Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

31 Januari 2016

Teori Belajar Kognitif dan aplikasinya dalam pembelajaran menurut para ahli

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Teori kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan behavioral yang bersifat jasmani, meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respon atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Hal senada juga disampaikan oleh Riyanto[1] Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat komplek. Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah tetap mengalir, dan menyeluruh. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia, tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibakan proses mental, seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
    
Piaget, seorang pakar psikologi kognitif menyimpulkan bahwa :....children have a built in desire to learn (Barlor, 1985).[2] Artinya bahwa semenjak kelahirannya, setiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar.
     Membicarakan tentang teori belajar kognitif maka tidak terlepas dari beberapa tokoh ahlinya, maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih detail tentang pandangan ahli kognitif mengenai teori belajar dan aplikasi teori tersebut dalam proses pembelajaran.

2.      Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakan diatas, setidaknya terdapat beberapa permalsalahn yang muncul dan menarik untuk dikaji lebih jauh lagi yakni:
a.       Bagaimana teori belajar menurut pandangan ahli kognitif?
b.      Bagaimana aplikasi teori belajar tersebut dalam proses pembelajaran?

3.      Tujuan Pembahasan
a.       Mendiskripsikan teori belajar menurut pandangan ahli kognitif
b.      Mendiskripsikan tentang aplikasi teori tersebut dalam proses pembelajaran.

B.     PEMBAHASAN
1.      Teori Belajar menurut Gestalt
Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama, ialah : field, pattern, organism, intergration, wholistic, configuration, closures, dan gestaltyang bermakna bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih berarti dari bagian-bagian.[3]  Karena itu psikologi gestalt seringyan disebut psikologi organisme atau field theory[4] atau insight full learning.[5]  Melihat nama teori dan aliran psikologi yang mendasarinya, yakni Psikologi Gestalt, maka jelaslah kiranya teori ini berbeda dengan teori belajar yang lainnya. Menurutnya manusia itu adalah individu dan pribadi yang tidak secara langsung bereaksi kepada suatu rangsangan, dan tidak pula reaksinya dilakukan secara membabi buta melainkan tergantung stimulus dan apa motif yang ada padanya.
Teori psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Oemar Hamalik[6] menyebut beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, adalah sebagai berikut:
a)      Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya, faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh.
b)       Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
c)      Mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
d)      Menitikberatkan  pada situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya.
e)      Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.
Menurut Gestalt, semua kegiatan belajar itu menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, mampu menangkap makna dari hubungan antar hubungan yang satu dengan yang lainnya,[7]insight juga dimaknai didapatkannya pemecahan problem, dimengertinya persoalan[8] inilah konsep terpenting dalam teori Gestalt, bukan mengulang-ulang hal yang harus dipelajari, melainkan dimenegrtinya, mendapatkan insight.
Ada enam macam sifat khas belajar dengan insight,[9] sebagai berikut: 1) insight tergantung kepada kemampuan dasar. 2) insight tergantung pengalaman masa lampau yang relevan. 3) insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental, 4) insight didahului oleh suatu periode mencoba-coba, 5) belajar dengan insight dapat diulangi, 6) insight yang telah sekali didapatkan dapat dipergunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
Selain teori insight, teori gestalt juga menekankan pentingnya organisasi pengamatan terhadap stimuli di dalam lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan. Kemudian disusun hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan (Fudyartanto, 2002)[10]sebagai berikut :
1)      Hukum Pragnanz : bahwa organisasi psikologi selalu cenderung untuk bergerak ke arah penuh arti (pragnaz),
2)      Hukum kesamaan (the law of similarity) menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gesalt atau kesatuan,
3)      Hukum keterdekatan (the law of proximity) menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung membentuk kesatuan,
4)      Hukum ketertutupan (the law of closure) menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt,
5)      Hukum kontinuitas menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan (kontinuitas)yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan.

Secara singkatnya menurut Purwanto[11] belajar menurut pikologi Gestalt adalah. Pertama, dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) adalah faktor penting, dengan belajar dapat memahami / mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua,  dalam belajar pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral. Karena tidak hanya secara reaktif-mekanistis saja, namun tetap dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.
Pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi. Dalam pelaksanaan pembelajarannya guru tidak memberikan potongan atau bagian bahan ajar, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh dimana anak harus menemukan bagian tersebut sehingga menjadi utuh.
2.      Teori Belajar menurut Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah psikolog perkembangan dari Swiss yang tertarik dengan pertumbuhan kapasitas kognitif manusia. Menurutnya perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan kita. Menurut Piaget (Uno, 2006:10-11) dalam Mohamad Thobroni,[12] salah seorang penganut kognitif yang kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang). Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam bentuk siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi, di sumber yang lain disebutkan 2 tahapan lagi yakni Skema dan Adaptasi.[13] Skema  adalah struktur mental, pola berpikir yang orang gunakan untuk mengatasi situasi tertentu di lingkungannya, menangkap apa yang mereka lihat dan membentuk skema yang tepat dengan situasi. Adaptasi adalah proses menyesuaikan pemikiran dengan memasukkan informasi baru ke dalam pemikiran individu.
Peaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Tahapan tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu, 1) Tahap Sensori Motor (0-2 tahun), seorang anak belajar mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. 2) Tahap Pra-operational (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi pleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan – hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. 3) Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun), seorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama. 4) Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Pada tahap ini, kemampuan menalar secara meningkat sehingga seseorang mampu untuk berpikir secara deduktif, pada tahap ini pula, seorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari situasi secara bersama-sama. Yang perlu diingat, umur yang tercantum diatas adalah hasil penelitian Piaget di negaranya, tapi setidaknya patokan umur tersebut bisa kita jadikan pedoman.
Piaget juga mengemukakan selain tahapan tersebut diatas, perkembangan kognitif seorang anak juga dipengaruhi oleh kematangan dari otak sistem saraf anak, interaksi anak dengan objek-objek di sekitarnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamannya kerangka kognitifnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamannya dengan kerangka kognitifnya (pengalaman logico mathematics), dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Berangkat dari hal tersebut, pengikut Piaget menyakini bahwa pengalaman belajar aktif cenderung meningkatkan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar pasif cnderung mempunyai akibat yang leih sedikit dalam meningkatkan perkemabngan kognitif anak. Aktif dalam arti bahwa siswa melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda konkrit.

3.      Teori Belajar menurut Vigotsky
Lev Semyonovic Vigotsky dilahirkan di Rusia pada 1896. Ia berasal dari keluarga Yahudi yang terpelajar, pada usia 15 tahun ia dijuluki profesor cilik karena reputasinya dalam memimpin diskusi-diskusi mahasiswa. Vygotsky memperoleh gelar sarjana dalam bidang hukum dari Moscow University. Ia juga menggeluti literatur linguistik, kesenian, ilmu sosial, dan filsafat. Ia kemudian tertarik dalam bidang psikologi, dan menjadi pelopor teori belajar yang berbasis pada perkembangan sosial. Selama bekerja di bidang psikologi di negara bagian barat Rusia, ia menemukan anak-anak yang cacat sejak lahir, buta, tuli, dan terbelakang mental. Kemudian mencari cara untuk mengatasi masalah potensial anak-anak dengan isu dalam perkembangan kognitif.

a.       Pokok-pokok teori Vygotsky
Proses belajar menurut Vigotsky terjadi dalam wilayah Zone Proximal Development (ZPD), yakni wilayah antara apa yang diketahui dan apa yang belum diketahui.[14] Vigotsky mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa, tetapi dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang lebih terampil (Santrock, 1995 dalam Rita Eka Izzati dkk).[15] Vygotsky berfokus pada koneksi antara orang-orang dan konteks budaya di mana mereka bertindak dan saling berhubungan atau saling berbagi pengalaman. Menurutnya manusia menggunakan tools yang bersumber dari suatu kultur, termasuk bahasa lisan dan tulisan yang dimediasi oleh lingkungan sosial. Dia juga percaya bahwa pada awalnya anak-anak mengembangkan tools ini untuk melayani fungsi sosial, dan mengomunikasikan kebutuhan-kebutuhannya. Internalisasi nilai-nilai budaya melalui interaksi sosial mendorong kemampuan dan keterampilan berpikir. Kemampuan berpikir dan berbicara/bahasa tidak dapat eksis tanpa pergaulan sosial.
Ketika Pieget mengobservasi anak-anak muda yang berpartisipasi dalam suatu percakapan egosentris, ia menganggapnya bahwa anak tersebut berada dalam fase preoperational. Sebaliknya, Vigotsky memandang egosentris bahasa dan percakapan semacam itu sebagai transisi dari proses sosial dalam bahasa ke pemikiran internal.(Driscoll, 1994). Menurutnya ada hubungannya antara berfikir dengan bahasa.[16]  Bahasa dan berpikir mulanya adalah independen satu dengan lainnya. Dalam bentuknya paling awal bahasa berfungsi untuk mengeskpresikan perasaan dan fungsi sosial lain, wujudnya menangis, berteriak, mengeluh, bersorak, dan semacamnya, ia menyebutnya thoughtless language.Dalam bentuknya paling awal berfikir berfungsi untuk memecahkan masalah, di mana berfikir tanpa bahasa (languageless thought).
Sebagaimana halnya Pieget, sebagai ahli psikologi kognitif, Vigotsky, sebagai seorang pakar psikologi kognitif berorientasi pada pengembangan kognitif dan gagasan tentang peran budaya dan aplikasinya secara langsung dalam proses belajar mengajar di kelas.
b.      Aplikasi teori Vigotsky dalam Pendidikan
Perkembangan kognitif menurut Vygotsky dipengaruhi oleh faktor budaya. Vigotsky memandang bahwa interaksi sosial berperan secara fundamental dalam perkembangan kognitif. Vygotsky menyatakan bahwa setiap fungsi perkembangan budaya berpengaruh trhadap perkembangan anak pada level sosial, dan individual. Pada level sosial, anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya, saling pengaruh antara satu dengan lainnya (interpsikologis), dan pada level individual, aspek psikologi berpengaruh terhadap perkembangan anak (intrapsikologis).
Aspek kedua dari teori Vygotsky adalah gagasan bahwa secara potensial perkembangan kognitif anak terbatas pada suatu rentang waktu tertentu yang disebut wilayah perkembangan proksimal (zone of proximal development). Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut berada dalam ZPD, ia mendefinisikan ZPD sebagai suatu daerah aktivitas di mana individu dapat melayari dengan bantuan dari teman sebaya yang lebih mampu, orang dewasa atau artefak-artefak. ZPD tergantung pada interaksi sosial, pengaruh orang dewasa dan / atau kolaborasi anak dengan teman sebaya. Interaksi dengan teman sebaya, perancah (scaffolding), dan modeling merupakan faktor penting yang memfasilitasi perkembangan kognitif dan pemerolehan pengetahuan individu, termasuk dalam perkembangan bahasa. ZPD bertujuan ,mendukung pembelajaran secarta intensional. Pendekatan sosiokultural Vygotsky tentang belajar dan ZPD dapat dengan sukses diaplikasikan dalam studi kolaboratif, khusunya dalam kegiatan belajar kelompok dengan penggunaan alat bantu komputer atau Computer supported collaborative Learning (CSCL). [17]
Teori sosiokultural Vygotsky menekankan pentingnya perkembangan kecerdasan/ intelegensi melalui kultur masyarakat. Perkembangan individu terjadi melalui dua tahap, yaitu dimulai dengan pertukaran sosial antarpribadi (interaksi dengan lingkungan sosial) kemudian terjadi internalisasi  intrapersonal. Selanjutnya, ketrampilan individu dapat dikembangkan melalui interaksi individu dengan bantuan atau bimbingan orang dewasa (guru) dan kolaborasi dengan teman sebaya. Teori ini pada awalnya di aplikasikan dalam konteks belajar bahasa bagi anak. Namun, kemudian diaplikasikan dalam konteks perkembangan kognitif dan proses belajar secara lebih luas.
Teori Vygotsky berfokus pada 4 hal pokok, yakni pengaruh interaksi sosial dalam perkembangan, scaffolding (perancah atau pemberian bantuan), modeling, zone of proximal development (perbedaan antara apa yang dapat dikerjakan sendiri oleh anak dan apa yang dapat dikerjakan dengan bantuan orang lain). Vygotsky memandang bahwa model pembelajaran kooperatif yang sarat dengan nilai-nilai budaya, dan scaffolding atau pemecahan masalah yang berfokus pada anak (student centered education) merupakan faktor utama perkembangan kognitif. Model pembelajaran kooperatif menekankan interaksi sosial dalam upaya pengembangan kehidupan sosial dalam wilayah perkembangan proksimal anak. 
Perbedaan utama dalam pendekatan Piaget dan Vygotsky adalah Piaget membuktikan bahwa anak-anak memperoleh keuntungan  dari eksplorasi dan penemuan yang diprakarsai sendiri dari metode-metode pengajaran yang merespon  tingkat pemahaman mereka, sementara Vygotsky  menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan dimana para peserta didik dengan bantuan orang lain disekitarnya dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka saat itu.
4.      Multiple Intelegent
Teori intelegensi ganda (Multiple Intelegent) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner dalam bukunya Frame of Minds tahun 1983 dari hasil penelitiannya tentang kapasitas kognitif manusia.[18] Ia menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Gardner adalah seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.[19] Intelegensi tidak sekedar mengenai kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ tetapi lebih jauh dari itu intelegensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam,[20]kemampuan mengembangkan pengetahuannya sendiri dan  sangat sensitif dalam berusaha menemukan jati dirinya.[21]
Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 9 kategori[22] namun di sumber yang lain disebutkan bahwa penelitian Gardner mengidentifikasikan 8 macam kecerdasan, kemudian diikuti tokoh-tokoh lain dengan menambahkan 2 kecerdasan lagi sehingga menjadi sepuluh macam kecerdasan.[23] Yakni :
1)      Kecerdasan Bahasa (Verbal Linguistic Intelligences)
Kecerdasan bahasa merupakan kecakapan berpikir melalui kata-kata, menggunakan bahasa untuk menyatakan, dan memaknai arti yang kompleks. Orang yang unggul dalam kecerdasan bahasa : penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, dan orator.
2)      Kecerdasan Matematis (Logical Mathematical Intelligence)
Kecerdasan matematis merupakan kecakapan untuk menghitung, mengualitatif, merumuskan proposisi, hipotesis, serta memecahkan perhitungan-perhitungan matematis yang kompleks. Mereka adalah : para ilmuwan, ahli matematis, akuntan, insinyur, dan pemograman komputer.
3)      Kecerdasan ruang (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan ruang merupakan kecakapan berpikir dalam ruang tiga dimensi. Orang yang unggul dalam kecerdasan ini mampu menangkap bayangan ruang internal dan eksternal untuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, mengubah, dan menciptakan karya tiga dimensi nyata. Yakni : pilot, nahkoda, astronot, pelukis, arsitek.
4)      Kecerdasan Kinestetik/Gerak Fisik (Kinesthetic Intelligence)
Kecerdasan kinestetik merupakan kecakapan untuk melakukan gerakan dan ketrampilan, kecakapan fisik, seperti olahraga, contoh: penari, olahragawan, perajin profesional.
5)      Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)
Kecerdasan musikal adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitif terhadap melodi, ritme, nada, dan tangga nada. Yaitu: komponis, dirigent, musisi, kritikus, penyanyi, kritikus musik, dan pembuat instrumen musik.
6)      Kecerdasan Hubungan Sosial (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan hubungan sosial adalah kecakapan memahami, dan merespons serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak, temperamen, motivasi, dan kecenderungan terhadap orang lain. Contoh : guru, konselor, aktor dan politikus.
7)      Kecerdasan Keruhanian (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan keruhanian adalah kecakapan untuk memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan ini membentuk persepsi yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan, dan mengarahkan kehidupan yang lain. Contoh : psikolog, psikiater, filsuf, ruhaniawan.
8)      Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan, dan bagian lain dari alam semesta.
9)      Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para ruhaniawan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi kepercayaan, dan refleksi teologis.
10)  Kecerdasan Eksistensial (Existensialist Intelligence)
Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada filsuf. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Melalui kontemplasi dan refleksi diri, kecerdasan ini dapat berkembang.
     Pada dasarnya semua orang memiliki semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama sehingga tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya, salah satunya menonjol atau kuat daripada yang lain, akan tetapi tidak berarti bahwa hal itu permanen melainkan bisa berubah karena dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut. Berkenaan dengan hal itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain:[24] 1) faktor pembawaan, 2) faktor minat dan pembawaan yang khas, 3) faktor pembentukan, 4) faktor kematangan, 5) faktor kebebasan. Yatim Riyanto[25] dalam bukunya juga menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi maju atau mundurnya kecerdasan yakni : 1) akses ke sumber daya atau mentor, 2) faktor historis-kultural, 3) faktor geografis, 4) faktor keluarga, 5) faktor situasional,  kesemua faktor itu saling berkaitan satu sama lain.
Seiring dengan hal itu ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda, yaitu bahwa : 1) setiap orang memiliki semua kecerdasan-kecerdasan itu, 2) banyak orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai ke tingkat optimal, 3) kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik, 4) ada banyak cara untuk menjadi cerdas.
     Keabsahan munculnya teori kecerdasan majemuk adalah; 1) memiliki dasar biologis, 2) bersifat universal bagi spesies manusia, 3) nilai budaya suatu keterampilan, 4) memiliki  basis neurologi, 5) dapat dinyatakan dalam bentuk simbol.
     Ada beberapa strategi pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu : 1) membangunkan / memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak, 2) memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan, 3) mengajarkan dengan atau untuk kecerdasan, yaitu upaya- upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda, 4) mentransfer kecerdasan, yaitu usaha memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau  pada lingkungan nyata. Di samping itu diungkapkan pula beberapa prinsip untuk membantu mengembangkan intelegensi ganda,[26]yaitu : 1) pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual, 2) pendidikan seharusnya individual, 3) pendidikan harus dapat memotivasi  siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar. 4) sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang mereka miliki. 5) evaluasi proses pembelajaran harus lebih kontekstual  dan bukan hanya tes tertulis yakni lebih menekankan penilaian performa siswanya. 6) proses pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi hanya dalam gedung sekolah.
     Pendidikan/pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan potensi anak, bukan berorientasi pada idealisme guru atau orangtua, apalagi ideologi politik. Anak berkembang agar mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat, bertanggungjawab, percaya diri, mandiri tidak bergantung pada orang lain, kreatif, mampu berkolaborasi, serta dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik.
5.      Teori Memproses Informasi (information processing theory)
Information processing model memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan.[27] Kegiatan memproses informasi itu meliputi mengumpulkan dan dan menghadirkan informasi (encording), menyimpan informasi (storage), mendapatkan informasi, dan menggali informasi kembali pada saat dibutuhkan (retrival). Information processing adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memproses informasi yakni; Sensory memory atau sensecory register merupakan komponen pertama dalam sistem memori. Sensory memory menerima informasi atau stimuli dari lingkungan secara terus menerus melalui alat-alat penerima (receptors) kita.Receptors adalah sebuah mekanisme tubuh untuk melihat, mendengar, merasakan (tasting), membau, meraba, dan perasaan (feeling). informasi yang diterima tersebut untuk beberapa saat disimpan dalam sensory memory selama kurang leih dua detik. Sensory memory memiliki dua implikasi dalam proses belajar. Pertama, orang harus memberikan perhatian pada informasi yang ingin diingatnya. Kedua, waktu mendapatkan atau mengambil informasi harus dalam keadaan sadar.
Perception
Setelah stimuli diterima oleh sensory memory. Otak kita mulai bekerja untuk memberi makna terhadap informasi atau rangsangan tersebut, proses ini disebut memersepsi. Persepsi manusia terhadap informasi yang diterimanya berdasarkan realita objek yang mereka tangkap dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Persepsi terhadap stimuli bisa saja tidak seasli atau semurni stimuli sebenarnya. Hal ini terjadi karena pada saat seseorang memersepsi sebuah stimuli ia dipengaruhi oleh kondisi mental, pengalaman-pengalaman sebelumnya, motivasi-motivasi, pengetahuan, dan berbagai macam faktor lainnya, pertama, kita cenderung membedakan stimuli sesuai aturan-aturan yang berbeda dengan karakteristik yang ada dalam stimuli tersebut. Kedua, manusia tidak merekam stimuli yang ia terima seperti ia melihat atau merasakannya, tetapi seperti apa yang mereka ketahui atau asumsikan.
Short term memory, mengutip pendapat Glanzer (1982), Slavin (1994) dalam Baharudin dan Esa Nur Wahyuni[28] menyatakan bahwa infomasi yang diterima oleh seseorang dan mendapatkan perhatian kemudian dikirim ke dalam komponen yang kedua dari sistem memori, yaitu short term memory. Short term memory adalah sebuah sistem penyimpanan yng dapat menyimpan sejumlah informasi yang terbatas untuk beberapa detik. Short term memory adalah bagian dari memory di mana informasi yang ada menjadi pikiran-pikiran yang dismpan. Pikiran-pikiran tersebut adalah kesadaran yang kita berikan terhadap beberapa momen dan disimpan dalam short term memory. Jika kita berhenti berpikir tentang sesuatu, maka pikiran tentang sesuatu akan dikeluarkan dari short term memory.
Long Term Memory
Long term memory adalah bagian dari sistem memori manusia yang menyimpan informasi untuk sebuah periode yang cukup lama, diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat lama untuk menyimpan informasi.
Perbedaan short term memory dan long term memory
           
Tipe memori
Input
Kapasitas
Durasi
Isi
Memanggil kembali
Short term memory
Sangat cepat
Terbatas
Sangat singkat 20-30 detik
Kata, gambar, ide, kalimat
Segera
Long term memory
Relatif lambat
Tidak terbatas
Tidak terbatas
Kalimat, skemata, produksi, episodik, gambar-gambar
Tergantung penghadiran kembali dan organisasi

Para ahli kognitivisme membagi long term memory menjadi tiga bagian[29] : episodic memory  adalah memori pengalaman personal manusia yang memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang manusia lihatatau dengar. Semantict Memory  adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep yang berkaitan dengan skema. Menurut Piaget skema adalah kerangka kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-pengalaman.  Procedural memory  adalah memori yang berkaitan dengan sesuatau yang bersififat prosedural sehingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu dikerjakan, khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang bersifat spesifik.
M. Dimyati Mahmud[30] mengemukakan beberapa aplikasi teori pemrosesan Informasi yakni:
a.       Guru hendaknya yakin bahwa para siswa menunjukkan perhatian.
b.      Guru  hendaknya membantu siswa untuk membedakan hal-hal yang penting dan yang tidak penting serta memusatkan diri pada informasi yang paling penting.
c.       Bantulah para siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang telah diketahuinya.
d.      Sediakan waktu untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi.
e.       Sajikanlah bahan pelajaran secara tersusun dan jelas.
f.       Utamakanlah makna pelajaran, bukan memorisasi

6.      Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran
Misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah informasi dengan cermat serta kemampuan pemecahan masalah.[31]Menurut teori belajar kognitif, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Proses pembelajaran siswa merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip siswa berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi.
Aplikasi teori belajar kogitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut[32]:
a.       Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.
b.      Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
c.       Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna.
d.      Guru memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a.       Memusatkan perhatian kepada cra berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.
b.      Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.
c.       Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan.
d.      Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi.

7.      Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivistik
a.       Kelebihan
1)      Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
2)      Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
3)      Tujuan adalah melatih pembelajar untuk melakukan sebuah tugas dengan cara yang sama dengan memampukan konsistensi.
4)      Menjalankan kerutinan yang pasti untuk menghindari masalah.[33]
b.      Kekurangan
1) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan\
2)      Sulit dipraktikkan, khususnya di tingkat lanjut.
3)      Pembelajar mempelajari sebuah cara menyelesaikan sebuah tugas, tapi ia mungkin tidak menjadi cara terbaik, atau disesuaikan dengan pembelajar tersebut atau situasinya.[34]

Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan teori kognitif antara lain pada pelajaran bahasa seperti mengarang, menganalisis isi buku, matematika, fisika, kimia atau biologi: yaitu dengan metode belajar yang berbasis masalah (studi kasus), eksperimen, IPS berupa observasi, wawancara, dan membuat laporannya. Kelas tidak didominasi oleh guru yang berceramah tetapi penyediaan modul, tugas, praktikum, sarana, audio visual, ketersediaan buku-buku di perpustakaan, akses internet, diskusi, presentasi dan evaluasi dari teman serta guru.  
.


C.    KESIMPULAN
1.      Belajar menurut pikologi Gestalt adalah. Pertama, dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) adalah faktor penting, dengan belajar dapat memahami / mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua,  dalam belajar pribadi atau organisme memegang peranan yang paling sentral. Karena tidak hanya secara reaktif-mekanistis saja, namun tetap dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.
2.      Proses belajar menurut Piaget terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang) disebutkan 2 tahapan lagi yakni Skema dan Adaptasi. Dia berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa.
3.      Proses belajar menurut Vigotsky terjadi dalam wilayah Zone Proximal Development (ZPD), yakni wilayah antara apa yang diketahui dan apa yang belum diketahui. Vigotsky mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa, tetapi dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang lebih terampil. Dia lebih menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan dimana para peserta didik dengan bantuan orang lain disekitarnya dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka saat itu.
4.      Gardner membagi kecerdasaran manusia menjadi 8 dan ada 2 tambahan lagi sehingga menjadi 10 kecerdasan, yakni :Kecerdasan Bahasa (Verbal Linguistic Intelligences), Kecerdasan Matematis (Logical Mathematical Intelligence), Kecerdasan ruang (Visual-Spatial Intelligence), Kecerdasan Kinestetik/Gerak Fisik (Kinesthetic Intelligence), Kecerdasan Musik (Musical Intelligence), Kecerdasan Hubungan Sosial (Interpersonal Intelligence), Kecerdasan Keruhanian (Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan Naturalis, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Eksistensial (Existensialist Intelligence)

5.      Kegiatan memproses informasi itu meliputi mengumpulkan dan dan menghadirkan informasi (encording), menyimpan informasi (storage), mendapatkan informasi, dan menggali informasi kembali pada saat dibutuhkan (retrival). Information processing adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory.

6.      Aplikasi teori belajar kogitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
-          Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.
-          Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
-          Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna.
-          Guru memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.



DAFTAR RUJUKAN

Baharuddin, 2010, Pendidikan & Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Ar-Ruzz Media,
____________ & Esa Nur Wahyuni, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta:Ar Ruzz Media
Cece Wijaya,  1995, Pendidikan Remedial, Bandung : Rosdakarya
Djaali, H.  2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara
Mark K. Smith, dkk, 2009, Teori Pembelajaran dan Pengajaran, Yogyakarta:Mirza
M. Dimyati Mahmud, 2009, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta:BPFE
Mohammad Thobroni & Arif Mustofa,2011, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Muhibbin, Syah, 1999, Psikologi Belajar, Jakarta:Logos
Ngalim Purwanto, 2007, Psikologi Pendidikan, Bandung : Rosdakarya
Noeng Muhadjir, 2000, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Yogyakarta:Rake Sarasin
Oemar Hamalik, 2007, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:Bumi Aksara.
_____________, 2007, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara
Rita Eka Izzaty, dkk., 2008,Perkembangan Peserta Didik, Yogyakarta:UNY Press
Sugihartono, dkk, 2007, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press
Suparno, 2004, Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara menerapkan Teori Multiple Intelligences Howard Gardner.Yogyakarta:Kanisius. 
Suryabrata, 1987, Psikologi Pendidikan, Bandung:Rajawali PressSyamsul Bachri Thalib, 2010, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta:Kencana,
Yatim Riyanto, 2010, Paradigma Baru pembelajaran, Jakarta:Kencana




[1] Yatim Riyanto, Paradigma Baru pembelajaran, (Jakarta:Kencana, 2010), h. 9
[2] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Logos, 1999), h. 93
[3] Ibid, Yatim Riyanto, h. 10
[4] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:Bumi Aksara, 2007), h. 46
[5] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 2007), h. 100
[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. VI, h. 41
[7] Loc.Cit, Yatim Riyanto, h. 10
[8]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Bandung:Rajawali Press, 1987), h.298
[9] Baharuddin, Pendidikan & Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2010), h172
[10] Dalam Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,(Yogyakarta: Arruz Media, 2007)h. 93
[11] Ibid, Ngalim Purwanto,,h. 101
[12] Mohammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), h. 95
[13] Rita Eka Izzaty, dkk., Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta:UNY Press, 2008), h. 34
[14] Syamsul Bachri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, (Jakarta:Kencana,2010), h. 93
[15] Ibid, Rita Eka Izzati, dkk, Perkembangan Peserta Didik, h. 37
[16]Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta:Rake Sarasin, 2000), cet V, h. 54
[17] Ibid, Syamsul Bachri Thalib, h. 96
[18] Ibid, Mohammad Thobroni & Arif Mustofa, h. 238 
[19] Ibid, Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, h. 145
[20] Suparno, Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara menerapkan Teori Multiple Intelligences Howard Gardner. (Yogyakarta:Kanisius, 2004). 
[21] Cece Wijaya, Pendidikan Remedial, (Bandung : RosdaKArya, 1995), h. 139
[22] Ibid, h. Baharudin dan Esa Nur Wahyuni 147
[23] Ibid, Mohammad Thobroni & Arif Mustofa, h. 240
[24] Djaali,H. Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2007), h. 74
[25] Ibid, Yatim Riyanto, h. 243
[26] Op.Cit.,Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, h. 153
[27] Ibid.,Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, h. 99
[28] Op.Cit, h. 103
[29] Ibid, Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, h. 106
[30] M. Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan, (Yogyakarta:BPFE, 2009), h. 211
[31] Sugihartono, dkk,.Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press, 2007), h. 114
[32]Ibid, Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, h. 102
[33] Mark K. Smith dkk, Teori Pembelajaran dan Pengajaran, (Yogyakarta:Mirza Media Pustaka, 2007)h.107
[34] Loc.Cit, Mark K. Smith dkk.107

Prinsip Belajar dan apliksinya dalam pembelajaran

2.1. Prinsip-Prinsip Belajar Yang Terkait Dengan Proses Belaja
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan. serta perbedaan individual.
2.1.1 Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372).
"Motivation is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an organism yo initiate and direct behavior"
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya' (Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat eksternal, walaupun lebih banyak bersifat ekstemal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik yang disebut 'Iransformasi motir'. Sebagai contoh. seorang siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah belajar heberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
Perhatian
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini
1) Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2) Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3) Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa.
Pada contoh kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru menggunakan metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1) Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.
2) Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.
Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa anda ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1) Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan pengalaman mereka).
2) Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam penggunaan metode mengajar)
2.2. Keaktifan Belajar
Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Menurut teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari. menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik kesimpulan,
Thomdike mengemukakan keakifan siswa dalam belajar dengan bukum "lah. of exercise " -nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachk berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan "manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain. Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar yang bagaimana yang harus siswa anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi. Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program
2.3. Keterlibatan Langsung Dalam Belajar
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
2.4. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Seperti kata pepatah "latihan menjadikan sempuma" (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259).
2.5 Tujuan belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan sikap.
a. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan pemahaman
Tujuan belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah saja dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar. Pemahaman pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi strategik. la akan mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan kurang adanva saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
Pemahaman seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap seseorang dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang lain berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar seperti orang lain, dan sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga seperti dirinya.
Singkat kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman menjadikan seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai. Pemahaman sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi mencegah timbuInya saling bentrokan.
b. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai dan sikap.
Setiap masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud, adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan mereka. Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, dapat merupakan kristalisasi hasil dialog antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai baru yang datang dari dunia luar. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai luhur yang secara universal dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping nilai-nilai luhur yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana pembelajar tersebut berada.
Nilai-nilai luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan memberi manfaat. Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara spesifik khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah pembelajar.
Disamping tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah nilai. Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya nilai-nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang turut menentukan persepsi seseorang tentang sesuatu. Pada hal persepsi seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu.
c. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan, keterampilan-keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.
Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar lain. Oleb karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki. Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang ada pada dirinya.
Selain keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar juga perlu dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya manakala dilihat kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosiaInya, sesama manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-keterampilan sosial pada diri pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka keterampilan sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan personal yang telah terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus menimba ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar menjadikan pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan. Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat. Dengan pembentukan keterampilan kognitif ini maka pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini telah terbentuk pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang sedemikian dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak sekedar sebagai penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus membangun dirinya sendiri dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah sasaran bagi pembentukan keterampilan instrumental ini. Keterampilan instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan yang ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif
Unsur - unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang:
Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.Bahan belajar dan upaya penyediaannya.Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.Suasana belajar dan upaya pengembangannya.Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.
1. Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan merangsang. Slotive sendiri berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan alstivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar. kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut: menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet, menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini: senang mencari dan memecahkan masalah.
Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a) Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi belajarnya.
b) Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar. Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk mencapainya.
c) Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar. Dengan ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan, siswa tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan pencapaian tujuan dan target belajar. Dengan cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.
d) Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat "menghidupkan kembali" hastat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
e) Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi saja.
f) Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena ingin dikatakan berhasil belajarnya.
g) Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana pekerjaannya yang tidak sesuai.
2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya
Bahan belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada yang dipelajari, kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat belajar dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar dalam melaksanakan aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari buku-buku teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan objek tertentu.
Penyediaan bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa, siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar. Jika tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka pertyediaan bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman langsung.
Karakteristik siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan belajar. Pada siswa yang bertipe auditif, mungkin membutuhkan bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang bertipe visual. Siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar dimana guru menjadi tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia bahan belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa menggantungkan bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau penyampaian yang dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar di mana siswa diharapkan bisa belajar secara mandiri, bahan belajar tersebut telah disediakan secara utuh sekaligus beserta petunjuk atau cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul dan balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat belajar mandiri oleh siswa.
Apapun faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya juga bergantung kepada faktor ketersediaan tidaknya. Mudah didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat menentukan penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun demikian bahan belajar bagi siswa haruslah diupayakan penyediaannya. Dalam penyediaan bahan belajar ini, faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan adalah :
a) Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar bahan belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu siswa dan menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik, maka cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar tersebut terpaksa tidak menarik, haruslah dikemas dengan menggunakan kemasan yang menarik.
b) Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan belajar. Isi bahan belajar haruslah mendukung dan memberi kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c) Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan penyajian ini sangat penting diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar. Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana menuju ke yang kompleks.
d) Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting, agar bahan belajar yang akan dipelajari tersebut tidak kering,
e) Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat menguji diri sendiri, seberapa banyak !a telah menguasai bahan yang dipelajari.
f) Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci jawaban bagi soal latihan ini adalah siswa dapat mencocokkan hasil-hasil latihannya dengan kunci.
g) Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu bergantung kepada bahan belajarnya.
h) Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban belajar harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana siswa harus memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang belum terkuasai.
i) Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya. Setelah berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak akan menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan selanjutnya.
3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.
Alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar, kesusukannya juga penting, oleh karena dapat membantu terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat bania bahan belajar yang abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar yang tidak menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik
Alat bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti Belajar, meskipun tidak semua median belajar dapat berfungsi sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada kalanya dibeli di toko-toko buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat sendiri oleh pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada kasus vang pertama pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya menyediakan alat bantu belajar adalah :
a) Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh pembelajar.
b) Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
c) Faktor keterjangkauannya
d) Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
e) Keefektifan dan keefisienan alat bantu
Contoh alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis, kapur tulis, penggaris, penghapus. Contoh alat bantu yang penggunaannya membutuhkan keterampilan tertentu adalah skala, rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:
a) Pembelian, jika mampu
b) Pengajuan kepada pemerintah
c) Permobonan bantuan melalui sponsor
d) Membuat sendiri, jika bias
e) Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk menciptakan dengan memanfaatkan alam sekitar
4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya
Dalam pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif adalahh jika di dalam sebuah kelas terasa tenang sementara para siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan gurunya. Oleh karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan tenang, berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru. Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang deceermahkan guru, terkecuali guru telah memberikan kesempatan.
Dalam pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung bagi terciptanya kegiatan belajar. Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa giat belajar. suasana yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak dibatasi ketika ditunggui oleh gurunya. Pada saat guru sedang menunggui misalkan saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.
Suasana belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan sendirinya. la harus dirancang oleh guru melalui sebuah rancangan pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan kondusif manakala :
a) Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan.
b) Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan gurunya melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa yang lain.
c) Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat mencapai tujuan belajarnya.
d) Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang sepantasnya, dan bakan sebaliknya.
Agar suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah :
a) Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
b) Rancanglah aktivitas belajar siswa
c) Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
d) Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi para siswa dalana beraktivitas.
e) Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah dirubah-ubah.
f) Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-lebibh jika kepada siswa yang belum tentu bersalah.
g) Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode baru
5. Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan Peneguhannya.
Kondisi subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi subjek belajar yang kelihatannya samapun, manakala diteliti lebib dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh karena stu, dalam kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat lebih dalam akan tampak heterogenitasnya.
Kondis subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang bersifat lahiriah, dan hal-hal yang bersifat batiniah atau hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat psikologis. Dari segi lahiriah atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran dan kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi lebih, misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya tahannya dan khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi aktivitas belajarnya dibandingkan dengan mereka yang berada pada posisi kurang.
Dari segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi: intelegensinya, bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau motivasi berprestasinya, kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-ambisinya.
Mereka yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih gampang berhasilnya dibandingkan yang berintelegensi rendah. Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang tinggi militansi kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar ambisinya, dan yang lebih stabil emosinya.
Oleh karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan tidak senuttiasa menetapnya kondisi belajar tersebut, maka hs ada upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan sekaligus meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan upaya-upaya peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi objek belajar khususnya dari segi fisiknya adalah:
a) Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan nutrisi-nutrisi yang diperlukan.
b) Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau latihan-latihan fisik seperti senam.
c) Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax kepada dokter agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang memungkinkan terganggunya belajar mengajar.
Sementara itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan psikis subjek belajar adalah :
a) Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru bagi mereka.
b) Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis mereka merasa aman.
c) Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.
d) Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa tertolak oleh lingkungunya.
2.6 Pengertian Dan Ciri-Ciri Pembelajaran.
Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian populer
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di sekolah, karena diwamai dengan organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk pembelajaran peserta didik.
Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian belajar menurut abli psikologi.
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya masing-masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.
a. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peseta didik/siswa di sekolah.
Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata ajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam rumusan ini terkandung konsep-konsep sebagai berikut:
1. Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan
Masa depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2. Pembelajaran merupakan proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Umumnya guru menggunakan metode "formal step" dari J. Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.
3. Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan.
Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa menguasai pengetahuan, maka dia dapat berkuasa.: “knowledge is power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman itu diselidiki, disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang kita sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan, disusun dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.
4. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan tiap siswa.
5. Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas. Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu adalah yang paling baik.
Wrighstone, berkata sebagai berikut :
........... the immediate implications of the older principles when they are applied to the classroom:
a) The classroom is a restrkted from of social life, and Aildren's experiences are limited there in to academk lessons.
b) The qukkest an most through method of leaming lessons is to allot a certain portion of the school day it instruction in separate subjects.
c) Children's interests whkh do not confrom to the set currkulum should be the regarded.
d) The real objectives of classroom instruction, consist to a belajar degree in the aguisition of the content matter of each subject.
e) Teaching the conventional subjects is the wisest method of achieving social progress (J. Wayner Wrighstone, 1935).
b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam proses perumusan pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.
3. Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan berbuat seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makanan, bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan agama, dan bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan daripada warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada pengertian mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan bersifat abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian manusia. Benda-benda bersifat material sesungguhnya adalah hasil dari keterampilan manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang umumnya berupa benda-benda dan non benda, tertulis dan lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan lain-lain.
4. Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu dipersiapkan sedemikian rupa agar benar-benar siap melanjutkan hasil yang telah dicapai oleh generasi yang ada sekarang. Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya. Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada dalam tahap perkembangan dan menuju ketingkatan yang lebih dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang berbudaya. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan penemuan-penemuan baru, mengembangkan kebudayaan yang telah ada.
c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
Rumusan ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu, sehab lebih menitik beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan ini sejalan dengan pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:
“educational, in the sense used here, is a process or an activity whkh is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya :
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah laku manusia.
Implikasi dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah aku peserta didik
Pribadi adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan terorganisasi yang meliputi semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada tingkah laku itu sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3). Kepribadian hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara tertentu. Tingkah laku manusia memiliki dua aspek, yakni: (1). Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah, (2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek rohaniah.
2. Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan
Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita artikan secara luas, yang terdiri dari lingkungna alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa memperoleh pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap perkembangan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses sosialisasi di mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan program belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan di luar sekolah, semua menjadi lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.
3. Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.
Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk berkembang, misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, intelegensi, emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik mampu berkembang menurut pola dan caranya sendiri. Mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan interaksi dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.
d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu berorientasi kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat. Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.

Catatan Ringas Prinsip Belajar dan Aplikasinya dalam pembelajaran

Pengertian Belajar
Suatu aktifitas mental & psikis dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri sendiri (Wingkel, 1987)

Suatu perilaku yang ditimbulkan dari respon belajar (Skinner)
Suatu aktifitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen (Walra, rochmat, 1999:24)

Prinsip Belajar adalah landasan berpikir,landasan berpijak, dan sumber motivasi agar PBM dapat berjalan dengan baik antara pendidik denganb peserta didik

Prinsip Belajar Menurut Slameto
1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
2. Sesuai dengn materi yang dipelajari

Prinsip Belajar Menurut Gestalt
Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan peserta didik sehinnga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.

Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies
Suatu komunikasi terbuka antara pendidik dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan siswa.

Prinsip Belajar Menurut Rochman Natawidjaja dkk
• Prinsip efek kepuasan (law of effect)
• Prinsip Pengulangan (law of exercise)
• Prinsip kesiapan (law of readiness)
• Prinsip kesan pertama (law of primacy)
• Prinsip makna yang dalam (law of intensty)
• Prinsip bahan baru (law of recentcy)
• Prinsip gabungan (perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan)

Prinsip Belajar Secara Umum
• Perhatian dan Motivasi
• Keaktifan
• Keterlibatan langsung atau pengalaman
• Pengulangan
• Tantangan
• Balikan dan penguatan (law of effect)
• Perbedaan individual