Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

22 Maret 2016

Teori dan aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Belajar merupakan kegiatan seseorang untuk melakukan aktifitas belajarMenurut Piaget belajar adalah aktifitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorangyang telah selesai melakukan proses belajar akan menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus  dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini  dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.
Oleh karenanya, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran kelompok  kami menyusun makalah teori belajar menurut aliran behaviorisme yang juga dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin mengetahui lebih lanjut lagi tentang teori behaviorisme dan diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang  pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.


1.2  Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat dirumuskan dari pemaparan di atas yaitu:
      1.     Apakah yang dimaksud dengan teori behaviorisme ?
2.      Apa saja teori yang termasuk ke dalam pandangan behaviorisme ?
3.      Apa kelebihan dan kekurangan dari teori behaviorisme ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Behaviorisme
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. 
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.         
Stimulus adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.




2.2 Teori Dalam Pandangan Behaviorisme
Teori belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu :
2.2.1 Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang dikemukakan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a)   Stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun (contoh: makanan).
b)   Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata ditemukan banyak refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Generalisasi, Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara  yang mirip dengan bel, contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi, generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
              Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.

2.2.2 Teori Connetionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning or selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a)   Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b)   Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c)   Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. 
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).

2.2.3 Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. Dari semua pendukung teori behavioristik,teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
a)   Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
b)   Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh, peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
c)   Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan sering bertanya. Jadi, perilaku yang ingin diulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
d)  Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak menyenangkan atau hukuman).

Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1.   Kelebihan Teori Behavioristik
Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a)   Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b)   Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2.   Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a)   Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b)   Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang   didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan,  jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
             Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan  bahwa teori belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, serta memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan,pengalaman dan latihan yang akan membentuk prilaku mereka.
Teori belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu : teori pengkondisian klasikal dari Pavlov,teori connetionisme Thorndiketeori operant conditioning dari B.F.Skinner.
Adapun kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme yaitu :
1.Kelebihan teori Behavioristik
a)   Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b)   Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2.   Kelemahan Teori Behavioristik
a)   Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b)   Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang  didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

3.2 Saran
Dari makalah ini diharapkan dapat menjadi bekal kita nantinya sebagai calon pendidik agar tercapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efesien.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Gredler, Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Teori dan aplikasi teori Thorndike dalam Belajar

A. Biografi Thorndike

Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940)

B. Teori Thorndike dalam Belajar

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang

Thorndike memplokamirkan teorinya dalam belajar ia mengungkapkan bahwasanya setiap makhluk hidup itu dalam tingkah lakunya itu merupakan hubungan antara stimulus dan respon adapun teori thorndike ini disebut teori koneksionisme. Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dalam artian dengan adanya stimulus itu maka diharapkan timbulah respon yang maksimal teori ini sering juga disebut dengan teori trial and error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan dengan ulangan-ulangan.

Dalam teori trial and error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme ini dihadapkan denagan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis oarganisme ini memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bias juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti ditemukakn respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu menelurkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka tindakan ini akan disimpan dalam benak seseoarang atau organisme lainya karena dirasa diantatara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah itu, selama yang telah dilalakukan dalam menanggapi stimulus dan situasi baru. Jadi dalam teori ini pengulangan-pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau situasi baru itu sangat penting sehingga seseorang atau organisme mampu menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus menerus agar lebih tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap stimulus.

Dalam membuktikan teorinya thorndike melakukan percobaan terhadap seekor kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh dalam kandang, yang mana kandang tersebut terdapat celah-celah yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat makakanan yang berada diluar kandang dan kandang itu bisa terbuka dengan sendiri apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu jeruji yang terdapat dalam kandang tersebut. mula-mula kucing tersebut mengitari kandang bebarapa kali sampai ia menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang kucing ini melakuakn respon atu tindakan dengan cara coba-coba ia tidak maengetahui jalan keluar dari kandang tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga menemukan tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada. Thrndike melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang sama pula. Memang pertama kali kucing tersebut, dalam menemuka jalan keluar membutuhkan waktu yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumblah yang banyak pula, akan tetapi karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang tindakan yang cocok dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka kucing tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar dari kandang ia pegang tindakan ini sehingga kucing tadi dalam keluar untuk mendaptkan makanan tidak lagi perlu mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak cocok, akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa keluar untuk makan.

C. Hukum-Hukum Belajar

1) Hukum kesiapan “Law of Readiness”

Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis, siap fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan sakit, yang mana bisa menagganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap psikis adalah seperti seseorang yang jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa dan lain-lain.

Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.

2) Hukum Latihan”Law of Exercise”

Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-ulang, adapun latihan atau pengulangan prilaku yang cocok yang telah ditemukan dalam belajar, maka ini merupakan bentuk peningkatan existensi dari perilaku yang cocok tersebut agar tindakan tersebut semakin kuat(Law of Use). Dalam suatu teknik agar seseorang dapat mentrasfer pesan yang telah ia dapat dari sort time memory ke long time memory ini di butuhkan pengulangan sebanyak-banyak nya dengan harapan pesan yang telah di dapat tidak mudah hilang dari benaknya.

Adapun dalam percobaan Throndike pada seekor kucing yang lapar yang ditaruh dalam kandang, pertama-tama kucing tadi membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui pintu kandang tersebut dan untuk menemukan pintu tersebut membutuhkan pecobaan tingkah laku yang berulang-ulang dan membutuhkan waktu yang relative lama untuk mendapatkan tingkah laku yang cocok, sehingga kucing tadi untuk keluartidak membutuhkan waktu yang lama.

3) Hukum Akibat “Law of Effect”

Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam menghadapi stimulus dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah menetukan respon atau tindakan yang melahirkan kepuasan dan keocokan dengan situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakuakn sewaktu-waktu ia di hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang seperti ini aka ditinggalkan selama-lamanya oleh pelaku. Hal ini terjadi secara otomatis bagi semua binantang (otomatisme).

Hukum belajar ini timbul dari percobaan thorndike pada seekor kucing yang lapar dan ditaruh dalam kandang, yang ditaruh makanan diluar kandang tersebut tepat didepan pintu kandang. Makanan ini merupakan effect positif atau juga bisa dikatakan bentuk dari ganjaran yang telah diberikan dari respon yang dilakukan dalam menghadapi situsai yang ada.

Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai mekanismus yang hanya bertindak jika ada perangsang dan situasi yang mempengaruhinya. Dalam dunia pendidikan Law of Effect ini terjadi pada tindakan seseoranng dalam memberikan punishment atau reward . Akan tetapi dalam dunia pendidikan menurut Thorndike yang lebih memegang peranan adalah pemberian reward dan inilah yang lebih dianjurkan. Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena dalam hukum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana disini terjadi hubungan antara tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan tingkah laku tersebut mendatangkan hasilnya(Effect).

D. Prinsip-Prinsip Belajar yang Dikemukakan oleh Thorndik

1. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon yang ia lakukan. Adapun respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama walaupun menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatkan respon atau tindakan yang cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan dengan problema keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi dengan respon yang berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama, misalnya orang tua dihadapkan dengan prilaku anak yang kurang wajar.

2. Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan respon yang tepat. Seperti orang yang dalam masa pekembangan dan menyongsong masa depan maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur yang penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.

3. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang sama karena hal yang sama maka sudah barang tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang ia lakukan seperti dahulu yang ia lakukan.
E. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi Teori Thorndike

· Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk, reward dan punishment sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar yang rapi, tenang dan sebagainya.

· Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem drill.

· Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, dan pujian.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :

Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

F. Kelemahan-kelemahan dari teori Thorndike

1. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.

2. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus menerus.

3. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka penegertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar.

4. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Teori Belajara Thordike dan Pavlov

1. Teori Belajar dan Aplikasi belajar Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbantuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dan respon (R).
Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.

a. Definisi Teori Belajar Menurut Thordike

Teori belajar Thorndike dikenal dengan “Connectionism” (Slavin, 2000). Hal ini terjadi karena menurut pandangan Thorndike bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori dari Thorndike dikenal pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu.


b. Eksperimen – Eksperimen Thorndike

Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya Dengan konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan ( daging ) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing yang lapar tersebut.
Thordike menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan ( mempertahankan ) respon – respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah.”
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi ( human ).


c. Ciri – Ciri Belajar Menurut Thorndike

Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.


d. Hukum –Hukum Teori Belajar Thorndike
Thorndike mengemukakan bahwa asosiasi antara stimulus dan respons mengikuti hukum-hukum berikut:
Hukum kesiapan
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Hukum latihan
Yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih(digunakan) maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Hukum Akibat
Yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.


e. Penerapan Teori Belajar Thorndike
a. Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
b. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
c. Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
d. Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
e. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
f. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
g. Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
h.Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.


f. Kelebihan Teori Belajar Thorndike
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.


2. Teori Belajar Pavlov dan Aplikasinya
a. Teori belajar Pavlov (Conditioning theory)
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
b. Eksperimen – Eksperimen Pavlov
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing, sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.

c. Hukum-hukum belajar Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1). Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2). Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

d. Aplikasi teori Pavlov
Aplikasi teori Pavlov terhadap pembelajaran siswa yaitu : mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan peranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya, mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan, hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

e. Kekurangan
Proses pembelajaran sangat tidak menyenangkan bagi siswa karena guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, Perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif. Guru tidak memperhatikan individual-differences.

f. Kelebihan
Cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk- bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.


3.Teori Belajar B.F Skinner dan Aplikasinya
a. Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan B.F Skinner
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Kajian Umum Teori B.F Skinner
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
Belajar itu adalah tingkah laku.
Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
- Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). - Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).
Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf).
c. Prinsip Belajar Teori Belajar Skinner
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
- Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
- Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
- Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
- Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya
- Dalam pembelajaran, digunakan shaping.


d. Hukum-Hukum Teori Belajar Skinner
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
e. Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
- Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
- Materi pelajaran digunakan sistem modul.
- Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
- Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
- Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
- Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
- Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
- Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
- Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
- Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
- Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
- Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
f. Analisis Perilaku Terapan Dalam Pendidikan
Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu
Meningkatkan perilaku yang diinginkan.
Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukkan (shaping).
Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
g. Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
Kekurangan
Beberapa kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.