Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

27 Februari 2020

Part 1 Selesai Part 2 Publikasi Film Perang Aceh: Nisero Quaetie 1883 Dibanjiri Apresiasi dari Netizans Luar Negeri. Kreasi Sederhana dari Siswa Biasa di Sekolah Terpencil Panga

Lihat Video klik di sini
Siswa sekolah terpencil Panga realise film perang Aceh: Niesero Quaetie 1883 Part 2. Video ini telah mendapatkan ðŸ™‹ apresiasi luar biasa warga netizens luar negeri dari berbagai negara. Lihat klik di bawah ini👇

Belajar sejarah menyenangkan dan menjadi kenangan sepanjang hayat bagi siswa, bagaimana tidak mereka belajar sambil bermain film dengan peran yang berbeda.
Kegiatan ini merupakan upaya memupuk keterampilan 4 C untuk masa depan siswa abad 21.

Saya sebagai guru mengaku haru melihat aksi siswa sekolah terpencil ini luar biasa, semua perlengkapan kami membuatnya bersama-sama, sampai skenario dan segalanya saya lakukan tanpa menggurui tetapi bermitra, berdiskusi dan berkolaborasi dengan mereka. Saya hanya berupaya memfasilitasi mereka layaknya kesempatan anak-anak kota di berbagai belahan dunia.
Alhamdulillah siswa sekolah terpencil ini kembali rebut hati warga negara asing dalam perang Aceh Niesero Quaetie. Beberapa saat publikasi langsung dihujani komentar apresiasi warga netizens luar dari berbagai negara. Alhamdulillah mereka sangat antusias mensupport kegiatan siswa ini. Kami baru bangkit untuk berperang melawan kebodohan berjuang mencari inovasi, memperjuangkan keterampilan 4 C.
Film Part 1 Lihat Klik di sini


Kami menggarap film perang bertajuk sejarah ini untuk menarik perhatian siswa mencintai sejarahnya. Belajar sambil bermain peran akan menghasilkan kreatifitas dengan keterampilan 4 c. Masa penjajahan Belanda dibawah pimpinan Laging Tobias (1882-1884). Sebuah peristiwa yang menyita perhatian dunia, terutama Inggris terjadi di Aceh. Hal yang kemudian membuat Belanda di Aceh panik dan wibawanya luntur di Eropa. Peristiwa itu dinamai oleh Belanda sebagai “Nisero-quaestie”. Karena menyita perhatian dunia, terutama negara-negara Eropa, maka peristiwa itu ditulis oleh banyak orang dalam berbagai buku literatur sejarah kolonial di Aceh.

Seperti W Bradley yang menulis dalam buku The Wreck of the Nisero and Our Captives in Sumatera (1884). Ditulis juga oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh (1904-1905) HC van der Wijck dalam buku De Niserozaak (1884), oleh Goolhaas dalam buku De Nisero-kwestie, serta Kielstra dalam buku Atjeh onder het Bestuur van den Gouverneur Laging Tobias, serta beberapa buku sejarah kolonial lainnya.

Berikut ini adalah dokumentasi kegiatan di lokasi syuting, sedangkan pede bagian akhir cerita sinopsis filmnya.












Tahun 1883, Nissero, kapal kargo yang menampung muatan sebesar 1800 ton gula berlayar dari Surabaya (Jawa Timur) menuju ke Marseille. Pelayaran itu dipimpin oleh Kapten Woodhouse dengan awak kapal terdiri dari 18 orang Inggris, 2 orang Belanda, 2 orang Jerman, 2 orang Norway, 2 orang Italia dan 1 orang Amerika.Dalam perjalanan tersebut kapal Nissero singgah di Pelabuhan Ulee Lheu (Banda Aceh, Aceh) untuk memuat batu bara. Selanjutnya kapal terus berlayar ke arah barat. Belum jauh dari Banda Aceh, hal yang tidak tidak diinginkan pun terjadi. Kapal Nissero terdampar dan kandas di pantai Panga; sebuah kawasan yang termasuk dalam wilayah administrasi ulee balang Teunom. (Ulee Balang: Seorang pemimpin wilayah yang diangkat dan tunduk kepada Sultan Aceh).
Masyarakat sekitar pantai awalnya mengira kapal yang kandas itu adalah kapalnya Belanda. Sehingga masyarakat sudah siap untuk menyerbu kapal tersebut. Karena memang kondisi saat itu, Belanda sedang menginvansi Aceh. Penyerbuan tidak jadi dilakukan setelah diketahui bahwa kapal yang terdampar itu bukanlah milik Belanda melainkan kapal Inggris.
Teuku Imam Muda Setia Bakti Hadjat (Teuku Raja Muda Teunom)
Di saat itulah, timbul pemikiran Ulee Balang Teunom, Teuku Imam Muda Setia Bakti Hadjat yang lebih dikenal dengan nama Teuku Raja Muda Teunom, untuk menyandera kapal tersebut sebagai alat transaksi untuk membebaskan Teunom dari aksi penjajahan Belanda.
Ketika kabar penyanderaan kapal Nisero sampai kepada Asisten Residen Belanda di Meulaboh, Aceh Barat, Van Langen, ia langsung melapor kepada Gubernur Belanda Laging Tobias di Kutaraja (Kutaraja: Nama lain Banda Aceh yang diubah Belanda setelah Belanda berhasil menduduki kota tersebut dalam penyerangan tahun 1873).
Terhadap peristiwa ini Gubernur Belanda Laging Tobias memerintahkan Van Langen untuk menyelesaikan masalah dengan menawarkan uang tebusan sebesar f 100.000 (seratus ribu gulden). Namun tawaran tersebut ditolak oleh Ulee Balang Teunom, Teuku Raja Muda Teunom. Akibat dari ditolaknya tawaran tersebut, Tanggal 7 Januari 1884 kapal perang Belanda dari Uleulhue (Banda Aceh) didatangkan ke Teunom untuk membombardir kawasan tersebut, dan mendaratkan pasukan di Teunom untuk membebaskan para sandera.
Namun upaya itu gogal total. Malah para sandera diungsikan ke pedalamanan lagi, tempat dimana para sandera sulit melarikan diri terkecuali mengambil resiko berhadapan dengan binatang buas.
Dua minggu setelah kandas, berita Kapal Nisero ditahan di Teunom sampai ke Penang, yang segera meluas kabarnya ke seluruh dunia, sehingga menimbulkan kegemparan dunia internasional saat itu.
Gubernur Inggris Sir Fredrick Weld dari Semenanjung segera memerintahkan kapal perang "Pegasus" di bawah komando Bickford menuju ke Banda Aceh untuk menjumpai Gubernur Belanda Laging Tobias.

Atas permintaan Inggris, kapal Pegasus dan dua kapal perang Belanda berangkat ke Teunom dalam misi perdamainan membebaskan para tersandera. Dalam perundingan yang disampaikan oleh perantara, RajaMuda Teunom malah menaikkan uang tebusannya menjadi $ 300,000. Selain itu Raja Muda Teunom juga menambah persyaratan bahwa pelabuhan-pelabuhan di pantai Teunom harus dibebaskan dari blokade Belanda dan agar terjaminnya pengakuan tersebut, Inggris harus ikut serta menjaminnya dimana Ratu Victoria dari Inggris diminta untuk turut bertanda tangan dalam perjanjian tersebut.
Muara Panga Pasca Kemerdekaan
Ketika kapal perang Pegasus tiba dan mengadakan hubungan melalui perantara, maka kapten Kapal Nisero, Woodhouse yang disandera meminta pada Raja Muda Teunom supaya ia dibolehkan menyampaikan syarat-syarat Raja tersebut kepada pihak Inggris dan Belanda dengan syarat bahwa kalau ia, tidak kembali seluruh awak Kapal Nisero yang ditahan boleh dibunuh.


Permintaan ini disetujui oleh Raja Muda Teunom. Namun Kapten Kapal Nisero, Woodhouse tidak mau kembali sebagaimana permintaannya pada Raja Muda Teunom.
Teuku Umar dan Pengikutnya
Persoalan yang tidak kunjung ada titik temu tersebut. Muncul pemikiran Gubernur Laging Tobias untuk meminta kesediaan Teuku Umar (seorang panglima prajurit Aceh yang baru saja menyatakan diri dan pasukannya menyerah kepada Belanda) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menjadikan Teuku Umar sebagai penengah, persoalaan itupun tidak berhasilkan diselesaikan. Malah Teuku Umar membunuh semua pasukan Belanda yang terlibat dalam rombongan tersebut dan hanya seorang saja yang tidak dibunuh, namun ia menderita luka yang parah. Hal tersebut dilakukan Teuku Umar karena dalam perjalanan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Malahan Teuku Umar dihina dan direndahkan.
Patroli Pasukan Belanda
Setelah lama persoalan ini terkatung-katung, Jenderal Van Swieten, pensiunan perwira militer Belanda, memberikan ide agar Belanda dan Inggris sama mendesak Raja Muda Teunom agar membebaskan semua sandera dengan syarat diberi tebusan seperlunya dan blokade atas Teunom akan
dibuka atau Teunom diancam akan dihancurkan oleh kapal perang kedua bangsa, Belanda dan Inggris.
 

23 Februari 2020

Dokumentasi Garapan Film Baru Perang Aceh Nisero Quetie

Kami menggarap film perang bertajuk sejarah ini untuk menarik perhatian siswa mencintai sejarahnya. Belajar sambil bermain peran akan menghasilkan kreatifitas dengan keterampilan 4 c. Masa penjajahan Belanda dibawah pimpinan Laging Tobias (1882-1884). Sebuah peristiwa yang menyita perhatian dunia, terutama Inggris terjadi di Aceh. Hal yang kemudian membuat Belanda di Aceh panik dan wibawanya luntur di Eropa. Peristiwa itu dinamai oleh Belanda sebagai “Nisero-quaestie”. Karena menyita perhatian dunia, terutama negara-negara Eropa, maka peristiwa itu ditulis oleh banyak orang dalam berbagai buku literatur sejarah kolonial di Aceh.

Seperti W Bradley yang menulis dalam buku The Wreck of the Nisero and Our Captives in Sumatera (1884). Ditulis juga oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh (1904-1905) HC van der Wijck dalam buku De Niserozaak (1884), oleh Goolhaas dalam buku De Nisero-kwestie, serta Kielstra dalam buku Atjeh onder het Bestuur van den Gouverneur Laging Tobias, serta beberapa buku sejarah kolonial lainnya.
Berikut ini adalah dokumentasi kegiatan di lokasi syuting, sedangkan pede bagian akhir cerita sinopsis filmnya.













































































































Anak Buah Kapal SS Nisero Inggris yang Tahan 
Tahun 1883, Nissero, kapal kargo yang menampung muatan sebesar 1800 ton gula berlayar dari Surabaya (Jawa Timur) menuju ke Marseille. Pelayaran itu dipimpin oleh Kapten Woodhouse dengan awak kapal terdiri dari 18 orang Inggris, 2 orang Belanda, 2 orang Jerman, 2 orang Norway, 2 orang Italia dan 1 orang Amerika.Dalam perjalanan tersebut kapal Nissero singgah di Pelabuhan Ulee Lheu (Banda Aceh, Aceh) untuk memuat batu bara. Selanjutnya kapal terus berlayar ke arah barat. Belum jauh dari Banda Aceh, hal yang tidak tidak diinginkan pun terjadi. Kapal Nissero terdampar dan kandas di pantai Panga; sebuah kawasan yang termasuk dalam wilayah administrasi ulee balang Teunom. (Ulee Balang: Seorang pemimpin wilayah yang diangkat dan tunduk kepada Sultan Aceh).
Masyarakat sekitar pantai awalnya mengira kapal yang kandas itu adalah kapalnya Belanda. Sehingga masyarakat sudah siap untuk menyerbu kapal tersebut. Karena memang kondisi saat itu, Belanda sedang menginvansi Aceh. Penyerbuan tidak jadi dilakukan setelah diketahui bahwa kapal yang terdampar itu bukanlah milik Belanda melainkan kapal Inggris.
Teuku Imam Muda Setia Bakti Hadjat (Teuku Raja Muda Teunom)
Di saat itulah, timbul pemikiran Ulee Balang Teunom, Teuku Imam Muda Setia Bakti Hadjat yang lebih dikenal dengan nama Teuku Raja Muda Teunom, untuk menyandera kapal tersebut sebagai alat transaksi untuk membebaskan Teunom dari aksi penjajahan Belanda.

Ketika kabar penyanderaan kapal Nisero sampai kepada Asisten Residen Belanda di Meulaboh, Aceh Barat, Van Langen, ia langsung melapor kepada Gubernur Belanda Laging Tobias di Kutaraja (Kutaraja: Nama lain Banda Aceh yang diubah Belanda setelah Belanda berhasil menduduki kota tersebut dalam penyerangan tahun 1873).
Terhadap peristiwa ini Gubernur Belanda Laging Tobias memerintahkan Van Langen untuk menyelesaikan masalah dengan menawarkan uang tebusan sebesar f 100.000 (seratus ribu gulden). Namun tawaran tersebut ditolak oleh Ulee Balang Teunom, Teuku Raja Muda Teunom. Akibat dari ditolaknya tawaran tersebut, Tanggal 7 Januari 1884 kapal perang Belanda dari Uleulhue (Banda Aceh) didatangkan ke Teunom untuk membombardir kawasan tersebut, dan mendaratkan pasukan di Teunom untuk membebaskan para sandera.
Namun upaya itu gogal total. Malah para sandera diungsikan ke pedalamanan lagi, tempat dimana para sandera sulit melarikan diri terkecuali mengambil resiko berhadapan dengan binatang buas.

Dua minggu setelah kandas, berita Kapal Nisero ditahan di Teunom sampai ke Penang, yang segera meluas kabarnya ke seluruh dunia, sehingga menimbulkan kegemparan dunia internasional saat itu.

Gubernur Inggris Sir Fredrick Weld dari Semenanjung segera memerintahkan kapal perang "Pegasus" di bawah komando Bickford menuju ke Banda Aceh untuk menjumpai Gubernur Belanda Laging Tobias.

Atas permintaan Inggris, kapal Pegasus dan dua kapal perang Belanda berangkat ke Teunom dalam misi perdamainan membebaskan para tersandera. Dalam perundingan yang disampaikan oleh perantara, RajaMuda Teunom malah menaikkan uang tebusannya menjadi $ 300,000. Selain itu Raja Muda Teunom juga menambah persyaratan bahwa pelabuhan-pelabuhan di pantai Teunom harus dibebaskan dari blokade Belanda dan agar terjaminnya pengakuan tersebut, Inggris harus ikut serta menjaminnya dimana Ratu Victoria dari Inggris diminta untuk turut bertanda tangan dalam perjanjian tersebut.
Muara Panga Pasca Kemerdekaan
Ketika kapal perang Pegasus tiba dan mengadakan hubungan melalui perantara, maka kapten Kapal Nisero, Woodhouse yang disandera meminta pada Raja Muda Teunom supaya ia dibolehkan menyampaikan syarat-syarat Raja tersebut kepada pihak Inggris dan Belanda dengan syarat bahwa kalau ia, tidak kembali seluruh awak Kapal Nisero yang ditahan boleh dibunuh.


Permintaan ini disetujui oleh Raja Muda Teunom. Namun Kapten Kapal Nisero, Woodhouse tidak mau kembali sebagaimana permintaannya pada Raja Muda Teunom.
Teuku Umar dan Pengikutnya
Persoalan yang tidak kunjung ada titik temu tersebut. Muncul pemikiran Gubernur Laging Tobias untuk meminta kesediaan Teuku Umar (seorang panglima prajurit Aceh yang baru saja menyatakan diri dan pasukannya menyerah kepada Belanda) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menjadikan Teuku Umar sebagai penengah, persoalaan itupun tidak berhasilkan diselesaikan. Malah Teuku Umar membunuh semua pasukan Belanda yang terlibat dalam rombongan tersebut dan hanya seorang saja yang tidak dibunuh, namun ia menderita luka yang parah. Hal tersebut dilakukan Teuku Umar karena dalam perjalanan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Malahan Teuku Umar dihina dan direndahkan.

Patroli Pasukan Belanda
Setelah lama persoalan ini terkatung-katung, Jenderal Van Swieten, pensiunan perwira militer Belanda, memberikan ide agar Belanda dan Inggris sama mendesak Raja Muda Teunom agar membebaskan semua sandera dengan syarat diberi tebusan seperlunya dan blokade atas Teunom akan
dibuka atau Teunom diancam akan dihancurkan oleh kapal perang kedua bangsa, Belanda dan Inggris.