Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

29 September 2016

BAB 7 URBANISASI DAN PERTUMBUHAN KOTA





Disusun dalam rangka memenuhi sebagian tugas  mata kuliah Kajian Ekonomi dan Pembangunan di bina oleh Dr. Bambang Suratman, M.Pd.
  
Rika Sufiantika/157885409
Ridwan/157885405

Program Studi S2 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016

 
BAB I 
PENDAHULUAN

Buku ini berjudul “Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan” membedah ekonomika pembangunan dari perspektif masalah, kebijakan, dan politik. Masalah sentral yang sering menjadi ajang perdebatan dalam ekonomi pembangunan terutama mencakup masalah kelembagaan, dualisme, pertumbuhan versus pemerataan, urbanisasi dan pertumbuhan kota, dan UMKM. Kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia khususnya perdagangan internasional, pembangunan  industri, pembangunan pertanian & perdesaan, pembangunan sektor keuangan, utang luar negeri & pembiayaan pembangunan menjadi topik utama dalam buku ini. Buku ini juga memfokuskan politik pembangunan, termasuk wacana mengenai sistem ekonomi yang sedang berubah, ekonomi politik liberalisasi, dan privatisasi BUMN karena proses politik dibutuhkan dalam memecahkan masalah pembangunan ekonomi.
Buku ini didesain bagi dosen dan mahasiswa untuk mata kuliah Ekonomika Pembangunan II, Kebijakan Pembangunan, atau Politik Pembangunan di level S1 dan mata kuliah Ekonomika Pembangunan dan Masalah & Kebijakan Pembangunan di level S2. Buku ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen, namun juga para pengambil kebijakan di tingkat nasional dan daerah, bankir, politisi, dan praktisi lainnya yang berminat memahami masalah, kebijakan, dan politik pembangunan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Urbanisasi
Urbanisasi yang berlangsung terus menerus akan melahirkan kota mega (mega cities) dan terjadinya algomerasi (agglomeration) perkotaan yang menimbulkan permasalahan baru seperti; polusi, kemacetan lalulintas,  dan kaum miskin yang tinggal di lingkungan kumuh. Makalah ini akan membahas fenomena kota mega dan terjadinya aglomerasi perkotaan, teori pertumbuhan kota, faktor yang mempengaruhi. Berbicara masalah urbanisasi yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu pertumbuhan konsentrasi penduduk yang tinggi. Lebih buruk lagi, hal ini tidak diikuti dengan kecepatan yang sebanding dengan perkembangan industrialisasi.
Masalah ini akhirnya menimbulkan fenomena yaitu urbanisasi berlebih. Adanya urbanisasi yang berlebih ini telah menimbulkan berbagai masalah di Indonesia. Tidak hanya menimbulkan masalah di kota yang dituju namun juga menimbulkan masalah di desayang ditinggalkan. Masalah yang terjadi kota antara lain yaitu meningkatnya angka kemiskinan sehingga pemukiman kumuhnya juga meningkat, peningkatan urban dan masih banyak masalah lain. Pada dasarnya urbanisasi merupakan proses pengkotaan suatu daerah atau proses berubahanya suatu wilayah menjadi kota. Proses pengkotaan sendiri mengakibatkan beberapa hal pada kota tersebut seperti pembangunan yang pesat, kemajuan teknologi, modernisasi, dan pergeseran kebiasaan.  
Penduduk dunia semakin hari semakin banyak yang tinggal di kota, diprediksikan tahun 2030 tiga dari lima penduduk akan tinggal di wilayah perkotaan. Dalam kontek urbanisasi pada skala global munculnya beberapa kota mega (mega-cities) atau aglomerasi perkotaan. Kota mega itu sendiri dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa telah bermunculan di kawasan Asia. Pada tahun 1950 hanya New York dan Tokyo yang mencapai jumlah penduduk sebesar itu. Pertumbuhan penduduk yang besar ternyata terjadi pada negara sedang berkembang seperti Mumbai, Delhi, Maxciko City, dan Sao Paulo Brazil.
Kota-kota mega di Asia diwakili oleh Tokyo dan Delhi, yang berada dalam 5 besar aglomerasi terbesar di tingkat global. Kota-kota di ASEAN, terutama Jakarta dan Metro Manila, berada pada jajaran 30 aglomerasi terbesar pada tahun 2000. PBB memproyeksikan bahwa jumlah kota mega di kawasan Asia dalam jajaran 30 aglomerasi terbesar akan meningkat menjadi 18 kota. Pada tahun 2015 diproyeksikan Mumbai dan New Delhi akan masuk dalam 10 kota mega dengan penduduk masing-masing 22,6 juta dan 20,9 juta jiwa. Proyeksi  kota Jakarta 2015 dibandingkan dengan tahun 2000 diperkirakan akan naik perikat dari peringkat ke-12 dengan penduduk 11 juta menjadi peringat ke-8 dengan penduduk17,5 juta.
Tabel 1.1 Aglomerasi Kota Terbesar di Dunia dan ASEAN, 1950-2015
Aglomerasi Negara
1950
1975
2000
Proyeksi 2015
Rank
Penduduk
Rank
Penduduk
Rank
Penduduk
Rank
Penduduk
New York, As
1
12.338
2
15.880
3
17.846
6
19.717
Tokyo, Jepang
2
11.275
1
26.615
1
34.450
1
36.214
London, Inggris
3
8.361
14
7.546
26
7.628
tda
tda
Paris, Prancis
4
5.424
9
8.630
21
9.693
22
10.008
Moskow, Rusia
5
5.356
12
7.623
17
10.103
21
10.934
Mumbai, India
17
2.981
15
7.347
5
16.086
2
22.645
Delhi, India
tda
tda
25
4.426
9
12.441
3
20.946
Mexico City
20
2.883
4
10.690
2
18.066
4
20.647
Sao Paulo, Brazil
27
2.313
6
9.614
4
17.099
5
19.963
Jakarta, Indonesia
tda
tda
23
4.813
12
11.018
8
17.498
Manila, Pilipina
tda
tda
22
4.999
19
9.950
16
12.637
Ket. Tda = tidak tersedia data
Sumber UN 2003

B.  Pertumbuhan Perkotaan
Perkembangan kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah perkotaan (urbanisasi). Analisis tentang petumbuhan wilayah perkotaan tentunya harus dikaitkan dengan perkembangan jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan bersanguktan.  Struktur perekonomian dan permasalahan yang dihadapi oleh wilayah perkotaan juga ternyata tidak sama dengan yang terdapat di wilayah pedesaaan, sehingga analisa yang diperlukan tentunya juga berbeda.
Pertumbuhan kota yang cepat sudah menjadi fenomena pembangunan baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Untuk menganalisa pertumbuhan kota dan kaitanya dengan Ilmu Ekonomi Perkotaan maka perlu dikaitkan juga dengan analisa tentang Keuntungan Aglomerasi (Aglomeration Economies) dan beberapa model pertumbuhan ekonomi wilayah perkotaan. Jika proses urbanisasi mulai terjadi maka timbul secara otomatis proses pertumbuhan ekonomi wilayah perkotaan.Walaupun proses keuntungan komperatif, spesialisasi produksi dan keuntungan skala besar terus berlanjut ,keuntungan aglomerasi akan terus juga berjalan. Pada dasarnya keuntungan aglomerasi adalah merupakan manfaat ekonomi dalam bentuk penurunan biaya produksi dan transportasi yang dapat ditimbulkan karena adanya beberapa kegiatan ekonomi terkait yang berlokasi saling berdekatan pada suatu wilayah tertentu.
Gambar 1.1 Kausalitas kumulatif yang negatif ala Myrdal (1957) dan Pred (1965)
 


















Sumber: Dimodifikasi dari Toyne (1974: 69); Kuncoro (2002: 33)

Manfaat dari adanya keuntungan aglomerasi dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk,yaitu tersedianya pertukaran bahan baku,dan pasar secara lebih dekat sehingga produksi dapat dilakukan dengan skala lebih efisien,penurunan biaya transportasi dan penggunaan fasilitas bersama sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Dapat dikatakan keuntungan Aglomerasi mempunya tiga unsur utama yaitu Scale Economies,Localization Economies dan Urbanization Economies.  Isard (1960) menyebut tiga keuntungan aglomerasi ini sebagai Spatial Juncta Position, yaitu keuntungan yang timbul dari keterkaitan dalam aspek ruang (spatial).
Kenyataanya bukan hanya sektor swasta seperti industri, perdagangan dan jasa cendrung berkumpul (aglomerate) di kota tetapi juga sektor pemerintah  sesuai dengan hierarki daerah perkotaan. Berarti konsentrasi sektor pemerintah dilakukan sesuai dengan fungsi kota apakah sebagai ibukota negara,ibukota propinsi atau ibukota kabupaten. Kehadiran pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan public kepada masyarakat khususnya dalam bidang penyediaan infrastruktur, fasilitas pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainya.
Rumah Tangga (House hold) juga cendrung brkumpul di wilayah perkotaan (aglomerate) mengikuti perkembangan dunia usaha dan pemerintah. hal ini didorong oleh penyediaan lapangan kerja baik sektor swasta maupun sektor pemerintahan. Aglomerasi rumah tangga akan menentukan konsentrasi wilayah pemukiman penduduk yang juga merupakan komponen utama dalam pertumbuhan wilayah perkotaan.
Adapun bentuk-bentuk kota yang terlahir dari interaksi antar kota. Terdapat tiga bentuk kota, yaitu: (1) kota mono sentris, (2) koridor,dan (3) kota jaringan.
Gambar 7.5 Bentuk-bentuk Kota. sumber: Dimodifikasi dari Betten(1995)
 


Kota mono sentris
 






Kota koridor
 







Kota jaringan
 





Kota jaringan dapat terlihat di Belanda dan Jepang, jaringan terhubung dari kota ke kota seperti Amsterdam, Rotterdam, Den haag dan Utrecht yang dikelilingi oleh kota-kota yang lebih kecil. Sedangkan di Jepang jaringan terbangun dari kota Kobe, Kyoto, dan Osaka, disekitarnya mulai tumbuh kota-kota kecil seperti Wakayama, Nara, Ontau, dan Himej yang mengikuti perkembangan kota-kota jaringan.




Sumber: Batten (1995)
C.  Aglomerasi di Indonesia
Aglomerasi yang disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Industri yang terlokalisir muncul karena sebuah industri akan memilih tempat dimana tempat tersebut akan menjamin proses produksi akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama ( Mc Donald,1997) sedangkan menurut Kuncoro (2002), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan karena penghematan akibat dari perusahaan yang letaknya saling berdekatan dan tidak akibat dari kalkulasi perusahaan secara individual.
Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu di Indonesia mempunyai banyak wilayah-wilayah yang pertumbuhan ekonominya tidaklah sama. Hal ini sesuai dengan konsepsi Perroux tentang aglomerasi yang menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi pada semua tempat, namun hanya sebagian tempat tertentu saja. Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi bisa dilihat ada daerah yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah sehingga akan berdampak pada munculnnya aglomerasi. Aglomerasi berarti kegiatan ekonomi terpusat pada wilayah-wilayah tertentu sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi tidak merata. Kekuatan aglomerasi dan deaglomerasi dapat menjelaskan terjadinya konsentrasi dan dekonsentrasi industri. Ada tiga manfaat yang ditimbulkan oleh kegiatan di atas, yaitu : penghematan skala (scale economies), penghematan lokasi (localization economies), dan penghematan urbanisasi (urbanisation economies).
Kenyataannya memang perkembangan wilayah perkotaan umumnya meningkat cukup besar, baik daerah maju maupun terbelakang. Dengan menggunakan penduduk sebagai ukuran besarnya daerah perkotaan, maka pertumbuhan kota yang terjadi di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir sebagian besar kota-kota besar dengan penduduk di atas 1 juta orang yang terdapat di Indonesia terletak di pulau Jawa dengan DKI Jakarta merupakan kota terbesar yang sudah berstatus sebagai kota metropolitan dengan jumlah penduduk mencapai 9,6 juta orang pada tahun 2010.
Sedangkan kota Bandung, Surabaya dan Medan merupakan kota kedua dengan status Kota Besar dengan jumlah penduduk sekitar 2 juta orang pada tahun 2010. Kota-kota lainya yang juga termasuk dalam status kota besar adalah Medan, Semarang, Palembang dan Makasar. Sedangkan kota-kota kategori sedang dengan penduduk antara 100.000 orang sampai dengan 1 juta ternyata jumlahnya cukup banyak seperti Denpasar, Yogyakarta, Pekanbaru, padang dan lainya.
Tabel 1.2 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Beberapa Kota Besar di Indonesia 2000-2010
Kota
2000
2010
Pertumbuhan (%)
DKI Jakarta
8.347.083
9.607.787
14,17
Surabaya
2.599.796
2.611.506
4,50
Bandung
2.073.568
2.288.570
9,91
Medan
1.904.273
2.029.797
6,40
Semarang
1.269.502
1.438.733
12,59
Palembang
1.151.419
1.342.258
15,45
Makasar
1.076.275
1.194.583
10,48
Sumber : BPS, Sensus Penduduk 2000 dan 2010
Sebagaimana layaknya kota-kota di negara sedang berkembang, laju pertumbuhan penduduk daerah perkotaan di Indonesia adalah cukup tinggi yaitu mencapai rata-rata antara 5 sampai dengan 15 persen setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan penduduk dari desa ke kota (urban-rural migration) di Indonesia adalah sangat tinggi. Fenomena ini terjadi karena dipicu oleh proses pembangunan yang lebih cepat di daerah perkotaan guna mendapatkan lapangan pekerjaan baru dan tingkat upah yang lebih tinggidibandingkan dengan daerah pedesaan.
Arus perpindahan penduduk dari desa ke kota tersebut ternyata jauh lebih besar dari pertambahan jumlah lapangan kerja yang dapat di ciptakan di daerah perkotaan sebagai hasil dari pertumbuhan kegiatan ekonomi. Akibatnya tingkat pengangguran di daerah perkotaan akan cenderung terus meningkat yang selanjutnya memicu pula peningkatan jumlah penduduk miskin. Kondisi tersebut ternyata telah membawa berbagai permasalahan yang cukup serius dan rumit dalam pengelolaan pemerintahan kota yang merupakan tantangan cukup berat bagi pembangunan daerah perkotaan sehingga harus ditanggulangi secara lebih serius di masa mendatang
Di desa juga akan timbul masalah diantaranya berkurangnya sumberdaya manusia karena penduduknya telah pergi ke kota, desa akhirnya tidak mengalami perkembangan yang nyata. Kondisi perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi yang berlebih, telah menimbulkan berbagai masalah baru seperti meningkatnya kriminalitas akibat kemiskinan, pengangguran besar-besaran, bertambahnya pemukiman kumuh, dan lain sebagainya.Oleh karena itu, urbanisasi akan dlihat sebagai faktor penentu bagai sebuah kota dapat berkembang baik secara fisik, maupun secara sosial. Dengan begitu, bentuk atau pengertian dari urbanisasi itu dapat dilihat dengan lebih jelas juga akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan di kota.
Dampak urbanisasi bagi perkembangan kota denga melihat perkembangan Kota Jakarta yaitu:
1.      Secara fisik
Secara fisik dampak urbanisasi bagi perkembangan kota yaitu:
a.       Lahan terbangun vs lahan hijau/terbuka. Dapat dipastikan hampir seluruh lahan di DKI Jakarta sudah terbangun baik untuk bangunan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, industri, perkantoran maupun bangunan lain. Intensitas lahan terbangun yang terus meningkat menyebabkan sulit dijumpainya lahan hijau/terbuka yang berfungsi sebagai ruang public.
b.      Sebaran fasilitas perkotaan. Di samping sebagai pusat pemerintahan, pusat industri dan perdagangan, pusat aktivitas pelayanan jasa, Jakarta juga sebagai pintu masuk dan keluarnya transportasi internasional yang mobilitasnya cukup tinggi. Karenasi fatnya yang demikian, maka muncul berbagai kawasan perdagangan, kawasan rekreasi, serta didukung oleh fasilitas perekonomian.
c.       Jaringan transportasi dan pola pergerakan ke pusat kota. Jaringan transportasi dan pola pergerakan ke pusat kota Jakarta dari kawasan suburban dan atau kota-kota di luar Jakarta memicuadanya penyesuaian, perbaikan, dan penambahan jalan dan angkutan baru.
d.      Perkembangan. Dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta yang berdampak pada perubahan struktur tata ruang perkotaan DKI Jakarta.
e.       Permasalahan lingkungan. Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan sebagai akibat dari pembangunan yang tidak terencana serta pengaturan saranadan prasarana kota yang semrawut menimbulkan permasalahan lingkungan yang semakin parah seperti banjir, tanah longsor, polusiu dara, tanah, air dan udara.
f.       Pemukiman kumuh. Semakin banyak penduduk kotayang tinggal berhimpit-himpit diberbagai pusat pemukiman dan terus bertambahnya para pemukim tetap dengan jumlah dua kali lipat setiap lima hingga sepuluh tahun.

2. Secara sosial
Secara fisik dampak urbanisasi bagi perkembangan kota yaitu:
a.       Pengangguran dan kemiskinan. Meledaknya jumlah pencari tenaga kerja baik di sektor formal maupun sektor informal diakibatkan oleh tingkat penawaran tenaga kerja jauh melebihi tingkat permintaan yang ada, sehingga mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan. Terbatasnya pendidikan, kemampuan dan ketrampilan yangdimiliki juga menjadi penghalan bagi pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan.
b.      Kriminalitas. Tekanan untuk bertahan hidup (survive) misalnya, akan mendorong manusia bertindak apapun, termasuk tindakan kriminal. Hal ini pulalah yang menjadi penyebab mengapa angka kriminalitas di Jakarta semakin hari semakin meningkat pembangunan dan pengembangan permukiman atau perumahan secara intensif dan ekstensif.




BAB III
PENUTUP

Pemukiman kumuh seiring dengan meluasnya urbanisasi, tumbuh subur kantung-kantung pemukiman kumuh dan kampung-kampung di tengah kota yang serba menyesakkan dan liar. Semakin banyak penduduk kota yang tinggal berhimpit-himpit di berbagai pusat pemukiman yang sebenarnya tidak pantas dihuni oleh manusia. Namun pemukiman-pemukiman ini terus saja mendapat tambahan para pemukim tetap dengan jumlah dua kali lipat setiap lima hingga sepuluh tahun. Pemukiman kumuh di Jakarta dapat dilihat di daerah pinggiran sungai, di bawah jembatan,daerah pinggiran rel, pusat perdagangan, dan sebagainya.
Permasalahan lingkungan pengalihan fungsi lahan secara berlebihan menimbulkan ketidakseimbangan alam akibat pembangunan yang dilakukan tanpa perencanaan terpadu. Pengelolaan sarana dan prasarana kota yang tidak baik juga turut menyumbang terhadap semakin tingginya angka kerusakan alam di Kota Jakarta. Banjir, tanah longsor, polusi udara, tanah, air dan suara merupakan permasalahan lingkungan yang sangat mudah dijumpai di KotaJakarta.
Pengangguran dan kemiskinan akibat meledaknya jumlah pencari tenagakerja baik di sektor formal maupun sektor informal diakibatkan oleh tingkat penawaran tenaga kerja jauh melebihi tingkat permintaan yang ada, sehingga mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan. Terbatasnya pendidikan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki juga menjadi penghalan bagi pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Tingginya angka pengangguran akhirnya menyumbang pada semakin besarnya komposisi orang-orang atau masyarakat miskin di perkotaan sebagaimana yang terlihat di Kota Jakarta.

Kriminalitas meningkat sebagai dampak dari tekanan untuk bertahan hidup (survive) misalnya, akan mendorong manusia bertindak apapun, termasuk tindakan kriminal. Hal ini pulalah yang menjadi penyebab mengapa angka kriminalitas di Jakarta semakin harisemakin meningkat. Himpitan akan tuntutan hidup yang tidak dapat dipenuhi membuat sebagian individu memilih bertahan dengan cara tersebut. Tindakan kriminal seperti mencuri, merampok, membunuh, dan sebagainya menjadi pemandangan yang tidak asing lagi dalam kehidupan perkotaan di Jakarta.