Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

15 Februari 2016

Strategi Pembelajaran berdasarkan Tujuan dan Aktifitas siswa

A. Pengertian Strategi, Metode , dan Pendekatan Pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp, 1995). Dick and Carey (19850) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah sesuatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.


Metode adalah suatu upaya mengimplementasi rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah disusun.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran dapat diturunkan dari pendekatan.

B. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran

Rowntree (1974) mengelompokan strategi pembelajaran ke dalam strategi penyampaian-penemuan atau exposition-discovery learning, strategi, dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaaran individual atau groups-individual learning.

Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasainya dan tidak dituntut untuk mengolahnnya. Dengan demikian, dalam strategi ini guru berperan sebagai pemberi informasi. Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini, bahan pelajaraan dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai akrtivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya.

Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri.

Strategi belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang atau beberapa orang guru. Strategi ini tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu adalah sama. [1]

C. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran

Beberapa prinsip-prinsip yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam me-milih strategi pembelajaran secara tepat dan akurat, pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada penetapan.

1. Tujuan Pembelajaran

Penetapan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Terdapat empat komponen pokok dalam merumuskan indikator hasil belajar yaitu:

a. Penentuan subyek belajar untuk menunjukkan sasaran relajar.

b. Kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditam-pilkan melalui peformnce siswa.

c. Keadaan dan situasi dimana siswa dapat mendemonstrasikannya.

d. Standar kualitas dan kuantitas hasil belajar.

Berdasarkan indikator dalam penentuan tujuan pembelajaran maka dapat dirumuskan tujuan pembelajaran mengandung unsur : Audience (peserta didik), Behavior (perilaku yang harus dimiliki), Condition (kondisi dan situ-asi) dan Degree (kualitas dan kuantĂ­tas hasil belajar). [2]

2. Aktivitas dan Pengetahuan Awal Siswa

Belajar merupakan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan hanya terbatas pada aktifitas fisik saja akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis atau aktivitas mental. Pada awal atau sebelum guru masuk ke kelas memberi materi pengajaran kepada siswa, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Sewaktu memberi materi pengajaran kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang dicapai siswa, untuk mendapat pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan prates tertulis, tanya jawab di awal pelajaran. Dengan mengetahui pengetahuan awal siswa, guru dapat menyusun strategi memilih metode pembelajaran yang tepat pada siswa-siswa. Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan kita ajarkan, jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep, dan fakta atau memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, hanya metode yang dapat diterapkan ceramah, demons-trasi, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran, pratikum, bermain peran dan lain-lain. Sebaliknya jika siswa telah memahami prinsip, konsep, dan fakta maka guru dapat mempergunakan metode diskusi, studi mandiri, studi kasus, dan metode insiden, sifat metode ini lebih banyak analisis, dan memecah masalah.

3. Integritas Bidang Studi/Pokok Bahasan

Mengajar merupakan usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Oleh karena itu dalam pengelolaan pembelajaran terdapat beberapa prinsip yang harus diketahui di antaranya:

a. Interaktif

Proses pembelajaran merupakan proses interaksi baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa atau antara siswa dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi memungkinkan kemampuan siswa akan berkembang baik mental maupun intelektual.

b. Inspiratif

Proses pembelajaran merupakan proses yang inspiratif, yang memung-kinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sndiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap subjek belajar.

c. Menyenangkan

Proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan. Proses pembelajaran menyenangkan dapat dilakukan dengan menata ruangan yang apik dan menarik dan pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber-sumber belajar yang relevan. [3]

d. Menantang

Proses pembelajaran merupakan proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan itu dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir intuitif atau bereksplorasi.

e. Motivasi

Motivasi merupakan aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Seorang guru harus dapat menunjuk-kan pentingnya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan siswa, dengan demikian siswa akan belajar bukan hanya sekadar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan-nya.

4. Alokasi Waktu dan Sarana Penunjang

Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran satu jam pelajaran 45 menit, maka metode yang dipergunakan telah dirancang sebelumnya, termasuk di dalamnya perangkat penunjang pembelajaran, perangkat pembe-lajaran itu dapat dipergunakan oleh guru secara berulang-ulang, seperti trans-paran, chart, video pembelajaran, film, dan sebagainya. Metode pembelajaran disesuaikan dengan materi, seperti Bidang Studi Biologi, metode yang akan diterapkan adalah metode praktikum, bukan berarti metode lain tidak kita pergunakan, metode ceramah sangat perlu yang waktunya dialokasi sekian menit untuk memberi petunjuk, aba-aba, dan arahan. Kemudian memungkinkan mempergunakan metode diskusi, karena dari hasil praktikum siswa memerlukan diskusi kelompok untuk memecah masalah/problem yang mereka hadapi.

5. Jumlah Siswa

Idealnya metode yang kita terapkan di dalam kelas perlu mempertimbangkan jumlah siswa yang hadir, rasio guru dan siswa agar proses belajar mengajar efektif, ukuran kelas menentukan keberhasilan terutama pengelolaan kelas dan penyampaian materi.

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu pengajaran akan tercapai apabila mengurangi besarnya kelas, sebaliknya pengelola pendidikan mengatakan bahwa kelas yang kecil-kecil cenderung tingginya biaya pendidikan dan latihan. Kedua pendapat ini bertentangan, manakala kita dihadapkan pada mutu, maka kita membutuhkan biaya yang sangat besar, bila pendidikan mempertimbangkan biaya sering mutu pendidikan terabaikan, apalagi saat ini kondisi masyarakat Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjang-an. Pada sekolah dasar umumnya mereka menerima siswa maksimal 40 orang, dan sekolah lanjutan maksimal 30 orang. Kebanyakan ahli pendidikan berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan 24 orang Ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak, metode ceramah le-bih efektif, akan tetapi yang perlu kita ingat metode ceramah memiliki banyak kelemahan dibandingkan metode lainnya, terutama dalam pengukuran keber-hasilan siswa. Disamping metode ceramah guru dapat melaksanakan tanya jawab, dan diskusi. Kelas yang kecil dapat diterapkan metode tutorial karena pemberian umpan balik dapat cepat dilakukan, dan perhatian terhadap kebu-tuhan individual lebih dapat dipenuhi.[4]

6. Pengalaman dan Kewibawaan Pengajar

Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, pribahasa mengatakan ”Pengalaman adalah guru yang baik”, hal ini diakui di lembaga pendidik-an, kriteria guru berpengalaman, dia telah mengajar selama lebih kurang 10 tahun, maka sekarang bagi calon kepala sekolah boleh mengajukan permohonan menjadi kepala sekolah bila telah mengajar minimal 5 tahun. Dengan demikian guru harus memahami seluk-beluk persekolahan. Strata pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam keberhasilan belajar akan tetapi penga-laman yang menentukan, umpamanya guru peka terhadap masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang tepat, merumuskan tujuan instruksional, memotivasi siswa, mengelola siswa, mendapat umpan balik dalam proses belajar mengajar. Jabatan guru adalah jabatan profesi, membutuhkan pe-ngalaman yang panjang sehingga kelak menjadi profesional, akan tetapi profesional guru belum terakui seperti profesional lainnya terutama dalam upah (payment), pengakuan (recognize). Sementara guru diminta memiliki penge-tahuan menambah pengetahuan (knowledge esspecialy dan skill) pelayanan (service) tanggung jawab (responsbility)dan persatuan (unity) (Glend Langford, 1978).

Disamping berpengalaman, guru harus berwibawa. Kewibawaan me-rupakan syarat mutlak yang bersifat abstrak bagi guru karena guru harus berhadapan dan mengelola siswa yang berbeda latar belakang akademik dan so-sial, guru merupakan sosok tokoh yang disegani bukan ditakuti oleh anak-anak didiknya. Kewibawaan ada pada orang dewasa, ia tumbuh berkembang mengikuti kedewasaan, ia perlu dijaga dan dirawat, kewibawaan mudah lun-tur oleh perbuatan-perbuatan yang tercela pada diri sendiri masing-masing. Jabatan guru adalah jabatan profesi terhomat, tempat orang-orang bertanya, berkonsultasi, meminta pendapat, menjadi suri tauladan dan sebagainya, ia mengayomi semua lapisan masyarakat

D. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks Standar Proses Pendidikan.

Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah tidak semua strategi cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri dan guru harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:

1. Strategi pembelajaran harus berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai.

2. Strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa.

3. Strategi pembelajaran harus dapat memperhatikan individualitas siswa.

4. Strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi.

E. Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)

1. Konsep dan Tujuan

PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktiivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognotif, afektif, dan psikomotor secara berkembang. Dari konsep diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan dari PBAS adalah untuk membantu peserta didik agar bisa belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memmperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan nasional maka PBAS adalah pendekatan yang paling sesuai untuk dikembangkan.

2. Peran Guru Dalam Impementasi PBAS

Dalam implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi siswa agar belajar. Oleh karena itu, penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajaranya dengan gaya dan karakteristik belajar siswa. Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukun guru, diantaranya adalah :

a. Mengemukakan berbagai alternative tujuan pembelalajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.

b. Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa.

c. Memeberikan informasi tentang kegiatan pembelajaaan yang harus dilakukan.

d. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.

e. Memberikan bantuan pelayanan pada siswa yang membutuhkan.

f. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan.[5]

3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbbagai bentuk kegiatan, seperti mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa ada yang secara lanngsung dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat secara langsung teramati. Kadar PBAS tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, akan tetapi juga ditentukan oleh akktivitas nonfisik seperti mental, intelektual, dan emosional.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PBAS

Keberhasilan penerapan PBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh :

a. Guru
Kemampuan guru
Sikap professional guru
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru

b. Sarana belajar

Ruang kelas

Media dan sumber belajar

Lingkungan belajar

KESIMPULAN

* Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian strategi pembelajaran Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.

* Metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan

* Teknik dan taktik mengajar merupakan pen­jabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan ­orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual.

Penetapan program pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan

A. PengertianPerencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan.
Roger A. Kaufman (Harjanto 1997:2) mengemukakan bahwa "Perencanaan adalah suatu proyeksi (perkiraan) tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Secara garis besar perencanaan pengajaran mencakup kegiatan merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pengajaran, cara apa yang dipakai untuk menilai tujun tersebut, materi bahan apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang diperlukan. (R. Ibrahim, 1993).      Jadi, perencanaan pembelajaran adalah rencana yang dibuat oleh guru untuk memproyeksikan kegiatan apa yang akan dilakukan oleh guru dan siswa agar tujuan dapat tercapai.
    B. Komponen-Komponen Perencanaan Pembelajaran
Menurut Masitoh dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Pembelajaran (2005), bahwa komponen-komponen perencanaan pembelajaran diantaranya terdiri dari: (1) tujuan pembelajaran(2) isi (materi pembelajaran)(3) kegiatan pembelajaran (kegiatan belajar mengajar)(4) media dan sumber belajar; dan(5) evaluasi.Sedangkan menurut M. Sobry Sutikno dalam bukunya yang berjudul Belajar dan Pembelajaran (2008), mengatakan bahwa komponen pembelajaran itu terdiri atas tujuan pembelajaran, materi pelajaran, kegiatan belajar megajar, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi. Yang membedakan antara komponen yang dikemukakan oleh keduanya adalah ada tidaknya metode pembelajaran didalam komponen-komponen perancanaan pembelajaran.Dibawah ini akan dibahas mengenai komponen-komponen perencanaan pembelajaran diatas.a.   Tujuan Pembelajaran  
Tujuan pembelajaran merupakan komponen pertama dalam perencanaan pembelajaran. Tujuan mengawali komponen yang lainnya. Dalam merencanakan pembelajaran tujuan harus jelas, karena dengan tujuan yang jelas guru dapat memproyeksikan hasil belajar yang harus dicapai setelah anak belajar. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Menurut Robert Mager (1996) “jika kita tidak memiliki gagasan yang jelas tentang tujuan apa yang harus dicapai oleh anak, maka kita tidak akan dapat membuat perencanaan yang baik untuknya”. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.    
Tujuan pembelajaran merupakan komponen pertama dalam perencanaan pembelajaran. Tujuan mengawali komponen yang lainnya. Dalam merencanakan pembelajaran tujuan harus jelas, karena dengan tujuan yang jelas guru dapat memproyeksikan hasil belajar yang harus dicapai setelah anak belajar. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Menurut Robert Mager (1996) “jika kita tidak memiliki gagasan yang jelas tentang tujuan apa yang harus dicapai oleh anak, maka kita tidak akan dapat membuat perencanaan yang baik untuknya”. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.    2.      Isi (Materi Pembelajaran)       
Materi pembelajaran merupakan unsur belajar yang penting mendapat perhatian oleh guru. Materi pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang “dikonsumsi” oleh siswa. Karena itu, penentuan materi pelajaran mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, misalnya berita pengetahuan, penampilan, sikap dan pengalaman lainnya.   Nana Sujana (2000) menjelaskan ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam menetapkan materi pelajaran diantaranya :           
a. Materi pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan
Materi pembelajaran merupakan unsur belajar yang penting mendapat perhatian oleh guru. Materi pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang “dikonsumsi” oleh siswa. Karena itu, penentuan materi pelajaran mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, misalnya berita pengetahuan, penampilan, sikap dan pengalaman lainnya.   Nana Sujana (2000) menjelaskan ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam menetapkan materi pelajaran diantaranya :            a. Materi pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuanb.   Menetapkan materi pembelajaran harus serasi dengan urutan tujuanc.    Materi pelajaran disusun dari hal yang sederhana menuju yang komplekd.   Sifat materi pelajaran, ada yang factual dan ada yang konseptualDalam merancang kegiatan belajar, kegiatan harus dirumuskan secara jelas dan rinci. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kegiatan belajar mengajar dapat dicermati sebagai berikut.     a. Kegitan harus berorientasi pada tujuan.      b. Kemampuan yang harus dicapai anak adalah melalui praktik langsung.    c. Kegiatan pembelajaran harus berorientasi pada perkembangan.     d.Kegiatan pembelajaran harus berorientasi pada kegiatan yang berpusat pada tema.e.    Kegiatan pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pendidikan.f.    Kegiatan pembelajaran menggambarkan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau peserta didik.g.   Kegiatan pembelajaran harus menggambarkan kegiatan yang menyenangkan.h.   Walaupun penetapan kegiatan berorientasi pada siswa, kegiatan harus memungkinkan bagaimana guru dapat membantu siswa belajar.1.      Metode  
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dengan penggunan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dan materi yang baik belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno (2007) menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode anatara lain: tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, siswa, situasi, fasilitas, dan guru.Adapun macam-macam metode yang dapat dipakai dalam proses pembelajaran yaitu:
a) Metode Ceramah;     
b) Metode Tanya Jawab;           
c) Metode Diskusi;        
d) Metode Demonstrasi;           
e) Metode Kisah/Cerita;
f) Metode Simulasi.      
g) Metode Karya Wisata;          
h) Metode Tutorial;       
i) Metode Suri Teladan;
j) Pengajaran Tim (Team Teaching);     
k) Metode Praktek;       
l) Metode Kerja Kelompok;      
m) Metode Penugasan;
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dengan penggunan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dan materi yang baik belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno (2007) menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode anatara lain: tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, siswa, situasi, fasilitas, dan guru.Adapun macam-macam metode yang dapat dipakai dalam proses pembelajaran yaitu: a) Metode Ceramah;      b) Metode Tanya Jawab;            c) Metode Diskusi;         d) Metode Demonstrasi;            e) Metode Kisah/Cerita; f) Metode Simulasi.       g) Metode Karya Wisata;           h) Metode Tutorial;        i) Metode Suri Teladan; j) Pengajaran Tim (Team Teaching);      k) Metode Praktek;        l) Metode Kerja Kelompok;       m) Metode Penugasan;2.      Media dan Sumber Belajar       
Media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercifta lingkungan yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif (Yudhi Munadi,2008 :8)     . Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat di pergunakan sebagai tempat di mana materi sumber belajar terdapat. Menurut Nasution (2000) sumber belajar dapat berasal dari masyarakat dan kebudayaannya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan siswa. Pemanfaatan sumber belajar tersebut tergantung pada kreatifitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya. Sumber belajar tidak hanya terbatas pada bahan dan alat yang di pergunakan dalam proses pembelajaran, melainkan juga tenaga, biaya, dan fasilitas.Sumber belajar dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:      
a. Sumber belajar yang di rencanakan adalah semua sumber yang secara khusus telah   dikembangkan sebagai komponen system pembelajaran, untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.          
b. Sumber belajar karena di manfaatkan adalah sumber-sumber yang tidak secara khusus di desain untuk keperluan pembelajaran, namun dapat di temukan, di aplikasikan, dan di gunakan untuk keperluan belajar. 
Media dan sumber belajar merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Media dan sumber belajar yang dipilih harus sesuai dengan kegiatan dan dapat memberikan pengalaman yang cocok bagi siswa. Guru juga harus memutuskan bagaimana media dan sumber belajar tersebut di sediakan dan bagaimana kegiatan di organisasikan. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah sejauh mana sumber-sumber belajar dapat memberi dukungan terhadap proses belajar siswa. Pemilihan media dan sumber belajar harus mempertimbangkan karakteristik perkembangan dan karakteristik belajar anak. Untuk kelas-kelas yang berpusat pada anak media sudah di tata dalam setiap area. Dengan media dan sumber belajar anak dapat melakukan ekplorasi, observasi dan memungkinkan anak dapat meliatkan seluruh inderanya seperti melihat, menyentuh, meraba, mencium dan merasakan.
Media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercifta lingkungan yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif (Yudhi Munadi,2008 :8)     . Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat di pergunakan sebagai tempat di mana materi sumber belajar terdapat. Menurut Nasution (2000) sumber belajar dapat berasal dari masyarakat dan kebudayaannya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan siswa. Pemanfaatan sumber belajar tersebut tergantung pada kreatifitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya. Sumber belajar tidak hanya terbatas pada bahan dan alat yang di pergunakan dalam proses pembelajaran, melainkan juga tenaga, biaya, dan fasilitas.Sumber belajar dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:       a. Sumber belajar yang di rencanakan adalah semua sumber yang secara khusus telah   dikembangkan sebagai komponen system pembelajaran, untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.           b. Sumber belajar karena di manfaatkan adalah sumber-sumber yang tidak secara khusus di desain untuk keperluan pembelajaran, namun dapat di temukan, di aplikasikan, dan di gunakan untuk keperluan belajar.  Media dan sumber belajar merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Media dan sumber belajar yang dipilih harus sesuai dengan kegiatan dan dapat memberikan pengalaman yang cocok bagi siswa. Guru juga harus memutuskan bagaimana media dan sumber belajar tersebut di sediakan dan bagaimana kegiatan di organisasikan. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah sejauh mana sumber-sumber belajar dapat memberi dukungan terhadap proses belajar siswa. Pemilihan media dan sumber belajar harus mempertimbangkan karakteristik perkembangan dan karakteristik belajar anak. Untuk kelas-kelas yang berpusat pada anak media sudah di tata dalam setiap area. Dengan media dan sumber belajar anak dapat melakukan ekplorasi, observasi dan memungkinkan anak dapat meliatkan seluruh inderanya seperti melihat, menyentuh, meraba, mencium dan merasakan.3.         Evaluasi
Menurut M Sobby Sutikno (2007 :40) evalusi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sedangkan menurut Masitoh,dkk (2005 :47) evaluasi adalah suatu proses memilih mengumpulkan dan menafsirkan informasi utuk membuat keputusan. Dalam perencanaan pembelajaran evaluasi dimaksudkan untuk mengukur apakah tujuan atau kemampuan yang sudah di tetapkan dapat tercapai.Jadi, evaluasi merupakan aspek yang penting, yang berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat kemajuan siswa, dan bagaiman tingkat keberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi belajar siswa dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan. Untuk melakukan evaluasi diperlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat umum evaluasi yaitu:      
Menurut M Sobby Sutikno (2007 :40) evalusi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sedangkan menurut Masitoh,dkk (2005 :47) evaluasi adalah suatu proses memilih mengumpulkan dan menafsirkan informasi utuk membuat keputusan. Dalam perencanaan pembelajaran evaluasi dimaksudkan untuk mengukur apakah tujuan atau kemampuan yang sudah di tetapkan dapat tercapai.Jadi, evaluasi merupakan aspek yang penting, yang berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat kemajuan siswa, dan bagaiman tingkat keberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi belajar siswa dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan. Untuk melakukan evaluasi diperlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat umum evaluasi yaitu:      
a. Validitas         b. Realiabilitas    c. Objektivitas    d. Efisiensi         e. Kegunaan / kepraktisan.         Selain syarat-syarat umum evaluasi diatas, dalam evaluasi juga terdapat teknik-tekniknya. Pada umumnya, teknik evaluasi ada dua macam, yaitu dengan menggunakan tes dan non-tes (M. Sobry Sutikno,2008:118-)C.  Tujuan Pembelajaran
Sudirman, dkk.  (1991:53) mengemukakan tujuan pembelajaran merupakan tujuan yang berbentuk tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar. Reece dan Walker (1997:17), menjelaskan guru perlu mengetahui ke mana seharusnya siswa diarahkan dan apa yang akan dipelajari siswa.  Dengan cara ini, guru mengetahui kapan siswa sampai ke sana.  Dalam bahasa pendidikan, hal ini menuntut guru untuk mengidentifikasi hasil pembelajaran.  Hasil pembelajaran tersebut dapat dinyatakan dengan tujuan dan sasaran (aims and objectives).  Pada intinya, tujuan dan sasaran ini merupakan harapan dari apa yang dapat dilakukan siswa pada akhir pembelajarannya.
Tujuan pembelajaran ditentukan baik oleh guru maupun perancang kurikulum dalam silabus dan rencana pembelajaran untuk menyatakan apa yang akan dicapai oleh pembelajaran tersebut.  Tujuan pembelajaran dibedakan dengan sasaran pembelajaran.  Sasaran dalam hal ini lebih bersifat spesifik dan lebih dapat diukur secara langsung, sedangkan tujuan tidak begitu dapat diukur secara langsung. Usman (1994:29) menjelaskan hasil belajar yang dicapai siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan pembelajaran yang direncanakan oleh guru. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru sebagai perancang (designer) proses belajar mengajar. Untuk itu guru harus menguasai taksonomi hasil belajar.
Bloom (dalam Usman (1994:29) mengelompokkan tujuan pembelajaran ke dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor).
Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran menurut Hernawan (2005) terbagi atas beberapa tingkatan yaitu:
1.      Tujuan Pembelajaran yang paling umum, yaitu tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional kita menurut UU No 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional yaitu: “Pendidikan Nasional bertujuan menceraskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung  jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (pasal 4)”.
2.      Tujuan institusional, berisi rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pebelajar setelah mengikuti pendidikan pada suatu tingkat pendidikan tertentu. Misalnya tujuan pendidikan dasar (SD dan SMP) yaitu: “Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. (Bab II, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990).
3.      Tujuan Kurikuler adalah rumusan dari setiap mata pelajaran /bidang studi/mata kuliah. Misalnya tujuan kurikuler mata pelajaran IPA pada pendidikan dasar. Contoh:  “Pebelajar memiliki pengetahuan tentang lingkungan alam serta keterampilan, wawasan dan kesadaran teknologi dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
4.      Tujuan pembelajaran umum
5.       Tujuan pembelajaran khusus.
Menurut  Harjanto (2008), perumusan tujuan Instruksional dalam desain pembelajaran merupakan perumusan yang jelas dimana memuat pernyataan tentang kemampuan dan tingkah laku peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu untuk satu topik atau subtopik tertentu. Dengan demikian dapat dipertegas bahwa perumusan instruksional berfungsi sebagai tercapainya hasil belajar berupa perubahan tingkah laku dan kriteria untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran.
Tujuan instruksional ini dapat dibedakan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Menurut Grounlund dalam Harjanto (2008) tujuan instruksional umum  (TIU) adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan serangkaian hasil belajar yang bersifat khusus. sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam istilah perubahan tingkah laku khusus. Tingkah laku khusus adalah kata kerja yang dapat diamati dan diukur.
Kegunaan TIU dalam proses belajar mengajar menurut Harjanto (2008) adalah:
1.   Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.
2.   Memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta didik.
3.   Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur efektifitas   pengajaran.
4.   Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
5.   Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan dinilai  dalam mengikuti suatu pelajaran.
6.   Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan.
D.  Hubungan Tujuan Pembelajaran Dengan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan merupakan penjabaran Standar Kompetensi yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan Standar Kompetensi.Standar Kompetensi sendiri adalah ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
Kompetensi dasar diturunkan menjadi indikator, dari indikator digunakan untuk menyusun tujuan pembelajaran.Evaluasi pembelajaran didasarkan pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dari evaluasi inilah dapat diketahui hasil belajar peserta didik. Apabila hubungan tersebut digambarkan adalah sebagai berikut:
Contoh:Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tertulis:Kompetensi Dasar                :    Menjelaskan pengertian dan fungsi uanIndikator                               :    1. Mendeskripsikan pengertian uang                                                            2. Mengidentifikasi fungsi uangTujuan Pembelajaran1)      Siswa dapat mendeskripsikan pengertian uang tanpa membuka buku2)      Siswa dapat mendeskripsikan fungsi uang tanpa bantuan temanHasil belajar yang dicapai siswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran sendiri mengacu pada indikator yang merupakan rincian dari kompetensi dasar.B.     Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Menurut Bloom dkk dalam Hernawan (2005) jenis belajar atau taksonomi tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang akan diuraikan sebagai berikut.
1.      Domain afektif
Yaitu yang berkenaan dengan kemampuan otak dan penalaran siswa,. Taksonomi ranah tujuan kognitif menurut Bloom memiliki 6 tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi
2.      Domain afektif
 Yaitu berkenaan dengan sikap dan nilai tampak pada berbagai tingkah laku.   Taksonomi ranah tujuan afektif menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: menerima, menanggapi, menghargai, mengatur diri dan menjadikan pola hidup.
3.      Domain psikomotorik
Yaitu berkenaan dengan keterampilan atau keaktifan pisik. Taksonomi ranah tujuan psikomotorik menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, bertindak secara mekanis dan gerakan yang kompleks.
Dalam tataran praktis, Usman (1994:113) mengungkapkan, rumusan tujuan pembelajaran  perlu memperhatikan lima syarat, yaitu
a.       kesesuaian tujuan instruksional khusus dengan tujuan instruksional umum
b.      kelengkapan jumlah TIK
c.       kejelasan rumusan (tidak menimbulkan tafsiran ganda)
d.      kelengkapan rumusan TIK (subyek, tingkah laku yang dapat diukur, kondisi pencapaian, dan kriteria pencapaian)
e.        urutan TIK dari yang mudah kepada yang sukar.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Perencanaan pembelajaran adalah rencana yang dibuat oleh guru untuk memproyeksikan kegiatan apa yang akan dilakukan oleh guru dan siswa agar tujuan dapat tercapai. untuk melaksanakan perencanaan pembelajaran itu harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan sesuai dengan komponen-komponen perencanaan.2.      Komponen-komponen perencanaan pembelajaran tersebut itu diantaranya terdiri dari:
a.  Tujuan Pembelajaran
a.  Tujuan Pembelajarana.    Isi (materi pembelajaran)b.   Kegiatan pembelajaran (kegiatan belajar mengajar)c.    Metoded.   Media dan sumber belajar.e.     EvaluasiB.     Saran
Perencanaan pengajaran adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dikerjakan oleh setiap guru ataupun calon guru. Jadi perencanaan pengajaran berarti pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar didalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu situasi interaksi pengajaran (interaksi guru-murid) tertentu yang khusus, baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun diluar kelas. Makin baik dipikirkan, maka makin baiklah persiapan perencanaan pengajaran itu, sehingga bisa diharapkan makin baik pula dalam pelaksanaannya.

Paradigma Pendidikan dikaji dari Hakikat Program Pembelajaran

  • Belajar Mengetahui, memadukan antara kesempatan untuk memperoleh pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja pada sejumlah subyek yang lebih kecil secara lebih mendalam. Dalam tahap ini, kesempatan untuk mengembangkan sikap dan cara belajar untuk belajar (Learning to learn) lebih penting daripada sekedar memperoleh informasi. Peserta didik bukan hanya disiapkan untuk dapat menjawab permasalahan dalam jangka dekat, tetapi untuk mendorong mereka untuk memahami, mengembangkan rasa ingin tahu intelektual, merangsang pikiran kritis serta kemampuan mengambil keputusan secara mandiri, agar dapat menjadi bekal sepanjang hidup. Belajar jenis ini dapat dilakukan melalui kesempatankesempatan berdiskusi, melakukan percobaan-percobaan di laboratorium, menghadiri pertemuan ilmiah serta kegiatan ekstrakurikuler atau berorganisasi.
  • Belajar Berbuat, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tidak hanya memperoleh ketrampilan kerja, tetapi juga memperoleh kompentensi untuk menghadapi pelbagai situasi serta kemampuan bekerja dalam tim, berkomunikasi, serta menangani dan menyelesaikan masalah dan perselisihan. Termasuk didalam pengertian ini adalah kesempatan untuk memperoleh pengalaman dalam bersosialisasi
    maupun bekerja di luar kurikulum seperti magang kerja, aktivitas pengabdian masyarakat, berorganisasi serta mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah dalam konteks lokal maupun nasional, ataupun dikaitkan dengan program belajar seperti praktek kerja lapangan, kuliah kerja nyata atau melakukan penelitian bersama.
  • Belajar Hidup Bersama, mengembangkan pengertian atas diri orang lain dengan cara mengenali diri sendiri serta menghargai ke-saling-tergantung-an, melaksanakan proyek bersama dan belajar mengatasi konflik dengan semangat menghargai nilai pluralitas, saling-mengerti dan perdamaian. Kesempatan untuk menjalin hubungan antara pendidik dan peserta didik, dorongan dan penyediaan waktu yang cukup untuk
    memberi kesempatan bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan budaya, olahraga, serta keterlibatan dalam organisasi sosial maupun profesi diluar kampus.
  • Belajar menjadi seseorang, mengembangkan kepribadian dan kemampuan untuk bertindak secara mandiri, kritis, penuh pertimbangan serta bertanggung jawab. Dalam hal ini pendidikan tak bisa mengabaikan satu aspek pun dari potensi seseorang seperti ingatan, akal sehat, estetika, kemampuan fisik serta ketrampilan berkomunikasi.
    Telah banyak diakui bahwa sistem pendidikan formal saat ini cenderung untuk memberi tekanan pada penguasaan ilmu pengetahuan saja yang akhirnya merusak bentuk belajar yang lain. Kini telah tiba saatnya untuk memikirkan bentuk pendidikan secara menyeluruh, yang dapat menggiring terjadinya perubahan–perubahan kebijakan pendidikan di masa akan datang, dalam kaitan dengan isi maupun metode.
Era globalisasi serta perkembangan teknologi informasi telah menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Batasan wilayah, bahasa dan budaya yang semakin tipis, serta akses informasi yang semakin mudah menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang diperoleh seseorang menjadi cepat
usang. Persaingan yang semakin tajam akibat globalisasi serta kondisi perekonomian yang mengalami banyak kesulitan, terutama di Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, memiliki jiwa enterpreneur serta kepemimpinan. Pendidikan yang menekankan hanya pada proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan, karena hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau,
tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa depan.
Student-Centered Learning, yang menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan.
Pengertian SCL
Berikut ini beberapa pengertian SCL dari berbagai  literatur
  • Rogers (1983), SCL merupakan hasil dari transisis perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran, dari kekuatan dosen sebagai pakar menjadi kekuatan mahasiswa sebagai pembelajar. Perubahan ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi pasif, bosan dan resisten.
  • Kember (1997), SCL merupakan sebua kutub proses pembelajaran yang menekankan mahasiswa sebagai pembangun pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah dosen sebagai agen yang memberikan pengetahuan.
  • Harden dan Crosby (2000), SCL menekankan pada Mahasiswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa yang dilakukan oleh guru.
Dari berbagai definisi tersebut dapat dipahami bahwa Student Centered Learning (SCL)adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model belajar Instructor-Centered Learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap pasif.
Dalam menerapkan konsep Student-Centered Leaning, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya. Dalam batas-batas tertentu mahasiswa dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya .
Dengan anggapan bahwa tiap mahasiswa adalah individu yang unik, proses, materi dan metode belajar disesuaikan secara fleksibel dengan minat, bakat, kecepatan, gaya serta strategi belajar dari tiap peserta didik. Tersedianya pilihan-pilihan bebas ini bertujuan untuk menggali motivasi intrinsik dari dalam dirinya sendiri untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya secara individu, bukan kebutuhan yang diseragamkan.
Sebagai ganti proses transfer ilmu pengetahuan, peserta didik lebih diarahkan untuk belajar ketrampilan Learn how to learn seperti problem solving, berpikir kritis dan reflektif serta ketrampilan untuk bekerja dalam tim.
Evaluasi bukan merupakan evaluasi standar yang berlaku untuk seluruh mahasiswa, tetapi lebih bersifat individu sepanjang proses pendidikannya. Pembuatan portfolio bagi mahasiswa merupakan salah satu bentuk evaluasi mahasiswa sepanjang proses belajar. Peran serta dosen, mahaiswa serta orang tua sangatlah dibutuhkan dalam merencanakan proses belajar serta proses dan bentuk evaluasi
Model Pembelajaran SCL
Materi dan model penyampaian pembelajaran dalam SCL secara lengkap meliputi 3 aspek, yaitu (1) isi ilmu pengetahuan (IPTEK), (2) sikap mental dan etika yang dikembangkan, dan (3) nilai-nilai yang diinternalisasikan kepada para mahasiswa. Di dalam proses SCL terdapat hubungan “tarik-menarik” antara learner support dan learner control. Hubungan tadi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Hal-hal yang Perlu dipersiapkan dalam SCL
Beberapa hal utama yang perlu disiapkan adalah:
Perubahan Sikap dan Peranan Dosen
Dalam konsep belajar Instructor-Centered Learning, dosen memainkan peranan utama dalam mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik. Dosen harus mempersiapkan materi selengkap mungkin, menerangkan secara searah. Mahasiswa akan menerima secara pasif materi yang diberikan dengan mencatat serta menghafal. Dengan demikian sumber belajar utama adalah dosen. Dengan menerapkan konsep SCL, sebagian beban dalam mempersiapkan serta mengkomunikasikan materi berpindah ke mahasiswa yang harus pula berperan secara aktif. Dosen bukan lagi tokoh sentral yang tahu segalanya. Tidak berarti bahwa tugas dosen menjadi lebih ringan atau tidak lagi penting. Dosen tetap memainkan peran utama dalam proses belajar, tetapi bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Melalui pelbagai metode, seperti diskusi, pembahasan masalah-masalah nyata, proyek bersama, belajar secara kooperatif , serta tugas-tugas mandiri, dosen akan lebih dituntut sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator, yang membimbing, mendorong, serta mengarahkan peserta didik untuk menggali persoalan, mencari sumber jawaban, menyatakan pendapat serta membangun pengetahuan sendiri. Dalam perubahan peranan ini, dibutuhkan kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi serta keterbukaan dari pendidik untuk dapat menjalin hubungan secara individu, untuk dapat mengerti serta mengikuti perkembangan dari masing-masing peserta didik, disamping tentunya wawasan yang luas dalam mengarahkan peserta didik ke sumber-sumber belajar yang dapat digali. Hati dan ilmu menjadi tuntutan bagi pendidik dalam menerapkan konsep SCL.
Perubahan Metode Belajar
Jika seorang berpikir bahwa ia sedang bersenang-senang ketika ia sedang belajar, maka ia akan lupa bahwa ia sedang belajar dan dengan sendirinya akan menikmati dan mendapatkan banyak manfaat (Burns, 1997). Ungkapan ini merupakan ungkapan yang sering terlupakan oleh pendidik. Penerapan kedisiplinan dengan cara yang salah, kurikulum standar dan sebagainya yang membuat anak tidak memiliki pilihan sendiri tentunya tidak akan membuat peserta didik merasa sedang bersenang-senang, karena tidak sesuai dengan apa yang disukainya.
Beberapa metode belajar yang mengacu pada belajar secara alamiah dan mengacu pada keunikan individu yang perlu dikembangkan adalah collaborative learning, problembased learning, portfolio, team project, resource-based learning. Metode-metode ini menekankan pada hal-hal seperti kerjasama tim, diskusi, jawaban-jawaban terbuka, interaktivitas, mengerjakan proyek nyata bukan hanya menghafal, serta belajar cara untuk belajar, bukan hanya memperoleh ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Akses ke Pelbagai Sumber Belajar
Untuk menunjang metode belajar yang memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengenali permasalahan, serta menggali informasi sebanyak mungkin secara mandiri, akses informasi tidak boleh lagi dibatasi hanya pada guru, buku wajib serta perpustakaan lokal saja. Peserta didik perlu ditunjang dengan akses tanpa batas ke pelbagai sumber informasi, antara lain industri, organisasi sosial maupun profesi, media massa, para ahli dalam bidang masing-masing, bahkan dari masyarakat, keluarga maupun sesama peserta didik. Perkembangan teknologi informasi bahkan memungkinkan tersedianya akses ke pelbagai informasi global ke seluruh dunia, melalui akses ke perpustakaan maya , museum maya, pangkalan-pangkalan data di web, atau bahkan kemungkinan untuk dapat berhubungan langsung dengan para ahli internasional.
Penyediaan Infrastruktur Yang Menunjang
Untuk mendukung perubahan serta kebutuhan yang diperlukan dalam menerapkan konsep SCL secara maksimal, perlu adanya infrastruktur yang menunjang. Jaringan kerjasama antar institusi baik pendidikan maupun non pendidikan secara nasional, regional maupun internasional akan sangat mendukung terbukanya kesempatan untuk belajar diluar batasan dinding sekolah atau budaya sehingga lebih memperkaya pengertian akan perbedaan sekaligus menambah wawasan ilmu pengetahuan menjadi lebih tak terbatas. Fasilitas pendamping pendidikan seperti perpustakaan, museum sekolah, laboratorium, pusat komputer maupun layanan administrasi yang memudahkan, responsif, simpatik, serta mengacu pada kepuasan dan kebutuhan peserta didik, akan sangat
mendukung terciptanya budaya SCL.

Pemanfaatan teknologi informasi, seperti komputer, telekomunikasi dan jaringan baik dalam kampus maupun luar kampus seperti Internet, merupakan pendukung yang sangat penting dalam menunjang terciptanya fleksibilitas dalam memilih tempat dan waktu belajar, menghubungkan peserta didik dengan akses ke sumber belajar yang luas, kolaborasi serta komunikasi antar dosen dan mahasiswa, orang tua, sesama mahasiswa maupun para ahli. Teknologi informasi yang memiliki keunggulan dalam hal komunikasi dan interaktivitas tanpa batasan waktu dan tempat, serta kemampuan multimedia yang sekaligus menampilkan teks, gambar, suara dan gerak, merupakan media yang menarik baik bagi seorang anak maupun dewasa.

PRINSIP-PRINSIP PSIKOLOGI SCL

Bekal bagi para dosen untuk dapat menjalankan perannya sebagai fasititator salah satunya adalah memahami prinsip pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Ada limafaktor yang penting dipematikan dalam prinsip psikologis pembelajaran berpusat pada mahasiswa, yaitu: (a) Faktor Metakognitif dan kognitif yang menggambarkan bagaimana mahasiswa berpikir dan mengingat, serta penggambaran faktor-faktor yang terlibat dalam proses pembentukan makna informasi dan pengalaman; (b) Faktor Afektif yang men ggambar akan bagaimana keyakinan, emosi, dan motivasi mempengaruhi cara seseorang menerima situasi pembelajaran, seberapa banyak orang belajar, dan usaha yang mereka lakukan untuk mengikuti pembelajaran. Kondisi emosi seseorang, keyakinnannya tentang kompetensi pribadinya, harapannyaterhadap kesuksesan, minat pribadi, dan tujuan belajar, semua itu mempengaruhi bagaimana motivasi mahasiswa untuk belajar; (c) Faktor Perkembangan yang menggam-barkan bahwa kcndisi fisik, intelektual, emosional, dan sosial dipengaruhi deh faktor genetik yang unik dai faktor lingkungan; (d) Faktor Pribadi dan sosial yang menggambarkan bagaimana orang lain berperan dalam proses pembelajaran dan cara-cara orang belajar dalam kelompok. Prinsip ini mencerminkan bahwa dalam interaksi sosial, orang akan saling belajar dan dapat saling menolong melalui saling berbagi perspektif individual; (e). Faktor Perbedaan Individual yang menggambarkan bagaimana latar belakang individu yang unik dan kapasitas masing-masing berpengaruh dalam pembelajaran. Prinsip ini membantu menjelaskan mengapa individu mempelajari sesuatu yang berbeda, waktu yang berbeda, dan dengan cara-carayang berbeda pula Berikut akan diuraikan penjabaran masing-masing faktor.

Faktor Metakognitif dan Kognitif

Prinsip 1: Dasar proses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses alamiah untuk mencapai tujuan yang bermakna secara pribadi, bersifat aktif, dan melalui mediasi secara internal, merupakan proses pencarian dan pembentukan makna terhadap informasi dan pengalaman yang disaring melalui persepsi unik, pemikiran, dan perasaan siava (siava).
Prinsip 2: Tujuan proses pembelajaran. mahasiswa mencari untuk menciptakan makna, representasi pengetahuan melalui kuantitas dan kualitas data yang tersedia.
Prinsip 3: Pembentukan pengetahuan. mahasiswa mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki melalui cara-cara yang unik dan penuh makna.
Prinsip 4: Pemikiran tingkat tinggi. Startegi tingkat tinggi untuk “Berikir tentang berpikir”- untuk memantau dan memonitor proses mental, memfasilitasi kreativitas dan berpikir kritis.
Faktor Afektif
Prinsip 5: Pengaruh motivasi dalam pembdajaran. Kedalaman dai keluasan informasi diproses, serta apa dan seberapa banyak hal itu dipelajari dan diingat dipengaruhi oleh: (a).kesadaran diri dan keyakinan kontrol diri, kompetensi, dan kemampuan, (b). kejelasan nilai-nilai personal, minat, dan tujuan, (c). harapan pribadi terhadap kesuksesan dan kegagalan, (d). afeksi, emosi, dan kondisi pikran secara umum, dan (e) tingkat motivasi untuk belajar.
Prinsip 6: Motivasi intrinsik untuk belajar. Individu pada dasarnya memiliki rasa ingtn tahudan menikmati pembelajaran, tetapi pemikirai dan emosi negatif (misalnya perasaan tidak aman, takut gagal, malu, ketakutan mendapat hukuman, atau pelabelan/stigmatisasi) dapat mengancam antusiasme mereka.
Prinsip 7: Karakteristik tugas-tugas pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi. Rasa ingn tahu, kreativitas, dan berpikir tingkat tinggi dapat distimulasi melalui tugas-tugas yang relevan, otentik yang memiliki tingkat kesulitan dan kebaruan bagi masing-masing siswa
Faktor Perkembangan
Prinsip 8: Kendala dan peluang perkembangan. Kemajuan individual dipengaruhi perkembangan fase-fase fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang merupakan fungsi genetis yang unik serta pengaruh faktor lingkungai.
Faktor Personal Dan Sosial
Prinsip 9: Keberagaman sosial dan budaya. Pembelajaran difasilitasi oleh interaksi sosial dan komunikasi dengan orang lain melalui seting yang fleksibel, keberagaman (usia, budaya, latar belakang keluarga, dsb) dan instruksional yang adaptif.
Prinsip 10: Penerimaan sosial, harga diri, dan pembelajaran. Pembelajaran dan harga diri sangat terkait ketika individu dihargai dan dalam hubungan yang saling peduli satu dengan yang lain sehingga mereka dapat saling mengetahui potensi, menghargai bakat-bakat unik dengan tulus, dan menerima mereka saling dapat menerima sebagai individu.
Faktor Perbedaan Individu
Prinsip 11: Perbedaan individual dalam pembelajaran. Meskipun prinsisp-prinsip dasar pembelajaran, motivasi, dan instruksi afeksi berpengaruh terhadap semua mahasiswa (termasuk suku, ras, jender, kemampuan fisik, agama, dan status sosial), siava memiliki perbedaan kemampuan dan preferensi dalam model dan strategi pembelajaran. Perbedaan-perbedaan ini merupakan pengaruh dari lingkungan (apa yang dipelajari dan dikomunikasikan dalam budaya dan kelompok sosial yang berbeda) dan keturunan (apa yang muncul sebagai fungsi genetis).
Prinsip 12: Filter kognitif. Keyakinan personal, pemikiran, dan pemahaman berasal dari pembelajaran dan interpretasi sebelumnya, hal ini dapat menjadi dasar individual dalam pembentukan realitas dan interpretasi pengalaman hidup.

KARAKTERISTIK DOSEN DALAM SCL

Dosen yang menerapkan SCL harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Mengakui dan menghargai keunikan masing-masing mahasiswa dengan cara mengako modasi pemikiran mahasiswa, gaya belajarnya, tingkat perkembangannya, kemampuan, bakat, persepsi diri, serta kebutuhan akademis dan non akademis mahasiswa.
  • Memahami bahwa pembelajaran adalah suatu proses konstruktivis, oleh karena itu harus diyaMnkan bahwa mahasiswa diminta untuk mempelajari sesuatu yang relevan dan bermaknabagi diri mereka. Selain itu juga mencoba mengembangkan pengalaman belajar dimana mahasiswa dapat secara aktif menciptakan dan membangun pengetahuannya sendiri serta mengkaitkan apa yang sudah diketahuinya dengan  pengalaman yang diperoleh.
  • Menciptakan iklim pembelajaran yang positif dengan cara memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk berbicara dengannya secara personal, memahami siswa dengan sebaik-baiknya, menciptakan lingkungan yang nyaman dan menstimulasi bagi siswa, memberikan dukungan pada siswa, mengakui dan menghargai siswa
  • Memulai pembelajaran dengan asumsi dasar bahwa semua mahasiswa dengan kondisinya masing-masing bersedia untuk belajar dan ingin melakukan dengan sebaik-baiknya, serta memiliki minat intrinsik untuk memperkaya kehidu-pannya.
Dosen-dosen   yang   menggunakan   SCL cenderung menciptakan lingkungan pembelajaran dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  • Suasana kelas yang hangat, mendukung. Dalam susana ini, dosen mengijinkan mahasiswa untuk mengenalnya dan selanjutnya akan menyukainya. Kalau dosen disukai oleh mahasiswa maka mahasiswa akan bersedia bekerja keras untuk orang yang disukainya.
  • Para mahasiswa diminta untuk hanya mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat. Dosen  harus menjelaskan manfaat apa yang akan diperoleh mahasiswa jika mereka mengerjakan apa yang diminta oleh dosen. Informasi ini akan menjadi berguna jika secara langsung dikaitkan dengan ketrampilan hidup yang diperlukan mahasiswa, sehingga mahasiswa terdorong untuk melakukannya dan dosen meyakini bahwa hal itu sungguh bermanfaat atau diperlukan oleh mahasiswa ketika mereka nanti bekerja.
  • Mahasiswa selalu diminta untuk mengerjakan yang terbaik yang mereka dapat lakukan. Kondisi kualitas pekerjaan termasuk didalamnya adalah pengetahuan mahasiswa tentang dosennya dan apa yang diharapkannya serta keyakinannya bahwa dosen memberikan kepedulian untuk membantunya, keyakinan bahwa tugas yang diberikan dosen itu selalu bermanfaat, keinginan yang kuat untuk berusaha dengan
    sekuatnya untuk mengerjakan tugasnya sebaik-baiknya, dan mengetahui bagaimana pekerjaannya itu akan dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya.
  • Para mahasiswa diminta untuk mengevaluasi pekerjaannya. Evaluasi diri diperlukan untuk menilai kualitas pekerjaan yang tdah dilakukan oleh para aswa, semua siswa harus mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan dievaluasi, berdasarkan hasil eveluasi itulah mahasiswa tahu bagaimana kualitas pekerjaannya dapat
    ditingkatkan serta dapat mengulangi prosesnya sampai kualitas terbaik dapat dicapai.
  • Kualitas pekerjaan yang baik selalu menimbulkan perasaan senang Para siswa merasa senang ketika mereka menghasilkan pekerjaan yang berkualitas baik, dan demikian pula dengan orangtuanya serta dosennya. Perasaan senang ini juga merupakan insentif untuk meningkatkan kualitas
  • Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah destruktif. Pekerjaan yang berkualitas tidak pemah dicapai melalui pekerjaan yang merusak seperti misalnya menggunakan Narkoba (meskipun kadang dirasa menimbulkan rasa senang) atau menyakiti oranglain, merusak lingkingan, dsb.

Paradigma Pendidikan 3 kunci Utama

Paradigma 1: Kemampuan Otak Yang Tak Hingga
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa otak manusia terdiri dari bermilyar-milyar sel aktif. Disebutkan, minimal terdiri 100 milyar sel otak aktif sejak lahir. Masing-masing sel dapat membuat jaringan sampai 20.000 sambungan tiap detik. Yang menakjubkan adalah saat awal kehidupan kita, otak kita berkembang melalui proses belajar alamiah dengan kecepatan 3 milyar sambungan perdetik. Sambungan-sambungan ini adalah kunci kekuatan otak. Sehingga Gordon Dryden menyatakan: “You’re the owner of the world’s most powerful computer.” (Anda adalah pemilik komputer paling hebat di dunia-Otak anda).
Dapat kita bandingkan dengan 3 hari pertama tahun 1997, jutaan pengguna komputer membuat jaringan internet 200 juta sambungan. Sedangkan otak kita mampu membuat jaringan 15 kali lebih besar dalam satu detik dibanding jaringan internet dalam 3 hari. Bahkan Tony Buzan menyatakan: “Your brain is made of trillion brain cells”.
Dengan kemampuan luar biasa ini otak manusia mampu menghafal seluruh atom yang ada di alam semesta. Kemampuan memori otak kita adalah 10800 (angka 10 dengan 0 sebanyak 800 di belakangnya) sedangkan jumlah atom di alam semesta adalah sekitar 10100 (angka 10 dengan 0 sebanyak 100 di belakangnya).
Lebih menakjubkan lagi adalah otak kita terdiri dari beragam hal: bagian, fungsi, kemampuan dan lain-lain. Empat bagian otak; neuron, dendrit, sel glial dan sistem insulating. Bermacam-macam pusat kecerdasan; otak kiri dan otak kanan. Otak kita juga mempunyai empat panjang gelombang otak.
Bila kita hendak mengambil contoh untuk membandingkan otak orang cerdas dengan orang biasa, dapat kita ambil contoh otak Albert Einstein. Otak Einstein berkembang 10% lebih baik dari otak orang biasa. Perkembangan ini terjadi pada bagian otak matematis dan verbal –yang merupakan parameter IQ. Sementara otak matematis dan verbal adalah bagian kecil dari keseluruhan otak manusia –sekitar 20%. Jadi otak Einstein berkembang lebih baik dari orang biasa kira-kira sekitar 2%.
Dari perhitungan sederhana di atas, kita boleh optimis bahwa pendidikan yang baik dapat melahirkan orang-orang besar sekaliber Einstein, Al-Khawarizmi atau Ibnu Khaldun. Pendidikan ‘hanya bertanggung jawab mengembangkan otak manusia 2% saja’.
Lalu timbul pertanyaan: mengapa banyak orang-orang bodoh?? Atau lebih tepatnya mengapa banyak orang yang otaknya tidak berkembang?? Dalam buku Quantum Learning dijelaskan bahwa manusia memiliki tipe-tipe tertentu dalam menyerap dan mengolah informasi. Manusia digolongkan menjadi tiga tipe dalam menyerap informasi yairu auditif, visual dan kinestetik. Sementara dalam mengolah informasi ada empat tipe yairu sekuensial, kongkret, sekuensial abstrak, acak kongkret dan acak abstrak.
Kita mungkin berharap bahwa ada tipe terbaik dibanding tipe yang lain. Sehingga ada orang yang lebih cerdas. Ternyata tidak ada. Semua tipe adalh baik. Orang akan cerdas apabila ia menerima dan mengolah informasi sesuai dengan tipenya. Orang akan tampak ‘bodoh’ bila sistem pendidikan tidak mengakomodasi tipenya. Dengan demikian, tugas pendidikan adalah mengidentifikasi tipe-tipe anak didik kemudian menyusun rencana pendidikan yang sesuai karena tidak tepat memperlakukan semua anak didik dengan cara yang sama.
Selanjutnya, anggapan bahwa kecerdasan manusia diukur dari IQ belaka sudah tidak lagi memadai. Temuan terakhir malah menyebutkan bahwa kesuksesakn manusia dan juga kebahagiaannya, ternyata lebih terkait dengan beberapa jenis kecerdasan selain IQ. Terutama temuan monumental Daniel Goldman tentang Emotional Intellegence, konsep yang diajukan oleh Howard Gardner mengenai Multiple Inttellegence, maupun wacana yang diajukan pemikir sekaligus psikolog Danah Zohar dan suaminya Ian Marshall tentang Intelegensia Spiritual.
Setidaknya 75% kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosilnalnya. Dan hanya 4% yang ditentukan oleh IQ-nya. Daniel Goldman dalam bukunya Working with Emotional Intellegence memerinci aspek-aspek kecerdasan emosional manusia menjadi kecerdasan pribadi dan kecerdasan sosial. Kecerdasan pribadi terdiri atas tiga faktor yakni kesadaran diri, pengaturan diri dan motivasi. Kecakapan sosial terdiri atas dua faktor, yakni empati dan ketrampilan sosial.
Lebih jauh dengan intelegensia spiritual, seseorang akan memiliki visi yang maju ke depan karena apa yang dia lakukan bukan hanya untuk kehidupan sekarang di dunia saja tetapi juga sampai ke akhirat nanti. Islam pun mengajarkan umatnya agar bertaqwa di manapun kita berada dalam artian selalu merasa di awasi oleh Allah swt yang Maha Mengetahui semua gerak-gerik manusia . Rasulullah saw bersabda:“Bertaqwalah engkau di manapun engkau berada. Setiap kali engkau berbuat keburukan, iringi dengan kebajikan, niscaya kebajikan itu akan menghapus dosa keburukan itu. Lalu, bergaullah dengan umat manusia dengan akhlaq yang baik..”(HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Seorang guru yang meyakini bahwa siswa memiliki otak yang tak hingga, senantiasa mencari cara bagaimana agar siswa mampu mengaktualisasikan potensi itu. Guru pantang menyerah bila siswa beluam menguasai materi tertentu. Bukan otak siswa yang tidak mampu. Tetapi gaya guru dan siswa yang belum selaras.
Paradigma 2: Informasi Cepat
Manusia mampu berbicara mulai 35 ribu sampai 50 ribu tahun yang lalu. Sedangkan kemampuan menulis dimulai 6000 tahun yang lalu. Percetakan diperkenalkan di Cina pada tahun 1040 dan di Eropa tahun 1451. Pada tahun 1876 ditemukan pesawat telphone, 18 tahun kemudian ditemukan film bergerak (motion picture). Bila kita perhatikan, kemampuan manusia berkomunikasi semakin berkembang dan perkembangan ini semakin cepat sejak abad 11 dan lebih-lebih abad 20 masehi.
Pada tahun 1926 ditemukan televisi, 1948 teknonolgi transistor. Teknologi fiber optik mampu mengirimkan 3000 pesan sekali kirim pada tahun 1988. Pada tahun 1996 mampu 1,5 juta pesan, dan tahun 2000 diperkirakan mampu mengirimkan 10 juta pesan. Pada 1999 tidak kurang 250 juta komputer telah digunakan. Dan tidak kurang 150 juta orang telah terhubung langsung ke internet. Masing-masinh orang dapat berhubungan langsung kepada 150 juta orang yang lain. Mereka mengakses internet melalui perusahaan, sekolah atau warnet. Antara tahun 2005-2010 diramalkan sekitar 2 milyar orang terhubung melaluiu internet. Indonesia termasuk pengguna facebook dan twitter terbesar di dunia saat ini.
Sungguh hari ini kita sedang bergerak menuju dunia perdagangan virtual tanpa batas melalui internet. Pada awal 1999, Dell telah menjual komputer melalui internet mencapai 1 juta dolar perhari. Sedangkan pada tahun 1998 Amazon telah menjual buku semilai 610 juta dolar. Amazon tidak memiliki toko buku secara fisik.
Sekarang dunia pendidikan pun sedang bergerak menuju dunia pendidikan tanpa batas melalui internet. Seluruh siswa di dunia saat ini dapat berkunjung ke Cambridge University satu saat, dan detik berikutnya berkunjung ke UI melalui jaringan Internet. Para siswa dapat berdiskusi langsung dengan para pakar dari IIUM di Malaysia bersama para pakar dari Universitas Ibnu Khaldun di Bogor.
Teknologi informasi berkembang pesat menjadi salah satu sarana pembelajaran yang murah dan cepat. Teknologi internet semakin mudah dioperasikan oleh setiap orang hatta oleh orang awam. Sehingga tidak ada alasan untuk ketinggalan informasi dan tidak dapat mengejar ketertinggalan belajar.
Dengan demikian, tidaklah bijak jika sistem pendidikan tidak memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang semakin berkembang seperti hari ini. Karena hanya manusia pembelajar yang mampu bertahan dan berkembang di zaman mutakhir ini. Manusia pembelajar adalah manusia yang mampu belajar efektif sepanjang hidupnya.

Paradigma 3: Kurikulum Seutuhnya
Bateson menyatakan ada empat level pembelajaran. Level pertama adalah pembelajaran tentang objek. Bagaimana sesuatu beradaptasi. Termasuk dalam level ini adalah matematika, fisika, biologi, dan lain-lain. Level kedua adalah pembelajaran bagaimana cara belajar. Termasuk dalam level ini adalah belajar membaca efektif, menghafal cepat, berfikir kreatif, dan lain sebagainya. Level ketiga adalah belajar mengubah atau membangun suatu paradigma. Level keempat adalah belajar tentang pandangan dunia terhadap alam semesta ini.
Sangat disayangkan sekali, pendidikan di Indonesia terlampau menekankan level pertama. Sehingga anak didik tidak begitu faham bagaimana cara belajar yang efektif. Hal ini mengakibatkan belajar justru berubah menjadi beban. Tidak lagi dipandang sebagai suatu kebutuhan oleh anak didik. Sistem pendidikan, minimalnya secara terencana harus melakukan pembelajaran pada level pertama dan kedua.
Saat ini sedang dikembangkan kecerdasan berdimensi jamak atau multiple intellegence. Model kecerdasan ini pertama kali diperkenalkan oleh Howard Gardner, seorang profesor pendidikan dari Harvard University. Multiple Intellegence meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spatial, kecerasan musik, kecerdasan gerak, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerasan rasa dan kecerdasan intuisi. Multiple Intellegencemencakup IQ (Intellegence Quotient), EQ (Emetional Quotient), dan AQ (Adversity Quotient).Dengan menggunakan model ini membuka peluang bagi setiap manusia untuk cerdas, kreatif dan jenius.
Tiga paradigma pembelajaran di atas merupakan paradigma dasar yang harus kita pertimbangkan bila ingin melakukan perbaikan dalam sistem pendidikan kita.