Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

16 Maret 2016

Kepribadian Belajar Behavioristik Ivan Petrovich Pavlop

PENDAHULUAN 


A.   Latar Belakang Masalah

Sebagian besar lembaran sejarah Psikolog mengungkapkan bahwa kondisioning merupakan bentuk belajar yang paling sederhana dan dapat dipahami secara keseluruhan. Sebab menurut ahli bahwa implementasinya ke arah pembentukan organisasi kelas bersifat lebih rendah menguasainya dibanding proses-proses belajar konsep, berpikir, dan menyelesaikan masalah. Salah satu tokoh dalam menciptakan belajar classical conditioning ialah Ivan Pavlov, ia dikenal sebagai tokoh behaviorisme.
Teori Classical Conditioning yang merupakan bagian dari teori Behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa berhubungan dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulus-respon dengan proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-anak akan merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Saat proses ini terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai percakapan.
Kalimat bijak mengungkapkan sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk manusia, mungkin demikianlah ungkapan penulis bila tidak berlebihan terhadap diri Ivan Pavlov yang demikian gemilang, telah mengiringi pemerhati teori belajar untuk senantiasa tidak jenuh mengulasnya, menurut Ivan Pavlov bahwa teori ini “klasik”. Sehingga kesimpulan teori yang ia tangkap”respon” dikontrol oleh pihak luar, ia menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai “stimulus”. Demikianlah kejeniusan Ivan Pavlov mengenai teori classical conditioning sebagai dasar hasil eksperimennya. Akibatnya, Ivan Pavlov telah melahirkan model belajar teori classical conditioning bermanfaat, maka merupakan keharusan penulis untuk menyampaikan kembali, guna mewujudkan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai dasar pengembangan dalam praktek belajar mengajar, sehingga dapat berjalan dengan baik dan tercapai tujuan yang diharapkan


B.   Tujuan
Adapun tujuan yang kami lakukan dalam pembuatan makalah selain sebagai tugas dan tanggung jawab kami dalam mata kuliah kami juga memiliki tujuan lain antara lain :
1.      Untuk mengetahui lebih mendalam lagi siapa tokoh yang terkenal dalam kepribadian Behavioristik dan apa saja karya-karya beliau
2.      Untuk mengetahui struktural dan dinamika apa saja yang ada dalam teori belajar
3.      Untuk mengatahui secara mendalam apa saja eksperimen yang dilakukan
4.      Untuk mengatahui apa saja yang dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari
5.      Dan apa kelemahan dari teori belajar


C.   Rumusan Masalah

  1. Bagaimana teori belajar yang dikemukakan oleh Ivan P. Pavlov ?
  2. Bagaimana tanggapan Ivan P.Pavlov terhadap belajar dan pendidikan ?
  3. Bagaimana hokum yang dianut Ivan P.Pavlov ?
  4. Bagaimana tanggapan Tokoh lain terhadap Teori yang dicetuskan oleh Ivan P. Pavlov?

 PEMBAHASAN

 A.   BIOGRAFI

Ivan Petrovich Pavlop lahir di Rusia pada tanggal 14 September tahun 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 februari 1936. dan beliau meninggal pada tahun 1936 di Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berfikirnya adalah sepenuhnya cara berfikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Kendatipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain merupakan rangkaian refleks-refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorisme nya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia belajar ilmu faal hewan dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada tahun 1883 ia mendapat gelar Ph.D setelah mempertahankan thesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun ia belajar di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan direktur Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg. Antara1895-1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer tersebut, 1924-1936 menjadi direktur Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia Leningrad. Pada 1904 ia mendapat hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (‘conditioned reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dsar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan American Psychological Association (APA) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern disamping Freud.
Pavlov memiliki beberapa buah karyanya yang penting, sebagaimana dikutip dari Filsafat Islam karangan Ismail Asy-Syarafa beliau menerangkan diantaranya:
a. Dua Puluh Tahun Studi Objektiv tentang Aktivitas Saraf (perilaku) pada Binatang (Isyuruuna ‘Aamman mi Ad-Dirasah Al-hayawaanat, 1923.
b. Kuliah tentang Cara Kerja Dua Lingkaran Besar Otak (Muhadharat fi ‘Amali An-Nishfain Al-Kurawiyyaain Al-Kabirainn li Al-Mukh),1927.


B.   TEORI BELAJAR

Teori belajar gagasan Ivan Pavlov disebut dengan Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) . Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya (Gleitmen,1986). Selanjutnya, mungkin karena fungsinya, teori pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary behaviorist atau juga disebut S-R psychologists yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku belajar mendapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya. Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa lalu dan masa sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka merupakan hasil belajar. Teori ini menganalisis kejadian tingkah laku dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.


  • Konsep Teori
Dalam merumuskan teori belajar, Ivan Pavlov mengelompokkan konsep teori ke dalam 4 (empat) teori :
1. Eksitasi (Kegairahan ) dan Inhibition (Hambatan)
Menurut Ivan Pavlov dua proses dasar yang mengatur semua aktivitas sistem saraf sentra adalah Exitation (Eksitasi/kegairahan) dan Inhibition (Hambatan). Ivan Pavlov bersepkulasi bahwa setiap kejadian lingkungan berhubungan dengan beberapa titik tolak dan saat kejadian itu dialami, ia cenderung menggairahkan atau mengahambat aktivitas otak. Jadi otak terus menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami organisme. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut corcical mozaik (mozaik corcical). Mosaik kortikal pada satu momen akan menentukan bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah lingkungan eksternal atau internal berubah, mosaik kortikal akan berubah dan perilaku juga akan berubah. Mozaik kortikal dapat menjadi konfigurasi yang relatif stabil, sebab menurut Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif bersama akan membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan membangkitkan poin lainnya. Jadi, jika satu nada terus menerus diperdengarkan kepada seekor anjing sebelum ia diberikan makan, area di otak yang merespon ke makanan. Ketika koneksi-koneksi ini terbentuk, presentase nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan akan disajikan. Pada poin ini kita mengatakan refleks yang dikondisikan sudah terjadi.
2. Streotip Dinamis
Secara garis besar streotip dinamis adalah mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang. Selama pemetaan kritikal ini dengan akurat merefleksikan lingkungan dan menghasilkan respons yang tetap, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi, jika lingkungan berubah secara radikal, organisme mungkin kesulitan untuk mengubah stereotif dinamis. Ung diikuti oleh kejadian lingkungan lainnya, dan selama hubungan ini terus terjadi, asosiasi antara keduanya pada level neural akan menguat. (perhatikan kemiripan dengan pemikiran Thorndike tentang efek dari latihan terhadap ikatan neural). Jadi, lingkungan berubah cepat, jalur neural baru harus dibentuk, dan itu bukan tugas yang mudah.
3. Iradiasi dan Konsenterasi
Pada awalnya terjadi iradiasi akan melebur ke arah otak lain di dekatnya. Iradiasi adalah proses yang dipakai Ivan Pavlov untuk menjelaskan generalisasi, yaitu: ketika hewan dikondisikan untuk merespon nada itu, tapi juga merespon nada yang lain yang terkait dengannya. Ivan Pavlov mengasumsikan bahwa nada yang paling dekat dengan nada yang dipresentasekan dalam daerah otak yang dekat dengan area yang menerima nada. Saat nada menjadi makin berbeda, daerah otak yang mempresentasekannya akan semakin jauh dari area yang menerima. Selain itu, pavlov mengasumsikan bahwa eksitasi akan hilang karena jarak. Pavlov juga menemukan bahwa konsenterasi sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi.
4. Pengkondisian Eksitateris dan Inhibitoris
Ivan Pavlov mengidentifikasi dua tipe umum dari pengkondisian , yaitu pertama: eksitori kondisioning akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon (sebuah bell (CS) yang dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air liur (CR), satu nada (CS) dipasangkan berulang kali dengan tiupan angin (US) langsung ke mata yang menyebabkan mata secara refleks berkedip (UR) sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak training CS atau menekan suatu respon misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS menimbulkan respon itu diulang tanpa suatu penguat.


C.   Eksperimen
 Eksperimennya Pavlov di laboratorium pada seekor anjing


Beliau melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur dapat dilihat dari kulit luarnya.Sebuah saluran kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan suara luar, atau diletakkan pada panel gelas. Dengan kondisi bell dinyalakan, Anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan,anjing tersebut lapar dan memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak. Prosedur ini dilakukan  beberapa kali. Kemudian bell dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan dinyalakan bell dengan makanan. Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks bersyarat dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalah yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk.
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar,pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus, sebagaimana dijelaskan Agus Suryanto tentang teori Pavlov tersebut, beliau mengatakan semua harus berobjekkan kepada segala yang tampak oleh indera, dari luar. Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar yang sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar makanan dalam berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang lezat dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar.
§  Skema percobaan Pavlov

Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditional stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response (UCS). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih (dikenal eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel dibunyikan secara alami pula anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS) diperdengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apa yang terjadi? Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabia CS dan UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, prinsipnya hasil eksperimen E.L Thorndike di muka kurang lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan anutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.
  
  1. Dinamika dan Perkembangan Kepribadian
Pavlov yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungan yang terus menerus dengan lingkungan nya. Cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah penguatan, maksudnya dengan diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka tingkah laku seseorang akan bisa berubah dan terkontrol dengan baik. Strategi untuk mengubah tingkah laku menurut pandangan Pavlov itu pada dasarnya ada dua yaitu :
  1. Conditioning Clasik, disebut juga dengan conditioning responden karena tingkah laku dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus respon yang bersifat reflek.
  2. Conditioning Operan, conditioning operan tidak tergantung kepada tingkah laku otomatis atau refleks sehingga jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan conditioning clasik.
  

  1. Pendapat Pavlov tentang Belajar dan Pendidikan
 Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa Pavlov adalah seorang ilmuwan yang membaktikan dirinya untuk penelitian. Ia memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang berbagai masalah dunia dan masalah dan masalah manusia. Peranan ilmuwan menurutnya antara lain membuka rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-hukum yang ada pada alam. Di samping itu ilmuwan juga harus mencoba bagaimana manusia itu belajar dan tidak bertanya bagaimana mestinya manusia belajar.
Teori belajar classical conditioning mengaplikasikan pentingnya mengkondisi stimulasi agar terjadi respon. Dengan demikian, pengontrolan dan perlakuan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan daripada motivasi internal.
Pandangan Pavlov tentang belajar, ia mengutamakan perilaku dan perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus respon (S-R). Dengan demikian, belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bisa menimbulkan respon. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terus-menerus yang timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi.
Dalam pendidikan, prinsip Pavlov sulit untuk diaplikasikan dalam pendidikan di kelas. Sebab yang menjadi pertanyaannya adalah apakah percobaannya terhadap hewan akan terjadi pula pada manusia? Pertanyaan inilah yang sering dilontarkan terhadap teori classical conditioning. Oleh sebab itu, walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun persoalan penerapannya dalam praktek masih menimbulkan pertanyaan. Banyak latihan-latihan. Pendidikan berdasarkan teori Pavlov baik pada masa lampau maupun masa sekarang tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas misalnya memasangkan makna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terms menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini. Sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.

  1. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajaran

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
1.      Mementingkan pengaruh lingkungan
2.      Mementingkan bagian-bagian
3.      Mementingkan peranan reaksi
4.      Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
5.      Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6.      Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7.      Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan.Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari perilaku yang tampak. Kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristic.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.


G.  Kelemahan
Adapun kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia, teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja. Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.



  1. . Hukum-Hukum Yang Digunakan Pavlov

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : Ivan Pavlov “classical conditioning”.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning, berarti hukum pembiasaan pembiasaan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent conditioning ialah, jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction, berarti hokum pemusnahan yang dituntut. Yaitu jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.


PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari hasil pemaparan kami yang diatas maka kami menemukan beberapa kesimpulan yang dapat kita gunakan sebagai acuan kita kedepannya, yang antara lain :
  1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons. Dengan berbagai potensial yang dimilikinya Pavlov mampu mengeluarkan banyak karya, yang diantaranya :
    •  Puluh Tahun Studi Objektiv tentang Aktivitas Saraf (perilaku) pada Binatang (Isyuruuna ‘Aamman mi Ad-Dirasah Al-hayawaanat, 1923.
    • Kuliah tentang Cara Kerja Dua Lingkaran Besar Otak (Muhadharat fi ‘Amali An-Nishfain Al-Kurawiyyaain Al-Kabirainn li Al-Mukh),1927
  1. Menurut teori conditioning Pavlov, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response).
  2. Eksperimen Pavlov: Anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
  3. Aplikasi teori Pavlov dalam pembelajaran adalah dengan guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
  4. Dan walaupun banyak yang menggunakan teori Pavlov namun Pavlov juga mengatakan bahwa teorinya pun memiliki banyak kekurangan atau kelemahan yang dimana Pavlov berharap agar setiap orang yang mengacu pada teorinya harus tetap teliti.
B.   Saran
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Dan bagi para pembaca apabila terdapat penjelasan yang kurang dimengerti maka kamijuga sudah menyediakan situs-situs yang bagi kami akan berguna untuk kita semua.

  
DAFTAR PUSTAKA

Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Brennan, James F. 2006.Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers
Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/, diakses tanggal 13 November 2011).
Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Makalah Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Saat ini, kegiatan belajar efektif dan efisien menjadi tabu bagi pelajar dan mahasiswa karena faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Padahal, belajar (terutama belajar pengetahuan) merupakan tanggung jawab pelajar/mahasiswa. Menelaah bahwa suatu kegiatan belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien dipengaruhi faktor-faktornya.
Keadaan seperti dijelaskan di atas berbanding lurus dengan pandangan conditioning classic theory dimana belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat ‘conditions’ yang kemudian menimbulkan respons. Selain itu, penulis juga membandingkan sudut padang Ivan Petrovich Pavlov dengan pengertian belajar menurut penulis. Yakni, belajar adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan individu yang bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif menetap (hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan). Sehingga, teori Ivan Pavlov yang penulis bahas dapat menjadi bahan teori bagi penulis selaku calon konselor untuk mengaplikasikannya secara maksimal.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah yang berjudul “Classical Conditioning Theory (Teori Ivan Petrovich Pavlov)”. Selain itu, penyusunan makalah ini tidak terlepas pada pemenuan tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran.

II. Tujuan Pembahasan
Tujuan Umum :
Memahami lebih jauh Teori Ivan Petrovich Pavlov (biasa disebut dengan Teori Kondisional Klasik) sehingga penulis dan pembaca (khususnya penulis dan rekan mahasiswa) mampu untuk mengaplikasikan dan mengembangkan teori ini bila perlu.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui biografi Ivan Petrovich Pavlov
2. Memahami observasi empiris (eksperimental) teori belajar Ivan Petrovich Pavlov
3. Mengerti dan memahami konsep teoritis utama Ivan Petrovich Pavlov
4. Memahami perbandingan antara pengkondisian klasik dan instrumental
5. Mengetahui riset terbaru tentang pengkondisian klasik
6. Memahami learned helpessness
7. Mengetahui penjelasan teoritis lain tenatng pengkondisian klasik
8. Memahami irelevansi, hambatan laten dan superconditioning
9. Memahami aversi cita rasa yang dikondisikan (Efek Garcia)
10. Memahami eksperimen John B. Watson dengan Little Albert
11. Mengerti dan memahami aplikasi pengkondisian klasik untuk psikologi klinis dan pengobatan
12. Memahami pendapat Pavlov dan aplikasi teorinya pada pendidikan
13. Memahami evaluasi teori Pavlov


III. Ruang Lingkup Pembahasan
1. Siapa Ivan Petrovich Pavlov?
2. Bagaimana observasi empiris teori belajar Ivan Petrovich Pavlov?
3. Bagaimana konsep teoritis utama Ivan Petrovich Pavlov?
4. Bagaimana perbandingan antara pengkondisian klasik dan instrumental?
5. Bagaimana riset terbaru tentang pengkondisian klasik?
6. Bagaimana learned helpessness?
7. Bagaimana penjelasan teoritis lain tentang pengkondisian klasik?
8. Apa sajakah irelevansi, hambatan laten dan superconditioning?
9. Apa sajakah aversi cita rasa yang dikondisikan (Efek Garcia)?
10. Bagaimana eksperimen John B. Watson dengan Little Albert?
11. Apa saja aplikasi pengkondisian klasik untuk psikologi klinis dan pengobatan?
12. Apa pendapat Pavlov dan aplikasi teorinya pada pendidikan?
13. Apa saja evaluasi teori Pavlov?
IV. Manfaat Pembahasan
1. Dapat mengetahui biografi Ivan Petrovich Pavlov
2. Mampu memahami observasi empiris teori belajar Ivan Petrovich Pavlov
3. Mampu mengerti dan memahami konsep teoritis utama Ivan Petrovich Pavlov
4. Dapat memahami perbandingan antara pengkondisian klasik dan instrumental
5. Dapat mengetahui riset terbaru tentang pengkondisian klasik
6. Mampu memahami learned helpessness
7. Dapat mengetahui penjelasan teoritis lain tenatng pengkondisian klasik
8. Mampu memahami irelevansi yang dipelajari, hambatan laten dan superconditioning
9. Mampu memahami aversi cita rasa yang dikondisikan (Efek Garcia)
10. Dapat memahami eksperimen John B. Watson dengan Little Albert
11. Mampu mengerti dan memahami aplikasi pengkondisian klasik untuk psikologi klinis dan pengobatan
12. Agar dapat memahami pendapat Pavlov dan aplikasi teorinya pada pendidikan
13. Memahami evaluasi teori Pavlov


BAB II
PEMBAHASAN

I. Biografi Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal inilah yang dikenang darinya hingga kini. Ivan Petrovich Pavlov, Sarjana Rusia ini dilahirkan di Rusia pada tanggal 14 September 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Ia tidak pernah memiliki hambatan serius
dalam sepanjang kariernya meskipun terjadi kekacauan dalam revolusi Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak berkeinginan disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh John B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia belajar ilmu faal hewan dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada tahun 1883 ia mendapat gelar Ph.D. setelah mempertahankan tesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun ia belajar di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Miilter di St. Petersburg dan Direktur Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental Medicine di St. Petersburg. Antara 1895 – 1924, ia menjadi profesor ilmu faal di Akademi Rusia di Leningrad. Pada 1904, ia mendapat Hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan (bidang fisiologi pencernaan).
Pavlov memulai karier keduanya dengan mendalami studi refleks psikis pada usia 50 tahun, sedangkan dia mengawali karier ketiganya dengan mendalami studi aplikasi karyanya pada pengkondisian penyakit mental pada usia 80 tahun. Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan Amerika Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di samping Freud.

II. Observasi Empiris Ivan Petrovich Pavlov
Pengkondisian Klasik atau Classical conditioning ditemukan secara kebetulan oleh Pavlov di dekade 1890-an. Saat itu Pavlov sedang mempelajari bagaimana air liur membantu proses pencernaan makanan. Jalan eksperimen tentang refleks berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah sebagai berikut, Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung dan diukur jumlahnya.


Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar disebut sebagai perangsang tak berkondisi (unconditioned stimulus) dan air liur yang keluar setelah anjing melihat makanan disebut refleks tak berkondisi (unconditioned reflects), karena setiap anjing akan melakukan refleks yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsang yang sama pula (makanan).
Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makanan. Dengan demikian, anjing akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depannya. Percobaan ini dilakukan berkali-kali dan pada saat yang sama keluarnya air liur diamati secara terus-menerus. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak berkondisi), tetapi lama-kelamaan air liur sudah keluar ketika anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai refleks berkondisi (conditioned reflects), karena refleks itu merupakan hasil latihan yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Bunyi bel jadinya rangsang berkondisi (conditioned reflects). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan perkataan lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi.
Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya. Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi dipertahankan.

Prosedur Training : CS US UR
Demonstrasi pengkondisian : CS CR

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Eksperimen yang dilakukan oleh pavlov menggunakan anjing sebagai subyek penelitian. Berikut adalah gambar dari experimen Pavlov.


Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
1. Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
2. Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
3. Gambar ketiga. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
4. Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).


Ada 4 prinsip utama dalam eksperimen Ivan Pavlov, antara lain :
1. Fase Akuisisi
Fase akuisisi merupakan fase belajar permulaan dari respons kondisi. Sebagai contoh, anjing ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning selama fase akuisisi. Faktor yang paling penting adalah urutan dan waktu stimuli. Conditioning terjadi paling cepat ketika stimulus kondisi (suara lonceng) mendahului stimulus utama (makanan) dengan selang waktu setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan respons yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan yang lama antara pemberian stimulus kondisi dengan stimulus utama. Jika stimulus kondisi mengikuti stimulus utama, sebagai contoh, jika anjing menerima makanan sebelum lonceng berbunyi maka conditioning jarang terjadi.

2. Fase Eliminasi (Extinction)
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya, anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.


3. Fase Generalisasi
Setelah seekor hewan telah ‘belajar’ respons kondisi dengan satu stimulus, ada kemungkinan juga ia merespons stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan. Jika seorang anak digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya takut kepada anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih besar. Fenomena ini disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya menyebabkan generalisasi yang kurang intens. Sebagai contoh, anak tersebut ketakutannya menjadi berkurang terhadap anjing yang lebih kecil.


4. Fase Diskriminasi
Kebalikan dari generalisasi adalah diskriminasi. Kalau generalisasi merujuk pada tendensi untuk merespons sejumlah stimuli yang terkait dengan respons yang dipakai selama training. Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespons sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan selama training saja. Ketika seorang individu belajar menghasilkan respons kondisi pada satu stimulus dan tidak dari stimulus yang sama namun kondisinya berbeda. Sebagai contoh, seorang anak memperlihatkan respons takut pada anjing galak yang bebas, namun mungkin memperlihatkan rasa tidak takut ketika seekor anjing galak diikat atau terkurung dalam kandang.

III. Konsep Teoritis Utama Classical Conditioning Theory
Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yangdubious (sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung dan nyata).
Menurut Ivan Pavlov, aktivitas organisme dapat dibedakan atas :
1. Aktivitas yang bersifat reflektif
Aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respons tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
2. Aktivitas yang disadari
Aktivitas yang disadari merupakan aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organisme itu sampai di pusat kesadaran dan barulah terjadi suatu respons. Dengan demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas dasar kesadaran lebih panjang apabila dibandingkan dengan stimulus dan respons yang tidak disadari atau respons yang reflektif.
Menurut Pavlov, dua proses dasar yang mengatur semua aktifitas sistem saraf sentral adalah excitation (eksitasi) dan inhibition (hambatan). Pavlov berspekulasi bahwa setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami, ia cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut cortical mosaic(mosaik kortikal), pada satu momen akan menentukan bagaimana organisme merespons lingkungan.

Stereotip Dinamis
Ketika kejadian terjadi secara konsisten dalam suatu lingkungan,respons terhadap lingkungan yang sudah dikenal akan makin cepat dan otomatis. Ketika ini terjadi, dynamic stereotype (stereotip dinamis) dikatakan telah terjadi. Stereotip dinamis adalah mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang.
Ringkasnya, kejadian lingkungan tertentu cenderung diikuti oleh kejadian lingkungan lainnya, dan selama hubungan ini terus terjadi, asosiasi antara keduanya pada level neural akan menguat.


Iradiasi dan konsentrasi
Suatu analyser terdiri dari reseptor indrawi, jalur sensori dari reseptor ke otak, dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensori. Pada awalnya terjadi irradiation of excitation (radiasi eksitasi); eksitasi ini akan meluber ke area otak lain di dekatnya yang dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi.
Penjelasan Pavlov tentang generalisasi adalah bahwa impuls neural berjalan dari reseptor indra –dalam kasus ini dari telinga- ke area tertentu di dalam otak yang bereaksi terhadap nada 2.000-cps. Selain itu, Pavlov mengasumsikan bahwa eksitasi akan hilanh karena jarak; eksitasi paling kuat terjadi di poinyang berkorespondensi dengan CS dan paling lemah di area yang paling jauh. Karenanya, asosiasi bukan hanya terjadi antara CS dan US, tetapi juga dengan sejumlah stimuli yang berhubungan dengan CS yang direpresentasikan di daerah otak di sekitarnya. Pavlov juga menunujukkan, melalui generalisasi, bahwa hambatan juga meluber. Dikrisminasi, atau kemampuan untuk merespons stimuli terkait secara berbeda, dapat dimunculkan dengan training yang lama atau penguatan diferensial.

Pengkondisian Eksitatoris dan Inhibitoris
Pavlov mengidentifikasi dua tipe umum dari pengkondisian yang berasal langsung dari iradiasi dan konsentrasi. Yang pertama, excitatory conditioning, akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respons. Conditioned inhibition tampak ketika training CS menghambat atau menekan suatu respons. Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS yang menimbulkan respons itu diulang tanpa suatu penguat.
Tipe lain dari hambatan yang didokumentasikan oleh Pavlov mengungkapkan bahwa pengkondisian bukan stimuli yang murni mekanis dan pasti terhadap respons. Eksternal inhibition (hambatan eksternal) mendeskripsikan efek disruptif yang terjadi ketika stimulus baru disajikan bersama CS yang sudah ada. Tetapi, efeknya tidak terbatas hanya pada eksitasi yang dikondisikan. Jika CS adalah penghambat yang dikondisikan, pengenalanstimulus yang tak terduga bersama dengan CS yang menghasilkan disinhibition, yang merupakan disrupsi (gangguan) terhadap hambatan yang dikondisikan. Dengan kata lain, kita memasangkan satu stimulus baru dengan penghambat yang dikondisikan, penghambat akan gagal untuk menghambat.


Ringkasan Pandangan Pavlov tentang Fungsi Otak
Beberapa hubungan di otak adalah antara stimuli yang tudak dikondisikan dengan respons yang terkait. Yang disebut pertama adalah yang permanen, dan yang disebut belakangan adalah temporer dan bervariasi sesuai kondisi lingkungan. Ketika koneksi temporer itu pertama kali dibentuk di otak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan untuk member efek umum di otak. Yakni, eksitasi yang disebabkan oleh stimulus yang dikondisikan akan beriradiasi ke bagian lain dalam otak. Reflects orienting adalah tendensi organisme untuk memerhatikan atau mengeksplorasi stimuli baru yang muncul di dalam lingkungan mereka.

System Sinyal Pertama dan Kedua
Pavlov menyebut stimuli yang memberi sinyal kejadian yang penting secara biologis (CS) ini sebagai first signal system (sinyal system pertama) atau “sinyal realitas pertama”. Pavlov menyebut kata yang melambangkan realitas itu sebagai “sinyal dari sinyal” atau second signal system (system sinyal kedua). Sinyal-sinyal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem kompleks yang akan memandu banyak perilaku manusia. Dengan kata lain, proses yang kita lakukan untuk mengembangkan reaksi terhadap lingkungan adalah sama dengan proses yang kita gunakan untuk bereaksi terhadap kata atau pikirkan.

IV. Perbadingan antara Pengkondisian Klasik dan Instrumental

Pengkondisian klasik
Pengkondisian instrumental

Menimbulkan respon dari hewan
Tergantung pada respons yang diberikan oleh hewan

Bersifat tidak sukarela dan otomatis
Bersifat sukarela dan dikontrol hewan

Penguatan dihadirkan kepada hewan setelah respon dibuat
Penguat (US) disajikan untuk menimbulkan respon

Memperkuat survival organisme dengan menciptakan sistem tanda dan simbol yang memungkinkan antisipasi kejadian yang signifikan
Memperkuat survival organisme melalui pengembangan pola perilaku yang tepat dalam merespons kejadian signifikan

US adalah penguatnya
Penguatnya adalah “keadaan yang memuaskan” yang muncul setelah respons yang benar

Sama-sama punya fenomena pemulihan spontan, generalisasi, diskriminasi, dan penguatan sekunder. Adalah bahwa mustahil memisahkan pengkondisian klasik dan instrumental secara total. Semua stimuli yang secara konsisten terjadi sebelum penguat primer, melalui proses pengkondisian klasik, akan menjadi penguat sekunder.

V. Riset Terbaru tantang Pengkondisian Klasik
Dalam analisisnya terhadap pengkondisian, Pavlov menekankan pada kontiguitas. Yakni, jika CS mendahului US, pada akhirnya CS akan menghasilkan CR. Ada dua ketidakakuratan yang ada dalam teori Pavlov. Pertama adalah pendapatnya mengenai CR sebagai versi kecil dari UR; dan kedua adalah pernyataannya bahwa pelenyapan melibatkan hambatan.
CR tidak selalu merupakan UR kecil. Pavlov percaya bahwa selama jalannya pengkondisian CS akan menggantikan US, dan itulah mengapa pengkondisian klasik kadang disebut sebagai stimulus substitute learning.Diasumsikan bahwa karena CS bertindak sebagai pengganti (substitute) US, maka CR adalah versi kecil dari UR. Akan tetapi, studi yang cermat terhadap sifat dari CR menunjukkan bahwa CR seringkali berbeda dengan UR.
Contoh dari pertentangan CR dan UR ditemukan ketika obat dipakai sebagai US. Shepard Siegel (1979) mendeskripsikan serangkaian eksperimen dimana morfin dipakai sebagai US. Salah satu reaksi terhadap morfin adalah analgesia atau berkurangnya kepekaan terhadap rasa sakit. Dalam pengaruh morfin, seekor tikus membutuhkan waktu lebih lama untuk menarik cakarnya dari piring panas daripada tikus yang tidak dikuasai pengaruh morfin. Karena suntikan mendahului pengalaman merasakan morfin (US), maka suntikan itu dapat dianggap sebagai CS. Jadi, setelah beberapa kali suntikan morfin, menyuntik seekor tikus dengan air seharusnya akan mereduksi kepekaan terhadap rasa sakit. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Ternyata, dalam situasi yang dideskripsikan diatas, tikus justru lebih peka terhadap rasa sakit. Yakni, hewan yang sebelumnya disuntik dengan morfin dan kemudian disuntik dengan air menarik cakar mereka dari piring panas dengan lebih cepat daripada hewan yang belum pernah disuntik dengan morfin. CR (meningkatnya kepekaan terhadap rasa sakit) tampaknya bertentangan dengan UR (penurunan kepekaan terhadap rasa sakit).
Ditemukan bahwa (misalnya, Holland, 1977) bahkan ketika digunakan US yang sama, akan muncul CR yang berbeda-beda ketika CS yang berbeda dipasangkan dengan US itu. Jelas hubungan antara CR dan UR adalah lebih kompleks daripada yang diasumsikan Pavlov. Ternyata terkadang CR mirip dengan UR, terkadang CR membuat organisme bersiap mengantisipasi US, terkadang CR bertentangan dengan UR.
Pelenyapan melibatkan intervensi. Pavlov percaya bahwa selama pelenyapan, presentasi CS yang tak diperkuat akan menghasilkan hambatan yang dikondisikan yang menekan atau mengganti asosiasi eksitatoris yang telah dipelajari sebelumnya antara CS dan US. Karenanya, mekanisme teoritis yang mendasari pelenyapan eksperimental dan respons yang dikondisikan adalah hambatan, bukan eliminasi koneksi CS-US.
Overshadowing dan Blocking. Pavlov mengamati bahwa jika dia menggunakan satu stimulus majemuk (gabungan) sebagai CS dan satu komponen dari stimulus tersebut lebih menonjol daripada komponen lainnya, maka yang komponen paling menonjollah yang dikondisikan. Fenomena ini disebut Overshadowing. Fenomena Overshadowing (membayangi) ini secara teoretis menarik sebab kedua elemen dari stimulus majemuk disajikan secara berdampingan dengan US, namun pengkondisian hanya dengan hanya terjadi dalam satu elemen. Banyak riset pengkondisian klasik saat ini didesain untuk menjelaskan fenomena Overshadowing dan fenomena blocking.
Pada 1969, Leon Kamin melaporkan serangkaian percobaan penting tentang fenomena yang disebutnya blocking. Kamin menggunakan variasi prosedur CER (Conditioned Emotional Response) untuk menunjukkan konsep blocking.
Blocking, seperti overshadowing, menunjukkan contoh situasi dimana stimuli dipasangkan sesuai dengan prinsip pengkondisian klasik namun tidak menimbulkan pengkondisian. Sekali lagi tampak bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kontiguitas stimulus dalam pengkondisian klasik.


VI. Learned Heplessness
Seperti yang kita lihat, Rescorla mengklaim bahwa kelompok kontrol yang benar-benar acaklah yang akan menciptakan situasi dimana tidak ada hubungan prediktif antara CS dan US, dan karenanya tidak akan ada pengkondisian. Rescorla dan peneliti lainnya telah menunjukkan bahwa memang tidak terjadi pengkondisian dalam kondisi control acak, tetapi mungkin itu karena mereka terlihat pada jenis perilaku yang salah.
Martin Seligman (1969, 1975) memberikan bukti yang meyakinkan bahwa hewan sebenarnya telah mempelajari sesuatu yang sangat penting dalam apa yang oleh Rescorla disebut kondisi kontrol yang benar-benar acak. Dalam analisinya, Seligman pertama-tama menunjukkan bahwa dalam eksperimen pengkondisian klasik, organisme adalah tak berdaya (helpless), dan organisme itu mengetahui bahwa keadaan dirinya adalah tak berdaya. Untuk menunjukkan bahwa hewan belajar menjadi tak berdaya sebagai hasil dari pengkondisian klasik, Seligman dan rekannya membalik prosedur eksperimen yang diikuti oleh Kamin dan Rescorla dan Wagner. Ternyata, pembalikan prosedur eksperimen ini sangat mempengaruhi perilaku hewan.
Menurut Seligman, dalam pengkondisian klasik seekor hewan mengetahui dirinya tak berdaya karena kondisinya memang mengharuskan demikian. Untuk menunjukkan pentingnya kontrol, Seligman dan Maier (1967) melakukan dua fase eksperimen menggunakan anjing. Menurut Seligman dan Maier, hewan-hewan ini selama fase 1 studi mengetahui bahwa mereka tak bisa berbuat apa-apa untuk menghindari setrum, jadi dalam fase 2 mereka tidak mencoba berbuat sesuatu.
Ketika keyakinan bahwa seseorang tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan atau melarikan diri dari situasi yang buruk ini kemudian digeneralisasikan ke situasi lain, ini dinamakan learned helplessness. Jadi, ketidakberdayaan yang dipelajari ini tidak disebabkan oleh pengalaman traumatik perse tetapi juga oleh ketidakmampuan, atau anggapan dirinya tak mampu, untuk melakukan sesuatu untuk menghindar. Hewan yang belajar bahwa mereka tidak dapat mengontrol situasi yang buruk umumnya akan menjadi pasif.
Fenomena learned helplessness ini ditemukan di banyak spesies hewan, juga pada manusia, dengan menggunakan US aversif dan yang lainnya. Gejala learned helplessness ini antara lain keengganan untuk melakukan suatu tindakan untuk mempertahankan penguatan atau untuk menghindari hukuman, sikap pasif, menarik diri, takut, depresi, dan kepasrahan untuk menerima apapun yang akan terjadi. Seligman (1975) telah menunjukkan bahwa learned helplessness pada manusia mungkin dialami sebagai depresi dan mungkin menjadi ciri khas dari individu yang selalu gagal dalam kehidupannya sehingga mereka akan menjadi putus asa dan akhirnya menyerah begitu saja.

VII. Teoritis Lain tentang Pengkondisian Klasik
Pentingnya Perhatian. Nicholas Mackintosh (1975) berteori bahwa organisasi mencari informasi yang memprediksikan kejadian yang signifikan secara biologis (yakni,US). Ketika ditemukan petunjuk prediktif, perhatian semakin diarahkan pada petunjuk itu. Perhatian pada stimuli yang tidak relevan akan berkurang. Ketika ada banyak petunjuk, petunjuk yang paling prediktif akan makin terlihat melalui sederetan percobaan belajar; petunjuk yang kurang prediktif akan diabaikan. Jadi, pandangan Mackintosh didasarkan pada pemrosesan informasi secara aktif. Perbedaan utama antara pandangan Rescorla-Wagner dengan Mackintosh adalah bahwa Rescorla-Wagner memandang organisme sebagai penerima dan pencatat informasi dari lingkungan secara pasif sedangkan Mackintosh berpendapat sebaliknya. Pandangan Rescorla-Wagner mempresentasikan contoh modern dari pandangan lama tentang proses belajar yang melihat belajar sebagai proses mekanis, otomatis, dan asosiatif.
Penjelasan Mackintosh mengenai blocking berasal dari asumsi bahwa petunjuk yang lebih prediktif akan mendapat perhatian yang lebih besar. Teori Mackintosh menjelaskan observasi bahwablocking akan makin efektif ketika CS (cahaya) pertama dan CS kedua semakin sering dipasangkan .Teori Rescorla-Wagner menjelaskan kurangnya pengkondisian pada CS yang baru diperkenalkan dengan mengatakan bahwa semua pengkondisian yang dapat didukung oleh US telah “dihabiskan” oleh CS pertama. Jadi, baik Rescorla-Wagner maupun Mackintosh menjelaskan blocking,namun keduanya menggunakan asumsi yang berbeda mengenai sifat dari proses belajar.
Suprisingness (keterkejutan). Dalam usaha menjelaskanblocking, Kamin (1969) berpendapat bahwa ketika US pertama dating, hewan akan terkejut. Jika CS selalu mendahului US, hewan pelan-pelan belajar untuk memperkirakan adanya US tak lama setelah CS dihadirkan. Pada akhirnya hewan tak lagi dikejutkan oleh US, dan tidak ada lagi pengkondisian tambahan. Menurut Karmin, ketika CS membangkitkan memori tentang US, kejadian US tidak lagi mengejutkan dan tidak ada alas an untuk belajar apa pun dalam kondisi itu. Jadi , menurut Kamin, mekanisme yang menjelaskan pengkondisiann klasik adalah keterkejutan.
Blocking mudah dijelaskan dengan konsep keterkejutan ini. Karena stimulus A memprediksikan akan adanya US,kejadian US tak lagi mengejutkan pada stimulus B diperkenalkan, dan karenanya tidak ada pengkondisian pada stimulus B. Menurut Kamin, tidak ada kejutan berarti tidak ada pengkondisian. Wagner (1969, 1971, 1978) mengelaborasi dan memperdalam pendapat Kamin bahwa keterkejutan direduksi atau dihilangkan selama CS membangkitkan ingatan tentang US. Schwartz, Masserman dan Rob bins (2002) meringkas teori Kamin-Wagner sebagai berikut :
1. Kita belajar tentang sesuatu hanya apabila kita memprosesnya secara aktif.
2. Kita memproses sesuatu secara aktif hanya ketika sesuatu itu mengejutkan, saat kita belum memahaminya.
3. Selama pengkondisian berlangsung, CS dan US menjadi kurang mengejutkan. Akibatnya pemrosesan yang kita lakuakan akan berkurang, dan karenanya kita mengurangi pembelajaran kita terhadap sesuatu itu. (h 104 )
Adalah munkin untuk menghubungkan pandangan Rescorla-Wagnet dengan pangangan Kamin- Waner dengan mengasumsikan bahwa perbedaan antara jumlah maksimum dari pengkondisian yang mungkin terjadi dan jumlah pengkondisian yang sudah terjadi merefleksikan sejauh man organisme itu dikejutkan oleh datangnya US. Ketika besarnya pengkondisian yang mungkin itu sama dengan besarnya pengkondisian yang sudah terjadi, maka tidak ada lagi kejutan. Juga, karena besarnya pengkondisian yang mungkin itu secara langsung proposional dengan besarnya kejutan, maka jelaslah bagaimana teorib Kamin-Wagner yang menjelaskan kurva yang berakselerasi negative yang menjadi cirri proses belajar.

Teori Pengkondisian Klasik Rescorla-Wagner
Teori Rescorla-Wagner memberikan penjelasan fenomena pengkondisian klasik umum, memberikan beberapa prediksi yang tak terduga yang relevan dengan pengkondisian klasik, dan memecahkan beberapa problem penting yang berkaitan dengan teori pengkondisian klasik.
Teori ini menggunakan logika simbolis dan matematika sederhana untuk meringkas dinamika belajar. Rescorla dan Wagner mengasumsikan bahwa sifat dari US akan menentukan level maksimum, atau asympotik, dari pengkondisian yang dapat dicapai. Level maksimum dilambangkan dengan λ (lambda).
Kemudian, belajar asosiatif yang yang diterima sebelum percobaan spesifik n didesain oleh Vn-1; dan perubahan dalam belajar karena pengkondisian percobaan n disimbolkan dengan ΔVn. Simbol Δ (delta) menunjukkan perubahan dalam V.
Terakhir, teori Rescola-Wagner memuat dua komponen yang merujuk pada “condotionability” (kondisionabilitas) dari pasangan CS dan US tertentu. Koefisien α (alpha) adalah kekuatan asosiatif potensial dari CS tertentu. Suara keras, misalnya, akan memberi nilai α daripada suara rendah atau tak terdengar. Koefisien β (beta) adalah kekuatan asosiatif potensial dari US spesifik. Setrum listrik yang kuat akan menimbulkan efek penjauhan yang lebi dramatis daripada daya setrum kecil, dan karenanya memiliki nilai β yang lebih besar.
Jika kita menempatkan semua komponen ini bersama-sama untuk CS yang tea dispesifikasikan (CSA) dan US yang dispesifikasikan (USA), kita mendapatkan persamaan:
ΔVn = αAβA (λ -Vn-1)
Persamaan ini mengindikasikan bahwa perubahan kekuatan belajar asosiatif pada setiap percobaan adalah fungsi dariperbedaan antara belajar yang maksimum dengan jumlah yang telah dipelajari pada saat akhir dari percobaan sebelumnya. Teori Rescorla-Wagner memiliki kelebihan karena bisa pula menghitung temuananomalous dalam pengkondisian klasik.


Kontingensi, Bukan Kontiguitas
Dalam artikelnya yang berpengaruh, “Pavlovian Conditioning: It’s Not What You Think”, Rescorla (1988) menyajikan tiga observasi tentang pengkondisian Pavlovian dan menjelaskan arti pentingnya dalam psikologi modern.
Pertama, seperti Egger dan Miller (1962, 1963) dia mengatakan pada dasarnya ada korelasi antara US dan CS yang lebih dari sekadar kebetulan atau kontiguitas. Misalnya, satu situasi dimana hewan mengalami US acak selama periode lebih panjang. Mungkin ada kejadian ketika US dan CS terjadi bersama-sama (kontiguitas) dan ketika mereka terjadi secara sendiri-sendiri. Kedua situasi tersebut terjadi bersama-sama dalam jumlah waktu yang sama. Ternyata situasi yang kedua adalah yang menghasilkan pengkondisian klasik yang lebih kuat, sedangkan kondisi pertama hanya menghasilkan pengkondisian yang lemah. Jelas, kontiguitas tidaklah cukup. Rescorla menggunakan kontigensi (contingency) untuk mendeskripsikan hubungan dimana CS menghasilkan petunjuk yang jelas dan informatif untuk US. Kedua, seperti Zener (1937), Rescorla (1988) mengatakan bahwa klaim umum bahwa CR adalah “miniatur” atau “ringkasan” dari UR adalah klaim yang terlalu menyederhanakan atau bahkan tidak tepat. Respons tipikal untuk suatu US berupa setrum listrik dalam eksperimen, misalnya, adalah peningkatan aktivitas atau beberapa respons yang mengejutkan. Akan tetapi, seperti terlihat dalam fenomena pengekangan yang dikondisikan di atas, jika CS yang dipakai untuk memberi isyarat setrum diberikan selama performa dari respons yang berbeda , hasilnya adalah penurunan aktivitas. CR dapat berupa beberapa respons yang berbeda-beda, bergantung pada konteks dimana CS terjadi.
Rescorla memberikan penjelasan yang mirip dengan yang diberikan oleh Egger dan Miller (1962, 1963). Keduanya mengatakan bahwa agar pengkondisian terjadi, CS haruslah informatif; yakni, ia harus memberi organisme informasi yang berguna tentang US. Tetapi, Rescorla (1988) memperluas karya Egger dan Miller dengan menunjukkan bahwa kontigensi negative adalah sama informatifnya dengan kontigensi positif. Menurut Rescorla, hanya prosedur control acaklah yang akan menghasilkan hubungan non-informatif antara CS dan US dan karenanya tidak menghasilkan pengkondisian.
Terakhir, Rescorla (1988) mengklaim bahwa pengkondisian Pavlovian lebih dari sekadar belajar refleks dan bahwa pengkondisian itu menduduki tempat penting dalam psikologi kontemporer. Dia menegaskan bahwa penekanannya pada kontigensi, bukan kontiguitas saja, mengungkapkan informasi baru dan penting tentang sifat dari proses belajar asosiatif.


VIII. Irelevansi, Hambatan Laten dan Superconditioning
Setidaknya ada tiga fenomena yang menghadirkan masalah bagi teori Rescorla-Wagner, namun mereka mudah dijelaskan oleh pendekatan Mackintosh atau Kamin/Wagner. Semua efek ini melibatkan pra-penghadiran CS sebelum memperkenalkan kontingensi positif (eksitasi) antara CS dan US. Rescorla (1996) menggunakan kondisi kontrol yang benar-benar acak dimana CS dan US terjadi namun tidak ada kontingensi diantara keduanya. Jika CS yang pertama kali dipakai dalam kondisi acak kemudian dipasangkan dalam hubungan kontingensi dengan US, pengkondisian akan cacat.Learned irrelevance (irelevansi yang dipelajari) adalah hilangnya keampuhan atau kemampuan CS yang dipakai dalam kondisi kontrol acak (Mackintosh,1973). Ini adalah problem bagi teori Rescorla-Wagner sebab menurut teori ini pra-penghadapan ke CS seharusnya tidak memberikan efek pada pengkondisian.
Laten inhibition effect (efek hambatan laten) terjadi ketika pra-pemaparan suatu CS (dengan tanpa US) memperlambat pengkondisian ketika CS dan US kemudian dipasangkan (misalnya, Baker & Mackintosh, 1997 ; Best & Gemberling,1977 ; Fenwick, Mikulka, & Klein, 1975 ; Lubow & Moore,1959). Dalam perluasan atas gagasan persaingan untuk merebut perhatian seperti dikemukakan oleh Mackintosh, Moore dan Stickeny (1980) menunjukkan bahwa, meskipun tidak terjadi penguatan selama pra-pemaparan US, masih ada persaingan untuk atensi di antara stimuli. Stimuli-stimuli itu lebih menonjol dan diperhatikan, sedangkan CS kehilangan kemenonjolannya dan karenanya berkurang efektifitasnya. Jadi, hambatan laten, seperti blocking, dijelaskan oleh Mackintosh sebagai proses belajar yang dilakukan organisme untuk memperhatikan stimuli prediktif dan mengabaikan informasi yang berlebihan atau tidak relevan.
Pengkondisian sebagai Formasi Ekspektasi. Robert Bolles (1972, 1979) menunjukkan bahwa organisme tidak mempelajari respons baru selama pengkondisian. Sebaliknya, organisme melakukan reaksi spesies-spesifik yang sesuai dengan situasi. Menurut Bolles, apa yang dipelajari organisme adalah ekspektasi yang membimbing perilaku yang belum dipelajari oleh mereka. Suatu ekspektasi stimulus akan terbentuk ketika CS dikorelasikan dengan hasil penting seperti ada tidaknya US. Organisme juga belajar ekspektasi respons, yang merupakan hubungan prediktif antara respons dan hasil. Menurut Bolles, penguatan tidak memperkuat perilaku ; ia memperkuat ekspektasi bahwa respons tertentu akan diikuti oleh suatu penguat.
Dalam beberapa bagian di atas dijelaskan bahwa prinsip yang mengatur pengkondisian klasik masih diperdebatkan. Hal tersebut masih menjadi riset, teori, dan diskusi saat ini dan tampaknya ini akan terus berlanjut. Ketimbang berusaha menentukan penjelasan pengkondisian klasik mana yang benar, tampaknya lebih akurat untuk menyimpulkan bahwa semua penjelasan itu menjelaskan secara akurat beberapa aspek dari pengkondisian klasik. Tampaknya masuk akal bagi kita untuk menyimpulkan bahwa ketika semua keterangan sudah dipaparkan, aspek-aspek dari pengkondisian klasik akan tampak bergantung pada daya prediksi dari petunjuk, proses memori, pembentukan ekspektasi, proses atensional, dan formasi asosiasi otomatis ketika ada hubungan kontingen antara CS dan US.

IX. Efek Garcia
Garcia dan Koelling (1966) memvalidasi penjelasan aversi cita rasa anekdotal ini dengan menunjukkan fenomena yang tidak lazim dalam pengkondisian klasik. Garcia dan Koelling menghadapkan satu kelompok tikus dengan sinar X yang kuat saat tikus itu minum air yang diberi pemanis sakarin(CS). Sinar X itu menyebabkan rasa mual saelama sekitar 30 menit setelah pemaparan. Kelompok tikus lain menerima setrum yang menyakitkan saat mereka minum air manis itu. Dalam tes selanjutnya, tikus di kelompok pertama tidak mau minum air manis itu. Tetapi, tikus yang disetrum tidak menghindari air manis. Garcia dan Koelling menyimpulkan bahwa tikus yang menjadi sakit karena terkena sinar X telah mempelajari aversi kepada aroma atau cita rasa (taste) yang diasosiasikan dengan rasa sakit, sebuah respons natural yang kondusif bagi survival mereka.
Meskipun eksperimen Garcia dan Koelling tampaknya men gikuti prosedur pengkondisian klasik, namun muncul sejumlah masalah saat hasilnya diinterpretasikan sebagai fenomena pengkondisian klasik. Pertama, delay waktu antara CS (rasa sakarin) dan US (mual) jauh lebih lama ketimbang interval waktu yang dianggap dibutuhkan untuk pengkondisian klasik. Kedua, berulang kali ditemukan bahwa aversi cita rasa (taste) yang kuat dapay muncul hanya setelah beberapa kali (kadang hanya sekali) penyandingan substansi dan rasa mual. Ketiga, meski aversi cita rasa ini berkembang lama setelah penundaan (delay) dan, dalam beberapa kasus hanya dalam satu kali percobaan, tindak aversi itu sulit dihilangkan. Efek yang diamati oleh Garscia dan Koelling ini adalah tidak lazim jika dibandingkan denagan apa yang telah diketahui dari pengkondisian klasik.

X. Eksperimen John B. Watson dengan Little Albert
Menurut Watson, emosi manusia adalah produk dari warisan dan pengalaman. Menurut Watson, manusia mewarisi tiga emosi dasar yaitu rasa takut, marah, dan cinta. Melalui proses pengkondisian, tiga emosi dasar ini menjadi terikat dengan hal-hal yang berbeda untuk orang-orang yang berbeda-beda. Personalitas (kepribadian) adalah kumpulan refleks yang dikondisikan. Watson menyangkal bahwa manusia lahir dengan membawa kemampuan mental atau predisposisi. Pada eksperimennya, Watson dan Rosalie Rayner (1920) melakukan percobaan pada bayi berusia sebelas bulan bernama Albert. Dari eksperimen yang dilakukan oleh Watson, didapatkan beberapa hasil, yaitu Menghilangkan rasa takut yang dikondisikan. Watson telah menunjukkan bahwa emosi bawaan, seperti rasa takut, dapat “ditransfer” ke stimuli yang sebelumya tidak menimbulkan rasa takut, dan mekanisme transfer itu adalah pengkondisian klasik. Watson berpendapat bahwa risetnya telah menunjukkan bagaimana rasa takut yang dipelajari itu bisa berkembang. Pada eksperimen keduanya, Ia mencari anak yang sudah punya rasa takut dan kemudian diusahakan untuk menghilangkan rasa takutnya.
Watson banyak memperkenalkan teori pavlov (psikologi Pavlovian) ke Amerika Serikat, dia tidak pernah sepenuhnya menerima prinsip Pavlovian. Menurut Watson, belajar terjadi karena kejadian-kejadian datang susul-menyusul dalam rentang waktu yang sangat pendek. Pengkondisian terjadi bukan karena US menguatkan CS, namun karena CS dan US terjadi secara susul menyusul dalam jarak waktu yang singkat.

XI. Aplikasi Pengkondisian Klasik untuk Psikologis Klinis dan Pengobatannya
Penerapan teori pengkondisian klasik untuk psikologis klinis, sebagai berikut :
1. Extinction
Gangguan perilaku atau kebiasaan buruk adalah hasil dari belajar, maka perilaku itu bisa dibuang atau diganti dengan perilaku yang lebih positif.
Proses Extinction :
CS – US – CR
CS – EX (Pelenyapan)
Maksud keterangan di atas adalah suatu subjek (CS) yang diberikan efek fisiologis/psikologis (US) akan menimbulkan efek yang dikondisikan. Menelaah perlakuan tersebut, pelenyapan dapat ditimbul apabila efek fisiologis/psikologis (US) dihilangkan.


2. Counterconditioning
Counterconditioning merupakan suatu prosedur yang lebih kuat daripada cara pelenyapan sederhana, seperti extinction. Pada aplikasi ini, suatu perlakuan dikondisikan untuk proses pelenyapan yang tampak sukses dalam sejumlah kasus tetapi manfaat dari prosedur ini sering hanya bersifat sementara.
Penjelasan Perlakuan :
CS – US pertama – US kedua – CR
Pada akhirnya, counterconditioning mengalami kesulitan yang sama dengan training plenyapan.Counterconditioning pada kondisi yang berbeda akan menyebabkan pembentukan kembali respons yang dikondisikan.


3. Flooding
Pada aplikasi ini merupakan metode pelenyapan yang berorientasi pada pemaksaan orgainisme untuk tetap hadir bersama CS dalam waktu yang cukup lama untuk belajar bahwa tidak ada akibat negatif yang akan muncul. Dengan prosedur flooding, beberapa individu akan mengalami kemajuan tetapi beberapa yang lain malah tambah parah. Dan klien yang meninggalkan terapi flooding jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan klien yang menggunakan terapi desensitisasi sistematis.


4. Desensitisasi Sistematis
Salah satu usaha paling menyeluruh untuk mengaplikasikan prinsip pengkondisian klasik ke psikoterapi dilakukan oleh Joseph Wolpe (1958), yang mengembangkan teknik terapi yang disebut desensitisasi sistematis). Teknik ini memiliki tiga fase, antara lain :
1. Hierarki Kecemasan (Anxiety Hierarchy)
Dilakukan dengan sederetan hal yang menimbulkan dan kemudian mengurutkan mulai dari hal menimbulkan kecemasan paling besar ke paling kecil.
2. Mengajari klien untuk relaks (santai)
Wolpe mengajari subjek cara mengendorkan otot dan menunjukkan bagaimana rasanyaseseorang tidak cemas.
3. Perasaan relaksasi dan kemudian diminta membayangkan item paling lemah dalam hierarki kecemasan. Saat membayangkannya, si klien diminta untuk relaksasi lagi. Setelah selesai, klien diminta untuk membayangkan item selanjutnya dan seterusnya sampai semua item selesai dibayangkan.


Penerapan teori pengkondisian klasik untuk pengobatan adalah sebagai berikut :
1. Adanya bidang psikoneuroimunologi
Riset yang dilakukan oleh Metalnikov dengan menggunakan babi sebagai subjek. Metalnikov memasangkan stimuli panas atau rabaan (CS) dengan protein asing (US). Beberapa kali penyandingan CS dan US, presentasi stimuli panas atau sentuhan saja akan menimbulkan berbagai respons immune nonspesifik. Sayangnya, riset ini sedikit diabaikan tetapi Robert Ader dan kawnanya membangkitkan kembali minat pada topik ini hingga menemukan bidang interdisipliner.
2. Penemuan fungsi sakarin
Ader yang mempelajari aversi cita rasa dengan memasangkan minuman sakarin (CS) dengan injeki obat (US). Obat ini ternyata menekan system kekebalan. Hingga percobaan dilakukan pada tikus oleh Ader dan Cohen. Percobaan itu menyimpulkan bahwa sakarin mempunyai kemampuan untuk menekan system kekebalan tuhuh dengan cara spesifik.
Dengan adanya temuan keberfungsian pengkondisina klasik untuk pengobatan, banyak ahli psikoneuronologi berharap bisa menjelaskan secara detail bagaimana pengkondisian dapat membantu pasien yang mengalami gangguan kekebalan tubuh di masa mendatang.

XII. Pendapat Pavlov tentang Pendidikan
Prinsip Pavlovion sulit untuk diaplikasikan ke pendidikan kelas, meskipun prinsip itu ada. Secara umum, teori pengkondisian klasik ini terjadi pada setiap kejadian netral. Misalnya, seorang peserta didik yang menemukan bahwa konselor sekolahnya memiliki sikap dan perilaku yang baik dan menyenangkan bagi dirinya. Maka, ia akan termotivasi untuk memiliki sikap seperti gurunya ataupun dia dapat terilhami untuk berkarier menjadi seorang konselor nantinya. Hal ini selaras dengan seseorang yang mengembangkan aversi terhadap pendidikan seumur hidup karena adanya pengalaman buruk yang ia alami pada saat belajar di kelas dahulu.
Teknik Pavlovion dipakai untuk memnodifikasi perilaku, situasi tampak menyerupai brainwashing daripada pendidikan. Contoh dari prinsip Pavlovion yang digunakan untuk memodifikasi sikap adalah iklan televisi. Pengiklanan menyandingkan suatu objek dengan sesuatu yang lain. Secara bertahap, iklan itu akan menyebabkan pemirsa menganggap produk itu membuat mereka untuk memiliki atau merasakan situasi yang ditampilkan di iklan.

XIII. Evaluasi Teori Ivan Petrovich Pavlov
XIV.I. Kontribusi
1. Teori Conditional Classic menjadi teori pertama yang mambahas tentang belajar antisipasi
Pembahasannya mengenai CS sebagai sinyal adalah unik apabila dibandingkan dengan teoritisi belajar lain yang memperlakukan stimuli sebagai kejadian kausal dalam koneksi S-R sebagi penguat.
2. Memberikan kontibusi yang cukup besar pada prosedur eksperimen untuk bidang psikologi


Hal ini bisa penulis telaah dari teori pengkondisian klasik yang dapat diaplikasikan untuk psikologis klinis dan pengobatannya. Selain itu, pada dasarnya teori ini memang mendasarkan kajian dan risetnya pada sikap dan perilaku yang sangat berkaitan dengan keadaan jiwa seseorang.


XIV.II. Kritik
1. Tidak adanya penjelasan belajar yang melibatkan proses mental yang kompleks.
Pembahasan pada teori ini hanya mencangkup dalam suatu kondisi yang bersyarat untuk merubah respons (perilaku objek).


2. Teori ini menganggap bahwa belajar hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya
Dalam proses belajar, repons dari objek penelitian merupakan refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses conditioning.


3. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan.
Pada realitanya, bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata bergantung pada pengaruh dari luar. Aku dan pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan serta reaksi apa yang dilakukannya.


4. Teori conditioning classic memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang.
Sebagai contoh yakni Metode respons bersyarat sering digunakan untuk melatih binatang. Untuk mengajar anjing pemburu membawa burung tanpa memakannya, anjing itu disuruh membawa burung tiruanyang dilekati penuh dengan jarum-jarum kecil. Anjing itu segera belajar bahwa mngunyah burung berarti terasa sakit sedangkan dengan hati-hati berarti disayangi dan mendapat makanan. Sejak itu dna seterusnya anjing itu berhati-hati dnegan barung selanjutnya. Namun, pada manusia, teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja, umpamanya dala teori belajar mengenai skill tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.


BAB III
PENUTUP

1. Simpulan
Teori Ivan Petrovich Pavlov adalah suatu teori yang mampu memberikan sumbangsihnya pada bidang psikologi, tak terlepas pada bidang bimbingan dan konseling. Banyak hasil eksperimen yang dikemukakan oleh teori ini. Hasil teori Ivan Pavlov meliputi :
a. Prinsip Utama yang mendasari percobaan Pavlov
b. Konsep teoritis Pavlov yang menjadi landasan hingga sekarang untuk beberapa kondisi
c. Dan beberapa hasil penelitian yang mampu mendobrak ilmu faal teraplikasi untuk psikologi.


2. Saran
Bagi Penulis :
a. Hendaknya penulis mampu memberikan karya yang lebih baik pada kesempatan mendatang
b. Seharusnya penulis mampu untuk berkolaborasi satu sama lain untuk menyatukan visi dan misi dalam penyelesaian makalah ini
Bagi Pembaca :
a. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
b. Pembaca mampu mencapai tujuan penulis dalam penyusunan makalah ini.


Daftar Pustaka

Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2008. Theoris Of Learnig (Teori Belajar). Jakarta: Kencana
Mahmud, Dimyati. 1989. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta
Learning Theories.com. 2011. Classical Conditioning (Pavlov). (online) (http://www.learning-theories.com/classical-conditioning-pavlov.html), diakses 06 Maret 2011
Psikologi Zone. Teori Ivan Petrovich Pavlov, Stimulus Respons (online) (http://www.psikologizone.com/teori-ivan-petrovich-pavlov-stimulus-respons), diakses 06 Maret 2011
Teknologi Pembelajaran. 2008. Ivan P. Pavlov. (online) (http://www.ghina.0fees.net/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=57), diakses 06 Maret 2011

Sinopsis Teori Belajar Behaviorisme Ivan Pavlov Ivan Petrovich

Dalam kamus bahasa inggris behavior artinya kelakuan, tindak tanduk atau bertingkah laku dengan sopan. Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respon pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan (Arya, 2010). Sebagaimana kita ketahui, aliran behavioristik adalah aliran yang menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Aliran behavioristik dalam aliran psikologi belajar sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran HINGGA kini. 

Dalam Teori Behavioristik pandangan tetang belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Beberapa tokoh teori belajar behaviorisme antara lain adalah Pavlov, Thorndike, Watson, Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. 

Dari sekian banyak para ahli yang berkarya dalam aliran ini, salah satu diantaranya akan dijelaskan disini Teori Belajar Behavioristik Menurut Ivan Pavlov Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849, ia meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme. Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Anjing mengeluarkan air liur apabila diperlihatkan makanan. air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng dahulu sebelum makanan diberikan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya membunyikan lonceng saja saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. 

Makanan adalah rangsangan wajar, sedang lonceng adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan. 

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus respon atau reaksinya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan pentingnya pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement/penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.

Review Teori Belajar Clasical Conditioning dan Proses Pembelajaran Ivan Petrovich Pavlov

PENDAHULUAN

Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap. Proses belajar dimulai sejak ' manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori belajar yang terkernal adalah teori belajar behavioristik (seiring diterjemahkan secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.
Timbulnya paham Behaviorisme atau teori tingkah laku disebabkan adanya kekurangan pada paham-paham sebelumnya seperti “strukturalisme” dan “Fungsionalisme”, akibat yang paling parah dialami oleh paham strukturaliesme adalah mengabaikan arah yang ditempuh oleh para ahli psikologi yang mengutamakan penerapan yang salah satunya dengan menolak konsep evolusi. Kaum fungsionalisme yang membela pendapatnya bahwa psikologi hanya meliputi studi tingkah laku, fungsi proses mental dan hubungan antara pikiran-badan dan tidak termasuk digunakan dalam dunia pembelajaran serta tidak mampu menyusun metoda penelitian yang tepat batasannya dan pokok kajiannya, sehingga membuat kedua paham ini berakhir, sehingga muncul paham baru yaitu, Behaviorisme.
Dalam dunia pendidikan begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal adalah teori “Classical Conditioning” dari Ivan Pavlov, “Connectionism: dari E. L. Thorndike, “Hypothetic Deductive” dari Clark L. Hull dan “Operant Conditioning” dari BF. Skinner.


PEMBAHASAN

1 .Bagaimana teori belajar Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov?

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Ivan Pavlov meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Adapun jalan eksperimen tentang refleks berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah sebagai berikut: Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung dan diukur jumlahnya. Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar disebut sebagai perangsang tak berkondisi (unconditioned stimulus) dan air lliur yang keluar setelah anjiing melihat makanan disebut refleks tak berkondisi (unconditioned reflex), karena setiap anjing akan melakukan refleks yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsang yang sama pula (makanan). Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makanan. Dengan demikian anjing akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depannya. Percobaan ini dilakukan berkali-kali dan selama itu keluarnya air liur diamati terus. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak berkondisi), tetapi lama-kelamaan air liur sudah keluar pada waktu anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai refleks berkondisi (conditioned reflects, karena refleks itu merupakan hasil latihan yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Bunyi bel jadinya rangsang berkondisi (conditioned reflects). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan perkataan lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya.
Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi dipertahankan. Tentu saja tidak adanya rangsang tak berkondisi hanya bisa dilakukan sampai pada taraf tertentu, karena terlalu lama tidak adarangsang tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan mendapat imbalan (reward) atas refleks yang sudah dilakukannya dan karena itu refleks itu makin lama akan semakin menghilang dan terjadilah ekstinksi atau proses penghapusan reflex (extinction).
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan Amerika Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di sampingFreud.

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
1. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
2. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
3. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
4. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan.
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur.
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.

2. Bagaimanakah penerapan teori Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov di dalam kelas
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa lebih tertarik pada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatianya terutama pada guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungan. Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
Sebagai contoh untuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh Pavlov.
Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau yang non konkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Adapun contoh aplikasi teori belajar behaviorisme menurut Pavlov adalah pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
Pada awal masuk kelas, guru memberikan kenyamanan pada siswa sehingga siswa merasa aman untuk melanjutkan pembelajaran. Sebagai pembukaan guru dapat bertanya kepada siswa tetang kabar mereka, keluarga, hewan peliharaan/hal pribadi dalam hidup mereka dan apakah siswa sudah siap untuk belajar.Dalam pembukaan pembelajaran guru memberikan motivasi, untuk memberikan stimulus guru dapat memberikan makanan kecil pada siswa apabila siswa dapat menjawab pertanyaan (respon).Hal ini untuk
membangkitkan semangat siswa untuk menjawab pertanyaan. Dengan demikian bila stimulus ini terjadi terue- menerus akan menjadikan siswa menjadi aktif dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran guru hendaknya menjadikan lingkungan belajar yang nyaman dan hangat, sehingga kelas menjadi satu kesatuan (saling berhubungan) dengan emosi positf (adanya hubungan persahabatan/kekerabatan) Guru berusaha agar siswa merespek satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada diskusi kelas guru merangsang siswa untuk berpendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan.
Pada pembelajaran dalam tanya jawab, guru berusaha membuat siswa berada dalam situasi yang nyaman dengan memberikan hasil (positf outcome – masukan positif). Misalnya, jika siswa diam/tidak aktif, maka guru bisa memulai dengan pertanyaan ”apa pendapatmu tentang masalah ini”, atau bagaimana kamu membandingkan dua contoh ini”. Dengan kata lain, guru memberi pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk berpendapat. Namun jika dengan cara inipun siswa tidak sanggup/ segan untuk merespon, maka tugas guru untuk membimbing/ memacu sampai siswa memberi jawaban yang dapat diterima.

PENUTUP


Simpulan
Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru.
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Saran
Pengertian dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, pendidik dapat mengembangkan pembelajaran di dalam kelas.

Review Konsep Belajar Ivan Petrovich Pavlov

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku yang diharapkan.Teori belajar yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme dan teori belajar pemrosesan informasi.Teori belajarkonstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak lagisesuai.Teori belajar pemrosesan informasi merupakan teori yang menitikberatkantentang bagaimana informasi yang didapat tersebut dapat diolah oleh siswa dengan pemahamannya sendiri.Pemanfaatan lingkungan sebebas-bebasnya untuk pencapaian tujuan belajar haruslah diberikan pada siswa, sehingga kreatifitas siswa lebih tampak.

A. Biografi Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada Institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).Ia meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik.Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.

B. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal ini yang dikenang darinya hingga kini. Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Eksperimen Pavlov:



Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:

Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).

Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.

Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.

Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).

Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.

Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.

Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun

Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue(terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.

Menilik psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan ekperimental, refleksiologis objektif Pavlov tetap merupakan model yang luar biasa dan tidak tertandingi.

C. Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori Classical Conditioning untuk semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.

Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contohlain adalahuntuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh pavlov. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

D. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajran

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
Mementingkan pengaruh lingkungan
Mementingkan bagian-bagian
Mementingkan peranan reaksi
Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.

Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.

Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secarab otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons.
Menurut teori conditioningPavlov, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response).
Eksperimen Pavlov: Anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Aplikasi teori Pavlov dalam pembelajaran adalah dengan guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Brennan, James F. 2006.Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers

Dwijandono dan Sri Esti Wuryani. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud

Sarlito W. Sarwono. 2002.Berkenalan dengan ALiran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Surakarta: PT Bulan Bintang.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/, diakses tanggal 13 November 2011).

Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

SHARE THIS: