.
4)      Anak-anak yang memiliki kemampuan berfikir kurang kritis, pada siklus 1sebanyak 15 %, pada siklus 2 sebanyak 7 % dan siklus 3 sebanyak 0 %5. Anak-anak yang memiliki kemampuan tidak kritis, pada siklus 1 sebanyak 41 %, pada siklus 2 sebanyak 4 % dan siklus 3 sebanyak 0 %. Data tersebut menunjukan bahwa dalam setiap siklus ada pening-katan kemampuan berfikir kritis siswa. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran inkuiri mampu untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dalam setiap siklusnya.
Setelah kegiatan belajar mengajar dengan strategi inkuiri dilaksanakan kemudianpeneliti memberikan angket untuk diisi oleh siswa, angket yang dibagikan dengantujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berfikir kritis siswa.
Berdasarkan data persentase kemampuan berfikir kritis siswa dapat dilihat bahwa kemam-puan berfikir kritis siswa melalui angket sebagai berikut :
1)   Anak-anak yang memiliki klasifikasi berfikir kritis sekali pada siklus 1sebanyak 7 %, pada siklus 2 sebanyak 11 % dan siklus 3 ada 19 %.
2)   Anak-anak yang memiliki klasifikasi kemampuan berfikir kritis, padasiklus 1 sebanyak 26 %, pada siklus 2 sebanyak 52 % dan siklus 3 ada 70%.
3)   Anak-anak yang memiliki klasifikasi kemampuan berfikir cukup kritis, pada siklus 1 sebanyak 22 %, pada siklus 2 sebanyak 26 % dan siklus 3 sebanyak 11%.
4)    Anak-anak yang memiliki kemampuan berfikir kurang kritis, pada siklus 1 sebanyak 11 %, pada siklus 2 sebanyak 7 % dan siklus 3 sebanyak 0 %.
5)   Anak-anak yang memiliki kemampuan tidak kritis, pada siklus 1 sebanyak33 %, pada siklus 2 sebanyak 4 % dan siklus 3 sebanyak 0 %.
Menurut Sanjaya (2008: 196) Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaiankegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritisdan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpi-kir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Sudrajat (2011) menyatakan bahwa tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembang-kan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemam-puan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam pembelajaran pembelajaran inkuiri siswa tidak hanyadituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapatmenggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya mengua-sai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal.
Sebaliknya, siswa akan dapat mengem-bangkan kemampuan berpikirnya manakalaia bisa menguasai materi pelajaran.
Setelah kegiatan belajar dengan strategi inkuiri dilaksanakan kemudian peneliti mela-kukan tes tertulis untuk melihat sejauh mana kemampuan berfikir kritis siswa dan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran yangsudah disampaikan. Tes yang digunakan berbentuk tes tertulis pilihan ganda ,hasil tes tertulis seperti tampak pada tabel berikut.
Tabel 1.2 Data perolehan hasil tes setiap siklusNo Keterangan Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Nilai Tertinggi 9,0 9,5 10,0
2 Nilai Terendah 4,0 4,5 6,5
3 Rata Rata Nilai 6,58 7,37 7,80
4 Ketuntasan (%) 51,85 70,39 92,59
Berdasarkan tabel 4.26 di atas dapat dilihat data pada saat siklus 1 di peroleh nilaitertinggi 90, nilai terendah 40, nilai rata-rata 6,58 dan persentase ketuntasan mencapai 51,85%.
Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus 2 di peroleh nilai tertinggi 9,5, nilaiterendah 4,5, nilai rata rata 7,37 dan persentase ketuntasan mencapai 70,37 %.
Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus 3 di peroleh nilai tertinggi 10,0, nilaiterendah 6,5, nilai rata rata 7,80 dan persentase ketuntasan mencapai 92,59 %.

E.  Kesimpulan
Penerapan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisdan Prestasi Belajar siswa kelas IX. A SMP Muhammadiyah 3 Metro. Melaluis skenario tindakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Orientasi, Merumuskan Masalah, Merumuskan hipotesis, definisi istilah: konseptualisasi, mengumpulkan dan menganalis data, menarik kesimpulan.
Berdasarkan lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap siklussebagai berikut: anak-anak yang memiliki klasifikasi berpikir kritis sekali padasiklus 1 sebanyak 4 %, pada siklus 2 sebanyak 15 % dan siklus 3 ada 22 %; anak-anak yang memiliki klasifikasi kemampuan berpikir kritis, pada siklus 1 sebanyak22 %, pada siklus 2 sebanyak 44 % dan siklus 3 ada 70 %; anak-anak yang memiliki klasifikasi kemampuan berpikir cukup kritis, pada siklus 1 sebanyak 19%, pada siklus 2 sebanyak 30 % dan siklus 3 sebanyak 7 %; anak-anak yangmemiliki kemampuan berpikir kurang kritis, pada siklus 1 sebanyak 15 %, padasiklus 2 sebanyak 7 % dan siklus 3 sebanyak 0 %; anak-anak yang memiliki kemampuan tidak kritis, pada siklus 1 sebanyak 41 %, pada siklus 2 sebanyak 4 %dan siklus 3 sebanyak 0 %.
Berdasarkan tes tertulis siklus 1di peroleh nilai tertinggi 90, nilai terendah 40, nilai rata rata 6,58 dan persentase ketuntasan mencapai 51,85 %. Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus 2 di peroleh nilai tertinggi 9,5, nilai terendah 4,5, nilai rata rata 7,37 dan persentase ketuntasan mencapai 70,37 %. Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus 3 di peroleh nilai tertinggi 10,0, nilai terendah 6,5, nilai rata rata 7,80 dan persentase ketuntasan mencapai 92,59 %.

Anotasi Jurnal 5. Apakah Jenis Kelamin Berpengaruh Terhadap Jenis Kecerdasan Ganda?

5.    Anotasi Jurnal

Penulis                 :  Susanto, Karim; dkk
Th. Terbit, hal      :  Februari 2014: hlm. 18
Nama Jurnal        : Damianus Journal of Medicine
Vol. No. Th.        :  13, 1, 2014
           
A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Sebelum muncul Teori Kecerdasan Ganda oleh Howard Gardner, sekolah menggunakan Intelligence Quatient (IQ) untuk mengukur kecerdasan anak didiknya. Namun, penilaian IQ hanya berkaitan dengan kemampuan seseorang menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dewasa ini, setelah mengenal Teori Kecerdasan Ganda, banyak sekolah sudah memakai teori tersebut sebagai dasar/pedoman untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak didiknya sampai pada titik optimal.1
Gardner pada tahun 1983 menyebutkan terdapat tujuh kecerdasan ganda yang dikenal dengan Teori Kecerdasan Ganda (Theory of Multiple Intelligences), yang terdiri dari kecer-dasan linguistik, logika-matematika, musikal, kinestetik, visual-spasial, interpersonal, dan intrapersonal. Walaupun pada awalnya terdapat 7 jenis kecerdasan, dalam bukunya “Are There Additional Intelligences?” di tahun 1998, ia menambahkan "kecerdasan natural" sebagai jenis kecerdasan kedelapan, serta beberapa ahli juga menambahkan "kecerdasan emosional" atau "kecerdasan spiritual” sebagai jenis kecerdasan kesembilan.
Gardner menyatakan kecerdasan dalam angka positif dan negatif di mana kecerdasan yang bernilai positif artinya lebih mudah untuk dikembangkan, sedangkan yang bernilai negatif lebih sulit dipupuk.4 Mulainya dan berhentinya perkembangan kecerdasan berbeda-beda pada
setiap individu. Kecerdasan meningkat dan berkembang ketika anak tumbuh secara fisik dan meningkatnya umur; kemudian stabil antara usia 10 tahun hingga pubertas.5 Perkembangan kecerdasan berjalan secara paralel dengan perkembangan dan penurunan sistem saraf, sebab kecerdasan merupakan fungsi dari neuron dan neuralgia.5 
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perbedaan jenis  kecerdasan ganda berdasarkan jenis kelamin pada maha-siswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (FKUAJ) angkatan 2008.

B. Landasan Teori
Gardner menyatakan kecerdasan dalam angka positif dan negatif di mana kecerdasan yang bernilai positif artinya lebih mudah untuk dikembangkan, sedangkan yang bernilai negatif lebih sulit dipupuk. 4 Mulainya dan berhentinya perkembangan kecerdasan berbeda-beda pada
setiap individu.
Kecerdasan meningkat dan berkembang ketika anak tumbuh secara fisik dan meningkat-nya umur; kemudian stabil antara usia 10 tahun hingga pubertas. 5 Perkembangan kecerdasan berjalan secara paralel dengan perkembangan dan penurunan sistem saraf, sebab kecerdasan merupakan fungsi dari neuron dan neuralgia. 6.
Kecerdasan bisa juga berarti kemampuan seseorang untuk menggunakan memori, penge-tahuan, pengalaman, pemahaman, penalaran, imajinasi, dan keputusan dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan dengan situasi yang baru.
Adapun penjelasan dari masing-masing jenis kecerdasan tersebut meliputi 6 jenis.
a. Linguistik. Sensitivitas terhadap suara, ritme, dan makna dari kata-kata; kepekaan terhadap fungsi yang berbeda dari bahasa; kecerdasan yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam mengekspresikan gagasan-gagasannya.
b. Logika-Matematika. Sensitivitas terhadap atau kemampuan untuk membedakan pola logis atau numerik/angka-angka; kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
c. Musikal. Kemampuan untuk menghasilkan dan apresiasi ritme, pitch, dan timbre; apresiasi terhadap bentuk ekspresi musik.
d. Kinestetik. Kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah.
e. Visual spasial. Kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.
f. Interpersonal. Kapasitas untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain; kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain.
g. Intrapersonal. Akses pada perasaan diri sendiri dan kemampuan untuk membedakan perasaan guna menimbulkan suatu perilaku pada diri seseorang; pengetahuan mengenai kelebihan, kelemahan, keinginan, dan kecerdasan diri sendiri; kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri.
h. Naturalis. Kecerdasan yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk membedakan fitur-fitur penting dari lingkungan alam atau klasifikasi dari berbagai macam spesies flora dan fauna, termasuk bentuk batuan dan jenis gunung, serta pengetahuan tentang alam.
Gardner juga menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki semua kecerdasan tersebut dengan kadar yang berbeda-beda dan setiap orang memiliki "profil kognitif" yang unik, yaitu:
 a) semua manusia memiliki semua macam kecerdasan dengan tingkat yang berbeda-beda;
b) setiap individu memiliki komposisi kecerdasan yang berbeda-beda;
c)  kecerdasan berbeda berada di area yang berbeda pada otak dan dapat bekerja sendiri atau bersama;
d) dengan menerapkan Teori Kecerdasan Ganda, seseorang dapat mempertajam pendidikan-nya; dan
e) kecerdasan dapat menentukan jenis manusia.

C. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan desain deskriptif potong-lintang dan dilakukan di FKUAJ pada bulan April 2010 sampai dengan November 2011 Responden penelitian adalah mahasiswa FKUAJ angkatan 2008 dengan total populasi 187 mahasiswa. Namun, berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi tersebut, maka jumlah responden pada penelitian ini adalah 174 orang. Hasil penelitian pada 174 responden diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 21tahun (77%) dan berjenis kelamin perempuan (60,9%). Kecerdasan ganda yang umum dimiliki responden adalah kecerdasan musikal (35,6%). (Tabel 1)
Pada responden laki-laki, jenis kecerdasan yang paling banyak ditemukan, yaitu kecerdasan kinestetik (29,4%), kecerdasan musikal (25,0%), dan kecerdasan logika-matematika (14,7%); sedangkan pada responden perempuan diketahui jenis kecerdasan yang paling banyak ditemukan adalah kecerdasan musikal (39,6%), kecerdasan interpersonal (17,0%), dan kecerdasan logikamatematika (13,2%). (Tabel 2, Gambar 1, dan Gambar 2)
Pada tabel 2 juga terlihat bahwa responden laki-laki memiliki kecerdasan kinestetik lebih dominan dibandingkan responden perempuan (29,4% vs 3,8%); sedangkan pada responden perempuan memiliki kecerdasanan musikal lebih dominan dibandingkan responden laki-laki (39,6% vs 25,0%) (p < 0,0001)

D. Hasil Penelitian
Pada mahasiswa FKUAJ angkatan 2008 diketahui kecerdasan musikal (35,6%) paling banyak ditemukan, kemudian diikuti dengan kecerdasan interpersonal (15,5%) dan logika-matematika (13,8%). Hasil temuan kami ini cukup mengejutkan karena lebih dari 35% mahasiswa FKUAJ justru memiliki kecerdasan dominan musikal, karena diharapkan jenis kecerdasan ganda dominan pada tenaga medis (seperti dokter, perawat, terapis, dan pekerja sosial) adalah interpersonal, sehingga mereka mampu menggunakan empatinya untuk menolong orang lain serta menyelesaikan masalah.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Bahasa Asing Universitas Erciyes usia 18-22 tahun yang menemukan sebagian besar responden memiliki kecerdasan logika-matematika, spasial, dan kinestetik; sedangkan kecerdasan musikal adalah yang terendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik dominan pada responden laki-laki, sedangkan kecerdasan musikal dominan pada responden perempuan. Hasil tersebut senada dengan yang dilakukan Gogebakan pada murid tingkat 1, 3, dan 8, yang mana kecerdasan dominan pada mahasiswa laki-laki adalah logikamatematika dan kinestetik, sedangkan pada perempuan didominasi oleh jenis kecerdasan musikal.8 Namun, berbeda dengan penelitian Saricaoglu et al. yang menemukan kecerdasan intrapersonal, linguistik, logika-matematika, dan musikal lebih banyak pada responden perempuan dibandingkan laki-laki, perbedaan yang signifikan antara responden laki-laki dan perempuan hanya kecerdasan linguistik (p< 0,02).
Sebagian besar penelitian lain juga menunjukkan bahwa pada laki-laki memiliki kecerdasan dominan logika matematika, visual-spasial, dan kinestetik; sedangkan pada perempuan memiliki kecerdasan dominan inter-personal, musikal, dan linguistik.9,10 Perbedaan jenis kecerdasan dominan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini bukan secara biologis, melainkan secara sosial. Asal-usul perbedaan ini terjadi akibat peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui kemungkinan faktor lain yang dapat memengaruhi kecerdasan ganda dominan pada seseorang. Beberapa faktor sosial yang mungkin memengaruhi, yaitu peran gender, konsep diri, pengaruh luar, pendidikan, dan kepribadian.
Saricaoglu et al. juga melakukan peneli-tian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan orang tua, namun tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dan jenis kecerdasan dominan 3,10. Namun, penelitian yang dilakukan Kumojoyo menunjukkan pola asuh orang tua berhubungan signifikan terhadap kecerdasan ganda linguistik, logika matematika, intrapersonal, dan naturalis.
Adanya penelitian ini, khususnya bagi mahasiswa FKUAJ angkatan 2008, dapat menjadi masukan bagi mereka untuk mening-katkan jenis kecerdasan interpersonal mereka, sehingga ketika sudah berprofesi sebagai dokter, mereka dapat memahami kondisi pasien.

Keterbatasan penelitian adalah penelitian hanya dilakukan pada mahasiswa FKUAJ angkatan 2008, sehingga tidak dapat mewakili populasi. Pentingnya penelitian adalah menghi-langkan anggapan bahwa laki-laki lebih cerdas dibandingkan perempuan yang banyak didapat dari tes IQ; namun, dengan menggunakan tes kecerdasan ganda ini dapat diketahui perbedaan jenis kecerdasan ganda yang dimiliki pada laki-laki dan perempuan, sehingga ke depannya perempuan bisa lebih dihargai dalam hal apapun.

Anotasi Jurnal 4. Penerapan Probing-Prompting untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di SD

4.    Anotasi Jurnal

Penulis                 :  Afrilia Safitri, Solihin Ichas H, Titing Rohayati
Th. Terbit, Hal     :  Agustus 2015, 1 – 8
Nama Jurnal        :  Antologi UPI
Vol. No. Th.        :  3, 2, 2015

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Pendidikan adalah sebuah wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas manusia menjadi manusia ideal. Sejalan dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar proses  belajar dan pembelajaran dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi diri yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Penelitian dilaksanakan berdasarkan permasalahan yang dialami siswa pada proses pembelajaran IPS yaitu proses pembelajaran yang masih dilaksanakan satu arah sehingga pembelajaran menjadi tidak menantang dan membosankan bagi siswa, akibatnya siswa menjadi sukar untuk mengembangkan kemam-puan berpikir kritis yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian dengan menggunakan metode pembe-lajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta meningkatkan hasil belajar siswa.
   Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:
1)   Bagaimana aktivitas berpikir kritis dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan probing-prompting?
2)   Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan probing-prompting?

B. Landasan Teori
   Probing-prompting merupakan proses pembelajaran dengan menyajikan pertanyaan untuk menuntun dan menggali pengetahuan siswa seperti yang diungkapkan oleh Suherman (Miftahul Huda 2013, h. 281) “probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan, sementara prompting adalah mendorong atau menuntun. Pembelajaran probing prompting adalah pembe-lajaran yang berupa menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan pada siswa sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
   Menurut Sudarti (Miftahul Huda 2013, h. 282) terdapat 7 tahapan probing-prompting yaitu 1) Menghadapkan siswa pada situasi batu melalui gambar atau teks yang memiliki perma-salahan, 2) Waktu tunggu, 3) Mengajukan pertanyaan sesuai tujuan pembelajaran, 4) Waktu tunggu, 5) Konfirmasi jawaban, 6) Tanggapan jawaban, dan 7) Mengajukan pertanyaan akhir.
   Dalam penelitian ini indikator kemam-puan berpikir kritis yang dikembangkan berda-sarkan tahapan pengembangan berpikir kritis menurut Arief pada tahun 2004 yaitu a) kemampuan menganalisis dalam menguraikan konsep yang bersifat menyeluruh menjadi komponen-komponen terkecil dan lebih terperinci, b) menyintesis, menghubungkan bagian terkecil susunan baru, c) mengenal dan memecahkan masalah, d) menyimpulkan, dan e) engevaluasi atau menilai (Susanto, 2013, hlm. 129).
   Djahiri (Sapriya dkk, 2006, hlm. 7) mengemukakan “IPS merupakan ilmu pengeta-huan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktif ...”.
   Ditinjau dari tujuan pembelajaran IPS dalam KTSP tahun 2006, IPS memiliki peranan penting dalam pembentukan manusia Indonesia karena pada hakekatnya pembelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan untuk dapat mengem-bangkan berbagai pengetahuan, karakter, dan keterampilan peserta didik.
   Pujiati dan Yuliati (2008, 190) menge-mukakan “masalah sosial terjadi karena ada suatu kondisi atau keadaan yang tidak normal atau tidak semestinya terjadi di masyarakat”.
   Teori belajar yang mendukung terhadap penerapan probing-prompting untuk meningkat-kan kemampuan berpikir kritis adalah teori belajar dari John Dewey, Vygotsky dan David P. Ausubel.

C. Metode Penelitian
   Metode penelitian yang digunakan adalah PTK. Model penelitian yang digunakan adalah model John Elliott, yang terdiri dari 3 siklus yang dalam setiap siklusnya terdiri dari 3 tindakan, yaitu berupa temuan penelitian dan sebab kegagalan dari penelitian yang dilakukan per siklus setelah penelitian dilaksanakan.
   Psrtisipan dan tempat penelitian dilaku-kan di kelas IV SDN Cikancung 3 dengan juml-ah siswa 30 orang, laki-laki 12 orang dan perempuan 18 orang. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah pembelajaran Ips, kemam-puan berpikir kritis dan probing-prompting.
Instrumen penelitian berupa lembar observasi, catatan lapangan, wawancara, tes kemampuan berpikir kritis, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data didapatkan berda-sarkan hasil instrumen penelitian yang diperoleh pada saat penelitian dilaksanakan.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisisi data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan yang kemudian dianalisis dan disajikan secara deskripsi yang berupa uraian. Analisis data kuantitatif diperoleh dari hasil LKS dan tes evaluasi.

D. Hasil Penelitian
   Pada siklus I tindakan 1 siswa mempela-jari masalah kemiskinan, pada siklus I tindakan 2 materi ajar yang dipelajari siswa adalah mengenai masalah kependudukan dan pada tindakan 3 membahas mengenai masalah peni-ngkatan tindak kejahatan. Pada tahap pertama probing-prompting guru menyajikan gambar serta teks bacaan yang mengandung permasa-lahan untuk dianalisis, kemudian guru mem-berikan pertanyaan berdasarkan hasil analisis, dan guru mengajukan pertanyaan yang ketig yaitu kesimpulan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari hasil analisis dan pemecahan masalah. Adapun temuan esensial pada siklus I yaitu siswa kesulitan membedakan penyebab akibat masalah dan menentukan jawaban saat berdiskusi serta membuat kesimpulan. Rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I yaitu 52,22 yang termasuk kedalam kategori rendah.
   Proses pembelajaran pada siklus II tindakan 1 membahas mengenai masalah rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, kemu-dian pada tindakan 2 membahas mengenai masalah tingkat pengangguran yang tinggi serta pada tindakan 3 membahas mengenai masalah tingginya buta huruf di Indonesia. Pada proses pembelajaran siklus II siswa dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang disajikan agar dapat menganalisis masalah sosial yang dipelajari, sehingga dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga siswa dapat membangun pemahamannya sendiri.
Temuan esensial pada siklus II yaitu siswa kesulitan untuk menghubungkan hasil analisis dan pemecahan masalah menjadi kesimpulan. Rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis siklus II yaitu 77,55 dengan kategori sedang. Pada siklus II terjadi peningkatan dari siklus I yang memperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 52, 22.
   Pada siklus III pembelajaran dilaksana-kan dengan mempelajari masalah sosial yang berupa masalah kenakalan remaja, sampah dan pencemaran lingkungan, materi ajar yang dipelajari siswa dikaitkan dengan pengalaman siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan pengalaman yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari.

Temuan esensial pada penelitian ini yaitu siswa mampu menganalisis, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan dengan rata-rata perolehan nilai kemampuan berpikir kritis pada siklus III adalah 86,67 yang berarti mengalami peningkatan dari siklus II yang memperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 77,55 sedangkan pada siklus I memperoleh rata-rata nilai 52,22.

Anotasi Jurnal 3. Penerapan Kecerdasan Majemuk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik di SMAN 2 Magelang, Jawa Tengah

3.    Anotasi Jurnal
Penulis            :  Setyowati, Meinani Dwi; Achmad A. Hinduan
Th. Terbit, hal : Januari 2009 ,27-31
Nama jurnal    : Berkala Fisika Indonesia
Vol. No. Th.    : 1, 2; 2009

A.  Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Campbell (1990) dalam penelitian tindakan kelas yang berdasarkan kecerdasan ganda, dan dilaksanakan selama tahun ajaran 1989/1990 pada tiga kelas siswa tingkat dasar dengan tujuh pusat belajar di Marysville, Amerika Serikat, menunjukkan adanya peningkatan keterampilan, sikap dan perilaku belajar siswa. Siswa belajar dengan membaca, menulis, komputer, memecahkan masalah, bergerak ,bernyanyi dan bermusik, serta melalui beragam bentuk seni. Dalam studi kasus yang dilaksanakan oleh Ali (1998:1-3) dijelaskan adanya hubungan antara gaya penulisan dengan teori kecerdasan ganda, sehingga didapat strategi yang tepat dalam proses penulisan untuk siswa dari berbagai macam latar belakang dan dari berbagai macam kemampuan.
Chan (2000) dalam penelitian tentang belajar dan mengajar dalam pandangan teori kecerdasan ganda: implikasi dari reformasi kurikulum di Honghong menyatakan bahwa penerapan teori kecerdasan ganda dalam proses pembelajaran, kurikulum Hongkong dan penilaian dapat meningkatkan pemahaman, kinerja dan prestasi belajar peserta didik.
Penerapan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik di Sekolah Menengah Atas didasarkan pada pemikiran untuk memenuhi tiga visi yaitu: (1) mencocokkan pembelajaran dengan cara belajar peserta didik, (2) mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan membangun seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki semaksimal mungkin, dan (3) menghargai keragaman.
rumusan masalah sebagai berikut : (1) apakah dengan metode explicit instruction atau EI, peserta didik matematis-logis dapat memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan peserta didik verbal-linguistik dan kinestetik- badani (2) apakah dengan metode cooperative integrated reading and composition atau CIRC peserta didik verbal-linguistik dapat memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi, dibandingkan dengan peserta didik matematis-logis dan kinestetik- badani, dan (3) apakah dengan metode student facilitator and explaining atau SFE peserta didik kinestetik- badani dapat memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik matematis-logis dan verbal-linguistik.

B. Landasan Teori
Menurut Gardner (2003:23-25) kecerdasan seseorang mempunyai sembilan aspek yang disebut dengan istilah kecerdasan majemuk. Kesembilan aspek itu adalah kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan kinestetik badani, kecerdasan spasial (ruang-tempat), kecer-dasan bermusik, kecerdasan interpersonal, kecer-dasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.
Explicit Instruction (EI) atau pembelajaran langsung yaitu pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan tentang pengetahuan prosedural dan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah, yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, (2) mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan, (3) membimbing pelatihan, (4) mengecek pemaha-man dan memberikan umpan balik, (5) memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan (Depdiknas, 2007:215).
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah sebuah metode yang memadukan antara keterampilan terpadu membaca dan menulis untuk memahami materi. Pada metode ini pendidik melakukan rangkaian tahapan sebagai berikut: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang, (2) memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran, (3) peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana, (4) mempresentasikan dan membacakan hasil kelompok, dan (5) membuat kesimpulan bersama.Peserta didik bekerja dalam tim untuk menyelidiki bahan, mene-mukan informasi, memecahkan masalah, mendis-kusikan buku, menulis cerita, menyelesaikan proyek-proyek dan mengajar satu sama lain. Metode ini dimungkinkan dapat efektif dan efisien dalam meningkatkan hasil belajar pada peserta didik verbal-linguistik yang memiliki kelebihan kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis (Depdiknas,2007: 216).
Student Facilitator and Explaining (SFE) adalah metode yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk mempresentasikan ide atau gagasan dan pendapat pada peserta didik lainnya. Pada metode ini pendidik melakukan rangkaian tahapan sebagai berikut: (1) pendidik menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (2) pendidik mendemonstrasikan dan menyajikan materi, (3) memberikan kesempatan peserta didik untuk menjelaskan kepada peserta didik lainnya, misalnya melalui bagan atau peta konsep, (4) pendidik menyimpulkan ide atau pendapat dari peserta didik, dan (5) pendidik menerangkan semua materi yang disajikan saat itu (Depdiknas, 2007:214).

C. Metode Penelitian
Metode pembelajaran dalam penelitian ini disampaikan dalam tiga bentuk yaitu model explicit instruction (EI), cooperative integrated reading and composition (CIRC) dan student facilitator and explaining (SFE).Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen yaitu penelitian yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Wiriaatmadja, 2008:194).
Intrumen penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : (1) menyusun kisi-kisi, (2) analisis butir soal dengan menguji validitas dan reliabilitas.Materi yang diberikan meliputi suhu, kalor, optik dan listrik dinamis yang merupakan materi fisika semester genap untuk kelas X Sekolah Menengah Atas. Teknik analisis data terbagi menjadi dua yaitu uji peryaratan analisis yang meliputi uji linearitas,uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas (Sudarmanto, 2005:124), serta selanjutnya pengujian hipotesis.
Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, berikut uji F untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap hasil belajar fisika, dilanjutkan dengan uji beda rata-rata untuk mengetahui hasil belajar fisika mana yang lebih tinggi. Semua pengujian dalam penelitian ini dilakukan pada taraf signifikansi (α) = 5 %. Perhitungan dalam analisis diatas menggunakan SPSS versi 15.0 dan MS Excel 2003.

D. Hasil Penelitian
Pada pengujian persyaratan analisis, hasil perhitungan normalitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, karena nilai asymp. Sign-nya lebih besar daripada 0,05, tidak menunjukkan adanya multikolinearitas, tidak terdapat adanya gejala heteroskedastisitas dan tidak terjadi autokorelasi.
Hipotesis dalam penelitian ini dibuktikan dengan menggunakan uji beda rata-rata dan hasil pengujian menunjukkan bahwa: (1) peserta didik matematis-logis bila diajar dengan metode EI memperoleh hasil yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan verbal-linguistik, namun tidak signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil peserta didik kinestetik-badani, (2) peserta didik verbal-linguistik bila diajar dengan metode CIRC memperoleh hasil yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil peserta didik matematis-logis dan kinestetik-badani, (3) peserta didik kinestetik-badani dengan metode SFE memperoleh hasil tidak signifikan lebih tinggi dibanding dengan hasil peserta didik matematis-logis dan verbal-linguistik.
Pada hasil regresi linear berganda, diketa-hui bahwa ketiga metode tersebut secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar berdasarkan nilai uji F sebesar 25,832 dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 pada peserta didik matematis-logis, nilai uji F sebesar 4,566 dengan nilai signifikansi sebesar 0,10 pada peserta didik verbal-linguistik dan nilai uji F sebesar 7,338 dengan nilai signifi-kansi sebesar 0,009 pada peserta d Pada deskripsi data telah diungkapkan bahwa rata-rata nilai untuk metode EI pada peserta didik matematis-logis lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik verbal-linguistik , dan pada uji beda rata-rata diperoleh hasil yang signifikan.
Sedangkan pada peserta didik matematis-logis dan peserta didik kinestetik-badani tidak ada perbedaan secara signifikan walaupun rerata untuk peserta didik matematis-logis sedikit lebih besar dari pada peserta didik kinestetik-badani. Artinya secara umum metode EI tidak signifikan berbeda untuk ketiga kelompok kecerdasan. Perbedaan ini ada kemungkinan disebabkan oleh kesalahan klasifikasi kecerdasan yang digunakan dimung-kinkan belum sepenuhnya mengukur secara tepat pada masing-masing kelompok dan pada alat uji kompetensi yang dimungkinkan masih ada kesalahan.
Diduga pula metode pembe-lajaran yang digunakan untuk masing-masing kelompok dapat digunakan secara bersama-sama dengan kelompok kecerdasan yang lain. Dimungkinkan kecerdasan intrapersonal dipe-ngaruhi oleh kecerdasan lain, seperti verbal linguistik dan matematis logis (Gardner, 2003:72).

Pada metode CIRC hasil belajar peserta didik verbal- linguistik lebih tinggi daripada peserta didik matematis – logis dan kinestetik-badani. Baik pada perhitungan nilai rata-rata maupun pada uji beda rata-rata, sehingga dapat diartikan bahwa metode CIRC lebih sesuai untuk peserta didik dengan kecerdasan verbal-linguistik. Pada metode SFE, hasil belajar peserta didik kinestetik-badani tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan hasil peserta didik verbal-linguistik dan matematis-logis. Demikian juga hasil belajar peserta didik verbal-linguistik tidak berbeda secara signifikan dibandingkan hasil belajar peserta didik matematis-logis. Hal ini dapat diartikan bahwa metode SFE tidak menunjukkan perbedaan apabila diterapkan pada ketiga peserta didik tersebut.

Anotasi Jurnal 2. Peningkatan Keterampilan Ber-pikir Kritis dan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas IV SD Negeri 106816 Marindal II Kecamatan Patumbak

2.    Anotasi Jurnal
Penulis            :  Syahril Sitorus
Th.Terbit, hal :  Desember 2013, 1 – 15
Nama Jurnal    :  Jurnal Tematik, Diksas
Vol. No. Th.    :  003, 12, 2013

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Dalam dunia pendidikan proses pembe-lajaran siswa kurang di dorong untuk mengem-bangkan keterampilan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami indormasi yang diingat itu dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya siswa hanya pintar secara teoritis tetapi miskin aplikasi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembela-jaran di Sekolah Dasar terutama sekali dalam mata pelajaran IPS.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1)    Apakah penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 106816 Marindal II Kecamatan Patumbak pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial?
2)    Apakah penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 106816 Marindal Kecamatan Patumbak pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial?
B. Landasan Teori
Menurut Wilson (Trowbridge, 1990) model inkuiri adalah sebuah proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan tingkah laku. Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce dan Bruce, 1992). Senada dengan hal tersebut Cleaf (1991) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses.        
Karakteristik keberhasilan penggunaan model inkuiri, yaitu meningkatkan skor tes akademik, meningkatkan kontak psico-akademis pembelajaran, memperkuat keyakinan diri, meningkatkan sikap positif dalam belajar, mengkodisikan siswa menjadi discover dan adventure pengetahuan, meningkatkan self-consept dan self-esteem, meningkatkan kemampuan dan strategi bernalar kritis, serta meningkatkan sikap dan perilaku positif terhadap mata pelajaran selama berlangsungnya pembelajaran.

C. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 106816 Marindal IinKecamatan Patumbak, Medan. Tahapan dalam penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu persiapan, penjajakan di lapangan, penerapan model pembelajaran melalui inkuiri dengan Penelitian Tindakan Kelas, analisis data penelitian dan laporan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data antara lain: (1) Tes, (2) Obervasi, (3) Wawancara, dan (4) Angket respon siswa
Teknik penelitian ini menggunakan teknik kualitatif yang digunakan untuk menganalisis data-data non tes, yaitu data observasi, data angket dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa skor-skor yang diperoleh siswa pada pretes dan postes. Untuk menganalisis data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) menentukan skor rata-rata dan standar deviasi pada tes awal dan tes akhir, untuk data berpikir kritis dan hasil belajar pada kelompok kelas eksperimen maupun kelompok kelas kontrol, 2) uji normalitas, 3) uji homogenitas, 4) uji perbe-daan dua rata-rata, dan 5) menghitung persen-tase hasil angket respon siswa.
Untuk membuktikan tingkat validitas dan reliabilitas baik itu pengolahan, pengujian instrumen, maupun analisis data menggunakan alat ukur bantu yaitu program SPSS.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Efektivitas Penerapan Pendekatan Inkuiri dalam Peningkatan Kemampuan Kete-rampilan Berpikir Kritis Siswa
Berdasarkan hasil hasil analisis secara keseluruhan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa dalam berpikir kritis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dengan siswa yang mempe-roleh pembelajaran secara konvensional, diperoleh hasil bahwa pada siklus 2 lebih baik daripada siklus 1 atau pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terjadi peningkatan yang lebih baik pada kemampuan berpikir kritis daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Adapu besarnya skor pada siklus 2 secara rerata 0,36 (36%) da hasil peningkatan ini tergolong sedang, dan skor pada siklus 1 sebesar 0,195 (19,5%) dan hasil peningkatan ini tergolong baik.

4.2. Efektivitas Penerapan Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis terhadap gain (gain ternomalisasi secara keseluruhan, untuk melihat hasil belajar antara siswa yang mempe-roleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional, diperoleh  hasil bahwa gain siklus 1 lebih baik daripada siklus 2 atau pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terjadi peningkatan hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Adapun besarnya gain pada siklus 1 secara rerata 0,38 (38%), yang berarti hasil ini tergolong sedang. Sedangkan gain pada siklus 2 sebesar 0,18 (18%), yang berarti hasil ini tergolong rendah.

4.3. Observasi terhadap Penerapan Pembela-jaran dengan Pendekatan Inkuiri
Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penerapan pembe-lajaran dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan mampu mengembangkan beberapa aspek kemampuan seperti kemampuan menge-lola pembelajaran yang dilakukan guru maupun menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran.
   Siswa yang melakukan kerja kelompok dan memecahkan masalah secara mandiri dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran dapat mendorong berkembangnya keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar. Penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri juga sangat berperan dalam menumbuhkan suasana belajar yang interaktif dan komunikatif antara sesama siswa. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dimana siswa sangat antusias dan memiliki semangat tinggi dalam memecahkan masalah yang diberikan.

4.4. Tanggapan Gru dan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
a. Tanggapan Guru
Respon guru yang diungkapkan melalui observasi di lapangan, diperoleh temuan pembe-lajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri lebih efektif dalam mencapai tujuan pembe-lajaran yang optimal. Guru berpendapat dengan pembelajaran dengan pendekatan imkuiri siswa lebih aktif dalam mencari sumber informasi mengenai materi yang dipelajari, guru hanyalah sebagai fasilitator semata.

b. Tanggapan Siswa

Tanggapan atau respon dari para siswa secara spontan terhadap pembelajaran IPS memiliki sikap yang positif. Hal ini tidak menggambarkan bahwa pembelajaran Ips tidak menarik bagi siswa. Demikian juga sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa memberikan respon yang positif. Hal ini karena siswa memandang, bahwa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri sangat bermanfaat bagi mereka untuk meningkatkan prestasi belajarnya, banyak faktor yang menyebabkan siswa memberi respon positif terhadap diberikannya perlakuan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, seperti terlihat pada hasil angket skala sikap yang peneliti berikan pada siswa kelas eksperimen.