Guru Inovatif Siswa Kreatif

Guru Inovatif Siswa Kreatif

Total Tayangan Halaman

12 Desember 2015

Problem Based Learning (PBL) Siaga bencana di Sekolah



Problem Based Learning (PBL) Siaga bencana di Sekolah
A.  Latar Belakang
Pengembangan pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar. Keberhasilan pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, banyak teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan pemberian tugas secara berkelompok. Problem Based Learning (PBL).
Menurut Saryantono Problem Based Learning (PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif, perilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran, guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri demokrasi dan proses ilmiah.[1]
Problem Based Learning (PBL) merupakan jawaban terhadap praktik pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat. Dengan demikian, pendekatan Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Senada dengan pendapat Dimyanti “Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu proses belajar sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian yang melekat pada setiap tahap.[2] Menurut penulis Problem Based Learning (PBL) tidak disusun untuk membantu guru dalam menyampaikan banyak informasi tetapi guru sebagai penyaji masalah, pengaju pertanyaan, dan fasilitator.
Menurut Sagala mengatakan bahwa:
PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.[3]
Menurut penulis PBL sangat tepat digunakan untuk pembelajaran IPS materi kerusakan lingkiungan untuk melatih siswa peduli lingkungan dan siaga siap tanggap darurat pencegahan bencana, penanggalangan dan rehabrekon pasca bencana. Materi ini tidak akan efektif bila diajarkan dengan pembelajaran yang berpusat pada guru, karena dalam materi ini juga harus melatih keterampilan literasi siswa dalam membaca informasi, memilih dan memilah, mengolah dan mengorganisasi informasi, menyaji dan menggunakan informasi untuk keterampilan sosial dan kelangsungan hidunya sehari-hari.
Indonesia merupakan negara yang sering dilanda bencana, baik bencana karena faktor alam maupun bencana akibat ulah manusia. Silih berganti bencana datang menimpa berbagai wilayah di Indonesia, seperti gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, tanah longsor, kebakaran, dan banjir. Berdasarkan data Pusat Mitigasi Bencana ITB (2008) terdapat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat.
Selain gempa bumi, hampir seluruh wilayah di Indonesia juga sering dilanda banjir, terutama pada saat musim penghujan. Banjir yang melanda Indonesia berupa banjir perkotaan dan juga banjir akibat luapan sungai. Banjir perkotaan terjadi ketika hujan tiba dan airnya menggenangi permukaan tanah di area permukiman. Permukaan tanah yang biasanya sudah tertutup dengan beton, aspal, maupun paving tersebut tidak mampu lagi untuk menyerap air. Sedangkan banjir akibat luapan sungai terjadi ketika air hujan datang dengan intensitas yang banyak hingga melebihi daya tampung badan sungai. Akibatnya air sungai meluap membanjiri area di sekitar badan sungai tersebut.
Bencana banjir yang semakin parah terjadi dalam lima tahun terakhir tidak lepas dari pengaruh pemanasan global (global warming). Pemanasan global (global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Akibat meningkatnya suhu di bumi tersebut, es di kutub mencair sehingga permukaan laut naik, terjadi peningkatan penguapan di seluruh permukaan bumi sehingga kekeringan melanda, dan pepohonan sebagai penyimpan cadangan air banyak yang mati sehingga air langsung diloloskan oleh tanah.
Di sisi lain banyak perilaku manusia yang memperbesar potensi terjadinya banjir, misalnya betonisasi, membuang sampah di sungai dan saluran-saluran pembuangan, penebangan liar (illegal logging), alih fungsi lahan menjadi permukiman, dan kurang peduli terhadap tanaman-tanaman perindang. Perilaku-perilaku tersebut banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Mereka kurang peduli akan akibat yang bisa ditimbulkan oleh kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. Onrizal (2005) mengungkapkan bahwa penebangan hutan menyebabkan berkurangnya air tanah rata-rata sebesar 53.2 mm/bln. Sedangkan kemampuan peresapan air pada DAS berhutan lebih besar 34.9 mm/bln dibandingkan dengan DAS tidak berhutan.
Kota Banjarmasin termasuk daerah yang sering dilanda banjir, yaitu banjir perkotaan. Ketika hujan tiba banyak rumah terendam air, jalan-jalan raya tergenang air hingga sulit dilalui, sungai-sungai meluap, dan banyak fasilitas umum yang tidak dapat difungsikan. Hal ini bisa dimungkinkan bahwa masyarakat di Kota Banjarmasin masih banyak yang berperilaku yang bisa memicu terjadinya banjir perkotaan.
Dengan kondisi wilayah Indonesia khususnya Kota Banjarmasin yang rawan bencana banjir tersebut mestinya masyarakat sudah familiar juga dengan berbagai hal mengenai bencana banjir. Hal-hal yang dimaksud adalah usaha meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari terjadinya bencana banjir, tindakan yang dilakukan apabila bencana terjadi, serta apa saja yang mestinya kita lakukan pasca bencana banjir terjadi. Lalu apakah masyarakat Indonesia telah memiliki pemahaman akan hal-hal di atas? Berkaca dari seringnya bencana banjir terjadi dan sangat parahnya dampak yang ditimbulkan, dapat kita katakan bahwa masyarakat rata-rata belum memiliki pemahaman yang cukup seputar bencana banjir.
Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya bisa menyebabkan terjadinya bencana banjir atau pun memperparah dampak dari bencana tersebut. Masih banyak kita temukan orang seenaknya membuang sampah di sungai, masih banyak kita dengar orang menebangi hutan tanpa menanaminya kembali, masih banyak kita lihat bangunan-bangunan didirikan di kawasan yang diperuntukkan bagi jalur hijau maupun di kawasan yang berperan sebagai daerah resapan.
Pada saat terjadinya bencana masyarakat Indonesia juga masih belum sigap dalam menghadapinya. Pada saat air bah menerjang, bukan mengutamakan nyawa untuk diselamatkan tetapi mereka malah lebih memilih menyelamatkan harta benda yang dimiliki. Untuk daerah yang sudah menjadi langganan terjadi banjir masih banyak yang belum memiliki sampan atau sejenisnya sebagai sarana transportasi ketika banjir datang. "Pendidikan bencana dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat sangat penting artinya demi menghindarkan banyaknya korban jiwa saat bencana melanda," kata Kepala Bidang Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo di Medan. Selain itu beliau juga mengatakan “Untuk beberapa langkah yang harus dilakukan adalah masyarakat harus sadar dan tahu bahwa ia berada di daerah rawan bencana. Setelah itu dia perlu tahu rute untuk evakuasi. Kalau lari harus kemana, dia harus tahu jalur-jalurnya. Dia juga harus tahu potensi bencana di daerahnya seperti apa”.
Selanjutnya pada masa-masa pasca bencana dengan keadaan segalanya hancur, harta benda habis, penghidupan hilang, atau bahkan sanak keluarga yang dicintai meninggal masyarakat kebingungan akan apa yang harus dikerjakannya. Dalam keadaan stres yang dilakukannya hanyalah meratapi nasib tanpa mau segera bertindak untuk melanjutkan penghidupannya. Puing-puing yang hancur harus segera dibersihkan agar tidak mengganggu kepentingan umum. Rumah tempat bernaung harus segera didirikan, seperti apapun bentuknya. Penghasilan harus tetap ada demi keberlangsungan hidupnya bersama keluarga.
Sekolah merupakan lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Di sekolah pula terdapat beberapa komponen yang memungkinkan terselenggaranya proses pendidikan, yakni pelajar, pengajar, media belajar, lingkungan belajar, dan tujuan pembelajaran. Sedangkan pendidikan merupakan usaha mengembangkan segenap potensi, bakat, dan minat seseorang sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang dewasa.
Terkait dengan upaya sosialisasi pendidikan siaga bencana, sangatlah tepat apabila sekolah menjadi medianya. Sekolah menjadi tempat yang tepat untuk menyampaikan segala informasi kepada siswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Di sekolah pula dapat dilakukan praktek, simulasi, maupun roleplay (bermain peran) untuk membiasakan siswa berperilaku menjaga lingkungan demi meminimalisir dampak bencana.
Keteladanan guru di sekolah juga sangat penting dalam menanamkan kebiasaan baik kepada siswa. Untuk itu guru haruslah berdiri di garda depan memberikan contoh sebelum dia memberikan ceramah kepada siswa tentang perilaku siaga bencana. Dengan keteladanan siswa akan lebih mudah memahami karena mereka akan dengan mudah meniru kebiasaan baik yang dilakukan gurunya.
Contoh keteladanan yang dapat dilakukan guru diantaranya penanaman pohon perindang untuk menyumbang persediaan oksigen, mengatur pembuangan sampah secara benar, memisahkan jenis-jenis sampah untuk mempermudah proses daur ulang sampah, memanfaatkan listrik secara bijak dengan mematikan lampu, AC, kipas, dan peralatan elektronik lainnya yang sudah tidak diperlukan, serta membiasakan memakai produk yang ramah lingkungan dan pembungkus non-sintesis.
Education for Sustainable Development (EfSD) ialah pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang terutama generasi mendatang untuk berkontribusi lebih baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang. Pembangunan/pengembangan berkelanjutan adalah pembangunan/ pengembangan yang mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana alam sebagai akibat posisi geografisnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya upaya mitigasi bencana alam itu sejak dini sudah diketahui dan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah. Di beberapa sekolah hal ini memang sudah ada, tetapi belum terimplementasi secara menyeluruh dan serentak.
Pendidikan siaga bencana ini seharusnya diberikan kepada seluruh sekolah di Indonesia. Pendidikan siaga bencana ini dapat diberikan melalui pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan atau yang sering disebut EfSD (Education for Sustainable Development). Pendidikan ini dapat diberikan pada sekolah formal, nonformal, maupun informal. Bahkan sejak dini yaitu di tingkat taman kanak-kanak, EfSD ini seharusnya sudah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran.
Menerapkan EfSD di sekolah dapat dilakukan dengan menjadikan muatan EfSD sebagai bagian tak terpisahkan dari program penyelenggaraan pendidikan. EfSD bukan mata pelajaran baru yang harus diujikan atau dinilai, melainkan harus disisipkan dalam program pembelajaran secara terintegrasi. Penanaman nilai-nilai EfSD dilakukan secara terintegrasi (integrated learning) dengan program pendidikan.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada realita bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berada pada dimensi ruang dan waktu. Dalam dimensi ruang dan waktu inilah manusia menjalani suatu kehidupan. Di dalam menjalani suatu kehidupan itu manusia akan terkait dengan berbagai aspek kehidupan dan kegiatan.
Tujuan pembelajaran IPS adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan trampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat (Puskur, 2006: 7). Hal senada dikemukakan oleh Jarolimek (1986: 4) menyatakan bahwa “the major mission of social studies education is to help children learn about the social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skills, needed to help shape an enlightened humanity”, maksudnya misi utama IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat dimana mereka hidup dan memperoleh cara untuk belajar menerima realita sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, membantu membentuk kemanusiaan yang cerah. Dengan demikian tepat jika kita mengintegrasikan pendidikan siaga bencana ke dalam mata pelajaran IPS.
 Dalam mata pelajaran IPS banyak sekali materi yang sesuai untuk menanamkan siaga bencana kepada siswa. Dengan demikian akan mudah untuk menyisipkan pendidikan siaga bencana dengan langsung memberikannya dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun praktek di luar kelas. Materi-materi IPS SMP dalam kurikulum 2013 yang relevan untuk disisipi pendidikan siaga bencana melalui EfSD  diantaranya:
1.    Materi Kelas 7
a.    Kepulauan Indonesia
1)   Proses  terbentuknya kepulauan Indonesia
2)   Letak wilayah Indonesia
3)   Keadaan alam Indonesia
4)   Potensi sumberdaya alam daratan dan perairan Indonesia.
5)   Pengaruh kondisi geografis terhadap kehidupan manusia (sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan politik)
b.    Dinamika Interaksi Manusia
1)   Pengertian dinamika interaksi manusia dengan alam, sosial, budaya, dan ekonomi.
2)   Bentuk-bentuk interaksi manusia dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi.
2.    Materi Kelas 8
a.    Permasalahan kependudukan, lingkungan, dan dampaknya terhadap pembangunan nasional.
1)   Permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup
2)   Dampak  permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup terhadap pembangunan  nasional
3)   Cara mencegah dan  mengatasi permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup
b.    Interaksi  Manusia  dengan Lingkungan Alam, Sosial, Budaya, dan Ekonomi.
1)   Bentuk-bentuk interaksi manusia dengan lingkungan alam, sosial, dan ekonomi
2)   Permasalahan yang timbul akibat interaksi manusia dengan lingkungan alam, sosial, dan ekonomi
3)   Faktor penyebab timbulnya permasalahan akibat interaksi manusia dengan lingkungan alam, sosial, dan ekonomi
4)   Cara mencegah dan mengatasi permasalahan yang timbul akibat interaksi manusia dengan lingkungan alam, sosial, dan ekonomi

B.            Rumusan Masalah
Melihat kenyataan bahwa siswa memiliki pengetahuan yang relatif rendah mengenai kesiapsiagaan bencana dan mengingat begitu pentingnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana seperti Indonesia, maka mengintegrasikan pendidikan siaga bencana ke dalam kurikulum sudah menjadi kebutuhan mendesak dan harus segera dilaksanakan.
1.      Bagaimana persiapan pembelajaran model PBL dalam pembelajaran siaga bencana di SMP...
2.       Bagaimana pelaksanaan pembelajaran model PBL dalam pembelajaran siaga bencana di SMP...
3.      Bagaimana penialain pembelajaran model PBL dalam pembelajaran siaga bencana di SMP...



Daftar Bacaan:
Sapriya. (2012). Pendidikan IPS konsep dan pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendidikan, pendekatan kuantitaif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Syaodih, Nana. (2005). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Undang-undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Pribadi, Krishna S dan Ayu Krishna Y. (2008). “Pendidikan Siaga Bencana Gempa Bumi Sebagai Upaya Meningkatkan Keselamatan Siswa”. Jurnal ABMAS. Tahun 9 No.9.
Pembriati, Erly Zohrian dkk. (2013). “Pengaruh Model Pembelajaran Terpadu Pada Pengintegrasian Materi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Mata Pelajaran IPS SMP Terhadap Pengetahuan dan Kesiapsiagaan Bencana”. Jurnal Bumi Lestari. Vol 1 No.1, hal.1-8.
Priyanto, Yuli dkk. (2013). “Pendidikan Berperspektif Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan Environmental Perspective Education Towards Sustainable Development”. Jurnal Wacana. Vol.16 No.1
Astuti,Siti Irene dan Sudaryono. (2010). “Peran Sekolah dalam Pembelajaran Mitigasi Bencana”. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana. Vol.1 No. 1, hal.30-42.
Susanti, Rina, Sri Adelia Sari, Sri Milfayetty, dan M. Dirhamsyah. (2014). “ Hubungan Kebijakan, Sarana, dan Prasarana dengan Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah Siaga Bencana Banda Aceh”. Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA). Vol. 1 No. 1, hal.42-49.
Jufriadi, Akhmad. (2012). “Upaya Pengurangan Resiko Bencana Gempa Bumi Melalui Campus Watching Sebagai Pendidikan Mitigasi Bencana”. Jurnal ERUDIO.Vol. 1 No. 1, hal 66-69
Setiawan, K Akbar. (2010). Pengembangan Model Sekolah Siaga Bencana Melalui Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Kurikulum. Yogyakarta: LPM Universitas Negeri Yogyakarta.
Pranajati, Nindya Rachman. (2013). Upaya Madrasah Membangun Hard dan Soft Skills Siswa Dalam Kesiapsiagaan Terhadap Bencana Di MIN Jejeran Bantul Yogyakarta (Tesis tidak dipublikasikan). UIN Yogyakarta.
Wagiyatun. (2011). “Pengaruh Pengetahuan Pencemaran Lingkungan terhadap Kepedulian Lingkungan Peserta Didik SMP Alam Ar-Ridho Semarang Tahun 2011”. Semarang: IAIN



[1] Buang Saryantono, Pengaruh Model Problem Based Learning (Pbl) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. 2013.
[2] Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 125.
[3] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.79

11 Desember 2015

Resume Penelitian Kualitatif Vs Kuantitatif

 Penelitian Kualitatif Vs Kuantitatif
Pada masa lalu, metode kualitatif dan metode kuantitatif juga sering digunakan sebagai penciri, penanda, dan pembeda antara antropologi dan sosiologi. Kesan tersebut muncul karena masing-masing disiplin ilmu tersebut terus menerus menggunakan metode secara konsisten. Antropologi sering menggunakan metode kualitatif, sedangkan sosiologi hampir selalu menggunakan metode kuantitatif. Asumsi ini didasarkan atas kenyataan bahwa antropologi ingin mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan mengklasifikasikan masyarakat yang masih tradisonal. Hal tersebut seolah-olah menempatkan antropologi dalam posisi memiliki satu pendekatan, yaitu interpretasi atau penafsiran. Sementara itu, sosiologi sudah terlanjur dikenal sering menggunakan metode kuantitatif dan melakukan penelitian terhadap masyarakat modern yang kompleks. Ada kesan bahwa penelitian sosiologis selalu menggunakan metode kuantitatif.
Penelitian kualitatif dan kuantitatif hendaknya tidak dilawankan, melainkan dikontraskan. Kontras ini diperlukan untuk melihat keunggulan dan kelemahannya masing-masing dalam memecahkan masalah dan atau dalam pengembangan teori. Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif masing-masing berkembang berdasarkan paradigma tertentu (yang berbeda) yang menjadi acuannya.
Jenis penelitian apa yang harus digunakan, selalu didasarkan pada masalah yang diteliti, bukan ditetapkan jenis penelitiannya dulu baru ditetapkan masalahnya. Hal ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa penelitian itu dilakukan karena ada masalah. Alasan pemilihan suatu metode, tentunya didasarkan pada kesesuaiannya dengan masalah penelitian, tujuan penelitian, serta prosedur penelitian yang cocok, hasil yang diharapkan, dan kondisi kelompok sasaran atau objek penelitiannya.
Paradigma
- Suatu perangkat kepercayaan, nilai-nilai, suatu pandangan tentang dunia sekitarnya. Paradigma berfungsi mengarahkan penelitian (Nasution).
- Seperangkat bentuk yang berbeda-beda dari sebuah kata seperti pada ungkapan verb paradigm atau jenis sesuatu, pola, model. Paradigma berperan sebagai rujukan dan sudut pandang (A. Chaedar Alawasilah).
- A set of interrelated assumptions about the social world which provides a philosophical and conceptual framework for the organized study of that world. A paradigm represents a disciplinary matrix which encompasses the commonly shared generalizations, assumptions, values, belief, and examples of what contributes the discipline’s interest (Thomas Kuhn).
- Pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dalam ilmu pengetahuan. Sesuatu yang menjadi pokok persoalan dalam satu cabang ilmu menurut versi ilmuwan tertentu. Kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu pengetahuan dan membantu membedakan antara komunitas ilmuwan yang satu dengan yang lain (Ritzer)

Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan, dan menghubungkan eksemplar, teori-teori, metode-metode, serta instrumen-instrumen yang terdapat di dalamnya. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya menjawab, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpterasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dalam satu paradigma tertentu, terdapat kesamaan pandangan tentang apa yang menjadi pokok persoalan dari cabang ilmu itu serta kesamaan metode serta instrumen yang dipergunakan sebagai peralatan analisa.
Mengapa paradigma berbeda-beda ?
- Karena perbedaan pandangan filsafat yang mendasari masing-masing komunitas sosiologi tentang pokok persoalan yang semestinya dipelajari sosiologi.
- Sebagai konsekuensi logis alasan pertama, maka teori-teori yang dibangun dan dikembangkan masing-masing komunitas ilmuwan menjadi berbeda.
- Metode yang dipakai untuk memahami dan menjelaskan substansi disiplin inipun berbeda.

Ritzer menilai, bahwa dalam sosiologi terdapat multiple paradigm. Pertentangan antar paradigma juga dirasuki unsur politik. Ritzer melihat ada potensi negatif dalam perkembangan sosiologi, dari perbedaan antar paradigma tersebut. Ritzer kemudian mengajukan paradigma terpadu, bukan untuk menggantikan, tetapi untuk mengatasi kelemahan pendekatan paradigma yang ada
Penelitian
Penelitian dapat dipahami sebagai suatu dialog yang terjadi secara terus menerus antara dua jenis kenyataan, yaitu antara agreement reality dan experiential reality. Penelitian merupakan suatu usaha menghubungkan kenyataan empirik dengan teori, apabila teori sudah ada. Mengapa ? Karena dalam penelitian kualitatif, penelitian dilakukan bukan dalam rangka menguji teori atau hipotesis, melainkan menemukannya.
Teori dalampenelitian kuantitatif bersifat a priori yang disusun melalui deduktif dan logis, sedangkan teori dalam penelitian kualitatif disusun melalui dasar (grounded) ditemukan melalui induktif. Teori yang ditemukan melalui dasar itu memenuhi dua kriteria, yaitu sesuai dengan situasi empiris dan fungsi teori, yaitu : meramalkan, menerangkan, menafsirkan, dan mengaplikasikan.
Penelitian Kualitatif
Pendekatan penelitian kualitatif sering disebut dengan naturalistic inquiry (inkuiri alamiah). Apapun macam, cara atau corak analisis data kualitatif suatu penelitian, perbuatan awal yang senyatanya dilakukan adalah membaca fenomena. Setiap data kualitatif mempunyai karakteristiuknya sendiri. Data kualitatif berada secara tersirat di dalam sumber datanya. Sumber data kualitatif adalah catatan hasil observasi, transkrip interviu mendalam (depth interview), dan dokumen-dokumen terkait berupa tulisan ataupun gambar.
Karakteristik Penelitian Kualitatif
1. Setting/latar alamiah atau wajar dengan konteks utuh (holistik).
2. Instrumen penelitian berupa manusia (human instrument).
3. Metode pengumpulan data observasi sebagai metode utama.
4. Analisis data secara induktif.
5. Proses lebih berperanan penting daripada hasil.
6. Penelitian dibatasi oleh fokus.
7. Desain penelitian bersifat sementara.
8. Laporan bernada studi kasus.
9. Interpretasi ideografik.

Metode Pengumpulan Data
1. Pengamatan dengan berpartisipasi (Participant Observation)
2. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
3. Penyelidikan Sejarah Hidup (Life Historical Investigation)
4. Analisis Konten (Content Analysis)

Kontras Metode Kualitatif
Metode Kuantitatif
Desain
- Umum
- Fleksibel
- Berkembang, tampil dalam proses penelitian

Desain
- Spesifik, jelas, terinci
- Ditentukan secara mantap sejak awal
- Menjadi pegangan langkah demi langkah

Tujuan
- Memperoleh pemahaman makna : verstehen
- Mengembangkan teori
- Menggambarkan realitas yang kompleks

Tujuan
- Menunjukkan hubungan antara variabel
- Mentest teori
- Mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif

Teknik Penelitian
- Observasi, participant observation
- Wawancara terbuka

Teknik Penelitian
- Eksperimen, survey, observasi berstruktur
- Wawancara berstruktur

Instrumen Penelitian
- Human Instrument
- Buku Catatan
- Recording

Instrumen Penelitian
- Test, angket, wawancara, skala
- Komputer, Kalkulator

Data
- Deskriptif
- Dokumen pribadi, catatan lapangan, ucapan responden, dokumen, dll

Data
- Kuantitatif
- Hasil pengukuran berdasarkan variabel yang dioperasionalkan dengan menggunakan instrumen

Sampel
Sampel

Kecil
- Tidak representatif
- Purposif


- Besar
- Representatif
- Sedapat mungkin random

Analisis
- Terus menerus sejak awal sampai akhir penelitian
- Induktif
- Mencari pola, model, tema

Analisis
- Pada taraf akhir setelah pengumpulan data selesai
- Deduktif
- Menggunakan statistik

Hubungan dengan Responden
- Empati, akrab
- Kedudukan sama, setara, jangka lama

Hubungan dengan responden
- Berjarak, sering tanpa kontak langsung
- Hubungan antara peneliti – svubjek jangka pendek

Usulan Desain
- Singkat
- Sedikit literatur
- Pendekatan secara umum
- Masalah yang diduga relevan
- Tidak ada hipotesis
- Fokus penelitian sering ditulis setelah ada data yang dikumpulkan dari lapangan

Usulan Desain
- Luas dan terinci
- Banyak literatur yang berhubungan dengan masalah
- Prosedur yang spesifik dan terinci langkah-langkahnya
- Masalah diuraikan dan ditujukan kepada fokus tertentu
- Hipotesis dirumuskan dengan jelas dan ditulis terinci dan lengkap sebelum terjun ke lapangan

Persoalan nyata pada era sekarang adalah bagaimana memadukan kedua pendekatan penelitian tersebut. Penelitian kualitatif dapat berfungsi sebagai suplemen dan komplemen penelitian kuantitaif, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, dalam membuat rancangan penelitian, peneliti perlu menetapkan posisinya masing-masing
Proposal Penelitian Kualitatif
1. Judul Penelitian

Bersifat umum, belum terfokus, sehingga memberi kemungkinan untuk berkembang sesuai dengan kondisi yang dihadapi di lapangan, tidak menggambarkan variabel-variabel secara eksplisit.
2. Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
- Masalah : suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan

- Terkait dengan isu-isu yang sedang berkembang
- Masalah yang belum banyak diteliti menjadi prioritas
- Perlu memperhatikan aksesibilitas, signifikansinya dengan isu-isu yang berkembang, relevansinya bagi masyarakat, seringnya diteliti, sentral tidaknya permasalahan, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan suatu disiplin.
b. Rumusan Masalah
- Bukan harga mati (kaku), bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan masih mungkin dilakukan sewaktu di lapangan.
- Meski rumusan masalah telah dirumuskan berdasarkan telaah pustaka dan pengalaman tertentu, bisa jadi situasi di lapangan tidak memungkinkan peneliti untuk melakukannya.
c. Tujuan Penelitian
- Memecahkan masalah. Sejalan dengan rumusannya.
d. Pertanyaan Fokus
- Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi
- Pilihan subjektif peneliti dihormati dan dihargai
- Bila peneliti telah menetapkan masalah dan tujuannya, harus memegang posisi paradigmanya
- Pertanyaan harus sudah difokuskan pada hal-hal yang terkait dengan masalah dan tujuannya.
3. Kajian Pustaka
- Kajian pustaka dan hasil penelitian terdahulu
- Kerangka berfikir atau analisis yang sifatnya teoritis
- Kajian ini tidak diperlukan dalam Grounded Research (model anti teori, menolak perumusan maslaah, rancangan penelitian, kajian teori yang mendikte arah penelitian, data merupakan sumber teori)
4. Metode Penelitian

- Penentuan Subjek Penelitian
Nara sumber/informan, peristiwa/aktivitas, tempat/lokasi, dokumen, arsip
Penentuan sampel (cuplikan) bersifat selektif, tidak mewakili populasi, tetapi mewakili informasinya (perlu memperhatikan ciri-ciri tertentu pada informan)

- Pemilihan Setting/Latar Penelitian
Penjajagan lapangan
Setting penelitian di tempat yang dikenal baik (di tempat sendiri) tidak dianjurkan karena pengambilan jarak antara peneliti dengan yang diteliti menjadi sukar dilakukan (ada subjektivitas)

- Teknik Pengumpulan Data
Data adalah kata-kata yang diucapkan/ditulis dan perilaku.
Alat pengumpul data adalah peneliti sendiri.
Sumber data adalah manusia (hasil pengamatan berpartisipasi dan wawancara mendalam) dan non manusia (dokumen, catatan)

- Analisis Data
Interactive Model : pengumpulan data, reduksi data, display data, kesimpulan/verifikasi.
Ethnographic Model : domain analysis, taxonmy analysis, componential analysis, theme analysis.

- Teknik untuk Mencapai Keabsahan/Kredibilitas
Untuk menghindari/menghilangkan unsur subjektivitas : perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi (peer debriefing, member check, dll).
5. Daftar Pustaka

Sumber Pustaka
Darmiyati. 1998. Penelitian Kualitatif. Makalah Penataran Pengenalan Berbagai Pendekatan dan Metode Penelitian Lemlit UNY.
Dwiyanto, Djoko. Metode Kualitatif : Penerapannya dalam Penelitian. www.inparametric.com 8
Gunawan. 2007. Teknik Analisis Data Kualitatif. Makalah Lokakarya Analisis Data Kualitatif Lemlit UNY.
Muhadjir, Noeng. 2002. Trend Perkembangan Penelitian Kualitatif. Makalah Sarasehan Penelitian Dosen FIP UNY.
Siti Partini. 1998. Penelitian Survei. Makalah Penataran Pengenalan Berbagai Pendekatan dan Metode Penelitian Lemlit UNY.
--------------- 2002. Proposal Penelitian Kualitatif. Makalah Lokakarya Penyusuna Proposal Penelitian Lemlit UNY.
Sudarsono, FX. 2004. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Makalah Lokakarya Penyusunan Proposal Penelitian TP FIP UNY.
Zamzani. 2007. Pokoknya Penelitian Kualitatif. Makalah Lokakarya Analisis Data Kualitatif Lemlit UNY.