Masa penjajahan Belanda dibawah pimpinan Laging Tobias (1882-1884). Sebuah peristiwa yang menyita
perhatian dunia, terutama Inggris terjadi di Aceh. Hal yang kemudian membuat
Belanda di Aceh panik dan wibawanya luntur di Eropa. Peristiwa itu dinamai oleh Belanda sebagai “Nisero-quaestie”. Karena
menyita perhatian dunia, terutama negara-negara Eropa, maka peristiwa itu
ditulis oleh banyak orang dalam berbagai buku literatur sejarah kolonial di
Aceh.
Seperti W Bradley yang menulis dalam buku The Wreck of the Nisero and Our
Captives in Sumatera (1884). Ditulis juga oleh Gubernur Sipil dan
Militer Belanda di Aceh (1904-1905) HC van der Wijck dalam buku De Niserozaak (1884),
oleh Goolhaas dalam buku De
Nisero-kwestie, serta Kielstra dalam buku Atjeh onder het Bestuur van den Gouverneur Laging Tobias,
serta beberapa buku sejarah kolonial lainnya.
Anak Buah Kapal SS Nisero Inggris yang Tahan |
Masyarakat
sekitar pantai awalnya mengira kapal yang kandas itu adalah kapalnya Belanda.
Sehingga masyarakat sudah siap untuk menyerbu kapal tersebut. Karena memang
kondisi saat itu, Belanda sedang menginvansi Aceh. Penyerbuan tidak jadi
dilakukan setelah diketahui bahwa kapal yang terdampar itu bukanlah milik
Belanda melainkan kapal Inggris.
Di
saat itulah, timbul pemikiran Ulee Balang Teunom, Teuku Imam Muda Setia Bakti
Hadjat yang lebih dikenal dengan nama Teuku Raja Muda Teunom, untuk menyandera
kapal tersebut sebagai alat transaksi untuk membebaskan Teunom dari aksi penjajahan Belanda.
Ketika
kabar penyanderaan kapal Nisero sampai kepada Asisten Residen Belanda di
Meulaboh, Aceh Barat, Van Langen, ia langsung melapor kepada Gubernur Belanda
Laging Tobias di Kutaraja (Kutaraja: Nama lain Banda Aceh yang diubah Belanda
setelah Belanda berhasil menduduki kota tersebut dalam penyerangan tahun 1873).
Terhadap
peristiwa ini Gubernur Belanda Laging Tobias memerintahkan Van Langen untuk menyelesaikan
masalah dengan menawarkan uang tebusan sebesar f 100.000 (seratus ribu gulden).
Namun tawaran tersebut ditolak oleh Ulee Balang Teunom, Teuku Raja Muda Teunom.
Akibat dari ditolaknya tawaran tersebut, Tanggal 7 Januari 1884 kapal perang
Belanda dari Uleulhue (Banda Aceh) didatangkan ke Teunom untuk membombardir
kawasan tersebut, dan mendaratkan pasukan di Teunom untuk membebaskan para
sandera.
Namun
upaya itu gogal total. Malah para sandera diungsikan ke pedalamanan lagi,
tempat dimana para sandera sulit melarikan diri terkecuali mengambil resiko
berhadapan dengan binatang buas.
Dua
minggu setelah kandas, berita Kapal Nisero ditahan di Teunom sampai ke Penang,
yang segera meluas kabarnya ke seluruh dunia, sehingga menimbulkan kegemparan
dunia internasional saat itu.
Gubernur
Inggris Sir Fredrick Weld dari Semenanjung segera memerintahkan kapal perang
"Pegasus" di bawah komando Bickford menuju ke Banda Aceh untuk
menjumpai Gubernur Belanda Laging Tobias.
Atas
permintaan Inggris, kapal Pegasus dan dua kapal perang Belanda berangkat ke
Teunom dalam misi perdamainan membebaskan para tersandera. Dalam
perundingan yang disampaikan oleh perantara, RajaMuda Teunom malah menaikkan
uang tebusannya menjadi $ 300,000. Selain itu Raja Muda Teunom juga menambah
persyaratan bahwa pelabuhan-pelabuhan di pantai Teunom harus dibebaskan dari
blokade Belanda dan agar terjaminnya pengakuan tersebut, Inggris harus ikut
serta menjaminnya dimana Ratu Victoria dari Inggris diminta untuk turut
bertanda tangan dalam perjanjian tersebut.
Muara Panga Pasca Kemerdekaan |
Permintaan
ini disetujui oleh Raja Muda Teunom. Namun Kapten Kapal Nisero, Woodhouse tidak mau
kembali sebagaimana permintaannya pada Raja Muda Teunom.
Persoalan
yang tidak kunjung ada titik temu tersebut. Muncul pemikiran Gubernur Laging
Tobias untuk meminta kesediaan Teuku Umar (seorang panglima prajurit Aceh yang
baru saja menyatakan diri dan pasukannya menyerah kepada Belanda) untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Dengan
menjadikan Teuku Umar sebagai penengah, persoalaan itupun tidak berhasilkan
diselesaikan. Malah Teuku Umar membunuh semua pasukan Belanda yang terlibat
dalam rombongan tersebut dan hanya seorang saja yang tidak dibunuh, namun ia
menderita luka yang parah. Hal tersebut dilakukan Teuku Umar karena dalam
perjalanan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Malahan Teuku Umar dihina
dan direndahkan.
Teuku Umar dan Pengikutnya |
Patroli Pasukan Belanda |
dibuka
atau Teunom diancam akan dihancurkan oleh kapal perang kedua bangsa, Belanda
dan Inggris.
Leftenan Jeneral Van Heutsz sedang memerhatikan pasukannya h |
Untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan terhadap Teunom dan rakyatnya, akhirnya
Ulee Balang Teunom, Raja Muda Teunom, melepaskan semua sebanyak 18 orang awak
kapal Nisero yang masih hidup pada tanggal 10 September 1884
Tidak ada komentar:
Posting Komentar