Lihat Video klik di sini |
Siswa sekolah terpencil Panga realise film perang Aceh: Niesero Quaetie 1883 Part 2. Video ini telah mendapatkan 🙋 apresiasi luar biasa warga netizens luar negeri dari berbagai negara. Lihat klik di bawah ini👇
Belajar sejarah menyenangkan dan menjadi kenangan sepanjang hayat bagi siswa, bagaimana tidak mereka belajar sambil bermain film dengan peran yang berbeda.
Kegiatan ini merupakan upaya memupuk keterampilan 4 C untuk masa depan siswa abad 21.
Saya sebagai guru mengaku haru melihat aksi siswa sekolah terpencil ini luar biasa, semua perlengkapan kami membuatnya bersama-sama, sampai skenario dan segalanya saya lakukan tanpa menggurui tetapi bermitra, berdiskusi dan berkolaborasi dengan mereka. Saya hanya berupaya memfasilitasi mereka layaknya kesempatan anak-anak kota di berbagai belahan dunia.
Alhamdulillah siswa sekolah terpencil ini kembali rebut hati warga negara asing dalam perang Aceh Niesero Quaetie. Beberapa saat publikasi langsung dihujani komentar apresiasi warga netizens luar dari berbagai negara. Alhamdulillah mereka sangat antusias mensupport kegiatan siswa ini. Kami baru bangkit untuk berperang melawan kebodohan berjuang mencari inovasi, memperjuangkan keterampilan 4 C.
Film Part 1 Lihat Klik di sini |
Kami menggarap film perang bertajuk
sejarah ini untuk menarik perhatian siswa mencintai sejarahnya. Belajar
sambil bermain peran akan menghasilkan kreatifitas dengan keterampilan 4
c. Masa penjajahan Belanda dibawah pimpinan Laging Tobias (1882-1884).
Sebuah peristiwa yang menyita perhatian dunia, terutama Inggris terjadi
di Aceh. Hal yang kemudian membuat Belanda di Aceh panik dan wibawanya
luntur di Eropa. Peristiwa itu dinamai oleh Belanda sebagai “Nisero-quaestie”.
Karena menyita perhatian dunia, terutama negara-negara Eropa, maka
peristiwa itu ditulis oleh banyak orang dalam berbagai buku literatur
sejarah kolonial di Aceh.
Seperti W Bradley yang menulis dalam buku The Wreck of the Nisero and Our Captives in Sumatera (1884). Ditulis juga oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh (1904-1905) HC van der Wijck dalam buku De Niserozaak (1884), oleh Goolhaas dalam buku De Nisero-kwestie, serta Kielstra dalam buku Atjeh onder het Bestuur van den Gouverneur Laging Tobias, serta beberapa buku sejarah kolonial lainnya.
Berikut ini adalah dokumentasi kegiatan di lokasi syuting, sedangkan pede bagian akhir cerita sinopsis filmnya.
Tahun
1883, Nissero, kapal kargo yang menampung muatan sebesar 1800 ton gula
berlayar dari Surabaya (Jawa Timur) menuju ke Marseille. Pelayaran itu
dipimpin oleh Kapten Woodhouse dengan awak kapal terdiri dari 18 orang
Inggris, 2 orang Belanda, 2 orang Jerman, 2 orang Norway, 2 orang Italia
dan 1 orang Amerika.Dalam
perjalanan tersebut kapal Nissero singgah di Pelabuhan Ulee Lheu (Banda
Aceh, Aceh) untuk memuat batu bara. Selanjutnya kapal terus berlayar ke
arah barat. Belum jauh dari Banda Aceh, hal yang tidak tidak diinginkan
pun terjadi. Kapal Nissero terdampar dan kandas di pantai Panga; sebuah
kawasan yang termasuk dalam wilayah administrasi ulee balang Teunom.
(Ulee Balang: Seorang pemimpin wilayah yang diangkat dan tunduk kepada
Sultan Aceh).
Masyarakat
sekitar pantai awalnya mengira kapal yang kandas itu adalah kapalnya
Belanda. Sehingga masyarakat sudah siap untuk menyerbu kapal tersebut.
Karena memang kondisi saat itu, Belanda sedang menginvansi Aceh.
Penyerbuan tidak jadi dilakukan setelah diketahui bahwa kapal yang
terdampar itu bukanlah milik Belanda melainkan kapal Inggris.
Di
saat itulah, timbul pemikiran Ulee Balang Teunom, Teuku Imam Muda Setia
Bakti Hadjat yang lebih dikenal dengan nama Teuku Raja Muda Teunom,
untuk menyandera kapal tersebut sebagai alat transaksi untuk membebaskan
Teunom dari aksi penjajahan Belanda.
Ketika
kabar penyanderaan kapal Nisero sampai kepada Asisten Residen Belanda
di Meulaboh, Aceh Barat, Van Langen, ia langsung melapor kepada Gubernur
Belanda Laging Tobias di Kutaraja (Kutaraja: Nama lain Banda Aceh yang
diubah Belanda setelah Belanda berhasil menduduki kota tersebut dalam
penyerangan tahun 1873).
Terhadap
peristiwa ini Gubernur Belanda Laging Tobias memerintahkan Van Langen
untuk menyelesaikan masalah dengan menawarkan uang tebusan sebesar f
100.000 (seratus ribu gulden). Namun tawaran tersebut ditolak oleh Ulee
Balang Teunom, Teuku Raja Muda Teunom. Akibat dari ditolaknya tawaran
tersebut, Tanggal 7 Januari 1884 kapal perang Belanda dari Uleulhue
(Banda Aceh) didatangkan ke Teunom untuk membombardir kawasan tersebut,
dan mendaratkan pasukan di Teunom untuk membebaskan para sandera.
Namun
upaya itu gogal total. Malah para sandera diungsikan ke pedalamanan
lagi, tempat dimana para sandera sulit melarikan diri terkecuali
mengambil resiko berhadapan dengan binatang buas.
Dua
minggu setelah kandas, berita Kapal Nisero ditahan di Teunom sampai ke
Penang, yang segera meluas kabarnya ke seluruh dunia, sehingga
menimbulkan kegemparan dunia internasional saat itu.
Gubernur
Inggris Sir Fredrick Weld dari Semenanjung segera memerintahkan kapal
perang "Pegasus" di bawah komando Bickford menuju ke Banda Aceh untuk
menjumpai Gubernur Belanda Laging Tobias.
Atas
permintaan Inggris, kapal Pegasus dan dua kapal perang Belanda
berangkat ke Teunom dalam misi perdamainan membebaskan para tersandera. Dalam
perundingan yang disampaikan oleh perantara, RajaMuda Teunom malah
menaikkan uang tebusannya menjadi $ 300,000. Selain itu Raja Muda Teunom
juga menambah persyaratan bahwa pelabuhan-pelabuhan di pantai Teunom
harus dibebaskan dari blokade Belanda dan agar terjaminnya pengakuan
tersebut, Inggris harus ikut serta menjaminnya dimana Ratu Victoria dari
Inggris diminta untuk turut bertanda tangan dalam perjanjian tersebut.
Muara Panga Pasca Kemerdekaan |
Permintaan ini disetujui oleh Raja Muda Teunom. Namun Kapten Kapal Nisero, Woodhouse tidak mau kembali sebagaimana permintaannya pada Raja Muda Teunom.
Persoalan
yang tidak kunjung ada titik temu tersebut. Muncul pemikiran Gubernur
Laging Tobias untuk meminta kesediaan Teuku Umar (seorang panglima
prajurit Aceh yang baru saja menyatakan diri dan pasukannya menyerah
kepada Belanda) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan
menjadikan Teuku Umar sebagai penengah, persoalaan itupun tidak
berhasilkan diselesaikan. Malah Teuku Umar membunuh semua pasukan
Belanda yang terlibat dalam rombongan tersebut dan hanya seorang saja
yang tidak dibunuh, namun ia menderita luka yang parah. Hal tersebut
dilakukan Teuku Umar karena dalam perjalanan tidak diperlakukan
sebagaimana mestinya. Malahan Teuku Umar dihina dan direndahkan.
Teuku Umar dan Pengikutnya |
Patroli Pasukan Belanda |
dibuka atau Teunom diancam akan dihancurkan oleh kapal perang kedua bangsa, Belanda dan Inggris.