Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

16 Juni 2016

Anotasi Jurnal ke 32 International Journal Of Scholarly Academic Intellectual DiversityApplying Multiple Intelligences in the Classroom: A Fresh Look at Teaching Writing

32.    Anotasi Jurnal

Judul        : Applying Multiple Intelligences in the Classroom: A Fresh Look at Teaching Writing
Penulis     :  Fred C. Lunenburg and Melody R. Lunenburg
Th. Terbit, hal      :  2014: hlm. 19
Nama Jurnal        : International Journal Of Scholarly Academic Intellectual Diversity
Vol. No. Th.        :  16, 1, 2014

A.      Latar Belakang Masalah
Bidang penelitian otak telah menghasilkan sejumlah besar informasi baru yang memiliki implikasi untuk bagaimana anak-anak belajar dan bagaimana guru mengajar. Karya peneliti (Caine & Caine, 2001; Diamond & Hopson, 1999; Jensen, 2005; Sylwester, 2004; Zadina 2014) menawarkan pengetahuan untuk aplikasi di dalam kelas. Howard Gardner (1983, 1993, 1999a, 1999b, 1999c, 2004, 2008, 2011) bekerja dengan kecerdasan ganda bertepatan dengan penelitian otak terbaru dan menawarkan wawasan untuk menulis guru. Saat menulis guru menggunakan siswa kecerdasan ganda, siswa menulis memiliki potensi untuk meningkatkan seperti halnya antusiasme mereka untuk menulis.
Apa yang kita maksud dengan intelijen? Ketika kebanyakan orang berbicara tentang intelijen, mereka umumnya mengacu pada kemampuan kognitif, "intelligence quotient", atau IQ. Lebih dari satu abad yang lalu, Alfred Binet mengembangkan sebuah tes tertulis untuk mengukur IQ anak SD di Perancis.
Kemudian Angkatan Bersenjata Amerika Serikat mulai menggunakan tes dengan rekrutan dalam Perang Dunia I. Selanjutnya, itu digunakan secara luas di sekolah-sekolah dan bisnis untuk mengklasifi-kasikan siswa dan pilih karyawan, masing-masing. Binet IQ Test (Stanford-Binet IQ Test) pada dasarnya diukur dua tradisional kemampuan kognitif dimensi: lisan/linguistik dan matematika / logika, yang berpikir untuk menentukan kecerdasan.
Tradisional kecerdasan linguistik dan kecerdasan logis-matematis telah diidentifikasi dan sangat dihargai dalam pendidikan dan pembelajaran lingkungan. Kedua kecerdasan mendorong pengujian akademik dan pengukuran IQ. Mereka adalah dasar dari banyak tes akademik standar seperti National Assessment of Educational Progress (NAEP), Iowa Uji Keterampilan Dasar (ITBS), dan tes penguasaan negara mengacu-norma.
Tes masuk perguruan tinggi populer, seperti SAT dan ACT dan lulus masuk tes dalam kedokteran MCAT, LSAT hukum, GMAT bisnis, dan pendidikan (GRE) ukuran kemampuan intelektual seperti umumnya. Sementara dua kecerdasan ini penting bagi kemampuan kita untuk belajar, mereka tidak termasuk semua (Bartholomew, 2004).
Di satu sisi, beberapa ilmuwan dan pendidik percaya bahwa orang memiliki kecerdasan tunggal (sering disebut "g faktor") atau bahwa semua pengetahuan dapat ditulis dalam bahasa proposisional dan diukur dengan pertanyaan tes jawaban singkat. Di sisi lain, pluralis kognitif memperluas pengertian tradisional kita pengetahuan dan kecerdasan. Mereka percaya bahwa orang memiliki banyak kecerdasan dan pengetahuan yang ada dalam berbagai bentuk representasi (Eisner, 1992).
pluralis kognitif menyarankan bahwa siswa harus dapat belajar melalui berbagai bentuk representasi (misalnya narasi, puisi, Film, gambar) dan mampu mengekspresikan diri melalui berbagai bentuk juga. Ini berarti bahwa sebagian tes, reflektif praktek pendidikan tradisional dalam bentuk pertanyaan jawaban singkat, terlalu membatasi. Beberapa siswa dapat lebih mengekspresikan diri mereka melalui lukisan, musik, atau puisi.
Satu mungkin berpikir pluralisme kognitif maka dari perspektif intelijen. Beberapa sarjana mungkin berpikir kecerdasan sebagai beragam daripada tunggal. Howard Gardner, seorang advokat terkemuka sudut pandang ini (1983), berpendapat bahwa, menurut penelitian dan ulasan tentang berbagai studi sendiri, teori kecerdasan ganda lebih layak daripada teori tentang "faktor g".

B.       Landasan Teori
Berdasarkan studi dari banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat dalam keadaan sehari-hari dan profesi, Howard Gardner (1983, 1993, 1999) mengembangkan teori kecerdasan ganda. Dia melakukan wawancara dan penelitian otak pada ratusan orang, termasuk korban stroke, keajaiban individu autis, dan apa yang disebut "sarjana idiot." Gardner mengklaim bahwa semua manusia memiliki kecerdasan ganda dalam jumlah yang bervariasi.
Setiap orang memiliki profil intelektual yang berbeda. kecerdasan ini terletak di bagian yang berbeda dari otak dan dapat baik bekerja secara mandiri atau bersama-sama. kecerdasan ini dapat dipelihara dan diperkuat, atau diabaikan dan melemah. Menurut Gardner, kita dapat meningkatkan pendidikan dengan mengatasi multiple intelligences siswa kami.
Gardner (1999a) mengidentifikasi bukan dua, tapi sembilan kecerdasan yang berbeda: linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan eksistensial. Gardner mendefinisikan tujuh kecerdasan pertama di Frames of Mind (1983). Dia menambahkan dua terakhir di Intelligence dibingkai kembali (1999).
Menurut Gardner (1999a), kecerdasan adalah (a) kemampuan untuk membuat produk yang efektif atau menawarkan layanan yang dihargai dalam suatu budaya, (b) satu set keterampilan yang memungkinkan bagi seseorang untuk memecahkan masalah dalam kehidupan, dan (c) potensi untuk menemukan atau menciptakan solusi untuk masalah yang melibatkan mengumpulkan pengetahuan baru.

  1. Strategi untuk Menerapkan Multiple Intelligences di Kelas yang
Menulis adalah ekspresi kreatif dari pengalaman sensorik yang nyata atau dibayangkan. Sebuah sensorimotor dan proses kognitif, penulisan melayani semua kecerdasan ganda Howard Gardner, bukan hanya linguistik kecerdasan (Hanson, 2009).
Misalnya, menulis mengaktifkan kecer-dasan logis-matematis ketika para ilmuwan menulis bukti-bukti untuk teori; kecerdasan spasial ketika arsitek menulis cetak biru dari struktur mereka; kinestetik-jasmani intelijen ketika pelatih menulis drama strategis atlet mereka mengeksekusi; kecerdasan musikal ketika maestro berbagi kejeniusan mereka melalui komposisi tertulis; kecerdasan interpersonal ketika kelompok mahasiswa membantu untuk mengedit esai siswa lain; kecerdasan intrapersonal ketika siswa merenungkan sepotong tertulis; kecerdasan naturalis ketika manusia menunjukkan kepekaan terhadap alam (tanaman, hewan, awan, konfigurasi rock) kecerdasan eksistensial ketika para pemimpin dan filsuf agama mempelajari makna kehidupan.
Empat strategi untuk menerapkan multiple intelligences di dalam kelas meliputi: "(a) berkolaborasi dengan guru lain, (b) memberikan siswa dengan pilihan berbagai presentasi, (c) menggabungkan kecerdasan ganda dalam kelompok pembelajaran kooperatif, dan (d) melibatkan pemangku kepentingan pendidikan dan tamu speaker "(Educational Broadcasting Corporation, 2004a, hlm. 4-5).

  1. Berkolaborasi dengan Guru Lain
Sebagai seorang guru menulis, Anda mungkin berkolaborasi dengan rekan yang juga tertarik pada kecerdasan ganda. Bersama-sama Anda dapat bertukar pikiran cara yang mungkin untuk mengajar materi pelajaran yang sama atau saling melengkapi. Misalnya, alih-alih mengajar kepada siswa tentang aturan tata bahasa, Anda dapat berkolaborasi dengan guru pendidikan jasmani dan menciptakan sebuah permainan di mana siswa verba, kata benda, kata sifat, dll, dan tim hanya dapat merupakan kalimat lengkap. Anda dapat melakukan hal yang sama dengan paragraf dan kalimat topik (dengan kalimat topik yang ditunjuk kapten tim).

  1. Menyediakan Siswa dengan Berbagai Presentation Options
Selain menulis esai, Anda dapat mendo-rong siswa untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui dengan memberikan presentasi lisan disertai dengan alat bantu visual yang mereka buat untuk mengorganisir informasi. Pilihan presentasi lainnya termasuk peran bermain latihan, memainkan, perdebatan, mural, penerbitan web, dan presentasi multimedia komputer.


  1. Menggabungkan Multiple Intelligen-ces di Pembelajaran Kooperatif Grup
Untuk membantu siswa mengembangkan "kecerdasan interpersonal," Anda dapat menggunakan kelompok belajar kooperatif. Setelah menentukan beberapa kecerdasan majemuk siswa Anda', mengatur kelompok pembelajaran kooperatif sehingga ada distribusi yang menarik di masing-masing kelompok.
Siswa dengan keterampilan interpersonal yang kuat sering membuat direksi teater yang sangat baik, sementara mereka yang memiliki kecerdasan visual yang kuat menikmati lukisan set hidup. Memiliki naturalis dan interpersonal spesialis dalam kelompok berkolaborasi untuk merencanakan sifat berjalan.



  1. Melibatkan Stakeholder Pendidikan dan Pembicara Tamu
Anda dapat mengembangkan panel dari pemangku kepentingan pendidikan untuk meninjau siswa Anda 'multiple intelligences demonstrasi pemahaman. Mengundang ahli ke dalam kelas untuk memperindah pelajaran menulis. Misalnya, ketika mengajar konsep menulis, mengundang seorang penulis yang menulis/telah menulis sebuah buku untuk membahas bagaimana dia/dia menggunakan konsep menulis ditulisannya.
Memotivasi siswa dengan mengambil mereka pada kunjungan lapangan ke bisnis lokal (misalnya, kantor surat kabar, restoran, perusahaan teater, museum, stasiun radio dan TV, studio musik, toko buku dengan fokus pada bahan tertulis untuk melihat bagaimana materi pelajaran belajar di kelas dapat mengajukan permohonan untuk dunia nyata.
  1. Metode Penelitian
Siswa harus memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana pekerjaan mereka akan dievaluasi. Memberikan tujuan dan harapan dari pelajaran Anda sebelum mulai mengajar. Ada banyak cara untuk menilai siswa pemahaman. Mulailah dengan mengembangkan rubrik (Hampton, Murphy, & Lowry, 2009). siswa harus tahu pada awal pelajaran bagaimana demonstrasi nya pemahaman akan dinilai.
Penilaian menjadi lebih rumit ketika menerapkan multiple intelligences teori (Educational Broadcasting Corporation, 2004a). Misalnya, jika tugas menulis membutuhkan sebuah ilustrasi, maka evaluasi akan kemungkinan mencakup penilaian tidak hanya menulis tapi juga ilustrasi. Satu siswa dapat menghasilkan tulisan yang brilian dan ilustrasi yang tidak memadai, sementara siswa lain mungkin menggambarkan dengan baik dan menulis buruk. Juga, jika kriteria yang ditetapkan untuk mengevaluasi tulisan tidak mengandung standar untuk menilai mekanik (misalnya ejaan, tanda baca, kapitalisasi, dll) dari mekanik miskin seharusnya tidak berdampak pada penilaian.
Ada beberapa cara untuk mengatasi dilema semacam ini menurut Pendidikan Broadcasting Corporation, (a) mengembangkan metode penilaian yang tidak menunjukkan salah satu kecerdasan sebagai lebih berharga dari yang lain. Ini mungkin termasuk rubrik menginfor-masikan siswa di awal kriteria bobot bagian yang berbeda dari tugas; (B) memberikan para siswa dengan contoh-contoh konkret dari proyek yang diselesaikan sebelum mereka mulai tugas mereka. Menunjukkan sebuah contoh minimum yang diharapkan dan contoh proyek teladan, terhadap yang siswa dapat mengukur prestasi mereka sendiri, (c) fleksibilitas izin dan umpan balik selama proses tersebut. Memberikan waktu tambahan, baik selama waktu kelas atau setelah sekolah bagi siswa untuk bekerja pada proyek-proyek mereka, dan (d) melibatkan siswa dalam proses. (2004a, hlm. 8-9)
Beberapa rubrik mungkin termasuk evaluasi rekan. Beberapa kelas di kelas-kelas atas mungkin berisi panel siswa untuk meninjau demonstrasi pemahaman siswa dari konten materi pelajaran. Penilaian proyek siswa dapat disederhanakan dengan menyediakan siswa dengan daftar informasi bahwa tugas harus alamat. Misalnya, kertas editing dapat disederhanakan dengan menyediakan siswa dengan daftar periksa proofreading pribadi untuk membantu mereka mengambil alih editing mandiri mereka sendiri.
Guru dapat mengembangkan daftar periksa ini dengan dua sampai 10 item tergantung pada tingkat kelas anak-anak. Sebagai contoh, sebuah checklist kelas pertama mungkin hanya berisi dua item, satu tentang menggunakan huruf kapital di awal kalimat dan item kedua tentang menggunakan periode di akhir kalimat. Menurut Tompkins (2010), sebuah checklist kelas menengah mungkin memiliki item pada kapitalisasi, tanda baca, indentasi paragraf, menggunakan koma dalam seri, apostrof, penggunaan yang benar dari kata ganti, tanda kutip, huruf miring, penggunaan kata yang benar (terutama homofon seperti ada dan mereka, dan untuk, juga, dan dua).
Sampel kelas menengah proofreading checklist disajikan pada Gambar 1 (Muschla, 2011; Richards & Lassonde, 2011; Tompkins, 2010). The, proses editing tunggal fokus mandiri dianjurkan, karena tidak mungkin bagi para penulis muda dan bahkan untuk penulis berpengalaman untuk melihat dan memperbaiki semua jenis kesalahan penulisan secara bersamaan (Crimi & Tompkins, 2005; Cunningham & Cunningham, 2010; Davis & Hill, 2003: Richards & Lassonde, 2011).

D.      Hasil Penelitian
Ketika mengajar menulis menggunakan proses penulisan lima tahap (prapenulisan, penyusunan, merevisi, mengedit, dan penerbitan), presentasi biasanya terjadi selama tahap akhir dari proses penulisan, disebut penerbitan. menulis Publishing anak-anak memiliki beberapa arti. Secara umum, penerbitan mengacu berbagi tulisan siswa dengan audiens yang lebih besar.
Format dapat berkisar dari cerita rapi tulisan tangan yang dibacakan teman sekelas untuk naskah yang dihasilkan komputer yang dikirim ke buku perusahaan untuk publikasi. Antara kedua ujung kontinum, guru dapat menemukan banyak cara untuk merayakan menulis dengan membantu siswa mempu-blikasikan karya mereka (Hughey & Slack, 2001; Lunenburg & Lunenburg 2014).
Salah satu cara untuk berbagi siswa menulis dengan penonton adalah melalui presentasi. Untuk memberikan presentasi yang efektif, mahasiswa harus memahami materi pelajaran, penonton, strategi presentasi yang berbeda, dan bagaimana mengatur informasi (Bratcher, 2012). Sebagai seorang guru menulis, Anda harus mempertimbangkan apa tingkat menulis adalah sesuai dengan tahapan perkem-bangan bagi siswa Anda. Sebuah laporan mungkin cara yang baik untuk menyajikan informasi; Namun, penulisan laporan biasanya menguasai di sekolah menengah.
Untuk siswa SMA, singkat hukum atau pelaporan jurnalistik mungkin lebih tepat. Untuk presentasi berikut unit menulis, siswa dapat menulis: jurnal, buku harian, puisi, esai, surat atau email, iklan, ujung baru untuk cerita, wawancara, lirik lagu, kartu ucapan, komik, arah atau petunjuk untuk prompt, catatan perjalanan , buku mini buku terikat, drama singkat, koran atau newsletter, memoar, celana hukum, dan skenario.

  1. Simulasi
Kegiatan simulasi mengembangkan kecerdasan ganda siswa dengan memberikan mereka kesempatan untuk bereksperimen dengan kegiatan dunia nyata. kegiatan simulasi tersebut memiliki nilai praktis. Misalnya, sebelum naik pesawat terbang, kebanyakan orang akan ingin percontohan untuk memiliki banyak kegiatan simulasi berhasil diselesaikan pada tanah, serta praktek di udara. pilot NASA terlibat dalam berbagai latihan simulasi sebelum pergi ke ruang angkasa. Atlet di semua olahraga berlatih berjam-jam (simulasi) sebelum berpartisipasi dalam acara olahraga yang sebenarnya.
Pada kelas awal, garis antara bermain dan bekerja sering kabur. Salah satu cara bagi seorang anak untuk menguasai konsep atau perilaku baru adalah untuk bermain dengan itu. Dalam nilai yang lebih tua, guru sering lupa seberapa efektif bermain dapat sebagai alat instruksional. Alih-alih diberitahu bagaimana melakukan sesuatu yang baru, siswa akan memahami pembelajaran baru dengan pemahaman yang lebih besar jika perilaku yang dipelajari melalui pengalaman.
Kegiatan simulasi memberikan siswa dengan jaring pengaman, seperti melatih roda pada sepeda, seperti cetak biru sebelum membangun struktur, atau seperti menggunakan proses penulisan lima tahap ketika mengajar menulis untuk siswa di semua tingkatan kelas.
Untuk melengkapi pekerjaan kelas, pertimbangkan untuk menggunakan beberapa kegiatan simulasi berikut: "bermain peran, berdebat, dan perangkat lunak simulasi" (Educational Broadcasting Corporation, 2004b, pp 4-5.). Semua memiliki potensi untuk mengintegrasikan multiple intelligences di dalam kelas.

  1. Bermain peran.
Dalam kelas menulis, memberikan siswa kesempatan untuk penelitian kehidupan dan karya penulis profesional, seperti Ernest Hemingway, F. Scott Fitzgerald, dll Kemudian siswa menjadi orang itu dan memberikan kuliah singkat kepada siswa lain di kelas. kuliah dapat diikuti dengan sesi tanya jawab.



  1. Berdebat.
Dalam kelas menulis, debat dan diskusi panel mendorong siswa untuk memikirkan topik yang lebih komprehensif. alat bantu visual (gambar, tabel, grafik, dll) dapat mendukung argumen siswa. Teknik ini adalah salah satu cara untuk memulai dan mengembangkan topik untuk menulis.

  1. Perangkat lunak simulasi.
Siswa kecerdasan ganda dapat diaktifkan melalui program CD-ROM populer seperti InsightMaker, yang memungkinkan pengguna mengungkapkan nya pengalaman menggunakan gambar yang kaya dan diagram lingkaran sebab akibat. Ini memungkinkan pengguna mengubah diagram ini menjadi model simulasi yang kuat: Sistem Dynamics dan Agen Model Berdasarkan. SimCity, program perangkat lunak simulasi lain, memberikan kompleks, terbuka masalah-memecahkan situasi.
Program GenScope software simulasi menyediakan lingkungan interaktif di mana kromosom, gen, dan sifat-sifat yang dapat diamati dapat dimanipulasi dan dilihat dalam berbagai cara. Virtus walkthrough dan program-program serupa lingkungan lainnya hadir untuk orang-orang untuk mengalami.

  1. Pusat pembelajaran
pusat belajar adalah daerah di kelas yang guru menetapkan bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok atau secara individu. Masing-masing pusat belajar, atau "stasiun belajar" dilengkapi dengan perlengkapan dan bahan-bahan yang memberikan para siswa dengan alat yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan berbagai kegiatan dan mini-proyek. pusat belajar membantu siswa memahami materi pelajaran dan membina kecerdasan ganda.
Jenis-jenis pusat pembelajaran yang sesuai akan ditentukan oleh ukuran kelas, minat, dan tingkat kelas. pusat pembelajaran umumnya ditemukan lebih sering di sekolah dasar dan menengah. Namun demikian, teknik ini telah ditemukan efektif di sekolah-sekolah tinggi juga (Springer, 2010).
Menulis guru mungkin ingin mempertim-bangkan membangun Membaca/Menulis Pusat untuk mengaktifkan siswa linguistik, spasial, interpersonal, dan intrapersonal kecerdasan. A Membaca / Menulis Learning Center umumnya dilengkapi dengan bahan-bahan berikut:
  1. Bantal untuk tenang membaca atau diskusi kelompok
  2. alat kreatif menulis (pena, kertas), tape recorder, majalah, buku pemula, dan kartu
  3. Halaman Kuning; buku alamat sumber daya lainnya
  4. Daftar alamat dan nomor telepon dari organisasi yang relevan
  5. Komputer: Konsep perangkat lunak pemetaan, pengolah kata, email, koneksi Internet
  6. alat presentasi multimedia (misalnya PowerPoint, HyperStudio, dll)
  7. permainan kata (Boggle, Scrabble, Password, dll)
  8. Fiksi dan non-fiksi buku
  9. buku-buku bergambar
  10. Buku-buku tentang tape dengan hard copy
Buku, artikel, makalah, puisi yang ditulis oleh siswa. (Educational Broadcasting Corporation, 2004b, hal. 4)

Anotasi Jurnal 31 International Journal of Education and Research The Role of PBL in Improving Physics Students’ Creative Thinking and Its Imprint on Gender

31.    Anotasi Jurnal
Judul        : The Role of PBL in Improving Physics Students’ Creative Thinking and Its Imprint on
Gender
Penulis                 : Elnetthra Folly Eldy1 & Fauziah Sulaiman
Th. Terbit, hal      :  2013: hlm. 19
Nama Jurnal        : International Journal of Education and Research
Vol. No. Th.        :  1,  6,  2013

A.  Latar Belakang Maslah
Sebagai lulusan saat ini mendesak untuk dikembangkan lebih lanjut tentang berpikir tingkat yang lebih tinggi seperti itu faktor paling yang dituntut oleh majikan (Malaysia, 2012), studi tentang bagaimana mendukung pengembangan siswa berpikir kritis dan kreatif menjadi salah satu elemen yang peduli dari dalam mengajar pendidikan. Selain berpikir kritis karena dapat diajarkan, berpikir kreatif adalah sesuatu seperti bakat masing-masing individu yang membutuhkan pelatihan untuk diasah (Zhou, 2012).
Sementara berdasarkan masalah-learning (PBL) terlihat dan dukungan oleh beberapa studi sebagai alternatif terbaik yang dapat membantu pengembangan pemikiran kreatif, adaptasi ajaran ini dalam penelitian ini adalah sesuatu untuk melihat ke depan.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan rincian skor siswa pada beberapa kriteria untuk berpikir kreatif yang sebelumnya dilakukan dari YanPiaw analisis uji Creative-Kritis setelah dilaksanakan dengan pendekatan secara online PBL. Selain itu makalah ini juga menyajikan bukti untuk mendukung penelitian sebelumnya tentang pentingnya hubungan antara kemampuan berpikir kreatif dan gender.
B.  Landasan Teori
Berpikir Kreatif Definisi dan Teori kreatif Berpikir secara luas, berpikir kreatif mendefi-nisikan sebagai "divergen, mencoba untuk membuat sesuatu berita dan dijalankan oleh melanggar prinsip diterima" (Baker, 2001) atau dalam pengertian yang paling sederhana khusus pada tingkat universitas pemikiran kreatif adalah tentang bagaimana individu mampu imajinasi diterapkan untuk memecahkan masalah (Coughlan, 2007).
Di sisi lain, Torrance (1966) (hal.6) seperti yang disebutkan oleh Baker (2001) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai lebih operasional sebagai "suatu proses menjadi sensitif terhadap masalah, kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang hilang, ketidakharmonisan, dan seterusnya; mengidentifikasi kesulitan; mencari solusi, membuat dugaan, atau merumuskan hipotesis tentang kekurangan-kekurangan ini; pengujian dan pengujian ulang hipotesis tersebut dan mungkin memodifikasi dan pengujian ulang mereka; dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.".
Guilford (1964) menggambarkan pemikiran kreatif sebagai berpikir divergen yang didefinisikan sebagai menghasilkan banyak bervariasi ide tentang beberapa topik dalam waktu yang terbatas (Chua, 2010), Torrance (1984) juga dikenal sebagai "kreativitas manusia" mendirikan 4 karakteristik berpikir kreatif ( yaitu orisinalitas, elaborasi, kefasihan dan fleksibilitas) (Chua, 2004) yang hampir mirip dengan apa yang Guilford (1964) dijelaskan.
Berpikir Kreatif Kemampuan dan Berbasis Gender. Sebuah studi banyak tenang menunjukkan budaya berpikir kreatif antara laki-laki dan perempuan itu berbeda; beberapa acara bias berpikir kreatif adalah lebih ke arah laki-laki daripada perempuan, sementara beberapa studi menunjukkan perempuan kemudian laki-laki menunjukkan kreativitas terbesar. Studi dari Stephens et al. (2001) yang meneliti perbedaan gender antara siswa kelas III dan IV menunjukkan bahwa gadis-gadis 'mencapai skor yang lebih tinggi daripada anak laki-laki'; Temuan paralel lainnya seperti acara oleh Caroliet al. (2009) menemukan skor gadis pada kreativitas dari anak laki-laki.
Di sisi lain, bahkan tidak ada statistik signifikan dari hasil antara pria dan wanita seperti yang ditemukan dari Stoltzfuset al. (2011) tapi secara keseluruhan laki-laki menunjukkan lebih tinggi mencetak daripada perempuan, temuan paralel juga ditemukan dari Ariffinet al. (2011) menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi dari kemampuan berpikir tingkat tinggi dari perempuan. Bagaimanapun, beberapa studi juga menemukan perbedaan yang tidak signifikan antara pria dan wanita dalam kreativitas (Babaliset al, (2012).; Sulaiman (2011).
Meskipun pendiri konsisten pada studi yang berkaitan dengan keterampilan berpikir kreatif antara yang berbeda jenis kelamin tetapi pengetahuan pemahaman tentang kemampuan berpikir kreatif tentang gender berbasis diyakini bisa membantu untuk kemajuan dalam individu bervariasi lapangan (Poturet al., 2009).
Berbasis masalah Learningand Creative Thinking skill. PBL dimulai di Malaysia pada tahun 1981 ketika pertama kali diimplemen-tasikan di Medis Departemen UniversitiSains Malaysia (Ibrahim, 2009) .suatu definisi operasional dari PBL juga bertindak sebagai proses metode pengajaran ini mulai sebagai siklus dengan siswa memenuhi masalah, mengidentifikasi, belajar mandiri, tutorial dan diakhiri dengan integrasi pembelajaran (Hung et al, 2007;. Arzuman, 2005; Barrett, 2005).
PBL mengalami perkembangan positif dan dapat dilihat sebagai metode pengajaran alternatif amanah untuk kemampuan berpikir ditingkatkan siswa, keterampilan pemecahan masalah dan kemahiran tidak hanya di medis, guru dan mengajar pendidikan teknik bahkan dalam Fisika itu sendiri (SelÒ«uket al, 2010;. Ali et al ., 2009; Hari, 2008).
pembelajaran berbasis masalah terbukti bisa menjadi alternatif amanah untuk mengajar untuk membantu keterampilan berpikir kreatif developmenton positif antara individu di berbagai bidang pendidikan seperti yang didukung oleh studi seperti pada Fisika pendidikan dengan Sulaimanet al (2013) tersedia dalam terbukti dari kemampuan PBL keterampilan berpikir kreatif Fisika ditingkatkan siswa.
Beberapa studi lain yang didukung oleh pendiri temuan paralel (Mokhtaret al., 2010) dalam kalkulus dan (Awanget al., 2010) di bidang teknik sipil. Hubungan antara PBL dan berpikir kreatif dieksplorasi dengan melihat ke dalam studi yang mendukung metode pengajaran PBL memberikan kontribusi positif pada keterampilan berpikir kreatif siswa.

C.  Metode Penelitian
Untuk studi saat ini, tujuan dari pelaksanaan pendekatan PBL adalah untuk menyelidiki efek dari variabel independen (PBL online) terhadap variabel terikat (Yan Piaw Creative-Kritis skor Berpikir dan Torrance Uji Creative Thinking Test (TTCT)).
Subyek penelitian ini dilakukan pada 28 (yaitu, 16 perempuan dan 12 laki-laki) dari mahasiswa tahun kedua dari Fisika dengan Program Electronics yang hadir Termodinamika Fisika saja di Semester 1 Sesi 2012/2013. Program ini dari sepuluh Program ilmu-ilmu yang diberikan di bawah Sekolah Ilmu & Teknologi di Universitas Malaysia Sabah.
Mereka telah terpapar oleh PBL sepanjang Semester I Sesi 2012/2013 tahun akademik, yang mengambil 14 minggu. Kursus dipimpin oleh dosen yang memiliki 10 tahun pengalaman dalam PBL.
Instrumen. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan The YanPiaw Creative tes Berpikir Kritis dikembangkan oleh Chua (2004) untuk mengidentifikasi tingkat mahasiswa berpikir gaya. Dalam tes khusus ini ada 4 tingkat gaya berpikir yang sedang menyatakan yaitu: berpikir kreatif superior, berpikir kreatif, gaya berpikir yang seimbang, gaya berpikir kritis dan gaya berpikir kritis superior.
Reliabilitas instrumen juga menunjukkan nilai positif selama uji coba di mana koefisien alpha Cronbach untuk ujian adalah 0,90 (skor total), 0,81 (gaya berpikir kritis) dan 0,85 (gaya berpikir kreatif). Data juga dikumpulkan menggunakan Torrance Uji Kreatif Berpikir Form A (1990) untuk mengukur kemampuan siswa berpikir kreatif setelah dilaksanakan dengan PBL.
Tes ini dibagi menjadi 4 sifat mental; kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan koefisien alpha elaboration.The Cronbach untuk tes ini 0,79 (kelancaran), 0,84 (fleksibilitas), 0,84 (orisinalitas), 0,78 (elaborasi) and.81 (skor total).

D.      Hasil Penelitian
Distribusi siswa berpikir gaya dari sebelumnya YanPiaw Creative tes Berpikir Kritis menunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 1 menunjukkan distribusi mahasiswa gaya berpikir sebelum dilaksanakan dengan pendekatan secara online PBL sedangkan Tabel 2 menunjukkan distribusi setelah 14 minggu terkena dengan pendekatan yang sama.
Tabel 1 TheYanPiaw Creative-Critical Thinking Analisis Uji (Form A)
  • Jumlah siswa untuk setiap persentase (32,1%, N = 8; 67,9%, N = 20)
Tabel 2 TheYanPiaw Kreatif-Critical Thinking Analisis Uji (Form B)
  • Jumlah siswa untuk setiap persentase (18,5%, N = 5; 62,96%, N = 17; 18,5%, N = 5) Tabel 1 menunjukkan sekitar 68% (N = 19) siswa jatuh pada gaya berpikir kreatif sementara hanya 19% (N = 5).
Pada Tabel 2. seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2, ada penurunan persentase gaya berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan oleh PBL sebagai mahasiswa gaya berpikir yang seimbang (yaitu, berpikir kreatif-kritis) meningkat. Unggul Berpikir Kreatif: Berpikir Kreatif Keterampilan, Seimbang Berpikir Style, Berpikir Kritis Keterampilan, unggul Berpikir Kritis. Persentase%: 18,5, 62,96, 18,5
Unggul Berpikir Kreatif Style: Creative Thinking Style, Seimbang Berpikir Style, Berpikir Kritis Style, unggul Berpikir Kritis Style. Persentase%: Sementara itu sebagai tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan rincian skor siswa pada kriteria berpikir kreatif berdasarkan hasil sebelumnya YanPiaw Kreatif Berpikir Kritis tes, Tabel 3 menunjukkan laporan berarti tanda masing-masing kriteria untuk berpikir kreatif berdasarkan TTCT uji.
Tabel 3 Laporan TTCT berarti tanda untuk berpikir kreatif dengan kriteria kriteria Berpikir kreatif PBL online N = (27) Rata-rata (SD) Kefasihan 29.15 (10.64) Fleksibilitas 19,15 (5,49) Orisinalitas 2.59 (1.80) Elaborasi 7.48 (5.98) Catatan: Ini adalah tes terbuka, sehingga tidak ada maksimum atau skor minimum Temuan menunjukkan pada Tabel 3 menunjuk-kan bahwa kreativitas keseluruhan siswa ditandai terutama oleh dua komponen kemampuan nama kefasihan dan fleksibilitas. Skor rata-rata tertinggi adalah pada kelancaran (29,15), acara ini bahwa siswa lebih mampu dalam memproduksi sejumlah besar ide atau respon dalam pemecahan masalah situation.
Terendah rata skor pada orisinalitas (2.59) yang menunjukkan bahwa siswa masih kurang dengan kemampuan untuk menghasilkan ide yang luar biasa baru atau unik atau respon. Sebagai hasil pada Tabel 3 dibandingkan dengan Sulaiman (2011), ada kesamaan dalam hal siswa kekuatan dalam setiap pola kriteria sebagai karyanya menunjukkan kriteria yang sama, di mana siswa mendapatkan tanda berarti lebih tinggi setelah terkena dengan online PBL yang kelancaran dan fleksibilitas. Sebaliknya dengan lainnya dua kriteria ini, orisinalitas dan elaborasi, Sulaiman (2011) melaporkan temuan terbalik ketika berarti tanda untuk orisinalitas lebih tinggi dari elaborasi.
Tabel 4 Laporan TTCT berarti tanda untuk berpikir kreatif dengan gender dengan kriteria Berpikir kreatif kriteria gender Independent uji sampel t-test untuk kesetaraan sarana. Pria N = 10 Perempuan N = 17 Jumlah N = 27 T df = Berarti perbedaan Sig (2-tailed).
  • Kelancaran Berarti 35,40 25,47 29,15 -2,59 -9,93 .02. SD 12,27 7,78 10,64.
  • keluwesan Berarti 22,10 17,41 19,15 -2,32 -4,69 .03. SD 6.40 4.15 5.49.
  • Keaslian Berarti 3,40 2,12 2,59 -1,87 -1,28 .07. SD 1,36 1,90 1.80.
  • Elaborasi Berarti 9,70 6,18 7,48 -1,51 -3,52 .14. SD 6.60 5.37 5.99.
  • Secara keseluruhan Berarti 70,60 51,27 58,37. SD 26,62 19,20 23,92
Catatan: perbedaan statistik yang signifikan antara Pria dan Wanita. Ini adalah tes terbuka, sehingga tidak ada nilai maksimum atau minimum.
Tabel 4 menunjukkan laporan dari TTCT tanda dimaksud dengan kriteria jenis kelamin. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tanda berarti lebih tinggi untuk keseluruhan berarti skor dan juga didominasi untuk masing-masing empat kriteria dalam tes ini. Laporan tersebut menunjukkan laki-laki dan perempuan baik memiliki mean skor tertinggi pada kelancaran (35.40) dan (25,47) masing-masing dan rata skor terendah pada orisinalitas (3.40) dan (2.12) untuk masing-masing.
Sebagai perbedaan berarti dalam Tabel 4 dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Sulaiman (2011) dalam jangka pengembangan siswa pada pola gaya berpikir berdasarkan gender, hal itu menunjukkan temuan paralel khusus pada kelancaran dan elaborasi ketika tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua temuan. Ini juga dapat menyimpulkan bahwa mahasiswa ilmu focally siswa Fisika tidak memiliki perbedaan besar untuk kedua kriteria tersebut dalam jangka gender.
Berbeda ketika kedua temuan ini; Tabel 4 dan Sulaiman (2011) dibandingkan secara khusus pada masing-masing jenis kelamin secara terpisah, cara putaran lain dari temuan ditemukan, seperti Sulaiman (2011) reportsthat semua dari empat kriteria dalam tes ini didominasi oleh perempuan yang sangat berbeda dengan apa yang menunjukkan pada Tabel 4.This temuan menunjukkan bahwa perbedaan kreativitas antara laki-laki dan perempuan pada siswa Fisika tidak bias dalam setiap jenis kelamin tertentu.
Hal ini dapat menyebabkan oleh beberapa faktor seperti jumlah siswa laki-laki (N = 10) dalam penelitian ini lebih kecil dari jumlah siswa perempuan (N = 17), sedangkan sebagai Sulaiman (2011) mempelajari jumlah siswa untuk kedua jenis kelamin adalah sama ( yaitu N = 15).
Temuan ini juga dapat mempengaruhi oleh bagaimana proses PBL diterapkan untuk mata pelajaran (siswa) di mana dalam penelitian ini hampir semuanya mulai dari menemukan pernyataan masalah utama sampai akhir proses siklus PBL itu tergantung pada siswa sendiri.

Seperti disebutkan di bagian dari metodologi dalam makalah ini, masalah bahwa siswa akan belajar dan diselesaikan sepanjang semester diputuskan oleh siswa dengan panduan dari fasilitator sementara sebagai mengerti dari Sulaiman (2011) metodologi terpadu, pernyataan masalah diberikan. Selain itu sebuah inovasi untuk pelaksanaan PBL selama penelitian ini yang setelah setiap dua atau tiga minggu dari chat room, tatap muka kelas (kuliah normal) ditangani kontribusi pada perbedaan menemukan pada kedua studi. 
Model Project Based Learning Landasan Teori Project Based Learning John Dewey dan Kelas Demokratis Eureka Pendidikan. Metode proyek berasal dari gagasan John Dewey tentang konsep “Learning by doing” yaitu proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuan (Grant, 2002). Kelas demokratis mengandung arti bahwa siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan siswa sendiri. 

Piaget, Vygotsky, dan Konstruktivisme Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan siswa akan berkembang saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa untuk membangun dan memodifikasi pengetahuan awal. Vygotsky menyatakan bahwa perkembangan intelektual individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang lalu berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman tersebut. Kedua pernyataan ahli tersebut didukung dengan teori konstruktivisme yang menekankan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dengan menggunakan pengalaman dan struktur kognitif yang sudah dimiliki (Wrigley, 2003). 

Pengertian Project Based Learning Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata (Kemdikbud, 2013). 

Project based learning atau pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik. Siswa secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan (Grant, 2002). 

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa untuk dapat memahami suatu konsep dengan melakukan investigasi mendalam tentang suatu masalah dan menemukan solusi dengan pembuatan proyek. 

Karakteristik Project Based Learning Project based learning memiliki karakteristik yang membedakan model yang lain. Karakteristik tersebut, antara lain : 1. Centrality Pada project based learning proyek menjadi pusat dalam pembelajaran. 2. Driving question Project based learning difokuskan pada pertanyaan atau masalah yang mengarahkan siswa untuk mencari solusi dengan konsep atau prinsip ilmu pengetahuan yang sesuai. 3. Constructive Investigation Pada project based learning, siswa membangun pengetahuannya dengan melakukan investigasi secara mandiri (guru sebagai fasilitator). 4. Autonomy Project based learning menuntut student centered, siswa sebagai problem solver dari masalah yang dibahas. 5. Realisme Kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otetik dan menghasilkan sikap profesional (Thomas, 2000). 

Tujuan Project Based Learning Setiap model pembelajaran pasti memiliki tujuan dalam penerapannya. Tujuan project based learning, antara lain : Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah proyek Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang kompleks dengan hasil produk nyata Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat kelompok Langkah-langkah Project Based Learning Langkah-langkah project based learning sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri dari: a. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question) Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk siswa. dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. b. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project) Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. c. Menyusun Jadwal (Create a Schedule) Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek, membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek, membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. d. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project) Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. e. Menguji Hasil (Assess the Outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience) Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu. Sistem Penilaian Proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas (Kemdikbud, 2013). Pada penilaian proyek terdapat 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: Kemampuan pengelolaan,- Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. Relevansi,- Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. Keaslian,- Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik (Kemdikbud, 2013). 

Referensi 

Grant, M.M. 2002. Getting A Grip of Project Based Learning : Theory, Cases and Recomandation. North Carolina : Meredian A Middle School Computer Technologies. Journal vol. 5. Kemdikbud. 2013. Model Pengembangan Berbasis Proyek (Project Based Learning). http//www.staff.uny.ac.id The George Lucas Educational Foundation. 2005. Instructional Module Project Based Learning. http//www.edutopia.org.modules/PBL/whatpbl.php.2005 Thomas, J.W. 2000. A Review of Research on Problem Based Learning. California : The Autodesk Foundation. Wrigley, H.S. 2003. Knowledge in Action : The Promise of Project Based Learning, Focus and Basic. Journal vol. 2. h.3.

Source: http://www.eurekapendidikan.com/2014/12/model-project-based-learning-landasan.html
Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan

Makalah Pengembangan Kurikulum

Latar Belakang
Kurikulum dalam arti sempit diartikan sebagai kumpulan berbagai mata pelajaran/mata kuliah yang diberikan kepada peserta didik melalui kegiatan yang dinamakan proses pembelajaran. Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya sosio-teknologi maka kurikulum diartikan secara lebih luas sebagai keseluruhan proses pembelajaran yang direncanakan dan dibimbing di sekolah, baik yang dilaksanakan di dalam kelompok atau secara individual, di dalam atau di luar sekolah (Kerr dalam Kelly, 1982).
Dalam pengertian ini tercakup di dalamnya sejumlah aktivitas pembelajaran di antara subyek didik dalam melakukan transformasi pengetahuan, keterampilan dengan menggunakan berbagai pendekatan proses pembelajaran atau menggunakan metode belajar dan mendaya gunakan segala teknologi pembelajaran. Namun demikian, bahwa konsep kurikulum sebagai urutan sejumlah mata pelajaran tetap menjadi dasar yang substansial dalam rancangan atau menyusun desain kurikulum.
Kurikulum merupakan suatu hal yang penting karena kurikulum bagian dari program pendidikan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas pendidikan dan bukan semata-mata hanya menghasilkan suatu bahan pelajaran. Kurikulum tidak hanya memperhatikan perkembangan dan pembangunan masa sekarang tetapi juga mengarahkan perhatian ke masa depan. Tujuan pendidikan sekolah lebih luas dan kompleks karena dituntut selalu sesuai dengan perubahan. Kurikulum harus selalu diperbarui sejalan dengan perubahan itu. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, kurikulum harus disusun secara strategis dan dirumuskan menjadi program-program tertentu. Karena harus selalu relevan dengan perubahan masyarakat, penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan berbagai macam aspek seperti perkembangan anak, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja dan sebagainya.
Perencanaan kurikulum harus meliputi beberapa aspek diantaranya tujuan, bahan, sumber, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi sebagai dasar untuk menetapkan kurikulum. Dalam makalah pendek ini akan membahas masalah perkembangan konsep kurikulum yang memiliki komponen atau bagian daripada pengembangan kurikulum itu sendiri.
  1. Rumusan Masalah
  2. Apakah pengertian kurikulum?
  3. Apa sajakah terma-terma pengembangan kurikulum?

  1. Tujuan Penulisan
  2. Untuk memberikan pengetahuan tentang Pengertian Kurikulum.
  3. Untuk memberikan wawasan konsep dasar kurikulum serta pengembangannya dalam teori maupun praktek.
  4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, yang berarti lapangan perlombaan lari. Maksudnya adalah dilapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Di dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan ajar sudah ditentukan secara pasti, darimana dimulai dan kapan harus di akhiri serta bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.
Dulu kurikulum pernah diartikan sebagai “ Rencana Pelajaran “, yang terbagi atas rencana pelajaran minimum dan rencana pelajaran terurai. Dalam kenyataannya disekolah rencana tersebut tidak semata-mata hanya membicarakan proses pengajaran saja, bahkan yang dibahas lebih luas lagi, yaitu mengenai masalah pendidikan. Oleh karena itu istilah “ Rencana Pelajaran ” kiranya kurang mengena.
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah  raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu  jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan  kurikulum  pendidikan(manhaj al-dirasah) dalam qamus Tarbiyah  adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam  mewujudkan tujuan-tujuan  pendidikan.
Pandangan lama mengenai kurikulum itu sendiri adalah “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh siswa untuk mendapatkan ijasah”. Implikasinya dalam pembelajaran yakni :
-Penguasaan seluruh materi pelajaran
-Teachered centered curriculum
Sedangkan pandangan saat ini tentang Kurikulum yakni “dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki siswa melalui suatu pengalaman belajar.
Setelah kita ketahui pengertian kurikulum secara etimologi, maka kita akan telusuri secara terminologi atau biasa disebut dengan pengertian secara istilah. Pengertian Kurikulum menurut para ahli inilah pengertian kurikulum secara Terminologi. Ada beberapa ahli pendidikan yang mendifinisikan tentang kurikulum, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Menurut George A. Beaucham (1976), kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.
  2. Menurut Hilda Taba (1962), Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah.(Hilda Taba ;1962 dalam bukunya “Curriculum Development Theory and Practice).
  3. Nengly and Evaras (1976), Kurikulum adalah semua pengalaman yang direncanakan yang dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik.
  4. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching on Learning (1956), menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut” The curriculum is the sum totals of schools efforts to influence learning, whether in the class room, on the play ground, or out of school. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra kulikuler.
  5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku school improvement. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tanaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemingkinan memilih mata pelajaran.
  6. Menurut Valiga, T & Magel, C. Kurikulum adalah urutan pengalaman yang ditetapkan oleh sekolah untuk mendisiplinkan cara berfikir dan bertindak.
  7. Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
  8. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
  9. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
  10. B. Bara, Ch (2008), Kurikulum yakni bahwa konsep kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi: (1) kurikulum sebagai produk; (2) kurikulum sebagai program; (3) kurikulum sebagai hasil yang diinginkan: dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi peserta didik.
Berbagai Macam Terminologi dalam Kurikulum, terminologi ini hanya untuk memperkaya pengetahuan kita tentang pengertian kurikulum, diantaranya adalah :
  1. Core Curriculum ( Alberty 1953 ). Core artinya inti, dalam kurikulum berarti pengalaman belajar yang harus diberikan baik yang berupa kebutuhan individu maupun kebutuhan umum. Alberty mengungkapkan ada enam jenis Core program, yang diakhir tulisannya ia mengambil keimpulan bahwa Core Curriculum adalah sebagai berikut :
  • Tujuan yang mendasar dan luas.
  • Bahan terdiri atas berbagai pengalaman belajar yang disusun atas dasar unit kerja.
  • Metode yang dugunakan sangat fleksibel.
  • Bimbingan belajar sangat diperlukan.
  1. Hidden Curriculum. Sesuai dengan namanya Hidden Curriculum berarti kurikulum yang tersembunyi. Maksudnya kurikulum ini tidak direncanakan, tidak dirancang, tidak deprogram, akan tetapi mempunyai pengaruh baik sacara langsung maupun tidak langsung terhadap out put dari proses belajar mengajar.
– Valance (1973), ia mengatakan bahwa Hidden Curriculum meliputi yang tidak dipelajari dari program sekolah yang nonakademik.
– Kohelberg (1970), ia mengatakan bahwa Hidden Curriculum sebagai hal yang berhubungan dengan pendidikan moral dan peran guru dalam mentranformasikan standar moral.
  1. Robert S. Zais (1981), ia mengungkapkan berbagai terminologi dalam kurikulum, diantaranya sebagai berikut :
  2. Curriculum Foundation. Artinya Pondas kurikulum. Maksunya adalah asas-asas kurikulum mengingatkan bahwa menyusun kurikulum hendaknya memperhatikan filsafat bangsa yang dinamis, keadaan mesyarakat beserta kebudayaannya, hakikat anak dan teori belajar.
  3. Curriculum Contruction. Artinya Kontruksi Kurikulum. Maksudnya ini membahas berbagai komponen kurikulum dengan berbagai pertanyaan, misalnya seperti, apa masyarakat yang baik itu?, ke arah mana tujuan pendidikan itu?, apa hakikat mansia?, apa hidup yang baik itu?, apa ilmu pengetahuan itu?, dan lain-lainnya.
  4. Curriculum Developmen, Curriculum Development atau pengembangan kurikulum membahas berbagai macam model pengembangan kurikulum selanjutnya. Yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum adalah : siapa yang berkepentingan, guru, tenaga bukan pengajar, orang tua, atau siswa?. Siapa yang akan terlibat dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum?, pihak karyawan, komisi-komisi yang akan dibentuk?, bagaimana cara mengaturnya?, bagaimana cara pengorganisasiannya.?.dll
  5. Curriculum Imlementation, Curriculum Imlementation membicarakan sejauhmana kurikulum dilaksanakan dilapangan, dari itu perlu pantauan dan mengavaluasi kembali untuk kedepannya.
  6. Curriculum Engineering, Curriculum Engineering disebut juga pengembangan kurikulum.
    Beauchamp (1981) mendefenisikannya, yaitu proses yang memaksa untuk memfungsikan system kurikulum di sekolah. Dalam system ini ada tiga fungsi, yaitu :
  7. Menghasilkan kurikulum.
  8. Melaksankan kurikulum.
  9. Menilai keefektifan kurikulum dan sitemnya.

Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
  1. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi: Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
  2. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem: Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me­nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem­purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
  3. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi: Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum. Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk: (1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis, (2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru, (3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif, (4) mengembangkan sub­subteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum. Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.

  1. Pengembangan Kurikulum
  2. Prinsip-prinsip Perkembangan Kurikulum
  3. Prinsip-prinsip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. 1) Relevansi; 2)Fleksibilitas; 3)Kontinuitas; 4)Praktis; 5)Efektivitas.
Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu : tujuan-tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat aspek tersebut serta antara aspek-aspek tersebut dengan kebijakan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.
  1. Prinsip-prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, Isi, pengalaman belajar, dan penilaian.
  • Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan khusus).
  • Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal.
  • Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan mengenai yang pertama adalah kecocokan teknik atau metode yang digunakan untuk mengajar, yang kedua adalah dapat memberi kegiatan yang bervariasi, lalu apakah dapat memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat, kemudian tentang apakah metode yang digunakan dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
  • Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar menagajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pengajaran yang tepat.
  • Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran, yang pertama yakni dalam penyusunan alat penilaian, perencanaan suatu penilaian, dan pengolahan suatu hasil penilaian.
  1. Pengembangan Kurikulum
  • Peranan para Administrator Pendidikan
Para administrator pendidikan ini terdiri atas : direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan para administrator di tingkat pusat (direktur dan kepala pusat) dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum. Kerangka dasar dan program inti tersebut akan menentukan minimum course yang dituntut.
  • Peranan para Ahli
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasai oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/ disiplin ilmu.
  • Peranan Guru
Guru memegang peranan yang cukup penting baik di dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencana, pelaksana, dan pengembangan kurikulum bagi kelasnya.
Sebagai pelaksana kurikulum maka guru pulalah yang menciptakan kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Berkat keahlian, ketrampilan dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.
  • Peranan Orang Tua Murid
Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum. Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal : pertama dalam penyusunan kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum.
Melalui pengamatan dalam kegiatan belajar di rumah, laporan sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah orangtua dapat turut serta dalam pengembangan kurikulum terutama dalam bentuk pelaksanaan kegiatan.
  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
  • Perguruan Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah teruraikan terdahulu bahwa pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran.
Jenis pengetahuan yang dikembangkan di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
  • Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
  • Sistem nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggungjawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
  1. Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum
Artikulasi dalam pendidikan berarti “kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”. Untuk merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan, menghilangkan duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum.
Salah satu hal yang sering dipandang menghambat artikulasi adalah pembagian menurut tingkat belajarnya. Hal itu menyebabkan tersusunnya organisasi mata pelajaran yang kaku, untuk menjamin kesinambungan pengalaman belajar beberapa sekolah menggunakan sistem pendidikan tidak berkelas.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal. Pertama, kurang waktu. Kedua, kekurangsesuaian pendapat, baik antar sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat, untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan. Masyakarakat adlah sumber input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan, ketepatan kurikulum digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.
Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembangan kurikulum adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.
  1. Model-model Pengembangan Kurikulum
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengolahan dan sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Sekurang-kurangnya dikenal 8 model pengembangan kurikulum, yaitu:
  1. The administrative model
  2. The Grass roots model
  3. Beauchamp’s system
  4. The demonstration model
  5. Taba’s inverted model
  6. Roger’s interpersonal relations model
  7. The systematic action-research model
  8. Emerging technical models
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa kurikulum  ialah  suatu program pendidikan, yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang di programkan, direncanakan, dirancangkan secara sistematis atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum, haruslah memperhatiakan aspek-aspek yang menjadi faktor pengaruhnya dalam proses pengembangan kurikulum.
  1. Saran
Sebagai calon guru, kita seharunya sadar dan mulaidari sekarang ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, karna hal tersebut adalah sikap yang konkrit dalam kita berperan aktif dalam pengembangan kurilukum pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H.M. Ahmad , Pengembangan Kurikulum, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam  Mulia,  Jakarta, 2008.
Prof. DR. Nana Syaodih,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Rosda Karya, Bandung, 2007.
Prof. Drs.H.Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010
  1. Nasuation, Asas-Asas Kurikulum, Bumi Aksara, Jakarta, 2008
http://www.m-edukasi.web.id. Media Pendidikan Indonesia. Di akses 12 Maret 2013. Pukul 17.00 WIB.