Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

01 Juni 2017

Membangun Nasionalisme Generasi Muda Indonesi

1. Memaknai Hakikat Nasionalisme
Nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara (Renan, 1990)[1]. Sikap secara fundamental timbul dari adanya national dalam bentuk formalisasi dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang membentuk nation dalam arti politik, yaitu negara nasional (Kohn, 1984)[2]. Senada dengan Sebuah kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa (Stoddard, 1966)[3]. Nasionalisme merupakan hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual (Sneyder, 1954)[4].
Nasionalisme dalam  perpektif konsep dan paham diasumsikan bahwa nasionalisme merupakan  suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada Negara (Syamsudin, 1988)[5]. Nasionalisme berupa suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan (Kohn, 1984)[6]. Nasionalisme memuat tentang kesatuan/unity, kebebasan/ liberty, kesamaan/ equality, demokrasi, kepribadian nasional serta prestasi kolektif (Kartodirjo, 1999)[7]
Nasionalisme dalam kontek lebih budaya didefinisikan lebih mengakar pada fenomena budaya daripada fenomena politik, karena ia berakar pada etnisitas dan budaya promodern. Kalaupun nasionalisme bertransformasi menjadi sebuah gerakan politik, hal tersebut bersifat superfisial karena gerakan-gerakan politik nasionailme pada akhirnya dilandasi oleh motivasi budaya, khususnya saat terjadi krisis identitas kebudayaan (Hutchinson, 2005)[8].  Pada sudut pandang ini, gerakan politik nasionalisme adalah sarana mendapatkan kembali harga diri etnik sebagai modal dasar membangun sebuah negara berdasarkan kesamaan budaya. Semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa.
Beragam definisi nasionalisme menurut para ahli kebangsaan, yang pada intinya mengarah pada sebuah konsep mengenai jati diri kebangsaan yang berfungsi dalam penetapan identitas individu di antara masyarakat dunia. Konsep nasionalisme juga sering dikaitkan dengan kegiatan politik karena berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dan negara. Secara umum dapat dipertegaskan bahawa nasionlisme merupakan suatu paham kesadaran untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa karena adanya kebersamaan kepentingan, rasa senasib sepenanggungan dalam menghadapi masa lalu dan masa kini serta kesamaan pandangan, harapan dan tujuan dalam merumuskan cita-cita masa depan bangsa. Untuk mewujudkan kesadaran tersebut dibutuhkan semangat patriot dan perikemanusiaan yang tinggi, serta demokratisasi dan kebebasan berfikir sehingga akan mampu menumbuhkan semangat persatuan dalam masyarakat pluralis. Substansi Nasionalisme Indonesia mempunyai dua unsur: Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan dari bumi Indonesia.
Wujud nasionalisme dari paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara atas kesadaran keanggotaan/warga negara yang secara potensial bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsanya. Nasionalisme merupakan suatu paham yang mengutamakan persatuan dan kebebasan bangsa. Nasionalisme memuat beberapa prinsip yaitu: kesatuan, kebebasan, kesamaan, kepribadian, dan prestasi. Nasionalisme juga dapat diartikan sebagai perpaduan dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan bangsa akan dapat terhindarkan.
Nasionalisme dapat dibangun atas empat unsur, yaitu: (1) Hasrat untuk mencapai kesatuan; (2) Hasrat untuk mencapai kemerdekaan; (3) Hasrat untuk mencapai keaslian; dan (4) Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa. Empat unsur ini dapat didefinisi nasionalisme berarti: (1) Memiliki cta-cita bersama yang mengikat warga negara menjadi satu kesatuan; (2) Memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan; (3) Memiliki adat, budaya, dan kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama; (4) Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah; dan (5) Teroganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Makna nasionalisme dari perspektif politik nasional merupakan manifestasi kesadaran mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Sebagai warga negara merasa bangga dan mencintai negaranya Kebanggaan dan kecintaan terhadap bangsa dan negara tidak berarti merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan negara lain. Semangat nasionalisme yang tinggi mengembangkan sikap saling menghormati, menghargai dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
Pada prinsipnya nasionalisme Indonesia merupakan pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila senantiasa menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri;mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa. Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa tidak semena-mena terhadap orang lain. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan dan menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama.

3.      Pentingnya Nasionalisme
Nasionalisme menonjol sejak revolusi Perancis, sebagai respon terhadap kekuatan-kekuatan imperium Barat yang berhasil meluaskan penetrasi kekuasaannya ke berbagai belahan bumi. Dengan slogan “liberte, egalite, fraternite”, nasionalisme menjadi ideologi baru yang sangat penting dan disejajarkan dengan demokrasi, dikarenakan tanpa sebuah negara nasional demokrasi akan sulit terwujud (Heater, 2004)[9].
Nasionalisme dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dikenal sebagai sebuah kata sakti yang mampu membangkitkan kekuatan berjuang melawan penindasan yang dilakukan kaum kolonialis selama beratus-ratus tahun lamanya. Perasaan senasib dan sepenanggungan yang dialami mampu mengalahkan perbedaan etnik, budaya dan agama sehingga lahirlah sejarah pembentukan kebangsaan Indonesia.
Abad ke 19 dan ke 20 yang dijuluki sebagai abad ideologi merupakan masa yang penuh dengan benturan sosial yang meliputi hampir seluruh belahan dunia. Peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia menggulirkan pemahaman-pemahaman dan kesepakatan-kesepakatan yang mengarah pada tata dunia baru. Gagasan mengenai hak setiap bangsa untuk dapat menentukan nasib sendiri yang terjadi di berbagai belahan dunia disertai perasaan yang kuat untuk melepaskan diri dari penindasan yang dialami, mengantarkan masyarakat yang mendiami pulau-pulau yang terpisah untuk bersatu, bergabung memproklamirkan diri sebagai bangsa Indonesia yang berjuang menegakkan kedaulatannya
Tonggak sejarah yang terpenting dalam proses nasionalisme di Indonesia adalah ketika lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908, diikuti ikrar Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yang mengilhami lahirnya konsep bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan berbahasa Indonesia. Proses nasionalisme tersebut berlanjut dan melandasi perjuangan-perjuangan berikutnya hingga lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah melalui proses yang sangat panjang dan berat. Keberhasilan bangsa Indonesia lepas dari penjajahan melalui perjuangannya sendiri juga melahirkan pengakuan dunia bahwa nasionalisme Indonesia termasuk salah satu yang terkuat karena hanya sedikit negara dari dunia ketiga yang mampu merdeka melalui proses revolusi (Sukarno, 2005)[10].
Kentalnya kaitan nasionalisme dengan perjuangan melawan penjajah pada masa tersebut turut menyebabkan keterbatasan pemahaman definisi nasionalisme. Ungkapan “hidup atau mati” atau “right or wrong is my country” yang dahulu lantang diucapkan oleh para pejuang kemerdekaan, menjadi hal yang semu dan kurang tepat dialamatkan pada generasi muda saat ini. Pergeseran makna dari nasionalisme itu sendiri tidak jarang menyebabkan penilaian negatif terhadap semangat nasionalisme generasi muda saat ini
Lepasnya Timor Timur menjadi negara baru Timor Leste di penghujung tahun 1999, serta keputusan menyerahkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan kepada Malaysia akhir tahun 2002 silam menjadi ujian nasionalisme bagi bangsa Indonesia. Kerawanan disintegrasi dalam lingkup negara kesatuan Republik Indonesia, dirasakan semakin menguat di berbagai daerah, antara lain Aceh, Ambon, Papua dan Riau yang menyebabkan munculnya konflik-konflik sosial dalam masyarakat, terutama benturan antara penduduk asli pribumi dan penduduk pendatang.
Sebagian besar etnik dari suatu negara untuk melepaskan diri dari negara induk, antara lain karena perlakuan pemerintah pusat yang dirasakan tidak adil dan perasaan tertekan terus menerus karena diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Keinginan disintegrasi dari berbagai daerah di Indonesia merupakan akumulasi dari ketidakpuasan identitas nasional yang dipaksakan selama ini. Sindhunata menambahkan bahwa nasionalisme di Indonesia telah mati karena ulah para penguasa yang berniat melanggengkan kekuasaannya. Bukti dari kematian berbangsa di Indonesia adalah homogenitas yang terjadi di tingkat lokal, padahal di tingkat lokal itu kebangsaan Indonesia sangat heterogen sehingga muncul keresahan dan kegelisahan masyarakat di tingkat lokal untuk mencari dan menemukan identitasnya masing-masing yang telah lama dikebiri.

4.      Menumbuhkembangkan Nasionalisme
a.       Membangun Nilai Sejarah
Menumbuhkan nasionalisme sampai pada taraf wujud perilaku harus ditumbuhkan kesadaran sejarah sebagai orientasi intelektual, suatu sikap jiwa yan g perlu memahami secara tepat faham kepribadian nasional. Kesadaran sejarah ini menuntun manusia pada pengertian mengenal diri sendiri sebagai bangsa, kepada self understanding of nation, kepada sangkan paran suatu bangsa, kepada persoalan what we are, what we are what we are (Soedjatmoko, 1984)[11] Dengan demikian, kesadaran sejarah merupakan kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan bagi masa yang akan datang, menyadari dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses pendidikan.
Mengembangkan manusia sadar sejarah membutuhkan motivasi yang kuat sebagai factor penggerak dari dalam diri manusia sendiri. Nilai-nilai nasionalisme dihubungkan dengan sejarah, merupakan nilai-nilai masa lampau yang telah teruji. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai nasionalisme secara umum berpengaruh juga terhadap pola perilaku masyarakat. Nilai-nilai nasionalisme pada dasarnya bersumber pada nilai-nilai Pancasila, Dalam praktiknya pola perilaku masyarakat Indonesia masih belum mencerminkan nilai-nilai nasionalisme seperti yang diharapkan. Kenyataan ini bertolak belakang dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 dan tercermin dalm butir-butir pengamalan Pancasila.
Berdasarkan cita-cita luhur bangsa Indonesia, maka untuk mengisi dan meneruskan kemerdekaan saat ini, sangat diperlukan jiwa-jiwa nasionalisme yang tinggi dari tiap-tiap warga negara. Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut, diperlukan usaha yang keras dan serius, dan untuk mewujudkannya tidaklah harus selalu tampak di mata orang lain, akan tetapi bisa dimulai dari hal-hal yang paling sederhana sampai pada hal-hal yang kompleks. Contoh sederhana penerapan nasionalisme dalam dunia pendidikan antara lain: (1) keikutsertaan para peserta didik dalam mengikuti upacara bendera, (2) kesadararan para peserta didik padasaat penghormatan bendera, dan (3) kesadaran para peserta didik dalam mematuhi aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.

b.      Memberikan Perlindungan
Bentuk-bentuk nasionalisme yang harus ditimbukan berupa: (1) Nasionalisme kewarganegaraan, negara memperoleh kebenaran politik dari partisipasi aktif rakyatnya dan keanggotaan bersifat sukarela; (2) Nasionalisme etnis (etnonasionalisme), negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat dan keanggotaan bersifat turun-temurun; (3) Nasionalisme romatik, negara memperoleh kebenaran politik sebagai suatu yang alamiah dan merupakan eksprresi dari bangsa atau ras budaya etnis yang sesuai dengan idealisme; (4) Nasionalisme budaya , negara meperoeh kebenaran politik dari budaya bersama; (5) Nasionalisme kenegaraan, kombinasi kewarganegaraan, etnis dan kenegaraan bangsa sebagai komonitas memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan dan kekuatan negara; (6) Nasionalisme agama, negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama (Listyarti, 200)[12].

c.       Membangun Prinsip Nasionalisme
Nasionalisme dalam arti luas adalah paham kebangsaan yang meletakkan kesetian individu terhadap bangsa dan tanah airnya dengan memandang bangsanya itu merupakan bagian dari bagian lain di dunia. Nasionalisme mengandung prinsip: (1) prinsip kebersamaan, menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan; (2) persatuan dan kesatuan, menuntut setiap warga negara harus mampu mengesampingkan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak), utnuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap kesetiakawan sosial, perduli tehadap sesama, solidarias dan berkeadilan sosial; dan (3) membangun prinsip demokrasi, setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, karena hakikanya kebangsaan adanya tekad hidup bersama mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

     d.      Membangun Patriotisme
Membangun pecinta dan pembela tanah air, sikap selalu mencintai dan membela tanah air, menjadi pejuang bangsa mempunyai semangat, sikap rela berkorban demi kemajuan, kejayaan, dan kemakmuran tanah air. Adapun ciri patriotisme, yaitu: (1)  Mencintai bangsa dan negara sendiri, membangun solidaritas untuk mencapai kesejahteraan bersama seluruh warga bangsa dan negara (solider  bertanggung  jawab  atas seluruh bangsa); (2) Memandang bangsa dalam perspektif historis, masa lampau masa kini, dan masa depan bernilai budaya dan rohani bangsa, berjuang menuju cita-cita Negara; (3) Menerima, dan mengembangkan watak kepribadian bangsa memiliki identitas diri; (4) Melihat bangsanya dalam konteks hidup dunia, ikut terlibat dan bersedia belajar dari bangsa-bangsa lain dengan sifat terbuka (Mangunhardjana, 1985)[13]
Sikap dan perilaku patriotik ditandai oleh adanya: (1) Rasa cinta pada tanah air; (2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa (3) Menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan; (4) Berjiwa pembaharu; dan (5) Tidak mudah menyerah. Patriot memilki rasa kecintaan dan kesetiaan seseorang pada tanah air dan bangsanya, kekaguman pada adat kebisaan, menghargai sejarah dan kebudayaannya serta sikap pengabdian demi kesejahteraan bersama. Sikap patriot tumbuh dari sumber perasaan cinta pada tanah air sehingga menimbulkan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negaranya.

e.       Membangun karakter bangsa
Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa itu sendiri. Membangun karakter bersifat memperbaiki, membina, dan mendidik karakter berupa tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti generasi bangsa. Membangun karakter merupakan suatu usaha dilakukan untuk membina, memperbaiki, dan membentuk tabiat, watak, akhlak generasi bangsa sehingga menunjukan tingkah laku baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila (Suryadi, 2011)[14]  
Membangun karakter bangsa pada hakikatnya untuk menmbuhkan sikap: (1) Saling menghormati dan menghargai diantara sesama; (2) Rasa kebersamaan dan tolong-menolong; (3) Rasa persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa (3) Rasa peduli dalam kehidupa bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (4) Memiliki moral, akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai agama; (5) Memiliki perilaku dan sifat-sifat kejiwaan yang saling menghormati dan saling menguntungkan; (6) Memiliki tingkah laku menggambarkan nilai-nilai agama, nilai-nilai hukum, dan nilai-nilai budaya; dan (7) Memiliki sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebangsaan.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa membangun karakter adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan membentuk tabiat , watak, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan tingkah laku yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

f.       f. Menumbuhkan Cinta Tanah Air
Rasa cinta tanah air merupakan rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa menghargai, rasa menghormati dan rasa loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela tanah airnya, mencinatai adat atau budaya yang ada di negaranya dengan melestarikan dan melestarikan alam dan lingkungan. Rasa cinta tanah air dan bangsa yang terangkum dalam semangat patriotisme harus selalu tertanam dalam setiap sanubari rakyat Indonesia.
Generasi pada masa penjajahan berhasil membangkitkan rasa cinta tanah air dan bangsa yang akhirnya berhasil memerdekakan bangsa Indonesia. Kalau saja rasa cinta tanah air dan bangsa sekali lagi bisa menjadi faktor yang memotivasi bangsa Indonesia, ada kemungkinan bangsa Indonesia akan bisa bangkit kembali dengan masyarakatnya bisa menhasilkan karya-karya yang membanggakan. Individu yang memiliki rasa cinta pada tanah airnya akan berusaha dengan segala daya upaya yang dimilikinya untuk melindungi, menjaga kedaulatan, kehormatan dan segala apa yang dimiliki oleh negaranya. Rasa cinta tanah air inilah yang mendorong perilaku individu untuk membangun negarnya dengan penuh dedikasi. Oleh karena itu, rasa cinta tanah air perlu ditumbuh kembangkan dalam jiwa setiap individu yang menjadi warga daru sebuah negara atau bangsa agar tujuan hidup bangsa bersama dapat tercapai.
Rasa cinta tanah air dapat ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini agar dapat menghargai bangsa dan negaranya misalnya dengan upacara sederhana setiap hari senin dengan menghormati bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan mengucapkan Pancasila. Pentingnya sebuh lagu kebangsaan dan menjadi identitas dari negara tersebut, agar dapat mengingat kembali betapa pentingnya cinta terhadap negara.

     g. Membangun Nasionalisme Melalui Pendidikan
Nilai-nilai nasionalisme selalu dikaitkan dengan dunia pendidikan, karena untuk memaknai penanaman nilai-nilai tersebut diperlukan suatu upaya dari masyarakat Indonesia sendiri untuk berperilaku yang mengarah pada nilai-nilai Pancasila. Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai tersebut, maka dalam dunia pendidikan, baik formal maupun nonformal harus mengajarkan nilai nasionalisme.
Pendidikan umumnya menumbuhkan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi yang ada pada diri, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaannya. Oleh karena itu, nilai nasionalisme harus dijaga dan dilestarikan oleh semua kalangan, semua pihak, dan menyeluruh di semua cabang ilmu dalam dunia pendidikan di Indonesia terutama pada pendidikan dasar.

4.      Peranan Nasionalisme di Sekolah
Nasionalisme berfungsi untuk memberikan identitas sosial pada diri seseorang, yaitu apakah ia termasuk bagian suatu kelompok. Keanggotaan tersebut akan melahirkan suatu konskuensi yang harus ditanggung oleh para anggota kelompok tersebut. Salah satu konskuensinya yakni para anggota kelompok berupaya secara aktif mempertahankan keutuhan kelompok dari ancaman yang datang dari luar. Crano menambahkan, nasionalisme sebagai suatu identitas sosial tidak berarti sebagai suatu upaya penyeragaman para anggotanya. Setiap anggota dibebaskan memilih posisi dan porsinya sendiri, sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dan tidak membahayakan keutuhan kelompok.
Identitas sosial merupakan suatu pengetahuan individu yang dimilikinya terhadap kelompok-kelompok sosial tertentu bersama dengan keseluruhan perasaan dan nilai-nilai yang signifikan dengan keanggotaannya pada kelompok-kelompok sosial tersebut. Kelompok sosial terdiri atas dua atau lebih individu yang saling berbagi identifikasi sosial umum dari diri masing-masing, atau yang memiliki kemiripan tertentu dan merasa sebagai bagian dari kategori sosial yang sama. Individu akan senantiasa memelihara citra diri yang positif dengan mengikatkan diri ke dalam kelompoknya, agar dirinya dapat di pandang secara positif dalam kelompok.
Setiap warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan nasionalisme agar senantiasa menjaga keutuhan negara Indonesia dan berupaya memelihara citra diri yang dimilikinya dengan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia. Penanaman identitas sosial baru sebagai bangsa Indonesia dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah agar generasi memiliki kesadaran kolektif untuk menggantikan “identitas negatif” yang diberikan kolonialis. Sebutan inlander pada masa kolonial mendorong kesadaran sejumlah orang yang terpelajar untuk berontak terhadap keadaan dan membentuk identitas sosial yang baru. Tujuannya untuk menentukan kedudukan kelompok dalam sistem masyarakat, serta menyadari batas-batas kedudukan golongan lain terhadap kelompok.
Rumusan nasionalisme Indonesia khas dan berbeda dengan nasionalisme bangsa lain, karena tujuan nasionalisme secara umum adalah memberikan label identitas terhadap suatu bangsa. Meskipun dimungkinkan ada kesamaan antara konsep suatu bangsa dengan bangsa lain, namun karena dasar setiap negara berbeda maka tiap negara akan memiliki konsep berbangsa yang unik atau khas. Pancasila sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bangsa Indonesia maka wawasan kebangsaan Indonesia harus sejalan dengan kelima nilai yang terkandung dalam Pancasila. Landasan UUD 1945 juga memberikan batasan bahwa nasionalisme Indonesia bertentangan dengan segala bentuk penindasan oleh seorang manusia terhadap manusia lain, oleh suatu negara terhadap negara lain dan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain.
Peran sekolah dapat menetukan kualitas berbangsa di Indonesia dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu: (1) Pandangan ketahanan nasional yang sejalan dengan rumusan GBHN; (2) Pandangan karakteristik nasional yang menekankan kepribadian unik dari bangsa Indonesia; dan (3) Pandangan integrasi nasional yang menyiratkan upaya persatuan dari kemajemukan yang menjadi bagian bangsa dan negara Indonesia. Karakteristik dari nasionalisme yang dimiliki siswa digambarkan pada hasrat-hasrat untuk berprestasi, berencana, bertanggung jawab, keterbukaan, kemandirian, kehormatan, rasionalitas dan keadilan merupakan sendi-sendi utama dalam kualitas berbangsa dan bernegara seorang warga negara.
Sikap nasionalisme ditanamkan pada genarasi untuk menjadi warga negara yang baik dan partisipatif dalam kegiatan politik dan pembangunan. Perkembangan negara didorong oleh peran sekolah yang mampu mendorong generasi manjadi warganya yang baik. Keberhasilan sekolah mendidik wrga Negara dapat dilihat dari tujuh karakter, yaitu: (1) Terbuka terhadap pengalaman baru dan perubahan; (2) Mampu berpendapat dan menanggapi berbagai persoalan secara demokratis, serta tidak menutup diri terhadap pendapat yang berbeda; (3) Mempunyai perencanaan dan berorientasi ke masa depan; (4) Percaya kepada kemampuan diri dan tidak pasrah terhadap nasib; (5) Memiliki harga diri dan mampu menghargai orang lain; (6) Mampu menggunakan teknologi dan pengetahuan untuk kemajuan dan peningkatan taraf hidup manusia; dan (7) Menjunjung keadilan sosial di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dirumuskan karakter sikap nasionalisme siswa, yaitu: (1) Cinta terhadap tanah air dan bangsa dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa; (2) Berpartisipasi dalam pembangunan; (3) Menegakkan hukum dan menjunjung keadilan sosial; (4) Memanfaatkan iptek, menghindari sikap apatis, terbuka pada permbaharuan dan perubahan, serta berorientasi pada masa depan; (5) Berprestasi, mandiri dan bertanggung jawab dengan menghargai diri sendiri dan orang lain; dan (6) Siap berkompetisi dengan bangsa lain dan terlibat dalam kerjasama internasional.

Daftar Reference
1.      Renan, E., 1990. "What is A Nation?" dalam Nation and Narration. Ed. Homi Bhabha, London: Routledge.
2.      Kohn, H., 1984. Nasionalisme, Arti Dan Sejarahnya. Jakarta: Pembangunan.
3.      Stoddard, L., 1966. ” The New World of Islam “Dunia Baru Islam. Jakarta: Panitia Bk.Sukarno.
4.      Sneyder, LL., 1954. The meaning of nationalism. New Brunswick-New Jersey> Rutgers University Press.
5.      Kohn, H., 1984. Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Pembangunan.
6.      Syamsudin, N., 1988. Bung Karno Kenyataan Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: Rajawali, 1988.
7.      Kartodirjo, S., 1999. Multidimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisisus.
8.      Hutchinson, J., 2005. Nations as zone of confict. London: Sage Publication.
9.      Heater, D., 2004. A Brief history of citizenship. Edinburgh: Edinburgh University Press.
10.  Sukarno, B., 2005. Tinjauan filosofis tentang Pancasila sebagai falsafat. Surakarta: UNS Press.
11.  Soedjatmoko. 1984. Dimensi Manusia dalam      Pembangunan: Pilihan Karangan. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
12.  Listyarti, R., 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:  Esis.
13.  Mangunhardjana, A.M., 1985, Pendampingan Kaum Muda, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
14.  Suryadi, K., 2011. Kompetensi sosial masyarakat majemuk: Modal sosial untuk membangun karakter bangsa. Bandung: Widya Aksara Press dan Lab. PKn UPI.





[1] Renan, E., 1990. "What is A Nation?" dalam Nation and Narration. Ed. Homi Bhabha, London: Routledge.
[2] Kohn, H., 1984. Nasionalisme, Arti Dan Sejarahnya. Jakarta: Pembangunan.
[3] Stoddard, L., 1966. ” The New World of Islam “Dunia Baru Islam. Jakarta: Panitia Bk.Sukarno
[4] Sneyder, LL., 1954. The meaning of nationalism. New Brunswick-New Jersey> Rutgers University Press.
[5] Syamsudin, N., 1988. Bung Karno Kenyataan Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: Rajawali, 1988.
[6] Kohn, H., 1984. Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Pembangunan.
[7] Kartodirjo, S., 1999. Multidimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisisus.
[8] Hutchinson, J., 2005. Nations as zone of confict. London: Sage Publication.
[9] Heater, D., 2004. A Brief history of citizenship. Edinburgh: Edinburgh University Press.
[10] Sukarno, B., 2005. Tinjauan filosofis tentang Pancasila sebagai falsafat. Surakarta: UNS Press.
[11] Soedjatmoko. 1984. Dimensi        Manusia dalam    Pembangunan:    Pilihan  Karangan. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
[12] Listyarti, R., 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:  Esis.
[13] Mangunhardjana, A.M., 1985, Pendampingan Kaum Muda, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius
[14] Suryadi, K., 2011. Kompetensi sosial masyarakat majemuk: Modal sosial untuk membangun karakter bangsa. Bandung: Widya Aksara Press dan Lab. PKn UPI.