1. Kajian
Tentang Kecakapan Hidup (Life Skills)
Banyak pakar, badan maupun lembaga yang memiliki
kompetensi dan otoritas di bidang pendidikan dan kesehatan memberikan
pengertian tentang konsep lifeskills. Menurut Francis (2007: 1) life skills
adalah “the abilities for adaptive and positive behavior that enable individual
to deal effectively with demands and challenges every day life. It further
encompasses thinking skill, social skill and negotiation skill. It also helps
the young people to develop and grow into well behaved adults”. Kecakapan hidup
(life skills) adalah kemampuan untuk perilaku adaptif dan positif yang memungkinkan
individu untuk secara efektif menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan
sehari-hari. Kemampuan itu meliputi keterampilan berpikir, keterampilan sosial,
dan keterampilan negosiasi. Hal itu juga membantu orang-orang muda untuk
mengembangkan dan tumbuh menjadi dewasa berperilaku baik.
Tim Broad Based Education (2002: 7) menyatakan bahwa
pengertian kecakapan hidup (life skills) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang
untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa
merasa tertekan, kemudian secara pro-aktif dan kreatif mencari serta menemukan
solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Berani menghadapi problema hidup
merupakan sebuah kompetensi yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik
dalam mempersiapkan diri mengarungi kehidupannya kelak. Untuk itu sekolah
sebagai tempat menimba ilmu hendaknya memprioritaskan hal ini.
Definisi lain tentang kecakapan hidup (life skills)
diusulkan dalam lifeskills-4kids (Nurohman, 2007: 14) bahwa secara esensial,
kecakapan hidup (life skills)
didefinisikan sebagai petunjuk praktis yang membantu anak-anak untuk
belajar bagaimana merawat tubuh, tumbuh sebagai seorang individu, bekerjasama
dengan orang lain, membuat keputusan-keputusan yang logis, melindungi diri
sendiri ketika seseorang harus mencapai tujuan dalam hidupnya. Dengan demikian,
tolok ukur kecakapan hidup (life skills) pada diri seseorang terletak pada
kemampuannya dalam meraih tujuan (goal) hidupnya. Kecakapan hidup (life skills)
memotivasi anak-anak dengan cara membantunya untuk memahami diri dan potensinya
sendiri dalam kehidupan, sehingga mereka mampu menyusun tujuan-tujuan hidup dan
melakukan proses problem solving apabila dihadapkan pada persoalan-persoalan
hidup.
Depdiknas (2002: 10) menggambarkan komponen life skills
dalam sebuah diagram klasifikasi sebagaimana tertera pada gambar berikut.
Gambar 1. Klasifikasi Life Skills
(Depdiknas, 2012: 10)
Berdasarkan diagram klasifikasi di atas, kecakapan hidup
dapat dipilah atas dua jenis. Kedua jenis itu adalah kecakapan hidup yang
bersifat umum (general life skills) dan kecakapan hidup yang bersifat khusus
(specific life skills). Kecakapan hidup yang bersifat umum adalah kecakapan
hidup yang harus dimiliki seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang bersifat
umum. Kecakapan hidup yang bersifat khusus adalah kecakapan yang harus dimiliki
seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang bersifat khusus. Dengan bekal
kecakapan umum dan kecakapan khusus itu, dimungkinkan seseorang untuk dapat
menghadapi kehidupan yang wajar tanpa merasa tertekandan mampu memecahkan
masalah hidup dan kehidupannya.
Penelitian ini tidak mengkaji seluruh kecakapan hidup
(life skills) tersebut tetapi hanya akan memfokuskan perhatian pada kecakapan
sosial (social skills). Kecakapan sosial (social skills) sebagai bagian dari
jenis kecakapan hidup (life skills) yang pertama yaitu general life skills oleh
peneliti dipandang sebagai kecakapan yang sangat penting untuk diajarkan kepada
peserta didik dengan karakter mereka seperti sekarang ini. Peserta didik yang
dimaksud adalah siswa SMP yang juga disebut sebagai remaja. Remaja sekarang
sudah banyak mengadopsi budaya asing yang telah mencetak mereka menjadi pribadi
yang individualis dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Untuk itulah
peneliti bermaksud mengkaji lebih dalam tentang kecakapan sosial (social
skills) saja.
2. Kajian
Tentang Kecakapan Sosial (Social Skills)
Kecakapan sosial merupakan kemampuan individu untuk
berkomunikasi efektif dengan orang lain, baik secara verbal maupun non-verbal
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana kecakapan ini
merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan kecakapan sosial (social
skills) akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam
hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain.
Menurut Hargie, Saunders, dan Dickson (1998: 54)
kecakapan sosial (social skills) membawa remaja untuk lebih berani berbicara,
mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus
menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke
hal-hal yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Pendapat ini
sangat sesuai untuk dikembangkan pada sekolah jenjang SMP. Siswa SMP berada
pada masa remaja yang kebanyakan telah mengalami masa-masa transisi dan mencari
jati diri. Mereka memerlukan tempat yang cocok sekaligus cara yang tepat untuk
mengungkapkan perasaan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi.
Sementara itu Mu’tadin (2006: 24) mengemukakan bahwa
salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase
perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki kecakapan sosial
(social skills) untuk dapat menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari.
Kecakapan sosial (social skills) baik secara langsung maupun tidak akan
membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat
dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya. Kecakapan sosial (social
skills) tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan
orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau
keluhan orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima
kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kecakapan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk berani berbicara,
mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi sekaligus
menemukan penyelesaian yang adaptif, memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi
dalam segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, mampu menolak
dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari
lingkungan.
Kecakapan sosial (social skills) disebut juga kecakapan
antar personal (inter-personal skill) yang terdiri atas.
a.
Kecakapan
Berkomunikasi
Yang dimaksud berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan
pesan, tetapi komunikasi dengan empati. Menurut Depdikdas (2002) empati, sikap
penuh pengertian, dan seni komunikasi dua arah perlu dikembangkan dalam
keterampilan berkomunikasi agar isi pesannya sampai dan disertai kesan baik
yang dapat menumbuhkan hubungan harmonis. Berkomunikasi dapat melalui lisan
atau tulisan. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan
gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Berkomunikasi lisan dengan empati
berarti kecakapan memilih kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh lawan
bicara. Kecakapan ini sangat penting dan perlu ditumbuhkan dalam pendidikan.
Berkomunikasi melalui tulisan juga merupakan hal yang sangat penting dan sudah
menjadi kebutuhan hidup. Kecakapan menuangkan gagasan melalui tulisan yang
mudah dipahami orang lain merupakan salah satu contoh dari kecakapan
berkomunikasi tulisan.
b.
Kecakapan
Bekerjasama
Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari
manusia akan selalu memerlukan dan bekerjasama dengan manusia lain. Kecakapan
bekerjasama bukan sekedar “bekerja bersama” tetapi kerjasama yang disertai
dengan saling pengertian, saling menghargai, dan saling membantu. Kecakapan ini
dapat dikembangkan dalam semua mata pelajaran, misalnya mengerjakan tugas
kelompok, karyawisata, maupun bentuk kegiatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. (2006). Pendidikan
kecakapan hidup (life skills education). Bandung: Alfabeta.
Depdiknas. (2002). Pendektan kontekstual (contextual teaching
and learning). Jakarta: Depdiknas
Johnson, Elaine B. (2002). Contextual teaching and learning.
California: Corwin Press, Inc
Gillespie, H, Gillespie, R. (2007). Science for primary school teachers. New
York: Open University Press.
Guniati, Ni Nyoman. (2013). Penerapan model pembelajaran kontekstual
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn siswa. Artikel:
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Margaret Francis. (2007). Life skills education. Diakses tanggal
28 Desember 2011 dari http://changingminds.org/articles/lifeskillseducation.htm.
Nurhadi. (2004).
Pembelajaran kontekstual
dan penerapannya dalam
KBK. Malang, Universitas
Negeri Malang.
Marhaeni, AAIN. (2008). Pembelajaran berbasis asesmen otentik dalam
rangka implementasi
sekolah kategori mandiri
(SKM). Makalah. Disampaikan pada Workshop
guru di
SMANegeri 1 Kediri tanggal 29 Desember
2008, di Tabanan.
Riduwan. (2007). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sabar Nurohman. (2007). “Peningkatan thinking skills melalui pembelajaran IPA
berbasis kontruktivisme di Sekolah Dasar Alam”. Tesis, tidak diterbitkan,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Santyasa, I
W. (2008). Asesmen kinerja,
portofolio dan kriteria
Penilaian. Makalah.
Disajikan
dalam Pelatihan tentang Pembelajaran dan
Asesmen
Inovatif
bagi guru- guru
Sekolah
Menengah di Kecamatan
Nusa Penida, dari tanggal 22- 24 agustus 2008 di
Nusa Penida.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono,
Supardi. ( 2008). Penelitian tindakan kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, dan Ibrahim. (2007). Penelitian dan penilaian pendidikan.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Slameto. (1995). Belajar dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. (2008). Konsep dan makna pembelajaran untuk membantu
memecahkan problematika belajar dan mengajar. Bandung: Alfabeta.
Syah, M. (1998). Fsikologi pendidikan dengan
model pembelajaran baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Utah State Board of Education. (2001).
Life skills. Diakses pada tanggal 19
Agustus 2009, dari www.caseylifeskills.org.
Yuliastuti, Tuti. (2014).
“Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPS untuk
meningkatkan keterampilan sosial siswa”. Skripsi, tidak diterbitkan. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.