Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

31 Januari 2016

Prinsip Belajar dan apliksinya dalam pembelajaran

2.1. Prinsip-Prinsip Belajar Yang Terkait Dengan Proses Belaja
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan. serta perbedaan individual.
2.1.1 Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372).
"Motivation is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an organism yo initiate and direct behavior"
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya' (Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat eksternal, walaupun lebih banyak bersifat ekstemal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik yang disebut 'Iransformasi motir'. Sebagai contoh. seorang siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah belajar heberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
Perhatian
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini
1) Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2) Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3) Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa.
Pada contoh kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru menggunakan metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1) Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.
2) Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.
Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa anda ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1) Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan pengalaman mereka).
2) Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam penggunaan metode mengajar)
2.2. Keaktifan Belajar
Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Menurut teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari. menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik kesimpulan,
Thomdike mengemukakan keakifan siswa dalam belajar dengan bukum "lah. of exercise " -nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachk berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan "manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain. Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar yang bagaimana yang harus siswa anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi. Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program
2.3. Keterlibatan Langsung Dalam Belajar
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
2.4. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Seperti kata pepatah "latihan menjadikan sempuma" (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259).
2.5 Tujuan belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan sikap.
a. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan pemahaman
Tujuan belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah saja dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar. Pemahaman pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi strategik. la akan mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan kurang adanva saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
Pemahaman seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap seseorang dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang lain berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar seperti orang lain, dan sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga seperti dirinya.
Singkat kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman menjadikan seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai. Pemahaman sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi mencegah timbuInya saling bentrokan.
b. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai dan sikap.
Setiap masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud, adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan mereka. Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, dapat merupakan kristalisasi hasil dialog antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai baru yang datang dari dunia luar. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai luhur yang secara universal dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping nilai-nilai luhur yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana pembelajar tersebut berada.
Nilai-nilai luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan memberi manfaat. Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara spesifik khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah pembelajar.
Disamping tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah nilai. Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya nilai-nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang turut menentukan persepsi seseorang tentang sesuatu. Pada hal persepsi seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu.
c. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan, keterampilan-keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.
Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar lain. Oleb karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki. Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang ada pada dirinya.
Selain keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar juga perlu dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya manakala dilihat kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosiaInya, sesama manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-keterampilan sosial pada diri pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka keterampilan sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan personal yang telah terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus menimba ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar menjadikan pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan. Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat. Dengan pembentukan keterampilan kognitif ini maka pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini telah terbentuk pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang sedemikian dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak sekedar sebagai penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus membangun dirinya sendiri dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah sasaran bagi pembentukan keterampilan instrumental ini. Keterampilan instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan yang ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif
Unsur - unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang:
Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.Bahan belajar dan upaya penyediaannya.Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.Suasana belajar dan upaya pengembangannya.Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.
1. Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan merangsang. Slotive sendiri berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan alstivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar. kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut: menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet, menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini: senang mencari dan memecahkan masalah.
Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a) Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi belajarnya.
b) Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar. Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk mencapainya.
c) Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar. Dengan ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan, siswa tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan pencapaian tujuan dan target belajar. Dengan cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.
d) Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat "menghidupkan kembali" hastat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
e) Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi saja.
f) Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena ingin dikatakan berhasil belajarnya.
g) Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana pekerjaannya yang tidak sesuai.
2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya
Bahan belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada yang dipelajari, kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat belajar dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar dalam melaksanakan aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari buku-buku teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan objek tertentu.
Penyediaan bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa, siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar. Jika tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka pertyediaan bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman langsung.
Karakteristik siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan belajar. Pada siswa yang bertipe auditif, mungkin membutuhkan bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang bertipe visual. Siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar dimana guru menjadi tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia bahan belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa menggantungkan bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau penyampaian yang dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar di mana siswa diharapkan bisa belajar secara mandiri, bahan belajar tersebut telah disediakan secara utuh sekaligus beserta petunjuk atau cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul dan balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat belajar mandiri oleh siswa.
Apapun faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya juga bergantung kepada faktor ketersediaan tidaknya. Mudah didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat menentukan penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun demikian bahan belajar bagi siswa haruslah diupayakan penyediaannya. Dalam penyediaan bahan belajar ini, faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan adalah :
a) Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar bahan belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu siswa dan menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik, maka cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar tersebut terpaksa tidak menarik, haruslah dikemas dengan menggunakan kemasan yang menarik.
b) Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan belajar. Isi bahan belajar haruslah mendukung dan memberi kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c) Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan penyajian ini sangat penting diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar. Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana menuju ke yang kompleks.
d) Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting, agar bahan belajar yang akan dipelajari tersebut tidak kering,
e) Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat menguji diri sendiri, seberapa banyak !a telah menguasai bahan yang dipelajari.
f) Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci jawaban bagi soal latihan ini adalah siswa dapat mencocokkan hasil-hasil latihannya dengan kunci.
g) Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu bergantung kepada bahan belajarnya.
h) Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban belajar harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana siswa harus memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang belum terkuasai.
i) Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya. Setelah berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak akan menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan selanjutnya.
3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.
Alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar, kesusukannya juga penting, oleh karena dapat membantu terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat bania bahan belajar yang abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar yang tidak menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik
Alat bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti Belajar, meskipun tidak semua median belajar dapat berfungsi sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada kalanya dibeli di toko-toko buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat sendiri oleh pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada kasus vang pertama pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya menyediakan alat bantu belajar adalah :
a) Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh pembelajar.
b) Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
c) Faktor keterjangkauannya
d) Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
e) Keefektifan dan keefisienan alat bantu
Contoh alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis, kapur tulis, penggaris, penghapus. Contoh alat bantu yang penggunaannya membutuhkan keterampilan tertentu adalah skala, rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:
a) Pembelian, jika mampu
b) Pengajuan kepada pemerintah
c) Permobonan bantuan melalui sponsor
d) Membuat sendiri, jika bias
e) Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk menciptakan dengan memanfaatkan alam sekitar
4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya
Dalam pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif adalahh jika di dalam sebuah kelas terasa tenang sementara para siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan gurunya. Oleh karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan tenang, berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru. Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang deceermahkan guru, terkecuali guru telah memberikan kesempatan.
Dalam pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung bagi terciptanya kegiatan belajar. Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa giat belajar. suasana yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak dibatasi ketika ditunggui oleh gurunya. Pada saat guru sedang menunggui misalkan saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.
Suasana belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan sendirinya. la harus dirancang oleh guru melalui sebuah rancangan pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan kondusif manakala :
a) Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan.
b) Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan gurunya melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa yang lain.
c) Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat mencapai tujuan belajarnya.
d) Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang sepantasnya, dan bakan sebaliknya.
Agar suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah :
a) Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
b) Rancanglah aktivitas belajar siswa
c) Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
d) Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi para siswa dalana beraktivitas.
e) Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah dirubah-ubah.
f) Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-lebibh jika kepada siswa yang belum tentu bersalah.
g) Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode baru
5. Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan Peneguhannya.
Kondisi subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi subjek belajar yang kelihatannya samapun, manakala diteliti lebib dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh karena stu, dalam kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat lebih dalam akan tampak heterogenitasnya.
Kondis subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang bersifat lahiriah, dan hal-hal yang bersifat batiniah atau hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat psikologis. Dari segi lahiriah atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran dan kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi lebih, misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya tahannya dan khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi aktivitas belajarnya dibandingkan dengan mereka yang berada pada posisi kurang.
Dari segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi: intelegensinya, bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau motivasi berprestasinya, kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-ambisinya.
Mereka yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih gampang berhasilnya dibandingkan yang berintelegensi rendah. Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang tinggi militansi kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar ambisinya, dan yang lebih stabil emosinya.
Oleh karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan tidak senuttiasa menetapnya kondisi belajar tersebut, maka hs ada upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan sekaligus meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan upaya-upaya peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi objek belajar khususnya dari segi fisiknya adalah:
a) Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan nutrisi-nutrisi yang diperlukan.
b) Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau latihan-latihan fisik seperti senam.
c) Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax kepada dokter agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang memungkinkan terganggunya belajar mengajar.
Sementara itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan psikis subjek belajar adalah :
a) Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru bagi mereka.
b) Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis mereka merasa aman.
c) Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.
d) Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa tertolak oleh lingkungunya.
2.6 Pengertian Dan Ciri-Ciri Pembelajaran.
Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian populer
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di sekolah, karena diwamai dengan organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk pembelajaran peserta didik.
Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian belajar menurut abli psikologi.
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya masing-masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.
a. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peseta didik/siswa di sekolah.
Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata ajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam rumusan ini terkandung konsep-konsep sebagai berikut:
1. Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan
Masa depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2. Pembelajaran merupakan proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Umumnya guru menggunakan metode "formal step" dari J. Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.
3. Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan.
Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa menguasai pengetahuan, maka dia dapat berkuasa.: “knowledge is power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman itu diselidiki, disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang kita sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan, disusun dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.
4. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan tiap siswa.
5. Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas. Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu adalah yang paling baik.
Wrighstone, berkata sebagai berikut :
........... the immediate implications of the older principles when they are applied to the classroom:
a) The classroom is a restrkted from of social life, and Aildren's experiences are limited there in to academk lessons.
b) The qukkest an most through method of leaming lessons is to allot a certain portion of the school day it instruction in separate subjects.
c) Children's interests whkh do not confrom to the set currkulum should be the regarded.
d) The real objectives of classroom instruction, consist to a belajar degree in the aguisition of the content matter of each subject.
e) Teaching the conventional subjects is the wisest method of achieving social progress (J. Wayner Wrighstone, 1935).
b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam proses perumusan pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.
3. Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan berbuat seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makanan, bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan agama, dan bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan daripada warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada pengertian mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan bersifat abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian manusia. Benda-benda bersifat material sesungguhnya adalah hasil dari keterampilan manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang umumnya berupa benda-benda dan non benda, tertulis dan lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan lain-lain.
4. Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu dipersiapkan sedemikian rupa agar benar-benar siap melanjutkan hasil yang telah dicapai oleh generasi yang ada sekarang. Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya. Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada dalam tahap perkembangan dan menuju ketingkatan yang lebih dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang berbudaya. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan penemuan-penemuan baru, mengembangkan kebudayaan yang telah ada.
c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
Rumusan ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu, sehab lebih menitik beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan ini sejalan dengan pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:
“educational, in the sense used here, is a process or an activity whkh is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya :
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah laku manusia.
Implikasi dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah aku peserta didik
Pribadi adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan terorganisasi yang meliputi semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada tingkah laku itu sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3). Kepribadian hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara tertentu. Tingkah laku manusia memiliki dua aspek, yakni: (1). Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah, (2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek rohaniah.
2. Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan
Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita artikan secara luas, yang terdiri dari lingkungna alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa memperoleh pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap perkembangan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses sosialisasi di mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan program belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan di luar sekolah, semua menjadi lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.
3. Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.
Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk berkembang, misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, intelegensi, emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik mampu berkembang menurut pola dan caranya sendiri. Mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan interaksi dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.
d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu berorientasi kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat. Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.

Catatan Ringas Prinsip Belajar dan Aplikasinya dalam pembelajaran

Pengertian Belajar
Suatu aktifitas mental & psikis dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri sendiri (Wingkel, 1987)

Suatu perilaku yang ditimbulkan dari respon belajar (Skinner)
Suatu aktifitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen (Walra, rochmat, 1999:24)

Prinsip Belajar adalah landasan berpikir,landasan berpijak, dan sumber motivasi agar PBM dapat berjalan dengan baik antara pendidik denganb peserta didik

Prinsip Belajar Menurut Slameto
1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
2. Sesuai dengn materi yang dipelajari

Prinsip Belajar Menurut Gestalt
Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan peserta didik sehinnga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.

Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies
Suatu komunikasi terbuka antara pendidik dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan siswa.

Prinsip Belajar Menurut Rochman Natawidjaja dkk
• Prinsip efek kepuasan (law of effect)
• Prinsip Pengulangan (law of exercise)
• Prinsip kesiapan (law of readiness)
• Prinsip kesan pertama (law of primacy)
• Prinsip makna yang dalam (law of intensty)
• Prinsip bahan baru (law of recentcy)
• Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan)

Prinsip Belajar Secara Umum
• Perhatian dan Motivasi
• Keaktifan
• Keterlibatan langsung atau pengalaman
• Pengulangan
• Tantangan
• Balikan dan penguatan (law of effect)
• Perbedaan individual

Prinsip-prinsip belajar dan implikasinya dalam pembelajaran

A.    PENGERTIAN PRINSIP
Sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama (Badudu&Zein, 2001:1089)
Sesuatu yang menjadi dasar dari pokok berpikir, berpijak dsb (Syah Djanilus, 1993)
Sesuatu kebenaran yang kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya (Dardiri, 1996)

B.     PENGERTIAN BELAJAR
 (Walra, rochmat, 1999:24) : Belajar ialah Suatu aktifitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen
            Moh. Surya (1997) : “belajar diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalamberinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadianyang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentukketerampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman”.
Wingkel, 1987 : “belajar adalah suatu aktifitas mental & psikis dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri sendiri.”Belajar adalah suatu proses/usaha sadar yang dilakukan olehindividu untuk menghasilkan perubahan tingkah laku baik dalam aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap dan nilai) maupun psikomotor (keterampilan) sebagai hasil interaksinyadengan lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu.

C.    PENGERTIAN PRINSIP BELAJAR
Prinsip Belajar Menurut Gestalt  : Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies : Suatu komunikasi terbuka antara pendidik dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan siswa.
Berdasarkan Pendapat para Ahli, disimpulkan bahwa :
Prinsip Belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar Proses Belajar dan Pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta didik

D.    PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya.
Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961) adalah :
1.    Prinsip Kesiapan (Readinees)
Proses belajar dipengaruhi kesiapan siswa. Yang dimaksud dengan kesiapan siswa ialah kondisi yang memungkinkan ia dapat belajar.

2.    Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan.

3.    Prinsip Persepsi
Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaiman ia memahami situasi. Persepsi adalah interpertasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu.

4.    Prinsip Tujuan
Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajarpada saat proses terjadi. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai olehseseorang.

5.    Prinsip Perbedaan Individual
Proses pengajaran semestinya memperhatikan perbedaan individual dalamkelas dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar setinggi-tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkat sasaran akan gagalmemenuhi kebutuhan seluruh siswa

6.    Prinsip Transfer dan Retensi
Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru. Apapun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain.Proses tersebut dikenal sebagai proses transfer. Kemampuan sesesoranguntuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi.

7.    Prinsip Belajar Kognitif
Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan penemuan. Belajarkognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep,penemuan masalah dan keterampilan memecahkan masalah yangselanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, bernalar, menilai danberimajinasi.

8.    Prinsip Belajar Afektif
Proses belajar afektif seseorang menemukan bagaimana ia menghubungkandirinya dengan pengalaman baru. Belajar afektif mencakup nilai emosi,dorongan, minat dan sikap


9.    Prinsip Belajar Evaluasi
Jenis cakupan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saatini dan selanjutnya pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagiindividu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan.

10.     Prinsip Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampumengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor mengandung aspekmental dan fisik.


Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk
* Prinsip efek kepuasan ( law of effect )
Jika sebuah respon menghasilkan efek jembatan yang memuaskan, maka hubungan Stimulus-Respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-Respon.

* Prinsip pengulangan ( law of exercise )
Bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak pernah dilatih.

* Prinsip kesiapan ( law of readiness )
Bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan suatu pengantar (conduction unit) dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atu tidak berbuat sesuatu.

* Prinsip kesan pertama ( law of primacy )
Prinsip yang harus dipunyai pendidik untuk menarik perhatian peserta didik.

* Prinsip makna yang dalam ( law of intensity )
Bahwa makna yang dalam akan menunjang dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu pembelajaran maka akan semakin efektif sesuatu yang dipelajari.

* Prinsip bahan baru ( law of recentcy )
Bahwa dalam suatu pembelajaran diperlukan bahan baru untuk menambah wawasan atau pengalaman suatu peserta didik.

* Prinsip gabungan ( perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan )
Bahwa hubungan antara Stimulus-Respon akan semakin kuat dan bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin lemah dan berkurang jika jarang atau tidak pernah dilatih.

Secara Umum, Prinsip-prinsip belajar berkaitan dengan :
• Perhatian dan Motivasi
• Keaktifan
• Keterlibatan langsung atau pengalaman
• Pengulangan
• Tantangan
• Balikan dan penguatan (law of effect)
• Perbedaan individual

PERHATIAN DAN MOTIVASI
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an organism yo initiate and direct behavior”
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya’ (Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yaknidatang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya.
Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini :
  1. Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
  2. Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
  3. Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA. Kelihatannya mereka sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa.
Pada contoh kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya),
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru menggunakan metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
  1. Belajar dengan pernah perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.
  2. Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
    1. Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.
    2. Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.


KEAKTIFAN BELAJAR
Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendri.
Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain.
Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar  yang bagaimana yang harus siswa anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi.
Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program

KETERLIBATAN LANGSUNG DALAM BELAJAR
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “leaming by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

PENGULANGAN BELAJAR
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise“, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Seperti kata pepatah “latihan menjadikan sempurna” (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan.
Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259).

SIFAT MERANGSANG DAN MENANTANG DARI MATERI YANG DIPELAIARI
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang Kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari dan menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang telah mendan saja kurang menarik bagi siswa.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebili giat dan sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.

PEMBERIAN BALIKAN ATAU UMPAN BALIK DAN PENGUATAN BELAJAR
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect – nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner, 1984: 272).
Siswa belajar sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yamg baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.


E.     IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Siswa sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa akan berhasil dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar terhadap diri mereka.
Perhatian dan Motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua ungsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373).
Contoh kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Senma kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan atau mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target atau sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

Keaktifan
Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan,  menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dan kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilaku sejenis lainnya.
Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini. secara
mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung dari “tiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran.
Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32 ). Dari pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan dalam melakukan pengulangan.
Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setidp valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan, Jachan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.

Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh. memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran.
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.

Balikan dan Penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.


Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.
Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu dengan lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya perbedaan individu perlu diperhaikan pleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Implikasi adanya prinsip perbedaan individual diantaranya adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk memperjelas implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai indikatornya.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahaya implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tidak semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1)      Prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta didik. Prinsip ini dijadikan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa maupaun bagi guru dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan.

2)      Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961) adalah :
-  Prinsip Kesiapan (Readinees)
-  Prinsip Motivasi (Motivation)
-  Prinsip Persepsi
-  Prinsip Tujuan
-  Prinsip Perbedaan Individual
-  Prinsip Transfer dan Retensi
-  Prinsip Belajar Kognitif
-  Prinsip Belajar Afektif
-  Prinsip Belajar Evaluasi
-  Prinsip Belajar Psikomotor

3)      Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk
* Prinsip efek kepuasan ( law of effect )
* Prinsip pengulangan ( law of exercise )
* Prinsip kesiapan ( law of readiness )
* Prinsip kesan pertama ( law of primacy )
* Prinsip makna yang dalam ( law of intensity )
* Prinsip bahan baru ( law of recentcy )
* Prinsip gabungan ( perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan )

4)      Implikasi Prinsip – Prinsip Belajar :

Implikasi Prinsip Belajar
Bagi Siswa
Bagi Guru
Perhatian dan Motivasi           

Dituntut memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah pada tercapainya tujuan belajar.
Mengunakan metode yang bervariasi...
Memilih bahan ajar yang diminati siswa..
Keaktifan       
Dituntut dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif serta aktif baik secara fisik, intelektual dan emosional.
Memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan eksperimen sendiri
Keterlibatan langsung/
Pengalaman    

Dituntut agar siswa me-ngerjakan sendiri tugas yang diberikan guru kepada mereka.
Melibatkan siswa dalam mencari informasi, merang-kum informasi dan menyim-pulkan informasi.
Pengulangan   

Kesadaran siswa dalam me-ngerjakan latihan-latihan yang berulang-ulang           
Merancang hal-hal yang perlu di ulang.
Tantangan      

Diberikan suatu tanggungja-wab untuk mempelajari sendiri dengan melakukan ekspe-rimen, belajar mandiri dan mencari pemecahan sendiri dalam menghadapi perma-salahan.   
Memberikan tugas pada siswa dalam memecahan permasa-lahan.

Balikan dan penguatan           

Mencocokan jawaban antara siswa dengan guru     
Memberikan jawaban yang benar dan memberikan kesimpulan dari materi yang telah dijelaskan atau di bahas.
Perbedaan Individual
Belajar menurut tempo kecepa-tan masing-masing siswa        
Menentukan metode sehingga dapat melayani seluruh siswa


DAFTAR PUSTAKA


Dikutip dari: http://aggilnet.blogspot.com/2011/03/makalah-hakikat-belajar-dan.html (minggu 1 Juli 2012)
Dimyati 2006, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta
Paulina, Panen, 2003, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : UT