Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

17 Februari 2016

Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Taraf Kesukaran, dan Daya Pembeda

(1)     Uji Validitas Instrumen
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (Construct Validity). Menurut Jack R. Fraenkel (dalam Siregar 2010:163) validitas konstruk merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validitas lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validitas isi dan validitas kriteria. Uji Validitas digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut.
Dimana:     rxy      =    koefisien korelasi suatu butir/item
N       =     jumlah subyek
X       =     skor suatu butir/item
Y       =     skor total (Arikunto, 2005: 72)
Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari rumus di atas lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid, dan sebaliknya.

(2)     Uji Reliabilitas
Dalam menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut.
, (Arikunto, 1999: 193)
Dimana:    r11       =     reliabilitas instrumen
k          =     banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
=     jumlah varian butir/item
       =     varian total
Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6.
(3)          Taraf Kesukaran (TK)
Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:
 (Arikunto, 2005: 208)
Dimana:
P       =     Indeks kesukaran
B       =     Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul
JS      =     Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dengan Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam Tabel 4.7  berikut:
Tabel 4.7
Interprestasi Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran (TK)
Interprestasi atau Penafsiran TK
TK < 0,30
Sukar
0,30 ≤ TK ≤ 0,70
Sedang
TK > 0,70
Mudah




(4)   Daya Pembeda (DP)
Menentukan daya pembeda (DP) digunakan rumus sebagai berikut.
Dimana:
J      =  Jumlah peserta tes
JA     =   Banyaknya peserta kelompok atas
JB     =  Banyaknya peserta kelompok bawah
BA   = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB    =  Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
=   Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
=   Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Dengan interprestasi DP sebagaimana terdapat dalam Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8
Interprestasi atau penafsiran Daya Pembeda (DP)

Daya Pembeda (DP)
Interprestasi atau penafsiran DP
DP ≥ 0,70
Baik sekali (digunakan)
0,40 ≤ DP < 0,70
Baik (digunakan)
0,20 ≤ DP < 0,40
Cukup
DP < 0,20
Jelek

Setelah data skor hasil uji coba diperoleh, diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil. Kemudian dari mulai urutan teratas diambil 27% sebagai kelompok atas dan dari urutan paling bawah diambil 27% sebagai kelompok bawah. Sehingga banyak siswa kelompok atas = banyaknya siswa kelompok bawah yaitu na = nb = 5 siswa.




Kajian IPS synthetic discipline, sejarah kehidupan pra-aksara di Indonesia model pengintegrasian kurikulum nested dan SITUS SANGIRAN ditinjau dari IPS Terpadu

I.     IPS di SMP merupakan  synthetic discipline, sementara sumber materi IPS (konsep-konsep dasar) berasal dari sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi sebagai discipline. Jelaskan filsafat pendidikan apa yang dapat dijadikan landasan akademik untuk menjustifikasi IPS sebagai synthetic discipline!
Jawab:
Pendidikan IPS merupakan sintetis antara disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin ilmu-ilmu sosial maka materi yang dipelajari siswa adalah materi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu materi yang dikembangkan dalam pendidikan IPS tidak dapat melepaskan diri dari materi yang dikembangkan dari luar disiplin ilmu sosial yaitu materi-materi yang digunakan untuk mengembangkan sikap dalam proses  belajar. Pengembangan materi kurikulum pendidikan IPS hendaknya memperhatikan scope dan sequence. Scope meliputi bidang ilmu kajian yang menjadi garapan pendidikan IPS. Sedangkan sequence adalah taat urutan antara suatu materi dengan materi lain atau dalam konteks kurikulum berkenaan dengan tata urutan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Sequence dapat dikelompokkan atas dua pendekatan yaitu pendekatan logis dan pendekatan pedagogis. Pendekatan logis didasarkan pada pemikiran logis suatu disiplin ilmu.
Pembelajaran terpadu menekankan pengalaman belajar dalam konteks yang bermakna. Pembelajaran dalam hal ini bertolak dari tema-tema. Selain itu pembelajaran terpadu didefinisikan juga sebagai : Suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada anak (CRI Indonesia, 2000, p. 17). Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami anak melalui kesempatannya mempelajari apa yang berhubungan dengan tema atau peristiwa otentik (alami). Dalam pembelajaran semacam itu, anak diharapkan selalu mendapatkan kesempatan untuk terlibat secara aktif sesuai dengan aspirasi dan minatnya, dimana dalam pembelajaran terpadu sangat menghargai keragaman.
Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan bertitik tolak dari suatu topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan guru bersama anak, dengan cara mempelajari dan menjelajahi konsep-konsep dari tema tersebut. Disamping itu pembelajaran terpadu didasari pada pendekatan inkuiri yang melibatkan anak dalam perencanaan, eksplorasi, dan tukar menukar ide, serta anak didorong untuk bekerjasama dalam kelompok dan didorong untuk merefleksikan kegiatan belajarnya sehingga mereka dapat memperbaiki secara mandiri. Sementara itu menurut Joni R pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan dua konsep atau lebih yang relevan dari suatu rumpun mata pelajaran (intra) atau beberapa konsep yang relevan dari sejumlah mata pelajaran (antar) (Joni, 1996, p. 25). Dalam hal ini pengkaitan beberapa konsep itu haruslah yang relevan dan tidak dapat dipaksakan atau sekedar dikaitkan. Artinya pengkaitan itu harus mempertimbangkan berbagai hal seperti kebutuhan siswa, menarik minat siswa, disesuaikan dengan kurikulum dan berfungsi untuk mengefektifkan kegiatan pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru dan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang baru diperolehnya itu dalam berbagai situasi baru yang semakin kaya ragamnya sesuai dengan prinsip belajar yang bermakna.
Selanjutnya Conny R Semiawan membatasi pembelajaran terpadu sebagai cara belajar yang wajar bagi anak (2002, p. 74). Menurutnya proses integratif beranjak dari topik tertentu tetapi lebih bersifat longgar dalam mengaitkan topik sebagai center of interest (pusat perhatian) dengan unsur-unsur lain dari berbagai mata pelajaran guna membentuk keseluruhan yang lebih bermakna. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dengan menghubungkan konsep lain yang sudah mereka pahami. Keuntungannya dipandang dari perspektif anak maka bidang studi yang terpisah sangat sesuai. Ia membaca, menghitung, mencatat sesuatu dengan minat yang tidak langsung beranjak dari bidang studi tertentu.
Gillian, Collins dan Dixon mengatakatan bahwa pembelajaran terpadu akan terlaksana apabila terjadi peristiwa atau eksplorasi topik menjadi penggerak kurikulum (Gillian, 1991, p. 6). Menurutnya berpartisipasi dalam peristiwa otentik atau topik anak belajar sekaligus mendapatkan isi yang lebih luas dari kurikulum yang telah disusun.  Beberapa pengertian lain dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu di antaranya adalah sebagai berikut.
Menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/ center of interest).
Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu.
Menurut Prabowo (2000,p. 2) pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo, 2000, p. 3).
Menurut Oemar Hamalik bahwa, pembelajaran terpadu adalah sistem pengajaran yang bersifat menyeluruh, yang memadukan berbagai disiplin pembelajaran yang berpusat pada suatu masalah atau topik atau proyek, baik teoritis maupun praktis, dan memadukan kelembagaan sekolah dan luar sekolah yang mengembangkan program yang terpadu berdasarkan kebutuhan siswa, kebutuhan masyarakat dam memadukan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengembangan kepribadian siswa yang terintegrasi (Hamalik, 1991, p. 145). Dalam pengertian diatas merupakan reaksi terhadap pembelajaran yang terpisah-pisah dimana antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya tidak dihubungkan tetapi bersifat terkotak-kotak. Disisi lain sistem ini pada hakikatnya merupakan pengembangan yang lebih luas dari pengejaran sistem bidang studi. Dengan demikian pembelajaran harus sesuai dengan minat dan kebutuhan anak yang betitik tolak dari suatu masalah atau proyek yang dipelajari oleh siswa baik secara individual maupun kelompok dengan metode yang bervariasi dan dengan bimbingan guru guna mengembangkan pribadi siswa sacara utuh dan terintegrasi.
Dari uraian pendapat diatas, maka pengertian pembelajaran terpadu dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)      Pembelajaran beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain, baik berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi yang lainnya.
2)      Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi yang mencerminkan dunia nyata sekeliling dan dalam rentang kemampuan anak.
3)      Suatu cara untuk mngembangkan pengetahuan dan ketrampilan anak secara simultan.
4)      Merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda, dengan harapan anak akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.
Dengan demikian, suatu pendekatan pengajaran dengan menggunakan pembelajaran terpadu dapat membuka cakrawala guru-guru yang inovatif, produktif, dan demokratis serta dapat mengatasi kepasifan siswa yang kurang bergairah dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan pembelajaran terpadu siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran inkuiri, bekerja, berpikir, merefleksi, bertanya, dan merasakan. Hal ini sejalan dengan prinsip hand on activity yaitu kegiatan pembelajaran sebagai bagian yang menyatu dengan berbuat dan bermain, terutama bagi anak usia dini (learning by doing and learning by playing). Aktifitas belajar yang semacam ini dapat menghindarkan antusiasme siswa yang tinggi. Selain itu, pembelajaran terpadu dapat memberikan dampak langsung (intrucsional effects) melalui pencapaian tujuan pembelajaran khusus dan dampak tidak langsung atau dampak pengiring (nurturan effects) sebagai akibat dari keterlibatan siswa dalam berbagai ragam kegiatan belajar yang khas dirancang oleh guru (Joni, 1996, p. 28).
Model pembelajaran terpadu berdasarkan lintas beberapa disiplin ilmu yang sering digunakan untuk Pendidikan Anak Usia dini adalah model Webbed. Model ini memadukan materi pembelajaran dari beberapa bidang studi dalam satu tema yang memiliki jaringan yang saling berhubungan dalam bentuk jaringan laba-laba (Jamaris, 2004, p. 97). Tegasnya, pembelajaran terpadu merupakan sebuah pembelajaran yang menekankan agar seorang guru lebih kreatif. Kreativitas yang dimiliki seorang guru ini sebagai salah satu solusi penerapan dan pengembangan pembelajaran terpadu disekolah dasar yang sampai saat ini belum dapat diaplikasikan disetiap sekolah dasar. Guru juga harus lebih aktif dan mampu memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk mengembangkan model pembelajaran serta memanfaatkan media dan lingkungan sehingga mampu mengaplikasikan pembelajaran terpadu di sekolah dasar.
Pendekatan pedagogis didasarkan pada pertimbangan siswa dan bukan tata urutan yang ada dari disiplin ilu. Kriteria seperti kemudahan, familiarisasi dengan pokok bahasan serta tingkat abstrak suatu materi pokok bahasan dijadikan dasar pertimbangan. Materi pendidikan IPS dikembangkan dari disiplin-disiplin ilmu sosial yang kemudian disintesiskan dengan ilmu pendidikan dan disajikan dengan didasarkan pada tujuan pendidikan tertentu.
Sampai saat ini, Indonesia mengalami beberapa kali pergantian kurikulum. Setiap kurikulum memiliki karakterisitik tersendiri termasuk dalam hal disiplindisiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam pendidikan IPS. Dalam hal ini pembicaraan tentang kurikulum akan diawali dari kurikulum tahun 1964 sampai pada kurikulum tahun 2006. Selain itu pembahasan tentang kurikulum tersebut hanya mengkaji disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut.
Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam kurikulum tahun 1964 meliputi mata pelajaran Sejarah Indonesia, Geografi Indonesia, Ekonomi dan pendidikan kewarganegaraan dalam mata pelajaran civics. Mata pelajaran Sejarah Indonesia dan Geografi Indonesia dianggap sebagai mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam membina kualitas siswa yang diharapkan. Suasana kehidupan politik pada saat itu memerlukan adanya upaya pendidikan yang diarahkan untuk membentuk identitas bangsa yang kuat. Pelajaran Sejarah akan mampu memberikan landasan yang kuat karena ia akan mampu menggambarkan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat dan akekuasaan yang ada di wilayah Nusantara. Sementara melalui Geografi Indonesia, siswa diperkenalkan pada wilayah Republik Indonesia dengan berbagai keragaman corak lingkungan fisik dan budayanya.

II. Anda baca tentang sejarah kehidupan pra-aksara di Indonesia. Melalui model pengintegrasian kurikulum secara tersarang (nested) lakukan identifikasi konsep-konsep dasar sosiologi, ekonomi, geografi yang terdapat di dalam materi sejarah tersebut !

A.  Model Pengintegrasian Kurikulum Secara Tersarang (nested)
Pengintegrasian kurikulum secara tersarang di Indonesis dapat dilihat dalam Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (BSNP, 2006, p.13) menyatakan bahwa substansi mata pelaja­ran IPS pada SMP/MTs merupakan IPS Terpadu, maka pada pelaksanaannya pembelajaran ter­padu melibatkan peserta didik memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menam­bah kekuatan untuk menerima, menyimpan,dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajari.Dengan demikian, peserta didik terlatih untukmenemukansendiriberbagai konsep yang dipelajari.Model pembelajaran terpadu menurut Ruhimat, (2007, p. 6-9), yaitu: (1) model inte­grasi berdasarkan topik, merupakan keterpaduan yang dilakukan berdasarkan topik yang terkait antara materi yang ada dalam pelajaran IPS, (2) model integrasi berdasarkan potensi utama, yaitu mengembangkan topik yang didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat (3) model integrasi berdasarkan permasalahan, yaitu pembelajaran terpadu berdasarkan permasalahan yang ada.
Pembelajaran terpadu memiliki karak-teristik,yaitu: (1) berpusat pada anak, (2) mem­beri pengalaman langsung, (3) pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas, (4) menyaji­kan konsep berbagai mata pelajaran dalampros­espembelajaran, (5) bersifat luwes, (6) hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak, (7) holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu di amati dan di kaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, (8) ber­makna, artinya pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terben­tuknya semacam jalinan skema yang dimiliki peserta didik, (9) otentik,informasipengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi otentik, dan (10) aktif, artinya peserta didik perlu terlibat langsung dalam proses pembelajaran (Model Bahan Ajar, Puskurbuk, 2008, pp.7-9).
Resmini (2007, p. 2-5) terdapat sepuluh model dalam pembelajaran terpadu. Kesepuluh model tersebut, yaitu: (1) frag­mented, pada pembelajaran tradisional misahkan disiplin ilmu, seperti matematika, sains bahasa dan studi sosial, humaniora dan seni, (2) con­nected, bahwa butir-butir pembelajaran dapat dip­ayungkan pada induk mata pelajaran tertentu, (3) nested, pemanduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran, (4) sequenced, pemanduan topik-topik antar mata pembelajaran yang berbeda secara parallel, (5) shared, bentuk pemanduan pembelajaran akibat adanya overlapping konsep atau ide pada dua mata pembelajaran/lebih, (6) webbed, pembelajaran yang dipergunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang berkecenderun­gan dapat disampaikan melalui beberapa bidang studi lain, (7) threaded, pendekatan pembelaja­ran yang ditempuh dengan cara mengembangkan gagasan pokok yang merupakan benang merah (galur) yang berasal dari konsep yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu, (8) integrated, sejumlah topik dari mata pembelajaran yang ber­beda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu, (9) immersed, dirancang untuk mem­bantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubung­kan dengan medan pemakaiannya, dan (10) net­worked. pemanduan pembelajaran yang mengan­dalkan kemungkinan pengubahan konsepsi.
Dari kesepuluh model tersebut,  Trianto (2010,  p. 39) mengelompokkan ke dalam tiga model pengintegrasian, yaitu: (1) model pengintegrasian kurikulum di dalam satu disiplin ilmu (interdisi­plin ilmu), yaitu model fragmented, connected, dan nested, (2) model pengintegrasian kurikulum beberapa disiplin ilmu (antar disiplin ilmu), yaitu model sequenced, shared, webbed, hreded dan integrated, (3) model pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu ( inter dan antar disi­plin ilmu), yaitu model immersed dan networked.
Model nested menurut Trianto (2010,  p. 45) berupa pengintegrasian kurikulum di dalam satu disiplin ilmu secara khusus mele­takkan fokus pengintegrasian pada sejumlah ket­erampilan belajar yang ingin dilatihkan. Untuk mata pelajaran sosial, dapat memadukan keter­ampilan berpikir dan keterampilan sosial.

B.   Nested Sosiologi, Ekonomi Dan Geografi Dalam Sejarah Kehidupan Pra-aksara di Indonesia
Pada masa perundagian semakin lama, pola bercocok tanam dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran pemenuhan kebutuhan dari semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien.

1.    Tinjauan Kehidupan Sosial Manusia Purba Masa Perundagian

Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Selain itu, adanya persaingan antarpribadi di dalam masyarakat menimbulkan keinginan untuk menguasai satu bidang. Gejala seperti ini menyebabkan timbulnya golongan undagi. 
Golongan ini merupakan golongan masyarakat terampil dan mampu menguasai teknologi pada bidang-bidang tertentu, misalnya membuat rumah, peleburan logam, membuat perhiasan. Masa perundagian merupakan tonggak timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia, karena pada masa ini kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk di desa-desa kecil membentuk kelompok yang lebih besar lagi, terutama dengan adanya penguasaan wilayah oleh orang yang dianggap terkemuka. Pada masa perundagian ini, masyarakat purba di Indonesia mulai berkenalan dengan komunitas yang lebih luas, seperti dengan manusia dari India dan Cina

2.    Tinjauan Ekonomi, Budaya dan Alat yang dihasilkan Manusia Purba Masa Perundagian

a.       Kajian Dapur Sampah 
Salah satu jenis makanan manusia pada masa praaksara adalah kerang. Kulit kerang tersebut banyak dibuang di tempat-tempat tertentu, yang disebut sebagai dapur sampah atau kjokkenmoddinger. Di dapur sampah tersebut berupa bukit kerang dan sering diketemukan bekas peralatan yang biasa dipergunakan manusia praaksara. Hal ini banyak dijumpai di Medan (Sumatera Utara) dan di Langsa (Aceh).

  1. Kajian Alat-alat yang Dipergunakan Manusia Praaksara
Manusia praaksara telah mengenal berbagai bentuk peralatan sederhana yang dipergunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Jenis peralatan yang ditemukan pasa penemuan fosil manusia Indonesia ada zaman praaskara adalah beliung persegi dan kapak lonjong yang kedua alat tersebut di buat dari batu.
Persebaran alat-alat manusia praaskara tersebut sekaligus menujjukan bukti persebaran manusia pada masa praaskara. Bardasarkan sumber-sumber informasi tersbut di peroleh data mengenenai manusia Indonesia yang hidup pada msa praaskara.
Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk melakukan hal yang terbaik pada dirinya, di antaranya pengaturan tata air (irigasi). Perdagangan pun diperluas hingga antarpulau yang sebelumnya hanya antardaerah domestic. Oleh karena iru, terjadilah sosialisasi antara manusia Indonesia dengan suku dan bangsa-bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih maju, seperti kebudayaan India dan Cina. Melalui interaksi dengan orang India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan, yang kemudian melahirkan kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Tarumanagara, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain.

Gbr. 1 Jenis Senjata yang dugunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup

Kehidupan seperti ini menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang memerlukan alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan-bahan dari logam. Hasil-hasil peninggalan kebudayaannya antara lain nekara perunggu, moko, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan perhiasan.
Lebih rinci peninggalan kebudayaan dari perunggu adalah sebagai berikut:
1)      Nekara perunggu: berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai genderang perang; memiliki pola hias yang beragam, dari pola binatang, geometris, dan tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.
2)      Kapak perunggu: bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung, atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.
3)      Bejana perunggu: bentuknya mirip gitar Spanyol tanpa tangkai; di temukan di Madura dan Sulawesi.
4)      Arca perunggu: berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang.
5)      Perhiasan dan manik-manik: ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi; berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.
Berkaitan dengan kebudayaan dalam interaksi sosial juga dapat dilihat kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam. Kepercayan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya.
Anggapan manusia yang merasa dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya sehingga memunculkan jenis kepercayaan sebagai beriut:
1)      Animisme. Kepercayaan animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda memiliki kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta pertolongan pada saat diperlukan. Mereka percaya akan hal-hal yang gaib atau kekuatan hebat. Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.
2)      Dinamisme. Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu besar, dan lain-lain. 
Seiring degan tantangan dan pola pengetahuan yang mereka miliki timbullah kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang menimbulkan kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada batu akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan dengan air kembang.
Selanjutnya kepercayaan animisme dan dinamisme mendorong manusia menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan pribadi mereka maupun kehidupan alam semesta. Kekuatan gaib tersebut diyakini memiliki keteraturan sendiri yang tak dapat diganggu-gugat, yakni hukum alam. Kepercayaan terhadap “Kekuatan Tunggal” ini lantas dihayati sebagai kekayaan batin spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu-Buddha dan kemudian masuk Islam.

3.    Tinjauan Geografi Sejarah Kehidupan Pra-asara di Indonesia
Kajian Geografi masa praaksara membicaraka konsep keruangan dan waktu, misal manusia muncul di permukaan bumi kira-kira 3 juta tahun yang lalu bersama dengan terjadinya berkali-kali pengesan atau glasiasi dalam zaman yang disebut kala plestosen.

a.    Kurun Waktu Masa Praaksara
Kurun waktu pada masa praaksara diawali sejak manusia ada dan berakhir sampai manusia mengenal tulisan. Berakhirnya masa praaksara setiap bangsa tidaklah sama. Bangsa Mesir telah mengenal tulisan. Sebaliknya, bangsa Australia baru mengenal tulisan sekitar awal abad ke-20. Berarti penduduk asli bangsa Australia aru meninggalkan masa praaksara pada awal abad ke-20.
Bangsa Indonesia meninggalkan masa praaksara kira-kira pada tahun 400 masehi. Hal ini diketahui dari adanya batu bertulis yang terdapat Muara Kaman, Kalimantan Timur. Prasasti tersebuttidak berangkat tahun, namun bahasa dan bentuk huruf yang dipakai member petunjuk bahwa prasasti itu dibuat sekitar tahun 400 Masehi.

b.      Lingkungan Alam pada Masa Praaksara
    Keadaan alam di muka bumi selalu berubah-ubah, yang disebabkan oleh hal-hal berikut.
1)      Orogenesis atau gerakan pengangkatan kulit bumi.
2)      Erosi atau proses pengikisan lapisan kulit bumi yang disebabkan oleh angin, air hujan, dan aliran air sungai
3)      Vulkanisme atau kegiatan gunung berapi.

c.  Zaman Es atau Kala Plestosen,
Masa Praaksara disebut zaman es atau kala plestosen karena bagian barat Indonesia berhubungan dengan daratan Asia Tenggara, sedangkan bagian timur wilayah Indonesia berhubungan dengan Australia. Kala plestosen berlangsung kira-kira 3 juta sampai 10 ribu tahun yang lalu. Dalam keseluruhan sejarah bumi, kala plestosen merupakan masa geologi yang paling muda dan singkat. Akan tetapi, bagi sejarah umat manusia, kala plestosen merupakan merupakan bagian yang paling tua.
Pada masa plestosen, suhu di bumi menurun dan gletser yang biasanya hanya terdapat di daerah-daerah kutub serta puncak gunung dan pegunungan tinggi meluas, sehingga daerah yang berdekatan dengan tempat-tempat tersebut dan tempat-tempat lain tertutup oleh lapisan es, misalnya di daerah Amerika, Eropa dan Asia serta pegunungan tinggi lainnya.
Akibat dari masa pengesan pada zaman plestosen adalah turunnya permukaan laut sehingga laut yang dangkal berubah menjadi daratan. Daratan-daratan baru inilah yang berperan sebagai jembatan bagi manusia dan hewan dalam melakukan perpindahan ke daerah lain untuk menghindari bencana dan mencari sumber makanan baru.

d.      Kajian Waktu Awal Kehadiran Manusia
Menurut hasil penelitian ahli purbakala, diperkirakan manusia muncul sekitar 3 juta tahun yang lalu bersamaan terjadinya proses glasisasi atau pengesan daratan di bumi, yang disebut kala plestosen. Pada masa itu terjadi penurunan suhu di bumi sehngga sebahagian besar daratan di kawasan Amerika, dan Asia Eropa ,dan Asia tertutup lapisan es. Dengan kondisi alam yang demikian menjinakkan hewan/berburu hewan dan bercocok tanam serta dengan membuat alat-alat sederhana untuk membantu kegiatan hidupnya.



e.       Kajian Keruangan Kehidupan pada Masa Praaksara
Daerah daratan Sunda lebih banyak dihuni manusia daripada daratan Sahul. Pola kehidupan manusia pada masa plestosen adalah kegiatan yang berkaitan dengan mengumpulkan makanan dan berburu. Mereka menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu, tulang dan tanduk. Kondisi hewan pada masa plestosen tidak banyak berbeda dengan kehidpan manusia, yakni bahwa hidup hewan bergantung pada keadaan iklim dan tumbuh-tumbuhan. Tiap perubahan iklim dapat mengakibatkan berubahnya atau berpindahnya kelompok hewan. Di sapmping itu, adanya bencana alam juga menyebabkan proses berpindahnya hewan ke daerah lain.
Pada masa plestosen tingkat kehidupan manusia sangat bergantung pada alam dan kemampuan manusia dalam taraf berburu dan mengumpulkan bahan makanan dari hasil alam sekitarnya. Oleh karena itu lenyapnya berbagai jenis hewan disebabkan karena usaha perburuan yang dilakukan manusia. Migrasi hewan dan manusia dari dataran Asia ke kepulauan Indonesia dimungkinkan karena terbentuknya paparan Sunda di sebelah barat dan paparan Sahul di sebelah timur pada kala plestosen akhir dan plestosen sebagai akibat turunnya permukaan laut Bagian barat yang mencakup Jawa, Sumatra dan Kalimantan bergabung dengan Asia. Sedangkan bagian timur yang mencakup Papua dan sekitarnya bergabung dengan Australia.

f.       Kajian Tempat Perlindungan di Bawah Karang
Tempat perlindungan di bawah karang berbentuk gua, dan merupakan tempat perkampungan manusia pada masa praaksara yang hanya ditempati sementara waktu. Gua karang tempat perlindungan manusia praaksara dinamakanabris sous rouches. Di daerah tersebut ditemukan berbagai alat-alat dari batu, tulang, tanduk, dan kerang. abris sous rouches banyak ditemukan di Teluk Triton (Papua), Pulau Seram (Maluku), dan di gua Leang-Leang (Sulawesi Selatan).

g.      Kajian Kehidupan Nomaden,
Kehidupan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan karena bergantung pada apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah - buahan, umbiumbian, atau dedaunan yang mereka makan tinggal memetik dari pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah menanam atau mengolah pertanian.
Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal menangkap ikan di sungai, waduk, atau tempat - tempat lain, di mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan daging, maka mereka tinggal berburu untuk menangkap binatang buruannya. Adapun cara menangkap ikan atau binatang buruannya, tentu berbeda dengan yang kita lakukan sekarang. Mereka tidak pernah memelihara ikan atau binatang ternak lainnya.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka kemudian berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.
Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, di tepi sungai, di gunung, di gua, dan di lembah - lembah. Pada waktu itu, lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati - hati terhadap setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba - tiba. Ancaman yang paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan musuh utama manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Berkaitan dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk menuju ke suatu tempat, mereka biasanya mereka mem memilih jalan dengan menelusuri sungai. Perjalanan melalui sungai dipandang lebih mudah dan aman dari pada melalui daratan (hutan) yang sangat berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul pemikiran untuk membuat rakit-rakit sebagai alat transportasi. Bahkan dalam perkembangannya, masyarakat pra aksara mampu membuat perahu sebagai sarana transportasi melalui sungai.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat-alat perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih sangat kasar dan sederhana.
Ciri-ciri kehidupan masyarakat nomaden dapat dilihat dari aspek pola hidup, yaitu: (1) selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, (3) sangat bergantung pada alam, (4) belum mengolah bahan makanan, (5) hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu, (6) belum memiliki tempat tinggal yang tetap, (7) peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau kayu.
Lama kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa makanan yang disediakan oleh alam sangat terbatas dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu, cara hidup yang sangat bergantung pada alam harus diperbaiki. Caranya adalah dengan menanami lahan - lahan yang akan ditinggalkan agar dapat menyediakan bahan makanan yang lebih banyak pada waktu yang akan datang. Di samping itu, para wanita dan anak kecil tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan bahan makanan atau berburu binatang.

h.      Kajian Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan.
Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri-cirinya, yaitu: (1) mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, (2) mereka masih bergantung pada alam, (3) mereka mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan, (4) mereka telah memiliki tempat tinggal sementara, (5) mengumpulkan bahan makanan dengan berburu, mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman.

III.    Perhatikan tabel di bawah ini !
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami lingkungan kehidupan manusia
1.1 Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan
1.2 Mendeskripsikan  kehidupan  pada  masa  pra-aksara di Indonesia

Untuk pengeintegrasian kedua KD tersebut digunakan model connected dengan sejarah sebagai dominant discipline. Tema yang dikembangkan adalah SITUS SANGIRAN. Tugas Anda adalah adalah mengidentifikasi konsep-konsep dasar apa saja yang diintegrasikan melalui tema tersebut!
Jawab:
Indonesia memiliki sejarah nenek moyang yang berpengaruh dalam kehidupan sekarang. Kekayaan situs sejarah tersebut sangat banyak manfaatnya bagi manusia sebut saja salah satunya adalah situs Sangiran. Dalam pembelajaran tentang situs Sangiran siswa diharapkan dapat memilii banyak pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan manusia purba beserta aspek-aspek yang mendukungnya. Siswa dapat mempelajari macam-macam kehidupan manusia purba baik dari segi fisik maupun kehidupan social melalui situs Sangiran.


1.      Dikaji dari Aspek Goegrafi
Dikaji dari segi fisik berkaitan dengan geografi situs Sangiran mencakup keadaan alam tempat hidup manusia purba yang dapat dikaitkan dengan kehidupan masa sekarang. Perubahan keadaan alam dari masa lampau sampai saat ini telah dimengerti oleh siswa. Adapun keadaan alam meliputi morfologi permukaan bumi beserta fenomena-fenomena yang terjadi di permukaan bumi. Dari fenomena alam tersebut dapat dikaitkan dengan proses perubahan bentuk muka bumi dan perubahan bentuk kehidupan sosial dari masa lampau sampai masa sekarang.
Manusia sangat berperan terhadap proses perubahan alam. Manusia membutuhkan alam untuk melangsungkan hidupnya. Melalui situs Sangiran ini siswa dapat menggali bagaimana proses terjadinya Dome Sangiran serta hubungannya dengan fenomena terjadinya bentuk permukaan kepulauan di Indonesia secara geologis, bagaimana konsep, prinsip, dan pendekatan geografi yang tepat dalam menganalisis gejala geosfer di Sangiran dan Lembah Hijau, bagaimana perbedaan fisik fosil manusia purba di Sangiran beserta para penelitinya, bagaiman hubungan berbagai jenis fosil binatang dan tumbuhan dengan lapisan tanah atau secara geologis, bagaimana cara menentukan usia fosil berdasarkan lapisan tanah serta ilmu bantu apa saja yang mendukung tahap-tahap penelitian berbagai fosil di Sangiran, bagaimana fungsi berbagai macam artefak yang digunakan manusia pendukungnya, bagaimana perbedaan fisik dan kehidupan sosial antara Meganthropus, Pithechantropus dan Homo Sapiens.
Situs Kepurbakalaan Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Tempat ini merupakan lokasi penemuan beberapa fosil manusia purba, sehingga sangat penting dalam sejarah perkembangan manusia dunia. Area ini memiliki luas kurang lebih 48 km² dan sebagian besar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Kalijambe,Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 17 kilometer sebelah utaraKota Surakarta, di lembah Bengawan Solo dan di kakiGunung Lawu. Ada sebagian yang merupakan bagian dari Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo).
Situs Kepurbakalaan Sangiran menyajikan  Museum Purbakala Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar dua juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pleistosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak (hominid) yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat dipamerkan fosil berbagai hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut, serta alat-alat batu.
Sangiran dulunya berupa lingkungan laut dalam. Ini terjadi pada kala Pliosen yaitu usia 2,4 juta tahun yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai Formasi Kalibeng. Pada kala awal kala Plestosen Bawah, sekitar 1,7 juta tahun yang lalu, diendapkan lahar volkanik Gunung Lawu Purba yang berada pada bagian bawah lempeng hitam, formasi Pucangan. Lapisan lahar ini mengubah lingkunan Sangiran, dari lingkungan laut dalam menjadi lingkungan darat. Pada kala ini lingkungan Sangiran berupa daerah rawa.
Pada sekitar 0,9 juta tahun lalu terjadi erosi di Pegunungan Selatan. Material erosi berupa pecahan gamping pisoid, dan kerikil vulkanik. Material ini menyatu di daerah Sangran dan membentuk lapisan grenzbank setebal 1-4 meter. Saat ini Sangiran telah total menjadi daratan secara permanen. Pada periode berikutnya terjadi letusan gunug  yang berada di sekitar Sangiran yang memuntahkan endapan vulkanik melalui sungai-sungai, sehingga menutupi grenzbank di Sangiran. Endapan vulkanik setebal kurang lebih 40 meter ini dikenal dengan Formasi Kabuh. Lapisan ini berusia sekitar 700.000-250.000 tahun yang lalu.
Lapisan tanah berikutnya yaitu Formasi Notopuro. Lapisan ini menutupi Formasi Kabuh dengan material batuan andesit berukuran kerikil hingga boulder. Pengendapan lahar ini berlansung kurang lebih selama 70.000 tahun. Akibat dari tenaga eksogen yang berasal dari permukaan bumi dan endogen yang berasal dari bawah bumi mengakibatkan kini menjadi Sangiran Dome. Berbentuk pegunungan/perbukitan yang di tengahnya dialiri sungai Cekung yang mengikis puncak Dome Sangiran akhirnya Sangiran menjadi cekungan yang luasnya 56 km2.
Lapisan Kalibeng merupakan lapisan yang tertua di Sangiran. Lapisan ini dahulu berupa laut. Maka, pada laisan ini ditemukan fosil binatang laut yang tidak bertulang belakang atau avertebrata. Contoh fosil yang ditemukan yaitu sejenis moluska, seperti: peleycipoda dan gastropoda. Kemudian pada lapisan pucangan ditemukan fosil hewan-hewan rawa. Pada lapisan ini ditemukan 2 fosil buaya. Buaya yang pertama yaitu buaya rawa dengan panjang 6,2 m dan massa 1,2 ton. Fosil ini ditemukan sekitar 1,8 juta tahun yang lalu. Kemudian fosil buaya yang kedua yaitu buaya sungai dengan panjang 2,5 m - 6,2 m. Buaya ini memiliki massa 159-181 kg. Buaya ini diperkirakan hidup sekitar 1,5 juta tahun yang lalu. pada lapisan Pucangan juga ditemukan fosil kura-kura, kudanil, kepiting, serta gigi kambing.
Pada lapisan tanah 1,3 tahun yang lalu ditemukan fosil Megantropus Paleojavanicus. Penemuan ini berada pada lapisan tengah. Pada lapisan ini ditemukan juga fosil gajah mastodon dan stegodon trigonostepanus. Gajah ini diperkiraan hidup pada 1,5 juta tahun yang lalu. Pada lapisan selanjutnya yaitu lapisan Kabuh. Pada lapisan ini ditemukan fosil binatang vertebrata dan fosil manusia purba. Fosil binatang yang ditemukan antara lain : fosil kerbau purba, rusa, banteng, harimau, babi, badak, dsb. Untuk fosil manusia yang ditemukan yaitu fosil pithecantropus erectus.
Lapisan yang paling atas yaitu lapisan Notopuro. Pada lapisan ini ditemukan sedikit fosil mamalia dan artefak-artefak. Pada lapisan ini, penemuan fosil jumlahnya sedikit karena dipengaruhi struktur tanah, dan proses alam yang terjadi dalam lapisan tanah. Sisa-sisa binatang-binatang yang menjadi fosil ditemukan kembali pada berbagai tingkatan stratigrafi, sehingga rangkaian penemuan fosil tersebut telah mampu memberikan gambaran mengenai evolusi faunal yang pernah terjadi di Sangiran selama kurang lebih 1 juta tahun.
Sangiran memiliki banyak koleksi temuan-temuan fosil manusia purba. Akan tetapi, di wilayah Sangiran hanya ditemukan1 jenis manusia purba, yaitu homo erectus. Fosil homo erectus pertama kali ditemukan pada tahun 1934 oleh Von Koenigswald. Von Koenigswald merupakan seorang yang berasal dari Jerman tetapi bekerja untuk Belanda. Pada tahun 1936 menemukan atap tengkorak yang diberi nama Pithecantropus erectus/Homo erectus. Manusia purba tersebut memiliki ciri- cirinya, yaitu: (1) tinggi badan kurang lebih 185 cm, (2) volume otak 900 – 1350 cc, (3) tidak memiliki dagu, (4) tulang kening tebal melintang dari pelipis ke pelipis, (5) memiliki hidung besar, dan (6) hidup di Sangiran sekitar 1,5 juta – 300 ribu tahun yang lalu.
Sejak fosil pithecantropus erectus ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1934, Sangiran telah menjadi pusat perhatian dunia karena temuan di Sangiran mampu memberikan gambaran jelas mengenai evolusi budaya, evolusi fauna, evolusi flora, dan yang paling penting adalah evolusi manusia.

2.      Dikaji dari Aspek Ekonomi
Dalam perkembangannya manusia sudah mulai mengenal berburu makanan. Kemudian berkembang menjadi bercocok tanam dan mengolah makanan. Di area Situs Sangiran tidak hanya ditemukan fosil manusia purba saja. Di situs ini banyak ditemukan artefak-artefak yang merupakan peralatan dari manusia purba tersebut. Artefak ini memliki ukuran yang bervariasi. Ukuran dari artefak tersebut dapat diketahui fungsi-fungsinya.
Artefak dapat dibagi menjadi 3, antara lain : alat batu masif, bola batu, dan alat non masif. Artefak-artefak tersebut memiliki bentuk, fungsi, dan tekstur yang berbeda-beda. Untuk tekstur pada artefak berdasarkan perkembangan kehidupan manusia purba. Artefak jenis alat batu masif merupakan artefak yang memiliki ukuran yang besar. Artefak jenis ini digunakan untuk pekerjaan yang berat. Artefak jenis ini berupa kapak genggam, kapak perimbas, kapak penetak. Kapak-kapak ini biasa digunakan oleh manusia purba untuk menghancurkan dan memotong tulang yang berukuran besar. Alat-alat tersebut digunakan oleh jenis manusia Pitecanthropus Erectus dan Homo Soloensis. Artefak ini merupakan hasil kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Bola batu merupakan artefak peninggalan jenis Pitecanthropus Erectus. Bola batu biasa digunakan oleh Pitecanthropus Erectus untuk berburu. Bola batu digunakan untuk melempari hewan buruan mereka. Bola batu ini juga digunakan untuk rangkaian penjebakan hewan buruan.
Artefak jenis non masif yaitu artefak yang memiliki bentuk dan ukuran lebih kecil. Artefak ini terbuat dari batu, kayu, dan tulang. Biasanya artefak jenis ini digunakan untuk keperluan dapur. Alat non masif antara lain : alat serpih, flakes, alat-alat tulang, mata tombak, mata panah, pisau batu. Alat non masif juga memiliki fungsi untuk berburu yaitu mata panah, dan mata tombak. Artefak jenis ini digunakan oleh manusia purba dengan tingkat kecerdasan lebih baik yaitu Homo Sapien. Dapat disimpulkan bahwa alat non masif sudah digunakan oleh manusia purba pada tahap bercocok tanam dan kehidupan sudah menetap.
Di sangiran telah banyak ditemukan fosil berbagai manusia purba. Fosil yang ditemukan yaitu fosil Megantropus Paleojavanicus, Pithecanthropus Erectus, dan Homo Sapien. Dari ketiga jenis manusia purba tersebut banyak terdapat perbedaan dari segi fisik dan kehidupan sosialnya. Megantropus Paleojavanicus merupakan manusia raksasa dari Jawa. Manusia jenis ini memiliki ukuran yang besar, rahang yang kuat, volume otak kecil, gigi geraham besar, dan badannya yang tegap. Manusia ini memakan tumbuh-tumbuhan. Dari sisi kehidupan sosialnya, Megantropus Paleojavanicus hidup secara nomaden. Mereka masih melakukan perburuan di alam, artinya mereka melangsungkan kehidupannya masih bergantung pada alam. Meraka berburu tumbuh-tumbuhan untuk makanannya. Megantropus Paleojavanicus belum mengenal sistem perkawinan yang pasti. Mereka masih melakukan perkawinan secara bebas.
Kemudian melihat Homo Sapien sudah tinggal menetap. Mereka bercocok tanam dan beternak. Mereka sudah mengenal adat istiadat dan sudah memiliki kehidupan yang teratur. Mereka sudah hidup saling berdampingan setiap kelompoknya. Setiap kelompok manusia memiliki seorang kepala suku yang disebut Primus Interpares. Mereka juga sudah mengenal interaksi sosial dan mulai bertransaksi dengan cara barter.
Perkembangan manusia di Sangiran terus berkembang, sampai terbentuklah suatu tatanan masyarakat Sangiran yang teratur. Masyarakat modern di sekitar Situs Sangiran memanfaatkan objek wisata ini sebagai mata pencahariannya. Masyarakat sangiran masih hidup secara tradisional dan dalam perkembangan menuju non tradisional.. Mereka masih menjunjung tinggi asas gotong royong. Masyarakat Sangiran termasuk masyarakat yang peka terhadap potensi daerahnya. Mereka memanfaatkan Situs Sangiran untuk sumber mata pencahariannya. Sekitar 40% masyarakat Sangiran merupakan buruh, 30% pedagang, 10% pegawai, 5% Penyedia jasa, dan sisanya adalah petani.
Salah satu pekerjaan minoritas masyarakat Sangiran yaitu menjadi pemandu wisata di Situs Sangiran. Pemandu wisata ini bertugas untuk menjelaskan berbagai hal yang terdapat di Situs Sangiran kepada para pengunjung. Taraf ekonomi masayrakat Sangiran tergolong menengah kebawah. Perekonomian masyarakat Sangiran masih mengandalkan pasar tradisonal. Ada juga yang memanfaatkan benda-benda temuan di Sangiran. Mereka membuat kerajinan atau souvenir khas Sangiran untuk dijual sebagai cindremata. Cindramata ini dikumpulkan oleh agen yaitu koperasi di Situs Sangiran, dan kemudian dijual kepada pengunjung Situs Sangiran.
Sekrang ini disektor ekonomi dapat dapat di lihat di juga Lembah Hijau Multifarm merupakan agrobisnis yang bergerak dalam bidang Peternakan Sapi Perah, pertanian, perikanan, dan pengembangan bioteknologi (Starbio). PT. LHM  berkantor pusat di Jl.Rajiman No.200 Solo. Lembah Hijau Multifarm terletak di Desa Joho, Mojolaban, Sukoharjo.
Usaha yang digerakkan oleh PT. LHM terdiri dari berbagai bidang. Usaha yang dikembangkan oleh PT. LHM, yaitu: (1) pemeliharaan sapi, (2) budidaya ikan patin, (3) nursery, (4) proses fermentasi jerami, (5) proses composing dan (6) packing, biogas, perkebunan. Lembah Hijau Multifarm memiliki banyak produk yang dihasilkan. Poduk yang dihasilkan adalah emas putih, emas kuning, emas hitam, emas merah, emas biru.
Produk yang pertama disebut emas putih, yaitu susu sapi yang dihasilkan oleh sapi perah. Kemudian ada produk emas kuning, yaitu urine sapi yang difermentasi menjadi pupuk cair. Emas hitam yaitu kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk kompos dalam bentuk granul. Emas merah yaitu produk daging sapi yang sudah tidak produktif atau fakir menghasilkan susu. Emas biru yaitu kotoran sapi yang yang dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Beberapa produk diatas telah didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan di ekspor ke luar negeri.
Pada mulanya Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Visi pengembangan situs Sangiran adalah menjadi pusat informasi peradaban manusia purba bertaraf internasional. Didalamnya terkandung misi: Mewujudkan pelestarian tinggalan alam dan tinggalan budaya Situs Sangiran dalamfungsinya sebagai laboratorium dan pusat informasi tentang kehidupan manusia untuk mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan.
Mewujudkan usaha-usaha pengemvbangan kawasan Situs Sangiran sebagai destinasi pariwisata dunia yang bertumpu pada data tarik dan informasi peradaban manusia (The Early Man Site) yang dikelola secara berkelanjutan dan memeberikan nila manfaat signifikan bagi masayarakat lokal.
Mengembangkan kawasan Situs Sangiran sebagai destinasi pariwisata dunia yang mampu mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan kegiatan pariwisata di destinasi-destinasi pariwisata di sekitarnya. Situs Sangiran memiliki Balai Pelestarian Situs manusia Purba Sangian yang diatur dalam Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Repulik Indonesia Nomor: PM. 17/HK.001//MKP-2007, tanggal 12 Februari 2007. Badan organisasi ini mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengamanan, penyelamatan, penerbitan, perawatan, pengawetan, penataan lahan, survei, analisis, penyajian, bimbingan edukasi, kerjasama, pemberdayaan masyarakat, dokumentasi, publikasi, dan ketatausahaan.
Di dalam UU No. 11/ 2010 tentang larangan penggalian penambangan maupun pencarian fosil di area situs sangiran. Artinya masayarakat umum dilarangatau tidak diperbolehkan mengadakan penggalian penambangan maupun pencarian fosil. Apabila terjadi pelanggaran, maka yang melanggar akan dikenakan hukuman selama 15 tahun penjara dan atau membayar denda sebesar Rp 500.000.000,00.

3.      Dikaji dari Aspek Sosiologi
Sejak jaman pra aksara, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan manusia laian untuk melangsungkan hidupnya serta untuk melanjutkan keturunan. Dari hubungan tersebut, manusia telah mengenal tentang interaksi sosial. Semakin berkembang dan kemudian tercipta tatanan hidup yang baik. Semua itu telah dipelajari oleh siswa di sekolah. Pada kurikulum 2013 ini, siswa dituntut untuk tidak hanya mengerti teori saja, tetapi siswa dituntut untuk mengetahui secara pasti teori yang di dapatnya di sekolah yaitu dengan penerapan dan atau pengamatan langsung ke lapangan.
Situs Sangiran dapat dipelajari oleh siswa untuk mengetahui berkaiatan sosial manusia praaksara dengan cara mengkaji bagaimana struktur sosial masyarakat yang berkaitan dengan  penerapan prinsip-prinsip interaksi social, bagaimana bentuk-bentuk sistem interaksi sosial yang terjadi di Sangiran, bagaimana struktur masyarakat yang berdasarkan atas dasar profesinya, bagaimana masalah-masalah yang diakui dan dijunjung  oleh masyarakat dalam penerapan konsep nilai dan norma di Sangiran, bagaimana kehidupan masyarakat manusia purba di Sangiran berdasarkan bukti-buktinya, dan bagaimana nilai-nilai yanh masih relevan dalam kehidupan masa kini dalam kurun waktu lama dan masih di junjung tinggi oleh masyarakat Sangiran,
Di sangiran, manusia telah hidup berdampingan secara harmonis dengan alam. Binatang merupakan bagian dari lingkungan purba mereka. Artinya binatang-binatang tersebut menjadi sasaran perburuan manusia purba tersebut. Situs Sangiran tidak hanya memiliki fosil manusia purba saja. Situs Sangiran juga menyimpan banyak temuan fosil-fosil binatang dan tumbuhan. Fosil-fosil ini ditemukan pada lapisan tanah yang berbeda sesuai dengan usia kala tersebut.
Kehidupan sosial Pithecanthropus Erectus sudah hidup berkelompok. Mereka melakukan perburuan secara berkelompok. Meraka membuat kelompok yang terdiri dari 20-50 individu. Pithecanthropus Erectus hidup secara nomaden, dengan mengikuti arah mata angin dan binatang bermigrasi. Manuisia ini telah mengenal api sekitar 450.000 tahun yang lalu. Dengan penemuan api ini, menandakan bahwa makanan yang dimakan Pithecanthropus Erectus sudah mulai dimasak.
Pithecanthropus Erectus hidup di dekat sumber mata air. Mereka tinggal di dekat sumber air karena mereka memiliki keyakinan bahwa air adalah sumber kehidupan. Mereka tinggal di pesisir pantai, bantaran sungai, dan sekitar danau. Berdasarkan kronologinya, kehadiran Pithecanthropus Erectus / Homo Erectus di sangiran mempunyai rentang waktu antara 1,5 juta hingga 0,3 juta tahun yang lalu, dengan masa evolusi lebih dari 1 juta tahun.
Masyarakat Sangiran masih menguri-uri budaya leluhur. Kebudayaan ini sering ditampilkan dalam acara-acara tertentu, seperti kunjungan dari pemerintah. Masyarakat Sangiran memiliki kebudayaan sendiri. Salah satunya yaitu teater rodatan. Teater rodatan merupakan hasil akulturasi budaya Islam dengan Budha. Teater rodatan ini berbentuk semacam reog, tetapi lebih sederhana dan didominasi oleh atraksi seperti debus.
Seperti telah diketahui, masyarakat Sangiran masih tergolong masyarakat tradisional. Oleh karena itu, masyarakat Sangiran masih menjunjung tinggi adat istiadat jawa yang cukup kuat. Sopan santun masih dijunjung tinggi. Di sisi lain, selain adat istiadat atau norma dalam masayarakat yang dijunjung tinggi, masyarakat Sangiran juga terikat aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan Situs Sangiran. Sesuai dengan UU No. 11/ 2010 tentang larangan penggalian penambangan maupun pencarian fosil di area situs sangiran. Artinya masayarakat umum dilarangatau tidak diperbolehkan mengadakan penggalian penambangan maupun pencarian fosil. Apabila terjadi pelanggaran, maka yang melanggar akan dikenakan hukuman selama 15 tahun penjara dan atau membayar denda sebesar Rp 500.000.000,00.
Kemudian, terdapat juga Undang-Undang cagar budaya. Undang-undang ini mengatur tentang hasil temuan fosil atau apapun yang berharga, wajib diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk dijadikan aset pengetahuan. Hal ini diberlakukan untuk menghindari hilangnya aset pengetahuan yang terkandung di Indonesia. Jika ada masyarakat yang menemukan fosil ataupun peninggalan masa purba dan diserahkan kepada pihak yang berwenang, maka orang tersebut akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Sebaliknya jika masayarakat menjual secara ilegal, maka akan dikenakan sanksi.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. (2006). Studi pengkajian dan perintisan pelayanan pendidikan bagi anak jalanan. Jurnal Pendidikan LPPM Universitas Terbuka, vol. 7, No. 2, September.
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for learning, teaching, and assesing. a revision of Bloom’s taxonomy of education objectives. New York: Addison Wesley Longman.
Atan, H. (2009). Teo-Education.com. Retrieved January 22, 2013, from Teo-Education.com: http://www.teo-education.com/teo/
Clark, E. (2005). Designing and implementing an integrated curriculum. Retrieved Januari 23, 2013, from Great Ideas: http://great-ideas.org
Collin, G. & Dixon, H. (1991).  Integrated Learning Planed Curriculum Units, Australia Books Shelf Publising.
Depdiknas. (2005). Permendiknas. No. 22 Tahun 2005, tentang Standar Isi.
Drake, S. M., & Burns, R. C. (2004). Meeting standards through integrated curriculum. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).
Fogarty, R. (1991). Ten ways to integrated curriculum. Educational Leadership, Oktober 1991 , 61-65.
Hamalik, O. (1991). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara
Indrawati. (2009). Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).
Jamaris, M. (2004). Pembelajaran Terpadu dan aplikasinya di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,PPS vol 2 No 2, UNJ.
Joni, R. (1996). Pembelajaran Terpadu, Makalah Untuk Program Pelatihan Guru Pamong. Jakarta: Depdikbud.
Kemdikbud. (2011). Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Puskurbuk.

Kemendiknas. (2008). Model bahan ajar. Jakarta: Puskurbuk.

Kemendiknas. (2010). Pengembangan pendidi­kan budaya dan karakter bangsa. Jakarta: Puskurbuk.

Kemendikbud. (2013). Sejarah Indonesia. Jakarta : Kemendikbud.

Marzuki. (2012). Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran di sekolah, Jurnal pendidikan karakter UNY, tahun II, Nomor 1, Tahun 2012.Diambil 19 Juni 2013.Dari www.uny.ac.id.

Resmini, N. (2007). Model-model pembelajaran terpadu, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Diambil 19 Februari 2014 dari http.file.upi.edu.
Ruhimat, M. (2007). Panduan pengembangan pembelajaran terpadu IPS (Suplemen materi tot bintek ktsp untuk tim pengem­bang kurikulum kab/kota. Jakarta: Direktorat PSMP.
Sahdan, G. (2005). Menanggulangi Kemiskinan, Jakarta: artikel ekonomi rakyat dan kemiskinan
Sapriya. (2011). Pendidikan IPS, konsep dan pembelajaran.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Seksi PAUD dan Pendidikan Inklusif Divisi Pendidikan Dasar Sektor Pendidikan UNESCO, Laporan Kebijakan:
Semiawan, C. R. (2002). Belajar dan Pembelajaran Dalam Taraf Usia Dini, Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.
Sugiharsono (2009). Pengembangan pembela­jaran IPS terpadu. Yogyakarta: www. uny.ac.id. Diambil 19 Februari 2014.Jurnal Harmoni Sosial, Volume 1 Nomor 1, 2014 Peningkatan Karakter Siswa Melalui Pembelajaran ... Sofli dan Ajat Sudrajat 95
Suharto, E. Social Welfare Problems and Social Work in Indonesia: Trends and Issues (Masalah Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia: Kecenderungan dan Isu), makalah yang disampaikan pada International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in Indonesia, Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Sumardi, S. I. (2005). Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif. Jakarta: Grasindo,
Winarni, S. (2013). Integrasi pendidikan karak­ter dalam perkuliahan, Jurnal pendidikan karakter, no.1.Diambil 19 Juni 2013. Dari www.uny.ac.id.

Zuhdi, D. (2010). Humanisasi pendidikan men­emukankembali pendidikan yang manu­siawi. Jakarta: Bumi Aksara.