Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

12 Februari 2016

Pedoman Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan hasil perkembangan action research (AR) yang maju pesat dengan dukungan berbagai universitas di Amerika Serikat sejak tiga dekade lalu. AR pada awalnya merupakan metode penelitian yang banyak dipakai para praktisi yang bergelut dengan masalah nyata di masyarakat (seperti bidang kesehatan, manajemen, dan sumber daya manusia). Keberhasilan AR dalam berbagai bidang tersebut kemudian mendorong peneliti, praktisi, dan pihak-pihak lain di sektor pendidikan untuk menerapkannya di bidang pendidikan, dengan asumsi bahwa jika metode penelitian itu berhasil di berbagai sektor dunia nyata, pastilah metode itu cocok juga untuk sektor pendidikan, sebagai salah satu bagian dunia nyata. AR yang khusus diterapkan untuk memperbaiki praktik pembelajaran di kelas inilah yang kemudian dikenal sebagai PTK.  
Meskipun metode penelitian ini tergolong baru, PTK langsung populer. Sifatnya yang sangat praktis dan realistis memungkinkan guru menggunakannya untuk meneliti dan memperbaiki masalah-masalah menarik yang terjadi di kelas atau sekolah masing-masing. Berbagai hasil penelitian (seperti Mills, 2003; Johnson, 2005; dan Tomal, 2005) menunjukkan PTK adalah sebuah upaya yang prospektif dan efektif untuk mengembangkan profesionalisme guru, karena dengan metode ini guru dapat menguji penerapan sebuah strategi pembelajaran baru, menilai suatu kurikulum baru, atau mengevaluasi metode pengajaran yang ada. Hasil-hasil penelitian lain (Ferrance, 2000) menunjukkan keterlibatan pendidik dalam PTK mendorong mereka kearah perubahan positif, yang dibuktikan dengan perbaikan dalam teknik mengajar, refleksi diri, dan pembelajaran menyeluruh yang meningkatkan praktik pembelajaran di kelas.
Makalah ini adalah hasil studi kepustakaan yang ditujukan untuk memperkenalkan atau menyegarkan kembali ingatan pembaca mengenai hakikat PTK. Pembahasan diawali dengan, uraian tentang pengertian dan karakteristik PTK. Pada bagian selanjutnya dijelaskan sejarah, manfaat, jenis, prinsip-prinsip, proses, langkah-langkah, penjaringan data, validasi dan reliabilitas data PTK. Pada bagian akhir disajikan argument tentang status PTK sebagai metode penelitian, yang kemudian diakhiri dengan beberapa simpulan.  

Pengertian PTK
Istilah PTK berasal dari bahasa Inggris Classroom Action Research—sebuah  pengkajian yang dilakukan oleh guru untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pembelajaran di kelas atau sekolah. Dalam pengertian yang luas, McMillan dan Schumacher (2006: 15) menyatakan PTK adalah metode pegkajian yang dilakukan praktisi untuk meneliti masalah-masalah atau isu-isu yang sedang berkembang. Sedangkan Hopkins (dalam Gabel, 1995) membatasi PTK sebagai sebuah proses penelitian yang didisain untuk memberdayakan seluruh partisipan dalam suatu proses pembelajaran (siswa, guru, dan pihak-pihak lain), untuk memperbaiki praktik pembelajaran. Seluruh partisipan sama-sama berperan aktif dalam proses penelitian tersebut.
 Senada dengan beberapa definisi di atas, Gwyn (2002) mengatakan PTK merupakan metode penelitian yang dilakukan pendidik untuk menemukan apa yang terbaik bagi pembelajaran dalam sebuah kelas agar pembelajaran di kelas itu memberikan hasil terbaik. Sedangkan Creswell (2008: 597) menegaskan bahwa PTK adalah sebuah prosedur sistematis yang digunakan guru (atau individu lain dalam konteks pendidikan) untuk menjaring data kuantitatif dan kualitatif dalam rangka memperbaiki komponen-komponen pendidikan, seperti teknik pengajaran guru atau proses pembelajaran siswa. Beberapa PTK bahkan diupayakan khusus untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam sebuah kelas, seperti persoalan disiplin maupun performa siswa.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan sebuah metode penelitian berbentuk tindakan yang dilakukan oleh praktisi pendidikan secara kolaboratif dan diarahkan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pembelajaran di sekolah atau kelas spesifik, bukan untuk menghasilkan teori-teori pendidikan yang baru atau menguji teori yang ada, sebagaimana lazimnya penelitian konvensional.
Orientasi PTK pada penerapan tindakan yang diarahkan untuk meningkatkan mutu atau memecahkan masalah di sekolah atau kelas secara langsung membuat metode penelitian yang relatif masih baru ini segera menjadi trend di kalangan pendidik. Diakui bahwa pengalaman dan hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan selama ini memang telah memberikan pengetahuan yang cukup banyak tentang metode pengajaran yang efektif (McKeachie, 1999; Weimer, 1996). Namun, karena setiap pengajaran memiliki keunikan tersendiri dalam hal isi, kemampuan pelajar, gaya belajar siswa, kompetensi dan gaya mengajar guru maupun faktor faktor lain, setiap guru harus menemukan apa yang terbaik bagi siswa di kelas yang diasuhnya. Dengan demikian, dia tidak hanya berperan memfasilitasi, tetapi juga memaksimalkan, pembelajaran di kelasnya.
Istilah kelas dalam PTK tidak terbatas hanya pada sekelompok peserta didik (siswa) yang sedang belajar di dalam ruangan tertutup saja, tetapi dapat juga pada siswa yang sedang melakukan praktik di laboratorium, bengkel, rumah, atau atau sedang berkaryawisata, atau ketika pelajar sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sehubungan dengan itu, komponen dalam suatu kelas yang dapat dikaji melalui PTK adalah pelajar, guru, materi pelajaran, sarana pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Komponen siswa dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengikuti proses pembelajaran di kelas, lapangan, laboratorium atau bengkel; ketika sedang mengerjakan tugas di rumah; atau ketika sedang kerja bakti di halaman sekolah. Komponen guru dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar di kelas, sedang membimbing siswa pada karya-wisata, atau ketika sedang mengawasi siswa melakukan praktik di laboratorium. Komponen materi pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajarkannya atau sebagai bahan yang ditugaskan kepada pelajar. Sarana pembelajaran dapat dicermati ketika guru sedang menggunakannya dalam proses mengajar atau ketika siswa sedang menggunakannya dalam proses belajar. Sebagai produk pembelajaran, hasil dapat diamati dalam bentuk perubahan kompetensi, sikap, atau kemahiran pelajar. Komponen pengelolaan dapat diamati dalam bentuk teknik pengelompokan pelajar, pengaturan tempat duduk, teknik berdiskusi, cara guru memberikan tugas, maupun penataan sarana pembelajaran.

Karakteristik PTK
Menurut Nunan (1992), kombinasi dari berbagai definisi PTK yang ada pada hakikatnya memunculkan tiga karakteristik utama: (1) dilakukan oleh praktisi (guru kelas); (2) bersifat kolaboratif; dan (3) ditujukan untuk mengubah sesuatu. Secara lebih terperinci, Creswell (2008: 605-609) menjelaskan enam karakteristik. (1) PTK terfokus pada tujuan praktis, dalam pengertian diarahkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah aktual yang spesifik. Dengan demikian, PTK digunakan peneliti untuk memperoleh manfaat langsung bagi dirinya dan pihak lain yang terlibat dalam penelitian tersebut.  (2) PTK merupakan penelitian yang reflektif-mandiri (self-reflektive) atau kolaboratif. Dalam konteks ini, peneliti (atau kelompok peneliti) mengkaji praktik yang dia/mereka lakukan—bukan praktik orang lain—untuk melihat apa yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki praktik tersebut. (3) PTK bersifat kolaboratif karena dilaksanakan oleh individu dengan bantuan orang lain (minimal sebagai observer) atau oleh sekelompok kolega, praktisi (guru) atau peneliti. (4) PTK merupakan sebuah proses yang dinamis dan fleksibel yang melibatkan pengulangan-pengulangan aktivitas (sehingga membentuk pola spiral) yang maju-mundur diantara refleksi, penjaringan data, dan tindakan. (5) PTK merupakan suatu rencana tindakan. Meskipun merupakan proses yg dinamis dan fleksibel, sebagai sebuah metode penelitian, PTK harus dirancang secara sistematis yang memenuhi pola umum prosedur PTK (lihat Langkah-Langkah Pelaksanaan PTK pada bagian berikut). (6) PTK merupakan penelitian kebersamaan (sharing research). Berbeda dengan hasil penelitian tradisional yang biasanya langsung dipublikasikan dalam jurnal atau buku, peneliti PTK biasanya mendistribusikan laporan penelitiannya kepada teman sejawat yang mungkin dapat memakai temuan tersebut. Meskipun saat ini laporan PTK juga sudah dipublikasikan melalui jurnal, biasanya para peneliti PTK lebih cenderung untuk membagikan informasi tersebut dengan berbagai rekan sejawat untuk dipraktikkan atau dikaji ulang di sekolah/kelas masing-masing.

Sejarah Ringkas Perkembangan PTK
Untuk memperoleh pemahaman lebih yang komprehensif terhadap PTK, latar belakang dan perkembangan metode penelitian ini perlu diketahui. Menurut Mills (dalam Creswell, 2008: 597) istilah AR dicetuskan oleh Kurt Lewin (seorang ahli psikologi sosial) Amerika Serikat (AS) pada tahun 1930-an. Dia merasa bahwa kondisi sosial pada tahun 1940an di AS—seperti kurangnya daging dan perbaikan hubungan intercultural antar kelompok-kelompok masyarakat—dapat ditingkatkan melalui proses diskusi kelompok yang dilakukan dalam empat tahapan: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Metode diskusi yang melibatkan proses bertahap, partisipasi semua pihak, dan keterlibatan yang demokratis  tersebut terbukti efektif menghasilkan perubahan sosial. Metode ini kemudian diadopsi untuk meneliti isu-isu pendidikan. Itulah sebabnya mengapa karya Kurt Lewin tersebut sering dijadikan sebagai tonggak sejarah perkembangan PTK menjadi sebuah metodologi penelitian (Koshy, 2005: 2-3).
Penyebaran PTK mengalami penurunan sejak pertengahan hingga akhir 1950-an karena meningkatnya kecenderungan untuk menekankan penelitian eksperimen dan sistematis selama periode itu. Namun pada akhir tahun 1960-an para filsuf pendidikan mendorong pelaksanaan penelitian naturalistic inqiry atau constructivisme karena, menurut mereka, penelitian kuantitatif terlalu condong pada pandangan peneliti, sehingga sudut pandang partisipan cenderung diabaikan. (Creswell, 2008: 49-50).  Akibatnya, pada tahun 1970-an PTK (sebagai salah satu bentuknaturalistic inqiry) kembali berkembang di AS, Inggris, dan Australia. Di AS, perkembangan PTK ditandai oleh perubahan pelaksanaannya dari program in-service training di kampus-kampus pada tahun 1970-an menjadi metode pengembangan profesionalisme guru yang dilaksanakan secara langsung di sekolah atau kelas (site-based-development) pada tahun 1980-an dan menjadi metode refleksi para guru pada saat ini (Creswell, 2008: 598). Menurut Hopkins (dalam Koshy, 2005: 2), perkembangan PTK di Inggris dapat ditelusuri pada Schools Council’s Humanities Curriculum Project (1967–72) yang menekankan implementasi kurikulum eksperimental dan rekonseptualisasi pengembangan kurikulum. Untuk merealisasikan proyek ini, Elliot and Adelman (1976) menggunakan PTK dalam proyek penelitian praktik pembelajaran. Sedangkan di Australia, Stephen Kemmis and Robert McTaggart memelopori gerakan penelitian partisipatori di Deakin University.

Manfaat PTK
Seperti terungkap melalui paparan sebelumnya, PTK merupakan pendekatan sistematis bagi pemecahan masalah-masalah faktual yang dihadapi Guru, bukan sekedar upaya trial and error. Ketika melaksanakan PTK, guru tidak perlu meninggalkan tugas utamanya—mengajar—karena penelitian itu justru meneliti proses pembelajaran yang sedang dilakukannya. Berdasarkan kondisi ini, pelaksanaan PTK dapat memberikan keuntungan-keuntungan berikut: (1) dapat segera dilaksanakan pada saat muncul kebutuhan, (2) dilaksanakan dengan tujuan perbaikan, (3) berbiaya relatif murah, (4) disain lentur/fleksibel, (5) analisis data seketika, dan (6) hasilnya langsung dinikmati atau dilaksanakan.


Jenis-Jenis PTK 
Berdasarkan tinjauan yang dilakukannya atas karya-karya utama tentang PTK, Mills (dalam Creswell, 2008: 599) membagi PTK ke dalam dua jenis utama: practical action research (PAR) dan collaborative action research (CAR). Perbedaan diantara keduanya cenderung hanya pada tujuan dan ruang lingkup obyek penelitian. Tujuan PAR adalah untuk mengkaji suatu masalah spesifik yang muncul di sebuah sekolah atau kelas dalam rangka memperbaiki praktik pendidikan. Untuk mencapai tujuan ini, proyek penelitian harus berskala kecil, terfokus pada sebuah masalah atau isu yang spesifik, dan dilaksanakan oleh seorang atau sebuah tim guru di satu sekolah atau beberapa sekolah yang berdekatan. Contoh-contoh isu yang diteliti dengan PAR, misalnya: (1) sekelompok dosen meneliti perkembangan kemahiran mereka menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran; (2) seorang guru mencoba meningkatkan kemampuan murid-murid kelas VI yang diajarinya untuk memahami penggunaan noun phrase dengan menggunakan komik berbahasa Inggris sebagai media pembelajaran; (3) sebuah kelompok di sebuah SMA (terdiri dari beberapa guru, 20 siswa, dan seluruh orangtua ke duapuluh siswa tersebut) meneliti hasil penerapan sebuah metode pengajaran matematika yang baru; (4) seorang guru SD meneliti mengapa salah satu murid di kelasnya selalu mengganggu murid-murid lainnya.
Berbeda dengan PAR yang terfokus pada upaya peningkatan praktik pendidikan, CARyang juga sering dinamai community-based inquiry atau collaborative action research, berorientasi pada pemberdayaan atau perubahan dalam masyarakat atau kehidupan sosial. Tujuan CAR adalah meningkatkan kualitas kehidupan organisasi, komunitas, dan keluarga dengan cara memberdayakan setiap individu untuk memeriksa bagaimana pemahaman, kemahiran, keyakinan, dan pengetahuannya membentuk dan sekaligus membatasi tindakan-tindakannya.
Paparan di atas memperlihatkan bahwa obyek kajian CAR jauh lebih luas daripada PAR yang terfokus pada sebuah masalah yang spesifik di sekolah. CAR lazim digunakan dalam penelitian sosial yang mencakup industri, perusahaan, dan organisasi di luar bidang pendidikan. Meskipun demikian, CAR juga biasa diterapkan di dunia pendidikan dengan tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas setiap individu di sekolah-sekolah, sistem pendidikan, dan komunitas-komunitas pendidikan. Contoh-contoh isu yang diteliti dengan CAR, misalnya: (1) dampak sosial, ekonomi, dan politis pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia; (2) pengaruh penerapan model interaksi yang membungkam suara siswa-siswa minoritas; (3) penghilangan tokoh-tokoh dan peristiwa penting dalam teks sejarah yang digunakan di SMA.

Prinsip-prinsip PTK
Agar memperoleh informasi atau kejelasan tetapi tidak menyalahi kaidah yang ditentukan, peneliti perlu memahami dan memenuhi tujuh prinsip berikut apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas (Sulipan, n.a.).
Pertama, PTK dilakukan tanpa mengubah situasi yang biasa terjadi. Jika penelitian dilakukan dalam situasi yang berbeda dari biasanya, maka hasilnya mungkin berbeda jika dilaksanakan lagi dalam situasi aslinya. Oleh karena itu penelitian tindakan tidak perlu mengadakan waktu khusus untuk diamati, jadi harus dibiarkan apa adanya namun yang berbeda adalah adanya tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Kedua, PTK yang dilakukan berkaitan dengan tugas peneliti sebagai guru atau kepala sekolah. Jadi tindakan yang dilakukan merupakan tindakan nyata yang dilakukan dalam tugasnya sehari-hari dan secara empirik memang terjadi di lapangan.
Ketiga, PTK merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan mutu sesuatu yang sudah ada dan biasa menjadi lebih baik; atau merupakan sebuah upaya untuk memecahkan masalah yang terjadi di kelas atau di sekolahnya.
Keempat, PTK dilakukan bukan karena ada paksaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi atas dasar sukarela, karena mengharapkan hasil yang lebih baik.
Kelima, PTK dilakukan secara sistemik (terencana, terarah, dan teratur berdasarkan sebuah mekanisme tertentu). Jadi, jika peneliti mengupayakan cara mengajar yang baru, dia juga harus memikirkan tentang langkah-langkahnya, bahan ajarnya, sarana pendukung dan hal-hal yang terkait dengan cara baru tersebut. Jika kepala sekolah akan melakukan upaya manajemen yang baru maka harus dipersiapkan prosedurnya, kebijakan pendukungnya serta sosialisasi implementasinya.
Keenam, PTK harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa memang berbeda dari yang sudah biasa dilakukan. karena yang biasa sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu guru melakukan tindakan yang diperkirakan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Ketujuh, PTK berpusat pada proses, bukan hanya pada hasil. PTK merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil dengan mengubah cara, metode, pendekatan atau strategi yang berbeda dari biasanya. Cara, metode, pendekatan atau strategi tersebut adalah proses yang harus diamati secara cermat, dilihat kelancarannya, kesesuaian/penyimpangannya dari rencana, kesulitan atau hambatan yang dijumpai, sejauh mana proses ini sudah memenuhi harapan, dan bagaimana kaitannya dengan hasil setelah satu atau dua siklus. Jadi, dalam PTK harus ada indikator proses dan indikator keberhasilan.

Proses PTK 
PTK merupakan suatu proses dinamis yang berlangsung dalam satu atau lebih siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari empat momen (fase) dalam spiral perencanaan, tindakan (action), observasi, dan refleksi yang oleh Kemmis dan McTaggart (1988) diilustrasikan dalam model PTK spiral (lihat gambar 1). Jumlah siklus dalam satu penelitian tergantung pada kebutuhan. Siklus pertama bisa diulangi menjadi siklus kedua, yang kemudian diulangi lagi menjadi siklus ketiga dan selanjutnya hingga peneliti menganggap hasil yang ada sudah memuaskan dan saatnya untuk menghentikan penelitian. (Disarankan agar satu PTK dilaksanakan minimal dalam dua siklus, karena hasil refleksi siklus pertama, sedikit atau banyak, akan memberikan manfaat kepada tindakan di siklus kedua.
Gambar 1: Model  Spiral PTK Kemmis dan TaggartAction Research
 Dalam praktik, Kemmis dan McTaggart menyatakan model ini tidak boleh digunakan secara kaku, karena dalam kenyataan proses rencana—tindakan—observasi—refleksi tersebut tidak berlangsung serapi model spiral tersebut. Fase-fase itu biasanya berlangsung tumpang tindih.

1. Perencanaan
Pada fase ini peneliti mengidentifikasi suatu masalah atau isu dan mengembangkan suatu rencana tindakan untuk memperoleh solusi atau perbaikan bagi masalah tersebut. Masalah yang akan diteliti hendaklah berhubungan dengan praktik pengajaran yang berlangsung atau akan dilaksanakan dan ingin diubah oleh peneliti. Isu yang tidak akan diterapkan untuk perbaikan praktik pembelajaran idak ada manfaatnya untuk diteliti. Selain itu, masalah tersebut harus berada dibawah kendali peneliti, seperti strategi pembelajaran, pemberian tugas, dan aktivitas kelas. Beberapa masalah yang sesuai untuk diteliti adalah: “Apakah kebijakan yang mewajibkan mahasiswa hadir pada setiap perkuliahan meningkatkan hasil pencapaian belajar? Apakah pemberian tugas dalam bentuk yang variatif meningkatkan pemahaman siswa?
Pada fase perencanaan ini peneliti perlu memperkaya pengetahuannya tentang masalah yang akan diteliti dengan cara mempelajari informasi yang relevan melalui studi kepustakaan. Dia juga harus mempertimbangkan: (i)  strategi penelitian apa yang sesuai digunakan memecahkan masalah tersebut; dan (ii) perbaikan yang bagaimana yang diperkirakan mungkin dicapai.

2. Tindakan
Fase tindakan merupakan tahapan pelaksanaan tindakan-tindakan (intervensi) yang telah direncanakan. Pada fase ini peneliti peneliti sudah harus benar-benar menguasai skenario pengajaran sebelum menerapkannya. Fokus perhatian peneliti pada fase bukan pada bagaimana mengimplementasikan rencana atau pada proses peningkatan keterampilan mengajar guru, tetapi pada proses menggunakan strategi yang direncanakan untuk melihat seberapa jauh strategi itu mengatasi masalah yang ingin diatasi. Peneliti disarankan untuk berkolaborasi dengan satu atau lebih kolega yang mengampu mata pelajaran yang sama. Kolaborator tersebut bertugas mengamati implementasi perencanaan dan melihat seberapa jauh strategi itu memecahkan masalah.

3. Observasi
Observasi merupakan proses pengumpulan data mengenai tingkat keberhasilan strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah. Observasi difokuskan pada data yang berhubungan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. Pertanyaan-pertanyaan yang lazim diajukan pada fase observasi adalah: “Seberapa efektif strategi yang digunakan memecahkan masalah?” bukan “Seberapa baik pengajaran guru?” atau “Seberapa baik strategi pengajaran itu diimplementasikan oleh guru?” Kedua pertanyaan terakhir adalah pertanyaan untuk observasi ketika mahasiswa melakukan praktik mengajar, bukan dalam observasi PTK.
Pada fase observasi ini, peneliti dan kolaborator juga menyepakati sumber dan jenis data yang akan dikumpulkan serta teknik dan instrument yang akan digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Proses penjaringan data sesuai dengan kesepakatan yang diambil juga dilakukan pada fase observasi ini.

4. Refleksi
Refleksi merupakan proses analisis data dan diskusi (keduanya selalu berlangsung tumpang tindih) untuk menentukan sejauh mana data yang dijaring menunjukkan keberhasilan strategi mengatasi masalah. Refleksi juga menunjukkan faktor-faktor apa saja yang mendukung keberhasilan strategi atau persoalan-persoalan tambahan apa yang muncul selama proses implementasi strategi.
Analisis terhadap hasil observasi dilakukan dengan membandingkan data yang terjaring dengan criteria keberhasilan yang telah ditargetkan. Sebagai contoh, sebuah strategi yang diarahkan untuk meningkatkan kemahiran para dosen di sebuah program studi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran melalui metode pelatihan eksplisit-sistematis dianggap berhasil bila (i) para dosen tersebut menyenangi pembelajaran bermedia TIK; (ii) peneliti/instruktur merasa nyaman menggunakan strategi pelatihan eksplisit-sistematis; (iii) para dosen semakin aktif menggunakan TIK dalam aktivitas pembelajaran; (iv) para dosen berinisiatif untuk saling membantu selama aktivitas pelatihan; dan (v) kemahiran para dosen menggunakan TIK dalam aktivitas pembelajaran seperti terungkap melalui penilaian mahasiswa yang memberikan nilai rata-rata 4,6 (dalam skala 5) kepada dosen melalui angket.
Refleksi yang dilakukan melalui proses analisis data dan diskusi ini berfungsi untuk menilai kriteria keberhasilan yang mana yang sudah tercapai, mana yang belum tercapai dan apa yang menyebabkan kriteria itu belum tercapai. Hasil penilaian ini akan memperlihatkan unsur strategi yang perlu diperbaiki. Dengan demikian peneliti dan kolaborator dapat memperbaiki strategi tersebut secara optimal sehingga pengimplementasian strategi revisi ini nantinya dapat mencapai semua target keberhasilan.
Strategi yang sudah diperbaiki (revised strategy) inilah yang menjadi fase perencanaan (plan) pada siklus kedua, yang nantinya diimplemetasikan, diobservasi, dan direfleksi kembali. Siklus tersebut dapat diulang beberapa kali hingga seluruh kriteria keberhasilan tercapai. Jumlah siklus tidak dapat diprediksi pada awal penelitian. Jika setelah siklus pertama semua kriteria keberhasilan dapat dicapai maka penelitian dapat dihentikan. Namun selama kriteria-kriteria keberhasilan itu belum tercapai, revisi terhadap strategi perlu dilakukan dan siklus berikutnya dilaksanakan.

Langkah-Langkah Pelaksanaan PTK 
Sebagai penelitian berbentuk proses yang dinamis dan fleksibel, langkah-langkah PTK tidak dapat diformulasikan menjadi sebuah cetak biru yang berlaku bagi setiap PTK. Sehubungan dengan itu langkah-langkah PTK yang diuraikan dalam teori-teori PTK harus diterima sebagai panduan umum. Prosedur berikut diusulkan oleh Cohen, Manion, dan Morrison (dalam McKay, 2008: 31-32) yang menggambarkan langkah-langkah pelaksanaan PTK dalam delapan tahapan.

Tahap 1: Peneliti mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memformulasikan sebuah masalah yang dianggap perlu diatasi.
Tahap 2: Peneliti berkonsultasi dengan berbagai pihak yang tertarik, seperti guru atau peneliti lain untuk merumuskan masalah menjadi lebih jelas dan spesifik dan sedapat mungkin mengidentifikasi penyebabnya. Tahapan ini bersifat sangat krusial karena mencakup penentuan tujuan dan asumsi penelitian.
Tahap 3: Peneliti memperkaya pengetahuannya tentang masalah yang akan diteliti dengan cara mempelajari informasi yang relevan melalui studi kepustakaan. Jika tersedia, peneliti sangat disarankan untuk membaca hasil-hasil penelitian terdahulu tentang masalah yang sama.
 Tahap 4: Berdasarkan studi kepustakaan di tahap 3, jika dibutuhkan, peneliti dapat mengubah atau memperbaiki fokus penelitian. Selain itu, asumsi penelitian yang dibuat pada tahap 2 juga bisa dinyatakan secara lebih terperinci.  
Tahap 5: Peneliti menetapkan desain penelitian, termasuk partisipan, sumber dan jenis data yang akan dijaring, perlengkapan, dan prosedur.
Tahap 6: Peneliti menjelaskan bagaimana penelitian akan dievaluasi secara berkelanjutan sesuai dengan jumlah siklus yang terlaksana.
Tahap 7: Peneliti melaksanakan penelitian untuk menjaring data.
Tahap 8: Peneliti melaksanakan refleksi untuk menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengevaluasi penelitian. Jika kriteria keberhasilan ternyata belum dicapai, peneliti perlu mempersiapkan pelaksanaan siklus kedua.

Metode Penjaringan Data PTK
Teknik pengumpulan data yang lazim dilakukan dalam PTK adalah observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan tes. Sebagai teknik penjaringan data, observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap yang di dalam penelitian dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara: non-sistematis (dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan) dan sistematis (dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai pengamatan).
      Teknik wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara, khususnya informasi tentang keadaan seseorang (seperti latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, dan sikap). Sebagai teknik penjaringan data, teknik dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mencermati benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memproleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Teknik lain yang lazim digunakan untuk menjaring data adalah tes—serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik

Validitas dan Reliabilitas PTK
Sebagai sebuah penelitian, PTK perlu memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas data. Validitas, yang dibutuhkan untuk meningkatkan objektivitas penelitian, dapat ditingkatkan melalui trianggulasi, baik trianggulasi peneliti, trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi peneliti dilakukan dengan menugaskan beberapa peneliti mengumpulkan data yang sama hingga data yang diperoleh ‘jenuh’ atau konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah PTK dapat dilaksanakan pada dua atau tiga kelas yang setingkat dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.
Mengingat bahwa PTK merupakan penelitian yang situasinya terus berubah dan prosesnya bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami), sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi dalam penelitian ini. Dalam kenyataan, tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel), dan hal ini tidak mungkin dan tidak baik dilakukan dalam PTK karena akan melanggar salah satu dengan ciri khas PTK—kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Karena pengendalian seluruh aspek situasi tidak menungkin dilakukan, reliabilitas PTK dapat dilakukan dengan cara melampirkan data asli, seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan, menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.

Status PTK Sebagai Metode Penelitian
Sebagai catatan akhir, perlu digarisbawahi bahwa hingga saat ini masih terdapat berbagai penganut fanatik penelitian konvensional yang mempertanyakan status PTK sebagai sebuah metode penelitian. Pada umumnya keberatan mereka diajukan  melalui tiga argumen (Koshy, 2005: 30-31). Pertama, PTK tidak memiliki prosedur yang tetap (fixed) dan validitasnya rendah. Keberatan terhadap proses yang tidak fixed ini pada dasarnya kurang mendasar, karena PTK meneliti proses yang dinamis, tidak mungkin hal itu dilaksanakan dengan prosedur yang kaku. Keberatan terhadap validitas data PTK juga kurang mendasar, karena hal itu dapat ditingkatkan oleh peneliti melalui triangulasi untuk mencegah bias.
Keberatan kedua yang diajukan terhadap PTK adalah bahwa temuan PTK tidak dapat digeneralisasi. Argument ini juga tidak mendasar karena PTK tidak bertujuan untuk menjaring data yang akan digeneralisasi tetapi memperoleh pengetahuan berdasarkan tindakan dalam konteks tersendiri. Temuan-temuan PTK hanya dapat digeneralisasikan pada situasi dan konteks dimana penelitian itu dilakukan.
Keberatan ketiga adalah argumen bahwa cakupan dan manfaat PTK sangat terbats. Argumen ini juga kurang mendasar karena PTK pada hakikatnya diarahkan untuk memecahkan masalah dalam konteks khusus, dan pengembangan strategi untuk memecahkan masalah dengan ruang lingkup terbatas juga merupakan sumbangan kepada ilmu pengetahuan.  Sehubungan dengan itu, Nunan (1992), menegaskan bahwa PTK harus diterima sebagai sebuah metode penelitian dengan karakteristik tersendiri.

Kesimpulan
PTK merupakan suatu penelitian proses yang dilaksanakan praktisi pendidikan untuk mengkaji praktik yang mereka laksanakan untuk meningkatkan praktik tersebut atau untuk memecahkan masalah yang timbul dalam proses tersebut. PTK bisa dilakukan oleh seorang guru yang dibantu oleh teman sejawat sebagai pengamat, oleh beberapa guru sebagai tim, atau oleh seorang guru dengan seorang peneliti. Penelitian dilaksanakan sebagai suatu proses dinamis yang berlangsung dalam satu atau lebih siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari empat fase, yakni: tindakan, observasi, dan refleksi. Jumlah siklus dalam satu PTK tergantung pada kebutuhan. Siklus pertama bisa diulangi menjadi siklus kedua, yang kemudian diulangi lagi menjadi siklus ketiga dan selanjutnya hingga peneliti menganggap hasil yang ada sudah memuaskan dan saatnya untuk menghentikan penelitian.
Walaupun kadang-kadang PTK dikritik sebagai suatu penelitian informal karena pelaksananya adalah guru (bukan peneliti akademis) hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa PTK sangat sesuai untuk sektor pandidikan karena tujuannya membantu guru (sebagai peneliti), memecahkan masalah melalui tindakan. PTK memungkinkan peneliti mamahami pembelajaran masing-masing dan mengatasi masalah yang timbul. Oleh karena itu, PTK sangat sesuai dan bermanfaat bagi bidang pendidikan.
Referensi

Burns, Anne. 1999. Collaborative AR for English Teachers. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
_____ 2010. Doing AR in English Language Teaching. New York: Routledge.
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. 2000. Research Methods in Education. London, UK: Routledge Falmer.
Cowie, N. 2001. “It’s not ARyet, but I’m getting there” approach to teaching writing. In J. Edge (Ed.), AR (pp. 21–33). Alexandria, VA: TESOL.
Creswell, John W. 2008. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Pearson.
Ferrance, E. 2000, Themes in Education: Action Research, The Education Alliance: Brown University, Providence, Rhode Island.
Gabel, Dorothy. 1995. “An Introduction to Action Research”. Disampaikan dalam pidato pembukaan National Association for Research in Science Teaching (NARST) di San Francisco, April 24, 1995.
Gall, J.P., Gall, M.D., and Borg, W.R. 1999. Applying Educational Research: A Practical Guide(4th Ed.). New York: Longman.
Johnson, A.P. 2005. A Short Guide to AR (2nd ed.). Boston: Allyn and Bacon.
Kemmis, S., & McTaggart, R. (Eds.). 1988. The AR Planner. Geeloong, Victoria, Australia: Deakin University Press.
Koshy, Valsa. 2005. AR for Improving PracticePaul Chapman Publishing London.
McKay, Sandra Lee. 2008. Researching Second Language Classrooms. New jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers
McKeachie, W.J. 1999. Teaching Tips: Strategies, Research and Theory for College and University Teachers. Boston: Houghton Mifflin.
McMillan, J. H., & Schumacher, S. 2006. Research in Education: Evidence-Based Inquiry (6th ed.). Boston: Pearson.
Gwynn, Mettetal. 2002. “Improving Teaching through Classroom Action Research”. Diterbitkan dalam jurnal Toward the Best in the Academy Vol. 14, No. 7, 2002-2003 diunduh pada tanggal 27 Oktober 2009 dari: http://academic.udayton.edu/FacDev/Newsletters/EssaysforTeaching Excellence/
_____ 2001. “The What, Why and How of Classroom Action Research”. Diterbitkan dalam jurnal The Journal of Scholarship of Teaching and Learning (JoSoTL)Volume 2, Number 1 (2001).
Mills, G.E. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher (2nd ed.). New Jersey: Merrill Prentice Hall.
Nunan, D. 1992. Research Methods in Language Learning. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Sagor, R. 2004. The AR Guidebook: A Four-Step Process for Educators and School Teams.Thousand Oaks, CA: Sage.
Sulipan. (n.a.)  “Penelitian Tindakan Kelas”. Makalah, disusun untuk Program Bimbingan Karya Tulis Ilmiah secara Online Dan Program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Indonesia di Luar Negri. Diunduh pada tanggal 15 Juni 2008 dari:  http://massholeh.webs.com/sulipan.pdf
Tomal, D.R. 2005. AR for Educators. Lanham, Maryland: Rowman and Littlefield.
Weimer, M. 1996. Improving your Classroom Teaching. Newbury Park, CA: Sage.

09 Februari 2016

Review Buku Glosari Teori Sosial

Review Buku
Judul Buku        : Glosari Teori Sosial
Penulis                : M. Taufiq Rahman
Penerbit              : Ibnu Sina Press
Tahun Terbit       : 2011
Jumlah Halaman : 139 halaman
Penyaji Ridwan/157885405  Kelas P2TK IPS

A.  PENDAHULUAN
Manusia adalah sebagai makhluk sosial, dimana hidupnya saling keterkaitan atau berhubungan antara makhluk hidup satu dengan makhluk hidup yang lainnya. Penyusun saat ini akan membedah dan meresensi buku “Glosari Teori Sosial”. Dimana buku ini sangat penting untuk di baca bagi mahasiswa-mahasiswi sosial ataupun umum karena buku ini akan menjadi pedoman atau bimbingan  dan referensi yang sangat baik untuk membuat makalah atau tugas yang menyangkut tentang sosial.
Buku berjudul “Glosari Teori Sosial” ini di dalamnya membahas tentang istilah-istilah sosial, yang di dalamnya terdapat, Akomodasi, Alienasi, Amlagamasi, Anomi, Asimilasi, Birokrasi, Definisi Situasi, Diskriminasi, Elit, Empirisisme, Estet, Etnosentrisme, Evolusi Sosial, Fakta Sosial, Feodalisme, Fungsi, Generalisasi, Hipotesis, Holisme, Ideologi, Institusi Sosial, Integrasi Sosial, Interaksi Sosial, Interaksionisme Simbolik, Jarak Sosial, Kasta, Kebudayaan, Kekurangan Relatif, Kelas Sosial, Kelompok Rujukan, Kelompok Sosial, Kemestian, Fungsionalisme, Kerjasama, Keseimbangan Sosial, Kharisma, Kohesi Sosial, Komunitas/ Masyarakat, Konflik Sosial, Konsensus, Konsep, Kontrol Sosial, Korelasi, Kuasa, Makna, Masalah Sosial, Masyarakat Majemuk, Masyarakat Massa, Mobilitas Sosial, Nilai, Norma Sosial, Objektivitas, Observasi, Otoritas, Pembagian Kerja, Pengertian, Penjelasan, Penyimpangan, Peran Sosial, Pertukaran Sosial,  Perubahan Sosial, Positivisme, Prasangka, Ramalan, Ras/Rasisme, Rasionalisasi, Sanksi Sosial, Segregasi, Sekularisasi, Sistem Sosial, Sosialisasi, Status, Stratifikasi Sosial, Struktur Sosial, Teori Sosiologi, Tindakan Sosial, Tipe Ideal, dan Variabel Pola.

B.  PEMBAHASAN
Dalam buku yang berjudul “Glosari Teori Sosial” terdapat berbagai kupasan mengenai Sosial, buku ini lebih menjuru kepada penjelasan akan arti dari kupasan sosial tersebut. Di sini juga penyusun akan membahas ontologi ilmu sosial satu per satu yang ada dalam pembahasan di dalam buku “Glosari Teori Sosial” yang menyangkut konsep apa saja yang dikaji dalam ilmu social (social studes).

1.      Akomodasi
Akomodasi ataupun Penyesuaian adalah satu keadaan atau proses ketika kelompok- kelompok yang sedang konflik setuju untuk menghentikan atau menghindari konflik dengan mengadakan interaksi secara aman damai baik  untuk semntara atau selama-lamanya.  Akomodasi yang menitikberatkan proses kerjasama dan negosiasi biasanya tidak menghilangkan identitas suatu kelompok.
Diberikan contoh dari Akomodasi atau Penyesuaian, yaitu yang terjadi di Indonesia. Seperti penggunaan Bahasa, Pengamalan Agama dan Kepercayaan secara bebas bagi tiap-tiap kelompok masyarakat tanpa gangguan dari kelompok lain.

  1. Alienasi
Alienasi atau keterasingan merupakan kondisi ketika manusia merasa terpisah, atau bahkan terputus dari masyarakat dan kebudayaannya.  Akibatnya, segala nilai dan norma masyarakat tidak lagi memberikan makna apa-apa kepada individu. Oleh karena itu, individu itu merasa terpencil serta kecewa.
Di buku ini, diperkenalkan juga Karl Marx sebagai pemikir yang sering menggunakan konsep ini. Dan dipaparkan dengan singkat juga Alienasi  dari segi ekonomi, bidang pekerjaan yang terbagi kedalam empat aspek yaitu Manusia mengalami alienasi dari hasil yang di produksinya, dari proses produksi, dari diri sendiri, dan dari masyarakatnya.

  1. Amalgamasi
Amalgamasi berarti penyatuan biologis antar anggota-anggota kelompok etnik atau ras yang berlainan, sehingga muncullah bangsa yang baru. Di buku ini, dicpaparkan dalam dua konteks, yaitu konteks Amerika Serikat dan Konteks Indonesia, dan juga dicontohkan yang terdapat di Hawaii dan Meksiko yang memupuk amalgamasi.
Pada dasarnya ide Amalgamasi  merupakan satu respon kelompok minoritas terhadap berbagai kondisi masyarakat. Amalgamasi, seperti Asimilasi, hanya bisa terjadi dengan syarat kelompok dominan membenarkan dan membebaskan kelompok minoritas berbuat demikian, dan kelompok minoritas mau atau terpaksa berbuat demikian. 

  1.  Anomi
Anomi adalah satu situasi sosial dimana norma-norma sosial telah hilang atau menjadi lemah, atau norma-norma sosial itu kurang jelas atau bertentangan satu sama lain. Individu yang terperangkap dalam keadaan anomi biasanya kehilangan pandangan moral, kontrol sosial dan menjadi serba salah.
Di buku ini diperkenalkan Emile Durkheim sebagai awal yang memperkenalkan konsep Anomi dalam sosiologi. Konsep ini awalnya digunakan Emile Durkheim dalam pembahasannya mengenai bentuk pembagian kerja yang patologis dan pengaruh-pengaruhnya. Konsep anomi ini juga kemudian dipopulerkan oleh sosiolog R. K. Merton.

  1. Asimilasi
Asimilasi adalah satu proses penyatuan di antara kelompok atau individu yang berlainan budaya yang kemudian membentuk satu kelompok dengan kebudayaan dan identitas yang sama. Terdapat dua faktor penting dalam Asimilasi. Pertama, pengaruh kalangan minoritas untuk menghilangkan identitas mereka. Kedua, pengaruh kalangan mayoritas menerima kalangan lain.

  1. Birokrasi
Birokrasi adalah organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan kepada peraturan-peraturan serta bagian atau biro yang terdiri dari administrator yang terlatih. Max Weber memberikan ciri-ciri birokrasi seperti, Pembagian tugas, Sistem peraturan, Otoritas tersusun secara hierarkis, Tatacara impersounal, Pengambilan pegawai.

  1. Definisi Situasi
Definisi Situasi adalah penafsiran mengenai suatu keadaan atau makna yang diberikan oleh anggota masyarakat terhadap situasi sosial. Pengertian mengenai penafsiran situasi ini sangat penting untuk memahami suatu perilaku sosial.

  1. Diskriminasi
Diskriminasi adalah layanan yang berbeda-beda terhadap individu atau kelompok atas dasar-dasar tertentu, seperti ras, kebudayaan, jenis kelamin, agama, atau kelas sosial. Contohnya di Amerika Serikat, diskriminasi ras mempunyai hubungan yang erat dengan sistem perbudakan yang ada di negara itu pada abad ke-18 dan ke-19.

  1. Elit
Elit adalah satu kalangan minoritas cerdik, pandai yang berpengaruh dalam masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun bidang sosial, adminstrasi dan moral. Para Sosiolog generasi awal  seperti V. Pareto dan G. Moscamenyempitkan konsep ini  dengan mengalamatkan pada satu kalangan cerdik pandai  yang memerintah (governing elite).


  1. Empirisisme
Empirisisme adalah semua pengetahuan itu muncul dari pengalaman. Empirisme berdasarkan kepada anggapan bahwa hanya yang dapat dirasakan dengan inderalah yang benar. Ujian terakhir suatu ilmu adalah pengalaman panca indera.

  1. Estet
Estet adalah satu bentuk  stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat Eropa pada Zaman Pertengahan (Medieval). Sistem Estes awal mula muncul dalam Imperium Romawi Kuno dan kemudian merebak ke merata masyarakat Eropa yang bercorak feudal. Estes atau lapisan yang utama bisa di bedakan menjadi tiga, yaitu kalangan paderi (clergy), kalangan bangsawan (nobility), dan rakyat biasa (commoners).

  1. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah sikap atau kepercayaanbahwa kebudayaan kita sendiri lebih baik dan lebih tinggi nilainya dari kebudayaan kelompok lain. Istilah ini diciptakan oleh antropolog W.G. Summer.

  1. Evolusi Sosial
Evolusi Sosial adalah satu teori perubahan sosial yang berdasarkan anggapan bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap tertentu, dari bentuk yang lebih kompleks. Ide evolusi sosial diambil dari teori evolusi biologi. Tokoh-tokoh yang menggunakan rangka dasar evolusi dalam analisisnya yaitu, Herbert Spencer, Auguiste Comte, Henry Maine, Edward Tylor, Emile Durkheim, dan L.H. Morgan.

  1. Fakta Sosial
Fakta Sosial adalah satu cara bertindak, apakah tetap atau tidak, yang mempunyai satu sekat (constraint) luar; atau satu cara bertindak yang  umum dalam suatu masyarakat, yang ada dengan sendirinya, yaitu bebas dari manifestasi individunya. Istilah ini awal mula diperkenalkan dalam sosiolog oleh Emile Durkheim. Fakta Sosial mempunyai empat ciri  yang membedakannya dari fakta bukan sosial.

  1. Feodalisme
Feodalisme merupakan sebuah sistem sosial yang ada di Eropa Barat dari abad ke-10 hingga abad ke-14. Pada umumnya feodalisme berdasarkan pada hubungan di antara kalangan lord  (bangsawan)  dengan vassal (orang yang mengerjakan tanah kepunyaan bangsawan). Terdapat juga empat ciri utama sistem foedal.

  1. Fungsi
Istilah Fungsi merujuk kepada konsekuensi objektif (objective consequence) suatu fenomena sosial terhadap fenomena yang lain atau sistem keseluruhannya. Penggunaan fungsi didasarkan kepada analogi yang  dibuat dengan organisme biologi. Tiap-tiap  fenomena sosial dianggap mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan atau tujuan tertentu dalam masyarakat. Fungsi mempunyai du jenis, yaitu fungsi yang Nampak (manifest) dan fungsi terpendam (latent). Konsep fungsi banyak digunakan oleh sosiolog dan antropolog . tokoh-tokoh yang terkenal dalam hal ini  diantaranya Radcliffe-Brown dan Malinowski.

  1. Generalisasi
Generalisasi memiliki beberapa jenis, menurut Bottomore, sosiolog nampaknya tidak begitu berminat membangun generalisasi yang lebih luas dari kolerasi empirik yang telah mereka bangun.

  1. Hipotesis
Hipotesis adalah kenyataan tentang hubungan yang dipercaya adanya di antara satu fenomena dengan fenomena yang lain, atau tentang sifat suatu fenomena. Hipotesis memainkan dua peran penting dalam suatu kajian. Pembentukan hipotesis yang berguna adalah langkah yang cukup penting dalam penelitian. Hipotesis berkaitan erat dengan teori.

  1. Holisme
Holisme menjelaskan bahwa kelompok atau masyarakat merupakan satu keseluruhan (totalitas) yang unik. Dalam sosiologi, holisme atau pendekatan holisme telah disamakan dengan pendekatan fungsionalisis. Pendekatan ini menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian yang saling berkaitan. Pendekatan holisme berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sosiologi lain seperti Comte, Herbert Spencer dan Durkheim.

  1. Ideologi
Ideologi adalah satu sistem ide yang saling bergantung (tradisi, kepercayaan, dan prinsip) mencerminkan serta mempethahankan kepentingan-kepentingan suatu kelompok atau masyarakat. Awal mula istilah Ideologi  diperkenalkan oleh ahli filsafat prancis Destutt de Tracy (1755-1836). Istilah ini berubah pengertiannya dan digunakan untuk merujuk kepada satu set ide bagi mempertahankan kepentingan tertentu. Konsep ini banyak terdapat dalam tulisan Karl Max dan Karl Mannheim.

  1. Institusi Sosial
Institusi adalah salah satu konsep sosiologi yang paling luas digunakan dan mempunyai beberapa pengertian yang berlainan. Namun sosiolog dan antropolog masih belum mencapai kesepakatan tentang penggunaan konsep ini.  E. Chinoy(Society, 1962). Berpendapat bahwa istilah institusi perlu di khususkan kepada pola perilaku yang telah disetujui. Institusi sosial yang utama adalah institusi perkawinan, politik, pelajaran, ekonomi, dan agama.

  1. Integrasi Sosial
Integrasi Sosial adalah proses mempersatukan berbagai kelompok dalam masyarakat melalui satu identitasbersama dengan menghilangkan perbedaan dan identitas maasing-masing. Kaum fungsionalis berpendapat bahwa pada dasarnya masyarakat berada dalam keadaan integrasi dari segi norma dan nilai.

  1. Interaksi Sosial
Interaksi Sosial adalah satu proses sosial yang melibatkan dua atu lebih individu atau kelompok. Interaksi sosial melibatkan alat komunikasi seperti bahasa dan symbol, agar antar individu dapat saling bertukar makna dan pemikiran satu sama lain. Di kalangan sosiolog George Simmuel merupakan tokohyang menumpukan perhatian kepada sangat pentingnya proses interaksi, menurutnya interaksi diantara manusia adalah asa usul segala kehidupan sosial.

  1. Interaksionisme Simbolik
Interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) adalah pendekatan dalam psikologi sosial yang menerangkan komunikasi linguistic dan gerak tubuh, khususnya menekankan peranan bahasa dalam pembentukan pemikiran (mind), diri (self), dan masyarakat. Karena pendekatan interaksionisme simbolik menumpukan perhatian kepada butir-butir terperinci tentang interaksi, kehidupan dan orang-orang yang dikaji, maka kajian yang dilakukan itu bercorak intensif dan metode kualitatif sering digunakan.

  1. Jarak Sosial
Jarak Sosial (social distance) adalah perasaan adanya pemisahan atau pemisahan sosial yang bena-benar ada diantara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Emory S. Bogardus merupakan orang yang pertama kali memberikan analisis yang teratur atas konsep jarak sosial. Terdapat tiga fakta utama pada jarak sosial. Dalam masyarakat yang mempunyai hierarki status seperti yang terdapat dalam sistem kasta, jarak sosial adalah sebagian dari struktur peranan masyarakat.

  1. Kasta
Kasta adalah satu lapisan masyarakat yang berdasarkan pada warisan dan dikekalkan dengan agama dan hukum. Pada dasarnya sistem kasta merupakan sistem stratifikasi yang berdasarkan kepada tradisi di Iindia. Contoh sistem kasta seperti di masyarakat hindu tradisional yang terdapat empat kasta utama dan dua yang sebagai kalangan terbawah sekali. Terdapat ciri-ciri utama sistem kasta seperti yang dilaksanakan dalam masyarakat Hindu tradisional adalah keanggotaan, endogami, pekerjaan, hubungan sosial, dan mobilitas sosial. Salah seorang sosiolog yaitu  Lloyd menggunakan istilah kasta dalam konteks hubungan ras di Amerika Serikat, namun Oliver Cox menentang bahwa sistem kasta yang terdapat di masyarakat Hindu di India itu tidak sesuai digunakan dalam situasi di luar india.

  1. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan seluruh cara hidup masyarakat atau seluruh aspek pemikiran dan perilaku manusia yang diwarisi dari satu generasi ke generasi yang lain melalui proses pembelajaran. Sebagai keseluruhan cara hidup manusia, kebudayaan meliputi kehidupan kelompok yang bercorak material dan immaterial.

  1. Kekurangan Relatif
Konsep kekurangan relative (relative deprivation) ini berkaitan dengan batasan atau keadaan yang kurang baik akibat dari perbandingan dengan individu atau kelompok lain yang lebih superior, bukan diukur berdasarkan kriteria yang objektif. Keadaan kekurangan relatif  hanya ada ketika perbandingan dilakukan dengan individu atau kelompok yang lebih superior dan lebih tinggi statusnya.

  1. Kelas Sosial
Menurut Karl Max, kelas sosial adalah kategori individu yang  mempunyai hubungan yang sama terhadap alat-alat produksi (means of production) serta hubungan produksi seperti sistem pembagian dan pertukaran. Kesadaran kelas adalah dimana anggota kelas menyadari persamaan mereka dari segi kepentingan dan kedudukan. Weber juga berpendapat bahwa syarat dasar suatu kelas terletak pada pembagian kuasa ekonomi yang tidak seimbang dan seterusnya hingga pembagian peluang yang tidak sama rata.

  1. Kelompok Rujukan
Kelompok Rujukan (reference group) merupakan satu kelompok atau kategori yang memberi garis panduan kepada individu dalam mewarnai kepercayaan, sikap, nilai dan perilakunya.konsep ini awal mula diperkenalkan oleh Herbert H. Hyman dan kemudian diperluas oleh segolongan ahli psikologi sosial dan sosiologi seperti M. Sharief, T.M. Newcomb dan R.K. Merton.

  1. Kelompok Sosial
Kelompok Sosial (social group) merupakan kelompok individu yang mempunyai identitas yang sama, perasaan kekitaan, cita-cita yang sama serta hubungan sosial tertentu. Contoh kelompok sosial adalah keluarga, partai politik, kesatuan sekerja dan Negara. Tonnies membedakankelompok sosial antara lain  gemeinshaft(komunitas; paguyuban) dan gesellschaft (masyarakat; patembayan).  C.H. Cooleyjuga membedakan kelompok primer dan kelompok sekunder.

  1. Kemestian Fungsional
Kemestian Fungsional (functional imperative) adalah keperluan organisasi universal masyarakat. Terdapat empat kemestian fungsional yaitu, pencapaian cita-cita, penyesuaian proses pelatihan sumber-sumber teknik demi pencapaian cita-cita, integrasi, latensi (latency).

  1. Kerjasama
Kerjasama (cooperation) adalah interaksi sosial yang melibatkan individu atau kelompok dalam membuat tindakan bersama bagi mencapai cita-cita bersama. Kerjasama adalah proses yang paling dasar dalam masyarakat.

  1. Keseimbangan Sosial
Konsep keseimbangan atau equilibrium berasal dari ilmu mekanik ini berarti keadaan seimbang dalam suatu sistem. Dalam ilmu sosial konsep ini berarti harmoni dan penyesuaaian di antara bagian-bagian suatu sistem sosial yang dianggap sebagai keseluruhan yang berintegrasi. Herbert Spencer merupakan sosiolog yang awal mula menggunakan konsep equilibrium atau keseimbangan.

  1. Kharisma
Kharisma adalahsifat pribadi individu yang seolah-olah mempunyai kemampuan dan uasa yang luar biasa. Konsep ini awal mula digunakan oleh Ernest Troeltschdan kemudian digunakan oleh Max Weber untuk menerangkan kemampuan memimpin berdasarkan kepada kepribadian tanpa dorongan material atau paksaan apapun. Bagi Weber, charisma adalah bentuk otoritas tulen.





  1. Kohesi Sosial
Kohesi atau kesatuan sosial merupakan keadaan dimana anggota kelompok atau masyarakat bersatu padu akibat adanya interaksi dan ikatan sosial tertentu. Kohesi sosial melibatkan kesepakatan berkaitan dengan cita-cita, nilai, norma, dan peranan kelompok. Kohesi sosial telah menjadi masalah utama di kalangan sosiolog sepertiAuguste Comte dan Durkheim. Durkheim membedakan dua jenis kohesi atau kesatuan, yaitu kohesi mekanik dan kohesi organik.

  1. Komunitas/ Masyarakat
Istilah gemeinschaft dan gesellschaft awal mul digunakan sosiolog Jerman,Ferdinand Tonies. Kedua konsep ini fenomena sosial yang agak luas. Pada umumnya, gemeinschaft merujuk kepada masyarakat praindustri, sementara gesellshcaft mewakili masyarakat yang biasanya dikaitkan dengan proses perindustian.

  1. Konflik Sosial
Konflik adalah pertentangan secara langsung dan sadar antara individu atau kelompok untuk mencapai cita-cita bersama. Teori konflik menekankan konflik sebagai unsur utama dalam kehidupan sosial. Thomas Hobbes, salah seorang filsof Inggris merpakan orang yang pertama kali menarik perhatian kepada unsur konflik.Karl Marx adalah  tokoh yang mengemukakan teori konflik. Tumpuan perhatian dalam tulisan Marx adalah ciri pertentangan dalam sistem kapitalis yaitu pertentangan diantara dua kelas.


  1. Konsensus
Konsensus adalah persetujuan umum tentang nilai, norma, dan peraturan-peraturan yang menentukan cita-cita serta ikhtisar-ikhtisar untuk mencapainya, pembagian peranan dan ganjaran dalam suatu sistem sosial. Menurut sebagian sosiolog, seperti consensus merupakan dasar yang penting dalam kelangsungan masyarakat, maka muncullah model consensus mengenai masyarakat. Model konsesnsus, ataupun model integrasi menekankan unsur norma dan legitimasi.

  1. Konsep
Konsep adalah perkataan atau beberapa perkataan yang menyatakan satu ide umum tentang sifat suatu benda, kejadian atau fenomena, atau tentang hubungan antara fenomena dengan fenomena. Konsep itu penting dalam proses membuat generalisasi dan membangun teori. Dalam sosiologi, tumpuan perhatiannya adalah apakah konsep itu berguna dalam menerangkan dan membangun teori.

  1. Kontrol Sosial
Kontrol Sosial adalah cara yang digunakan oleh masyarakat atau kelompok untuk mempengaruhi perilaku anggotanya supaya mereka mematuhi norma-norma, tradisi dan pola-pola perilaku yang penting bagi meluruskan perjalanan masyarakat atau kelompok itu. Kontrol sosial bisa bercorak positif atau negatif dan dan kedua bentuk ini juga bersifat formal dan informal. Salah seorang sosiologi yang membicarakan ide mengenai kontrol sosial adalah Durkheim.


  1. Korelasi
Korelasi adalah perkaitan antara dua variable atau lebih. Dalam bidang sosiologi, jenis kolerasi linear yang berisi satu skala tetap (constant) antara kdar perubahan dua (atau lebih) variable. Terdapat dua korelasi, yaitu korelasi positif dan korelasi negatif. Kalau sekiranya tidak ada korelasi diantara dua variable, yakni keduanya berubah secara bersaingan, maka nilai koefisien korelasi adalah 0.

  1. Kuasa
Kuasa (power) adalah kesanggupan orang atau kelompok untuk mencapai sesuatu, mengontrol atau mempengaruhi perilaku pihak yang lain, walaupun perilaku itu bertentangan dengan kemauan pihak lain. Kuasa adalah konsep yang digunakan oleh sosiolog dengan berbagai cara. Seperti Weber, Karl Marx, Talcott Parsons,dan John Rex. Dari segi manapun, kuasa adalah dimensi yang penting dalam kehidupan sosial.

  1. Makna
Makna (meaning) adalah penafsiran mengenai suatu situasi, perilaku, ide atau objek yang dibuat sebelum seorang individu bertindak atau merespon. Makna berasal dari masyarakat, bahasa dan institusinya merupakan bagian dari struktur masyarakat yang diwarisi. Konsep makna subjektif merupakan salah satu konsep yang penting dalam sosiologi  Max Weber.

  1. Masalah Sosial
Masalah sosial adalah keadaan yang dianggap oleh anggota masyarakat yang berpengaruh sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tidak dapat ditoleransi, atau sebagai ancaman terhadap nilai-nilai dasar masyarakat itu, dan memerlukan tindakan kelompok untuk menyelesaikannya. Masalah sosial dibagi kedalam dua kategori besar, yaitu disorganisasi sosial dan perilaku menyimpang.

  1. Masyarakat Majemuk
Pada umumnya ada dua tradisi yang bertentangan mengenai konsep pluralism atau kemajemukan. J. S. Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Konsep ini digunkan secara khusus untuk merujuk pada masyarakat tropis yang berada dibawah kuasa pejajah, terdapat konflik dan perpecahan diantara kelompok-kelompok yang berbeda keturunannya. Terdapa beberapa tokoh lagi yang memberikan sumbangan terhadap teori ini, yaitu M. G. Smith, P.L. van den Berghe, John Rex.

  1. Masyarakat Massa
Masyarakat Massa (mass society) adalah satu unit sosio-politik yang besar dan modern, seperti satu Negara, yang muncul akibat perubahan teknologi, perindustrian dan modernisasi, dan dicirikan dengan perilaku massa dan kebudayaan massa. Sebagai satu kolektifitas, massa perlu dibedakan dari crowd (kerumunan) dan public (orang banyak).

  1. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial merupakan proses perubahan individu atau kelompok dari satu lapisan sosial kepada lapisan sosial yang lain dalam satu sistem stratifikasi sosial. Mobilitas sosial ditinjau dri segi waktu. Sebagian sosiolog membagi membagi mobilitas kepada dua jenis, yaitu mobilitas anjuran dan mobilitas tandingan. Mobilitas sosial berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat.

  1. Nilai
Nilai (value) merupakn satu prinsip umum yang menyediakan anggota masyarakat dengan satu ukuran atau standar untuk membuat keputusan dan pilihan mengenai tindakan dan cita-cita tertentu. Menurut Clyde Kluckhohn, nilai adalah standar yang langgeng dari segi waktu.

  1. Norma Sosial
Norma Sosial (socil norm) merupakan perilaku standar yang setujui bersama oleh anggota kelompok. Norma-norma sosial sangat erat hubungannya dengan konsep-konsep folkways dan mores  yang telah dipopulerkan oleh W.G.  Summer. Moresmerupakan norma sosial yang lebih dasar bagi kehidupan sosial.

  1. Objektivitas
Objektivitas adalah sifat penelitian ilmiah yang bebas dari pemutar-balikan, bias, dan prasangka dalam persepsi atau penjelasan. Pada umumnya menurut Gunnar Myrdal objektivitas bisa digugat serta tercemar oleh tiga faktor. Objektivitas adalah sikap yang perlu diambil oleh ahli ilmu sosial.





  1. Observasi
Observasi atau penelitian adalah teknik pengumpulan data dalam sosiologi dan bidang ilmu yang lain. Dalam bidang ilmu sosial, khususnya antropologi, teknik yang amat luas digunakan adalah penelitian ikut serta (participant observation).

  1. Otoritas
Otoritas (authority) merupakan kuasa yang telah disahkan dan dilembagakan dalam suatu masyarakat atau sistem sosial. Max Weber membedakan tiga jenis otoritas yaitu, yang bercorak tradisi, yang berdasarkan kharisma, dan yang bersifat rasional.

  1. Pembagian Kerja
Konsep ini mula-mula digunakan oleh Adam Smith dalam bukunya Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations, 1775. Akan tetapi penggunaan konsep ini dalam sosiologi mula-mula dikemukakan oleh Emile Durkheim dalam bukunya The division of labour in society. Bagi Durkheim, pembagian kerja adalah fenomena yang amat penting dalam masyarakat modern karena fenomena ini dapat menjalin komunikasi di kalangan anggota masyarakat dan seterusnya hingga mengadakan kesatuan sosial.

  1. Pengertian
Pengertian adalah satu metode sosiologi Max Weber yang bertujuan untuk memahami dan menafsirkan perilaku manusia dari segi makna subjektif. Pengertian bagi Weber dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu jenis pertama berhubungan dengan pengertian yang berdasarkan penelitian secara langsung (direct observational understanding) mengenai makna perilaku atau kejadian, jenis kedua dikenal sebagai pengertian yang bercorak penjelasan (explanatory understanding).

  1. Penjelasan
Sosiologi, seperti bidang ilmu yang lain-lain, mempunyai cita-cita untuk bersifat teoritis disamping bersifat empiris. Robert Brown membedakan tujuh jenis penjelasan dari segi genetis (historis), tujuan, disposisi, sebab, fungsi, generalisasi yang bercorak empiris dan teori.

  1. Penyimpangan
Penyimpangan atau deviasi berarti apa saja perilaku yang tidak mematuhi norma sosial suatu kelompok sosial atau masyarakat. Merton berpendapat bahwa kadar penyimpangan dalam suatu masyarakat berubah menurut kelas sosial, kelompok etnik, ras, dan ciri-ciri lain.

  1. Peran Sosial
Peran sosial merupakan pola perilaku yang diharapkan (expected behavior) yang berkaitan dengan status atau kedudukan sosial seseorag dalam suatu kelompok atau situasi sosial.

  1. Pertukaran Sosial
Pertukaran sosial (social exchange) adalah salah satu proses sosial yang mendasar. Menurut Blau, pertukaran sosial adalah perilaku sosial individu secara sukarela yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan balasan dari pihak-pihak lain.

  1. Perubahan Sosial
Perubahan sosial berarti modifikasi atau perubahan institusi sosial atau pola-pola peran sosial. Perubahan sosial merujuk kepada perubahan dari segi hubungan sosial yang ada, seperti dalam kehidupan keluarga, ekonomi, dan agama. Pola perubahan evolusi dan revolusi. Perubahan sosial adalah fenomena yang lazim dalam semua masyarakat.

  1. Positivisme
Dalam filsafat, positivism berkisar di sekitar anggapan bahwa ilmu merupakan satu rangka dasar dan darinya sifat dan bentuk pengetahuan dapat ditentukan. Dlam sosiologi, positivism merujuk kepada anggapan bahwa konsep-konsep dan metode-metode yang digunakan dalam ilmu alam bisa juga digunakan dalam ilmu kemasyarakatan.

  1. Prasangka
Prasangka (prejudice) adalah satu sikap yang kurang baik (atau yang baik) terbatas pada individu atau kelompok oleh karena ciri-ciri tertentu, seperti ras, agama, pekerjaan, jenis kelamin, dan kelas. Prasangka adalah satu fenomena yang agak universal sering kali ditunjukan kepada individu dari kelompok lain.





  1. Ramalan
Untuk membuat suatu ramalan (prediksi), kita melakukan secara deduktif berpandukan kepada fakta-fakta dan hukumhukum tertentu yang telah kita ketahui. Ramalan berkaitan dengan penjelasan. Sifat ramalan yang refleksif merupakan suatu sifat unik dalam ilmu sosial yang tidak terdapat dalam ilmu fisik.

  1. Ras atau Rasisme
Dari segi biologis, ras adalah satu kelompok manusia yang mempunyai persamaan dari segi fisik seperti warna kulit, bentuk kepala, hidung, mata, bibir, telinga, dan sebagainya. Istilah ras tidak mempunyai suatu definisi yang tega. Hakikat ini telah diakui banyak sosiolog. Van den Berghe, berpendapat bahwa istilah ras itu membingungkan karena istilah ini mempunyai empat pengertian utama. Konsep ras dan rasisme berkitan erat satu sama lain. Adanya ras dalam masyarakat berarti juga ada rasisme. Rasisme adlah salah satu masalah rumit yang dihadapi oleh dunia sekarang.

  1. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah keadaan makin tingginya standardisasi, kelangsungan dan penyelarasan dalam struktur suatu organisasi. Istilah ini digunakan oleh Max Weberuntuk menyifatkan apa yang dilihatnya sebagai trend utama dalam masyarakat Barat. Rasionalisasi juga berarti satu bentuk justifikasi dimana seorang individu memberi alas an untuk mewajarkan atau mempertahankan suatu tindakan yang dianggap kurang wajar atau tidak dapat diterima.

  1. Sanksi Sosial
Sanksi sosial adalah hukuman atau ganjaran yang ditunjukan kepada seorang individu untuk memastikan kepatuhan kepada norma sosial.  Radcliffe-Brownmendefinisikan sanksi sosial sebagai reaksi masyarakat atau sebagian besar anggota-anggotanya terhadap perilaku tertentu.

  1. Segregasi
Segregasi artinya pemisahan yang meletakkan batas-batas dan sekat-sekat tertentu keatas hubungan, sosial, kontrak dan komunikasi. Pada umumnya segregasi terbagi kepad dua jenis, yaitu segregasi sukarela dan segregasi bukan sukarela.

  1. Sekularisasi
Sekularisasi berasal dari perkataan “sekular” (yang berhubungan dengan duniawi). Dalam pengertian yang paling luas, konsep sekularisasi berhubungan dengan proses keruntuhan peranan agama dalam masyarakat yang mengakibatkan masyarakat bercorak lebih rasional,  materialis.

  1. Sistem Sosial
Sistem sosial bisa ditafsirkan sebagai satu set peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang mempunyai nilai, norma, dan cita-cita yang sama.  Menuurut Parsons, unit utama sistem sosial terdiri dari kolektivitas dan peranan. Sementara pola utama atau hubungan yang mengaitkan unit-unit tersebut adalah nilai dan norma. Untuk tujuan analisis tertentu, sebagian sosiolog membedakan sistem sosial dari sistem kebudayaan dan sistem kepribadian.

  1. Sosialisasi
Sosialisasi adalah satu proses sosial yang dilalui oleh seorang individu untuk menjadi anggota suatu kelompok dengan mempelajari kebudyaan kelompok itu serta peranannya dalam kelompok itu.  Sosialisasi adalah proses sepanjang hayat yang perlu dilalui oleh seorang individu. Kedua bentuk sosialisasi, yaitu primer dan sekunder.

  1. Status
Status adalah kedudukan sosial seorang individu dalam suatu sistem sosial. Pada umumnya, status merupakan hak dan obligasi, dan tidak semestinya mempunyai hierarki. Menurut Ralph Linton, status terbagi kedalam dua jenis, yaitu status warisan dan status perolehan.

  1. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan proses pembedaan individu-individu dam masyarakat yang menyebakan kemunculan satu hierarki yang terdiri dari lapisan atau strata yang berlainan kedudukannya. Stratifikasi sosial adalah hasil dari interaksi sosial dan merupakan suatu fenomena sosial yang agak meluas dalam semua masyarakat. Menurut  T.B. Boottomore, terdapat dua percobaan utam untuk memajukan teori stratifikasi sosial yang umum.

  1. Struktur Sosial
Struktur sosial adalah salah satu konsep yang paling banyak digunakan dalam sosiologi dan juga paling sukar untuk diberi satu definisi yang tepat.  Pada umumnya konsep ini digunakan masyarakat, khususnya pola-pola perilaku atau hubungan sosial yang agak stabil dan langgeng. Baik dalam bidang antropologi maupun sosiologi, konsep struktur sosial adalah satu konsep utama dalam pendekatan struktur-fungsional.

  1. Teori Sosiologi
Teori sosiologi adalah satu set anggapan mengenai masyarakat, fenomena, sosial, dan perilaku manusia. R.K. Merton mendefinisikan teori sosiologi sebagai himpunan anggapan yang saling berkaitan secara logis, yang dengannya keseragaman empiric bisa dirumuskan.

  1. Tindakan Sosial
Tindakan sosial adalah segala perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif. Konsep tindakan sosial telah diberikan suatu definisi klasik oleh Max Weber. Menurut Weber tindakan dikatakan sosial ketika tindakan itu berisi tiga unsur. Weber seterusnya membedakan empat jenis tindakan, yaitu perbuatan zweckrstionslatau tindakan rasional yang berhubungan dengan suatu cita-cita, tindakanwerirational atau tindakan rasional berhubung dengan suatu nilai, tindakan yang bercorak tradisi merupakan tindakan yang ditentukan oleh tradisi dan adat istiadat, tindakan emosi atau afektual.


  1.  Tipe Ideal
Konsep ini diperkenalkan dalam sosiologi oleh Max Weber. Tipe ideal merupakan satu alat analisis untuk mengkaji dan membandingkan fenomena sosial. Tipe ideal bukan bersifat sempurna dalam pengertian etika yaitu sebagai sesuatu yang sepatutnya ada tetapi berarti “hipotesis” atau bersifat “logis”.

  1. Variable Pola
Variable pola (pattern variables) merupakan salah satu sumbangan teori Talcott Parsons yang agak luaspengaruhnya. Ia terdiri dari lima pasangan atau dikotomi untuk tujuan pembedaan (diferensiasi) hubungan sosial. Menurut Parsons, kelima variable sosial merupakan dilemma pokok yang dihadapi oleh seorang individu ketika dihadapkan dengan suatu situasi.

C.  Komentar Penulis
1. Jenis Buku              : Fiksi (Nyata)
2. Keaslian Ide           : Buku ini kumpulan dari pemikiran beberapa tokoh namun dikemas menjadi sebuah buku glosari (kamus dalam bentuk ringkas) oleh penulisnya.
3. Bentuk                    : Buku yangdikemas sangat sederhana.
4. Isi dan Bahasa        : Sangat bagus untuk menjadi sebuahreferensi tugas, bahasa yang digunakan juga mudah di pahami.
5. Kelebihan               : Buku ini mampu memberikan keterangan yang ringkas, jelas dan setiap istilah tidak hanya diberi pengertian tapi juga contoh dan studi kasus yang ada si dalamnya yang membuat pembaca semakin paham.
6. Kekurangan            : Kekurangan dalam buku ini banyak pula ditemukan dibeberapa halaman buku, seperti, kelebihan ketikan, salah pengetikan, nama asing tidak di cetak miring, dan ada beberapa istilah yang tidak ada pengertiannya akan tetapi langsung pada contohnya, yang sebenarnya buku ini harus ada pengertian dari istilah-istilah tersebut, karena kata dari “glosari” ini berarti kamus dl bentuk yg ringkas.
7. Kesimpulan/Saran   : Buku ini disajikan untuk Mahasiswa dan Mahasiswi atau Umum, untuk dipelajari sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Pengembangan aspek-aspek tersebut untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup (life-skills) melalui seperangkat kompetensi agar siswa dapat bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa yang akan datang.

BIOGRAFI PENULIS
Mohammad Taufiq Rahman dilahirkan di Tasikmalaya, 4 April 1973. Beliau tinggal di Sumedang. Pendidikan S-1-nya adalah jurusan Tafsir Hadist Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Gunung Djati Banduung (tamat tahun 1995), dilanjutkan pada program S-2 Islamic Studies, Leiden University, Belanda (tamat tahun 1999), dan S-3 di Departement of Aqidah and Islamic Thougt, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia (tamat tahun 2010).
Selama menjadi mahasiswa beliau seringkali aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, terutama yang bersifat kajian dan publikasi. Beliau termasuk diantara mahasiswa yang aktif berdiskusi di berbagai lingkar studi seperti Lembaga Studi Tafsir (LESTUTA), Forum diskusi Al-Qalam, Islamic Thought Forum, Himmatul ‘Alimin di Bandung, dan Humanitair Active Voor Indonesie (Aksi Kemanusiaan Untuk Indonesia, AKUI) di Amsterdam, Belanda. Di bidang publikasi, beliau pernah menerbitkan bulletinHimmath dan menjadi redaktur di suara kampus (SUAKA) IAIN SGD Bandung.sebagai wartawan kampus beliau sering bersilaturahmi dengan sesama jurnalis kampus baik dalam Forum Pers Mahasiswa Bandung (FPMB), maupun Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI).
Karir yang digelutinya pertama adalah guru, yaitu di Madrasah Diniyah dan Madrasah Tsanawiyah (1989-1995). Kemudian juga pernah berkarir di dunia pers dengan menjadi jurnalis di Majalah Bulanan Islam RISALAH, Bandung (1994-2003)dan menjadi kontributor di beberapa majalah dan Koran.
Terakhir, yang masih digelutinya adalah menjadi dosen Fakultas Usuluddin UIN SGD Bandung (1997-sekarang). Dan di Program Pasca Sarjana UIN SGD Bandung. Selain itu, beliau masih menjadi peneliti pada Institute for Religious and Institutional Studies(IRIS), Bandung (1999-sekarang).